"Nggak! Aku sangat suka! Aku nggak pernah lihat kembang api seperti ini. Nggak pernah ada yang menyiapkan kejutan untukku ....""Rupanya begitu. Kukira kamu nggak suka hadiah dariku. Buat aku cemas saja. Kalau kamu suka, lain kali kusiapkan kejutan untukmu lagi.""Nggak usah, ini sudah cukup. Aku nggak butuh sesuatu yang heboh, aku cuma mau kita bersama. Pemandangan ini sangat indah. Aku akan mengingatnya untuk seumur hidup. Kalau terlalu sering, jadinya nggak ada yang spesial. Aku mau jadi satu-satunya di hatimu.""Aku akan memberimu segalanya yang dimiliki orang lain, bahkan memberimu yang nggak mereka miliki. Kamu cuma perlu jadi istri yang baik, nggak usah pikir yang aneh-aneh. Semua yang kulakukan cuma untukmu.""Harry ... kamu baik sekali padaku ....""Sudah seharusnya."Harry tampak sangat yakin. Grace merasakan kehangatan di hatinya. Sekalipun cuaca sangat dingin, Grace sama sekali tidak merasa dingin dan justru merasa hangat. Selama ada Harry, dia tidak akan kedinginan."Ayo,
Hal paling mendasar bagi sosialita adalah belajar etiket agar tidak mempermalukan keluarga.Namun, ini berbeda untuk Harry. Dia menikahi Grace bukan demi kehormatan keluarga, melainkan untuk bersama selamanya. Harry tidak akan memaksanya belajar ini itu, hanya akan membuatnya bahagia."Aku nggak mau. Begini saja, aku nggak bakal memperhatikan etiket waktu makan denganmu. Aku jauh-jauh kemari, masa pergi begitu saja? Kamu ini kekanak-kanakan sekali!""Kalau ikut pesta besar, kamu memang harus memperhatikan etiket. Bagus kalau kamu mau belajar. Tapi, jangan gunakan pengetahuanmu itu kalau makan bersamaku. Suami istri nggak perlu begitu canggung kalau bersama.""Ya, kamu benar."Grace teringat pada Felicia dan Jimmy. Mereka sangat mesra saat berduaan. Grace sampai merinding melihatnya. Karena Harry tidak memintanya memperhatikan etiket, Grace pun makan dengan bebas. Dia mencicipi semua makanan yang mereka beli.Grace bertanya dengan penasaran, "Harry, kamu pernah pikir nggak, gimana hubun
Grace tidak tahu bahwa berlian di lehernya adalah satu-satunya berlian merah muda di dunia. Ukurannya memang tidak terlalu besar, tetapi kualitasnya tidak perlu diragukan lagi.Jika Harry membeli berlian seukuran telur merpati, belum tentu harganya lebih mahal daripada berlian merah muda itu.Harry sudah lama menyiapkannya, tetapi tidak pernah mengeluarkannya. Namun, karena Grace telah memberanikan diri mengambil langkah, Harry ingin segera mengikatnya.Jangan sampai gadis ini melihat pria tampan di luar sana dan bosan padanya. Harry bisa mati karena sedih nanti."Karena kamu sudah terima cincinku, kamu akan menjadi wanitaku untuk selamanya. Jadi, semua pria tampan di luar sana nggak ada hubungannya denganmu. Paham?""Rupanya ini jebakan? Kamu mau mengikatku?""Ini yang mau mengikatmu." Harry meraih tangan Grace dan meletakkannya di atas dadanya. Grace bisa merasakan detak jantung Harry dengan jelas, meskipun Harry memakai sweter tebal.Ketika mendengar gombalan Harry, wajah Grace sont
Kenapa tidak ada respons apa pun? Harry tidak terharu mendengarnya? Grace kebingungan. Dia sudah menunggu semenit, tetapi Harry hanya mematung menatapnya. Payungnya sampai dipenuhi tumpukan salju."Ka ... kamu nggak mau menanggapi ucapanku tadi? Sudahlah, anggap aku nggak bicara apa-apa." Grace tampak sedih. Dia berbalik dengan kecewa. Ternyata drama di TV memang tidak nyata.Sebelum Grace menjauh, Harry sontak memeluknya dari belakang. Dia perlu waktu untuk mencerna semua omongan Grace yang begitu menyentuh hati."Kamu ...." Grace bisa merasakan Harry membenamkan wajah di lehernya. Napas Harry agak dingin, membuat Grace tak kuasa mengangkat bahunya."Jangan gerak. Biar kupeluk sebentar," ucap Harry. Dia tidak bisa berpikir jernih lagi karena terlalu bahagia.Setelah memeluk untuk waktu yang lama, Harry baru melepaskan pelukannya dengan enggan. Grace berbalik, mendapati payung Harry hilang. Pria ini pasti membuang payung dan berlari ke arahnya. Masih ada salju yang belum meleleh di tub
