Melihat Hannah seperti itu, Yunita mundur ketakutan seolah-olah melihat monster.Yunita berujar, "Ka ... kamu mau apa? Aku kasih tahu ya. Kalau masalah ini sampai ke dosen PA, kamu pasti bakal kena masalah!"Hannah membalas, "Jangan gerak dulu. Biarkan aku menghajarmu untuk melampiaskan emosi. Setelah itu, baru kita bawa masalah ini ke dosen PA.""Aku sudah lama kesal denganmu. Sialan ...." Hannah mengumpat kasar, lalu tanpa ragu melayangkan tinju.Sepuluh menit kemudian, Yunita sudah babak belur. Wajahnya penuh memar dan rambutnya berantakan. Sementara itu, Hannah juga tidak jauh lebih baik. Tak disangka Yunita ternyata bisa bertarung, bahkan mencakar lengannya hingga berdarah.Mereka berdua dibawa ke Kantor Administrasi Akademik, sampai-sampai dekan, Gilang, pun ikut turun tangan.Gilang tanpa banyak bicara langsung menghubungi wali mereka.Hannah tetap tenang. Sebab, dia tahu bahwa walinya tidak berada di ibu kota dan tidak akan pernah kembali.Ayah Yunita, Edgar Susilo, segera data
Yunita tak menyangka bahwa Hannah akan mengancam dirinya. Dia gemetar ketakutan dan memandang ayahnya sambil berucap, "Ayah, dia mengancamku!"Edgar memarahi, "Beraninya kamu mengancam putriku? Aku rasa karena orang tuamu sudah nggak ada, jadi nggak ada orang yang mengajarimu lagi. Kalau gitu, aku akan mewakili mereka untuk kasih kamu pelajaran!"Edgar yang emosi langsung mengangkat tangan dan siap menampar Hannah.Di sisi lain, Hannah tidak sempat menghindar. Dia hanya bisa menutup mata dan menerima tamparan itu. Namun, rasa sakit yang dinantikannya tak kunjung dirasakan.Sebaliknya, Hannah malah mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara itu dingin dan jernih, serta begitu menyejukkan."Siapa kamu? Beraninya mau kasih pelajaran ke Hannah?"Mendengar itu, Hannah membuka matanya dengan terkejut. Dia melihat seorang pria berdiri di depannya. Orang itu berpakaian santai, tetapi masih terlihat dingin dan berwibawa.Robin adalah seorang dokter militer dengan kemampuan bela diri yang heb
Yunita mengeluh, "Dia yang memukulku! Lihatlah, aku sampai jadi begini!"Mendengar itu, Edgar langsung membentaknya dan menyuruh putrinya diam. Kemudian, dia melanjutkan, "Salahku yang nggak mendidiknya dengan baik. Aku pasti akan menghukumnya!"Robin bertanya, "Jadi, lebih baik kasih dia sanksi skors atau dikeluarkan?""Ini ...." Edgar ragu-ragu sebelum menjawab, "Skors ... skors saja ...."Robin menimpali, "Sudahlah, aku bukan orang yang suka memperpanjang masalah. Semua orang punya kesalahan. Aku juga nggak mau memperpanjang masalah ini.""Kali ini, biarkan saja berlalu. Tapi kalau ada lain kali, jangan salahkan aku," tegas Robin."Makasih, Pak Robin. Makasih, Hannah!" ucap Edgar yang merasa lega.Untungnya Robin tidak memperpanjang masalah. Kalau tidak, masalah ini akan sulit diselesaikan.Robin memberi tahu Yunita, "Sudahlah, kamu juga jangan lihat lagi. Ikut aku ke klinik kampus untuk mendapatkan vaksin rabies.""Vaksin rabies?" tanya Yunita yang kebingungan.Hannah yang tadinya
Mendengar hal itu, Hannah tidak tahu harus bagaimana membalasnya. Dia melihat pria di hadapannya ini dengan intens. Wajah mereka tidak terlihat mirip sama sekali. Mungkin tidak akan ada yang percaya jika mengatakan mereka ini adalah saudara.Robin mirip dengan ibunya, sedangkan Hannah mirip dengan ayah. Itulah alasannya mengapa wajah mereka tampak berbeda. Namun, mereka masih tetap berasal dari keluarga yang sama.Seandainya saja Robin bukan kakaknya. Alangkah bagusnya jika dia mengatakan hal itu bukan dengan status sebagai kakak ....Pemikiran ini muncul dalam hati Hannah hingga membuat dadanya terasa sesak. Pada akhirnya, dia memilih untuk diam."Aku masih harus urus beberapa prosedur. Aku sudah janjian sama orang dan harus pergi sekarang. Malam ini kujemput kamu.""Ya," jawab Hannah dengan frustrasi."Bu Grace, aku pergi dulu." Setelah berpamitan, Robin pun berbalik dan pergi.Begitu melihat Robin pergi, Grace langsung mendekati Hannah dan berkata, "Kakakmu ganteng dan berwibawa sek
"Apa aku harus umumkan pertunanganku dengan Harry?" tanya Grace."Apa gunanya kamu umumkan? Dengan tampang Harry seperti itu, kamu kira orang lain bakal percaya kalian itu benar-benar cinta sejati? Bukan karena kamu mengincar hartanya?" balas Hannah dengan kesal.Mendengar hal itu, Dennis menarik napas dalam-dalam sambil menahan kegusaran dalam hatinya. "Grace, kalau kamu mau, aku bisa umumkan kalau kita ini sedang pacaran. Semua foto-foto itu nggak kelihatan nomor pelatnya, jadi aku bisa carikan beberapa mobil yang mirip. Aku jadi pemeran cowoknya dan kamu jadi pacarku, kita pacaran normal.""Grace, ini cuma akting. Setelah semuanya berlalu, kita baru putus ya? Aku nggak berniat jahat, juga nggak mau memisahkan kalian. Aku tahu ... kamu suka padanya ...." Dennis sebenarnya masih belum menyerah, tetapi dia tak berdaya.Meski Dennis tahu bahwa dirinya tidak akan bisa mendapatkan Grace, dia tetap tidak tega melihat Grace dalam kesulitan dan menghadapi semua ini sendirian.Dennis ingin se
Grace ingin berusaha memarahinya, tetapi suaranya terasa tercekat. Hannah buru-buru menutup tirai untuk menghalangi pandangan dari luar. Dennis masih menatap mereka dengan terpaku.Hannah sangat memahami bagaimana rasanya mencintai seseorang tetapi tidak bisa memilikinya. Dia berkata dengan tak berdaya, "Kamu nggak berjodoh sama dia. Kalau nggak, mana mungkin keduluan sama Harry?""Ya, kami memang nggak berjodoh ... atau mungkin jodoh kita kurang kuat." Dennis menarik kembali pandangannya dengan getir. Dia sudah kenal Grace selama dua tahun, tapi tetap saja saling melewatkan satu sama lain ....Harry menekan Grace ke ranjang pasien hingga cukup lama sebelum menarik kembali bibirnya. Napasnya yang panas berembus di wajah Grace. Dia berkata dengan suara serak, "Aku ini Harry. Kamu nggak sedang mimpi, aku adalah Harry di dunia nyata.""Mana mungkin? Kamu bohong .... Jangan-jangan, kamu operasi plastik?" tanya Grace dengan kaget.Bahkan operasi plastik juga tidak mungkin secepat ini, 'kan?
Romantis? Katanya pukulan Grace ini terasa romantis? Grace sampai merasa ragu, apakah dia yang sudah gila atau Harry?"Kamu ... ngomong apaan?" balas Grace. Pandangan Harry terlalu membara, membuat Grace salah tingkah. Mata Grace berbinar sejenak, tetapi tidak berani menatap Harry."Semua yang kulakukan saat bersamamu terasa indah, asalkan kamu ada di sisiku. Aku tahu kamu pasti marah, tapi lupakan dulu untuk saat ini. Setelah masalah kali ini selesai, terserah kamu mau bagaimana melampiaskan kekesalan. Aku akan selalu mengalah padamu."Mendengar hal ini, Grace merasa kekesalannya malah tidak bisa terlampiaskan. Harry juga tidak berdebat dengannya. Dia terus mengalah pada Grace sehingga Grace terpaksa hanya bisa bersabar. Dia tidak bisa marah pada seseorang yang memperlakukannya dengan baik.Grace mencemberutkan bibirnya sambil menggerutu, "Lalu untuk apa kamu jadi tampan sekarang?""Supaya kamu nggak malu," jawab Harry."Apa?" Grace merasa kebingungan, tapi dia kemudian mengerti maksu
"Dasar gadis merepotkan," keluh Harry. Meski merasa tak berdaya, wajah Harry tetap menunjukkan senyuman. Dia mengulurkan tangan ke saku untuk mengeluarkan kuncinya. Gantungan kunci pintu asrama ini berbentuk Minion, cocok sekali dengan selera istrinya."Hei, ini asrama wanita!" tegur Grace."Aku bukannya nggak pernah datang. Lagi pula, aku cuma tertarik sama barang-barangmu. Sisanya aku nggak peduli.""Te ... tetapi saja nggak boleh! Aku harus masuk untuk beres-beres dulu!" balas Grace."Oke, kalau begitu aku tunggu 10 menit di luar. Hati-hati, panggil aku kalau ada masalah." Harry tidak memaksakan kehendaknya, dia tetap menghargai keputusan Grace.Grace berjalan dengan langkah ringan ke dalam kamar. Setelah itu, dia buru-buru membereskan pakaian dalamnya yang terlihat berantakan di luar lemari. Selain itu, dia juga membereskan semua barangnya di lemari, atas ranjang, meja belajar, dan berpura-pura menjadi anak baik yang cinta kebersihan!Luka di lutut Grace ternyata lebih serius dari
Telepon segera tersambung. Suara di ujung sana adalah milik Harry. Rasanya sungguh melegakan bisa langsung menghubunginya.Hannah memberi tahu, "Ha ... Harry, sesuatu terjadi pada Kezia. Ada sekelompok orang yang membawanya pergi. Tapi, kurasa mereka nggak akan melukainya. Mereka bahkan melepaskan aku dan Joshua.""Aku mengerti. Aku bakal suruh Juan segera mengurus ini," balas Harry. Suara pria itu sangat tenang dan dalam, hampir tanpa emosi.Hannah yang sedang cemas tak memperhatikan ketenangan yang terlalu mencolok itu. Dia hanya merasa sedikit lega setelah menutup telepon.Sementara itu, di kota tua.Harry dan Grace sudah tiba. Dua jam sebelumnya, Jimmy telah menelepon untuk memberitahunya bahwa semuanya mulai berjalan sesuai rencana. Orang-orang yang bertindak kali ini bukanlah orang-orang Steven, melainkan dari pasar gelap. Jadi, Kezia sepenuhnya aman.Harry juga tahu bahwa Joshua pasti menderita, tetapi dia hanya bisa menahan diri. Dia sadar bahwa metode Jimmy adalah cara paling
"Joshua! Hannah memanggil namanya dengan cemas.Melihat darah sudah merembes di sudut bibirnya, tetapi dia masih memaksakan diri untuk tetap bertahan, hati Hannah terasa perih."Jangan pukul lagi! Tolong, kumohon berhenti!""Ternyata, keturunan Keluarga Lubis juga bisa memohon belas kasihan, ya?" Pria berbadan besar itu mengejeknya dengan penuh hinaan."Jangan ... jangan mohon padanya. Kalau memang punya nyali, bunuh saja aku!""Berengsek! Kenapa bocah ini keras kepala sekali?" Pria itu mengumpat marah, lalu menendangnya lagi dengan keras.Joshua hanya bisa mengerang kecil. Tubuhnya meluncur di lantai hingga membentur dinding dengan keras sebelum berhenti. Tubuhnya menggigil dan meringkuk.Pria itu mendekat dan memeriksa napasnya. "Dia masih hidup." Pria satunya pun melepaskan Hannah. Dia segera berlari menghampiri Joshua dan menopang tubuhnya."Kau nggak apa-apa? Joshua, lihat aku!" Dia tidak menjawab, napasnya sudah lemah."Sudahlah, pergi sana. Jangan sampai ada yang mati, nanti Bos
Di kepalanya, tiba-tiba muncul ingatan tentang malam itu saat dia membantu Hannah mengganti pakaian. Dia bahkan sempat melihat pakaian dalam di baliknya .... Joshua buru-buru menggelengkan kepala, berusaha menghentikan pikirannya yang mulai melantur.Mungkin gerakannya terlalu besar, suara itu membangunkan Hannah yang sedang tertidur lelap. Gadis itu menggumam dengan lembut, "Jangan ... jangan bergerak, aku capek sekali ...."Joshua langsung duduk tegak, tubuhnya kaku, dan sama sekali tidak berani bergerak. Sebenarnya .... Gadis ini terlihat sangat imut saat tidur. Dia tidak menangis atau merengek, hanya diam seperti boneka kecil yang cantik.Bagaimana mungkin ada orang yang tidak menyukai gadis seperti ini? Bagi Joshua, Hannah adalah sosok yang luar biasa. Tidak seperti gadis-gadis lain yang manja dan selalu perlu dilindungi. Hannah sangat tangguh. Tidak hanya bisa melindungi dirinya sendiri, tapi juga melindungi Joshua.Sebagai laki-laki, Joshua merasa sangat rendah diri. "Aku harus
Joshua bertanya, "Kenapa ... dia menolakmu?"Hannah menjawab, "Karena ... dia menyukai wanita lain. Dia nggak pernah menunjukkan perasaannya dengan jelas, jadi aku merasa punya kesempatan. Siapa sangka, aku yang membuat mereka nggak bisa bersama."Hannah melanjutkan, "Aku ingat sikap wanita itu sangat tegas waktu pergi, sedangkan aku malah membuat diriku sendiri terjebak."Joshua bertanya lagi, "Jadi ... kamu ikut kencan buta?"Hannah menyahut, "Aku melakukannya demi membuat dia tenang. Jadi, dia akan menganggap aku sudah melupakannya. Aku juga ingin membuat harapanku pupus."Joshua menimpali, "Sebenarnya ... kamu nggak usah korbankan diri sendiri. Kamu ... nggak suka pasangan kencan butamu, 'kan?"Hannah membalas, "Iya, tapi ... aku bisa terima biarpun harus hidup bersama selamanya."Joshua menanggapi, "Kenapa kamu begitu gegabah? Kalau nggak ... begini saja. Setelah kita keluar, aku bisa pura-pura jadi pacarmu. Dengan begitu, kamu bisa membuat orang itu tenang ... dan kamu nggak usah
Sebelumnya Hannah memarahi Joshua, tetapi sekarang dia malah dikurung bersama Joshua. Takdir benar-benar mempermainkan orang."Mana Kezia?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Dia dibawa pergi."Joshua bertanya, "Ini di mana? Aku mau keluar!"Hannah menjelaskan, "Nggak usah coba lagi, aku sudah coba. Nggak ada yang pedulikan kita. Ini rumah seng, seharusnya ini gudang. Orang-orang itu hanya mengincar Kezia, mereka nggak sakiti kita."Hannah menambahkan, "Aku nggak yakin mereka akan memberi kita air dan makanan. Jadi, kamu nggak usah sia-siakan tenagamu lagi. Duduk saja di sini.""Kezia ... aku memang nggak berguna. Aku bersalah pada kakakku. Aku nggak jaga Kezia baik-baik," kata Joshua.Hannah menceletuk, "Aku tebak mereka nggak akan sakiti Kezia.""Ke ... kenapa?" tanya Joshua.Hannah membalas, "Bisa-bisanya kamu masih gagap pada saat-saat penting seperti ini! Kamu berbalik saja waktu bicara."Hannah bertanya, "Kamu tahu siapa yang paling ingin menghabisi Kezia di ibu kota?"Joshua berbal
Joshua berkata, "Hannah ... kamu ... masih menggenggam tanganku ...."Hannah menimpali, "Sekarang situasinya sangat genting! Kamu jangan lihat aku dengan ekspresi malu lagi! Di luar ada banyak orang, apa kalian menyinggung seseorang? Kebetulan aku datang malam ini, benar-benar sial!"Kemudian, Hannah pergi ke dapur untuk mencari barang yang berguna. Dia juga menyuruh pelayan membawa Kezia ke lantai atas.Hannah berujar pada Joshua, "Kamu juga naik. Kamu nggak usah ikut campur lagi. Kalau nanti ada yang menerobos masuk, kamu juga nggak bisa bantu aku.""Di luar ... benar-benar ada orang?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Iya, sangat banyak. Keluargaku itu anggota militer, jadi aku pernah mempelajari pengindraan jauh. Aku pasti tahu kalau ada pergerakan di sekitar.""Orang-orang itu bersembunyi sambil mencari kesempatan. Sepertinya bukan untuk mencuri, tapi untuk menangkap seseorang. Aku rasa targetnya Kezia, jadi kamu cepat naik ke lantai atas," lanjut Hannah."Jadi ... bagaimana dengan
Hannah hendak naik ke lantai atas, tetapi dia melihat Kezia yang berdiri di dekat tangga. Kezia sedang memandangi mereka sambil menggendong boneka. Ekspresinya terlihat polos.Tubuh Hannah menegang saat bertatapan dengan Kezia. Hatinya terasa sakit. Sebelum Hannah sempat bicara, Kezia bertanya, "Kalian ... bertengkar, ya?""Kezia, cepat tidur," sahut Joshua dengan suara serak.Melihat bibir Joshua terluka, mata Kezia berkaca-kaca. Dia bertanya, "Paman, wajahmu kenapa?"Kezia buru-buru turun, lalu Joshua memeluknya. Kezia bertanya lagi, "Sakit, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak sakit. Tadi nggak sengaja terbentur, nggak apa-apa. Kezia, seharusnya kamu tidur. Kamu ikut Hannah, ya?""Hannah," ucap Kezia sembari melihat Hannah dengan ekspresi ketakutan.Hannah mengepalkan tangannya. Dia tidak ingin tinggal di sini lagi. Ini bukan rumahnya, untuk apa dia tinggal di sini?"Maaf, aku tiba-tiba ingat ada urusan. Aku pergi dulu," ujar Hannah. Dia segera naik ke lantai atas, lalu memakai jaket dan
Joshua yang gugup segera menjelaskan, "Malam itu ... kamu mabuk ... kamu yang bilang ... orang yang kamu suka nggak menyukaimu ...."Hannah mengernyit setelah mendengar perkataan Joshua. Ternyata dia melontarkan kata-kata seperti itu saat mabuk?Hannah menunduk, lalu berkata, "Aku sudah kenyang. Kamu makan saja."Kemudian, Hannah membawa piring ke dapur. Joshua bergegas mengikuti Hannah dan melihatnya membuang pasta ke tong sampah."Hannah," panggil Joshua. Dia meraih pergelangan tangan Hannah. Entah kenapa, dia panik ketika melihat Hannah marah. Joshua ingin meminta maaf.Hannah terlihat mengerikan saat marah. Joshua merasa Hannah tampak menawan saat tersenyum, membalas dendam, dan tidur. Joshua juga merasa sedih saat Hannah marah."Lepaskan aku!" tegur Hannah."Nggak mau!" tegas Joshua. Kali ini, dia berbicara dengan lantang.Joshua melanjutkan, "Aku tahu ... aku membuatmu nggak senang, kamu boleh pukul aku untuk lampiaskan emosimu. Tapi ... jangan abaikan aku. Aku bukan sengaja ...
Hannah yang menunjukkan kesopanan bertanya, "Aku mau makan. Kamu mau, nggak?""O ... Oke," sahut Joshua.Hannah menimpali, "Kalau begitu, kita sama-sama cari makanan di dapur."Hannah membuka kulkas, tetapi tidak menemukan nasi sisa. Dia tidak bisa membuat nasi goreng telur. Orang kaya memang tidak pernah menyimpan makanan sisa. Bahkan Hannah tidak menemukan makanan beku, jadi dia makan apa?Hannah berkata, "Sudahlah. Aku nggak jadi makan. Aku minum air saja, lalu tidur.""Kamu ... mau ... makan pasta?" tanya Joshua.Hannah menyahut, "Aku nggak bisa ...."Joshua menyela, "Aku ... yang ... masak."Hannah bertanya, "Repot, nggak?"Joshua menjawab, "Nggak ...."Sebelum Joshua menyelesaikan ucapannya, Hannah berujar, "Kamu masak saja. Nggak usah bicara lagi."Joshua mengembuskan napas lega. Dia selalu gagap setiap melihat Hannah. Joshua merasa lebih rileks jika tidak bicara.Hannah melihat Joshua mengeluarkan daging sapi, cabai, dan bawang dari kulkas. Dia mulai memotong sayur, lalu memasa