Harry datang ke tempat Ellie. Setiap kali datang ke Negara Yusala, dia akan tinggal di tempat Ellie.Ketika melihat Harry, Ellie menuangkan segelas air hangat untuknya. Harry tampak tidak fokus dan terus tersenyum.Ini jelas bukan Harry yang dikenalnya. Ellie merasa Harry terlihat seperti pemuda 18 tahun yang baru jatuh cinta. Tatapan dan senyumannya yang lembut sampai membuat Ellie merinding.Ellie mengetuk meja sambil memperingatkan, "Kakak iparmu ada di sini lho. Kamu bisa menahan perasaanmu sedikit nggak?""Kak, kamu nggak tahu. Gadis kaku itu tiba-tiba menyatakan perasaannya padaku hari ini. Dia bilang dia mencintaiku. Aku sampai merasa semua ini cuma mimpi," ucap Harry.Ellie hanya bisa menggeleng. Dia tidak menyangka Harry bisa terjebak dalam cinta seperti ini. Dia menyahut, "Sepertinya gadis itu telah menjeratmu. Kapan kamu akan mempertemukan kami?""Setelah pesta amal ini berakhir, aku akan membawanya kemari.""Pesta amal? Yang diadakan keluarga terbesar itu?""Ya. Cuma itu ca
Sepertinya Grace tidak bodoh.Yang terakhir adalah pelajaran dansa. Setelah pesta amal, mereka akan menghadiri pesta dansa. Semua orang yang hadir adalah tokoh terkemuka, jadi tidak boleh ada kesalahan saat berdansa. Sekalipun tidak ada yang mengajak Grace berdansa, dia tetap harus menguasainya.Felicia pun mencarikan pasangan dansa untuk Grace supaya dia bisa belajar. Grace bertanya, "Ibu Angkat, aku harus pakai sepatu setinggi ini?"Grace kesulitan berjalan saat memakai sepatu tinggi. Kini, dia masih harus berdansa? Benar-benar merepotkan!"Tentu saja. Lihat aku, ikuti gerakanku." Seiring musik dimainkan, Felicia mulai menari.Gerakan Grace tampak sangat kaku. Entah berapa kali dia menginjak kaki pasangannya. Dia bisa melihat pria itu menahan rasa sakit dengan wajah pucat. Dahinya sampai berkeringat.Sejam kemudian, pria itu mengangkat kakinya dan berkata, "Bu, aku nggak sanggup lagi. Kalau terus begini, mungkin aku nggak bisa berdansa lagi untuk selamanya."Ketika melihat kaki pria
Grace menatap Harry dengan cemas, tetapi Harry menyuruhnya santai, fokus pada irama, dan percaya pada pasangan dansa. Dengan begini, dia baru bisa menari.Grace seperti memahaminya, tetapi tidak. Dia terus mengikuti gerakan Harry.Setelah waktu yang lama, masih tidak terlihat kemajuan apa pun. Harry masih mengajarinya dengan sabar.Grace sampai merasa malu. Dia berujar dengan takut, "Sepertinya aku nggak punya bakat dansa, tapi aku cocok jadi penguin."Begitu mendengarnya, Harry tak kuasa menahan tawa. Dia bertanya, "Grace, apa ada sesuatu yang sangat ingin kamu lakukan? Aku tahu kamu nggak suka belajar, nggak suka menjadi pusat perhatian, nggak ingin jadi sosialita.""Aku tahu kamu berusaha menjadi yang terbaik, tapi semua itu bukan hal yang kamu inginkan. Apa ada sesuatu yang ingin kamu perjuangkan?""Aku ...." Grace termangu. Dia tidak pernah memikirkan pertanyaan ini. Viktor yang memilih jurusan kuliah untuknya. Dia sudah terbiasa diatur ayahnya.Apa pun yang diperintahkan Keluarga
"Kamu satu-satunya muridku," ucap Harry sambil tersenyum senang."Harry, apa kamu percaya aku bakal menjadi makin baik?""Tentu saja.""Sejak kecil, nggak ada yang mengakui kehebatanku. Aku pasti akan belajar dengan giat. Aku nggak akan membuatmu kecewa.""Anak baik. Sudah malam, istirahat sana. Kalau ada perlu, cari saja aku lagi.""Oke."Grace mengangguk dengan senang. Setelah Harry pergi, dia berbaring di ranjang, tetapi belum bisa tidur. Grace tiba-tiba menemukan tujuan hidupnya.Keesokan hari, Felicia bangun. Tanpa diduga, dia malah melihat banyak pastri di meja. Felicia pun terkejut. Dia mengira Grace memesan makanan dari restoran.Grace menyeduh kopi di samping, lalu bertanya, "Ibu Angkat, kamu mau berapa banyak gula dan susu?""Gulanya setengah saja, susunya satu sendok.""Oke, tunggu sebentar."Grace segera menyajikan kopi panas ke atas meja. "Ayo makan selagi panas. Aku pinjam dapur dari pihak hotel tadi. Semua ini kubuat untukmu."Grace memang suka membuat pastri. Mungkin ka
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa