Bukankah Rolls-Royce yang digunakan Rudi untuk belanja sayur adalah mobil klasik? Bagaimana bisa tiba-tiba menjadi mobil mewah? Untuk apa Harry punya begitu banyak mobil mewah? Kenapa tidak menjualnya saja untuk mendapatkan uang?"Yunita, jangan bicara sembarangan di sini. Kamu jelas memfitnahku!" seru Grace yang mengepalkan tangannya. Saat ini, dia tidak boleh takut. Jika dia menyerah, tuduhan ini akan terus melekat padanya.Orang-orang makin banyak berkumpul di sekitar. Grace harus bertahan.Mendengar itu, Yunita tertawa terbahak-bahak seolah mendengar lelucon besar.Yunita bertanya, "Kamu mau menuntutku karena fitnah? Kamu sendiri melakukan hal yang memalukan, tapi beraninya mau menuntutku? Grace, kamu kira hanya aku yang nggak suka padamu?""Apa kamu tahu ada berapa banyak orang yang ingin mengusirmu dari Universitas Nasional? Kamu sudah bikin malu wanita, tapi masih berani menggoda Dennis. Hari ini, aku akan membuat perhitungan denganmu!" marah Yunita."Grace, keluar dari Universi
Melihat Hannah seperti itu, Yunita mundur ketakutan seolah-olah melihat monster.Yunita berujar, "Ka ... kamu mau apa? Aku kasih tahu ya. Kalau masalah ini sampai ke dosen PA, kamu pasti bakal kena masalah!"Hannah membalas, "Jangan gerak dulu. Biarkan aku menghajarmu untuk melampiaskan emosi. Setelah itu, baru kita bawa masalah ini ke dosen PA.""Aku sudah lama kesal denganmu. Sialan ...." Hannah mengumpat kasar, lalu tanpa ragu melayangkan tinju.Sepuluh menit kemudian, Yunita sudah babak belur. Wajahnya penuh memar dan rambutnya berantakan. Sementara itu, Hannah juga tidak jauh lebih baik. Tak disangka Yunita ternyata bisa bertarung, bahkan mencakar lengannya hingga berdarah.Mereka berdua dibawa ke Kantor Administrasi Akademik, sampai-sampai dekan, Gilang, pun ikut turun tangan.Gilang tanpa banyak bicara langsung menghubungi wali mereka.Hannah tetap tenang. Sebab, dia tahu bahwa walinya tidak berada di ibu kota dan tidak akan pernah kembali.Ayah Yunita, Edgar Susilo, segera data
Yunita tak menyangka bahwa Hannah akan mengancam dirinya. Dia gemetar ketakutan dan memandang ayahnya sambil berucap, "Ayah, dia mengancamku!"Edgar memarahi, "Beraninya kamu mengancam putriku? Aku rasa karena orang tuamu sudah nggak ada, jadi nggak ada orang yang mengajarimu lagi. Kalau gitu, aku akan mewakili mereka untuk kasih kamu pelajaran!"Edgar yang emosi langsung mengangkat tangan dan siap menampar Hannah.Di sisi lain, Hannah tidak sempat menghindar. Dia hanya bisa menutup mata dan menerima tamparan itu. Namun, rasa sakit yang dinantikannya tak kunjung dirasakan.Sebaliknya, Hannah malah mendengar suara yang sangat dikenalnya. Suara itu dingin dan jernih, serta begitu menyejukkan."Siapa kamu? Beraninya mau kasih pelajaran ke Hannah?"Mendengar itu, Hannah membuka matanya dengan terkejut. Dia melihat seorang pria berdiri di depannya. Orang itu berpakaian santai, tetapi masih terlihat dingin dan berwibawa.Robin adalah seorang dokter militer dengan kemampuan bela diri yang heb
Yunita mengeluh, "Dia yang memukulku! Lihatlah, aku sampai jadi begini!"Mendengar itu, Edgar langsung membentaknya dan menyuruh putrinya diam. Kemudian, dia melanjutkan, "Salahku yang nggak mendidiknya dengan baik. Aku pasti akan menghukumnya!"Robin bertanya, "Jadi, lebih baik kasih dia sanksi skors atau dikeluarkan?""Ini ...." Edgar ragu-ragu sebelum menjawab, "Skors ... skors saja ...."Robin menimpali, "Sudahlah, aku bukan orang yang suka memperpanjang masalah. Semua orang punya kesalahan. Aku juga nggak mau memperpanjang masalah ini.""Kali ini, biarkan saja berlalu. Tapi kalau ada lain kali, jangan salahkan aku," tegas Robin."Makasih, Pak Robin. Makasih, Hannah!" ucap Edgar yang merasa lega.Untungnya Robin tidak memperpanjang masalah. Kalau tidak, masalah ini akan sulit diselesaikan.Robin memberi tahu Yunita, "Sudahlah, kamu juga jangan lihat lagi. Ikut aku ke klinik kampus untuk mendapatkan vaksin rabies.""Vaksin rabies?" tanya Yunita yang kebingungan.Hannah yang tadinya
Mendengar hal itu, Hannah tidak tahu harus bagaimana membalasnya. Dia melihat pria di hadapannya ini dengan intens. Wajah mereka tidak terlihat mirip sama sekali. Mungkin tidak akan ada yang percaya jika mengatakan mereka ini adalah saudara.Robin mirip dengan ibunya, sedangkan Hannah mirip dengan ayah. Itulah alasannya mengapa wajah mereka tampak berbeda. Namun, mereka masih tetap berasal dari keluarga yang sama.Seandainya saja Robin bukan kakaknya. Alangkah bagusnya jika dia mengatakan hal itu bukan dengan status sebagai kakak ....Pemikiran ini muncul dalam hati Hannah hingga membuat dadanya terasa sesak. Pada akhirnya, dia memilih untuk diam."Aku masih harus urus beberapa prosedur. Aku sudah janjian sama orang dan harus pergi sekarang. Malam ini kujemput kamu.""Ya," jawab Hannah dengan frustrasi."Bu Grace, aku pergi dulu." Setelah berpamitan, Robin pun berbalik dan pergi.Begitu melihat Robin pergi, Grace langsung mendekati Hannah dan berkata, "Kakakmu ganteng dan berwibawa sek
"Apa aku harus umumkan pertunanganku dengan Harry?" tanya Grace."Apa gunanya kamu umumkan? Dengan tampang Harry seperti itu, kamu kira orang lain bakal percaya kalian itu benar-benar cinta sejati? Bukan karena kamu mengincar hartanya?" balas Hannah dengan kesal.Mendengar hal itu, Dennis menarik napas dalam-dalam sambil menahan kegusaran dalam hatinya. "Grace, kalau kamu mau, aku bisa umumkan kalau kita ini sedang pacaran. Semua foto-foto itu nggak kelihatan nomor pelatnya, jadi aku bisa carikan beberapa mobil yang mirip. Aku jadi pemeran cowoknya dan kamu jadi pacarku, kita pacaran normal.""Grace, ini cuma akting. Setelah semuanya berlalu, kita baru putus ya? Aku nggak berniat jahat, juga nggak mau memisahkan kalian. Aku tahu ... kamu suka padanya ...." Dennis sebenarnya masih belum menyerah, tetapi dia tak berdaya.Meski Dennis tahu bahwa dirinya tidak akan bisa mendapatkan Grace, dia tetap tidak tega melihat Grace dalam kesulitan dan menghadapi semua ini sendirian.Dennis ingin se
Grace ingin berusaha memarahinya, tetapi suaranya terasa tercekat. Hannah buru-buru menutup tirai untuk menghalangi pandangan dari luar. Dennis masih menatap mereka dengan terpaku.Hannah sangat memahami bagaimana rasanya mencintai seseorang tetapi tidak bisa memilikinya. Dia berkata dengan tak berdaya, "Kamu nggak berjodoh sama dia. Kalau nggak, mana mungkin keduluan sama Harry?""Ya, kami memang nggak berjodoh ... atau mungkin jodoh kita kurang kuat." Dennis menarik kembali pandangannya dengan getir. Dia sudah kenal Grace selama dua tahun, tapi tetap saja saling melewatkan satu sama lain ....Harry menekan Grace ke ranjang pasien hingga cukup lama sebelum menarik kembali bibirnya. Napasnya yang panas berembus di wajah Grace. Dia berkata dengan suara serak, "Aku ini Harry. Kamu nggak sedang mimpi, aku adalah Harry di dunia nyata.""Mana mungkin? Kamu bohong .... Jangan-jangan, kamu operasi plastik?" tanya Grace dengan kaget.Bahkan operasi plastik juga tidak mungkin secepat ini, 'kan?
Romantis? Katanya pukulan Grace ini terasa romantis? Grace sampai merasa ragu, apakah dia yang sudah gila atau Harry?"Kamu ... ngomong apaan?" balas Grace. Pandangan Harry terlalu membara, membuat Grace salah tingkah. Mata Grace berbinar sejenak, tetapi tidak berani menatap Harry."Semua yang kulakukan saat bersamamu terasa indah, asalkan kamu ada di sisiku. Aku tahu kamu pasti marah, tapi lupakan dulu untuk saat ini. Setelah masalah kali ini selesai, terserah kamu mau bagaimana melampiaskan kekesalan. Aku akan selalu mengalah padamu."Mendengar hal ini, Grace merasa kekesalannya malah tidak bisa terlampiaskan. Harry juga tidak berdebat dengannya. Dia terus mengalah pada Grace sehingga Grace terpaksa hanya bisa bersabar. Dia tidak bisa marah pada seseorang yang memperlakukannya dengan baik.Grace mencemberutkan bibirnya sambil menggerutu, "Lalu untuk apa kamu jadi tampan sekarang?""Supaya kamu nggak malu," jawab Harry."Apa?" Grace merasa kebingungan, tapi dia kemudian mengerti maksu
Harry berkata, "Aku nggak tahu gimana hidup tanpamu. Jadi, janji padaku jangan pernah meninggalkanku. Kamu harus berada di tempat yang bisa aku jangkau dan lihat, oke?""Harry ...." Hati Grace tersentuh saat mendengar ucapan Harry. Hidungnya terasa perih. Dia hampir menangis."Kamu bisa jangan tiba-tiba katakan sesuatu yang sentimental nggak? Aku nggak bisa kendalikan perasaanku ...," keluh Grace."Aku tiba-tiba merasa gadis kecilku sudah dewasa dan makin hebat. Aku juga mau menjadi lebih baik agar pantas untukmu," balas Harry dengan lembut.Mendengar ini, Grace merasa sangat terharu. Di seluruh dunia, hanya Harry yang begitu memuji dirinya. Harry merasa Grace makin baik, bahkan merasa dirinya tidak pantas untuk Grace. Harry memberikan Grace kepercayaan diri seakan-akan terlahir kembali.Jika bukan karena Harry, tidak akan ada Grace yang sekarang. Tanpa Grace, tidak akan ada Harry yang sekarang. Jadi, mereka memang ditakdirkan bersama!Grace terbawa perasaan. Dia melepaskan pelukan Har
"Menurutmu, kenapa dia sangat menggemaskan? Dia sangat cantik saat marah, bersikap manja, dan percaya diri," tanya Harry."Um ...." Juan merasa frustrasi. Bisakah dia menolak menyaksikan kemesraan Harry dan Grace?....Setelah malam ini, Grace seperti orang yang berbeda. Dia tidak rakus dan menonton drama lagi. Hannah mengajaknya bermain gim saat malam, tetapi Grace menolaknya dengan tegas. Kesehariannya makin sibuk, entah mencoba resep baru di dapur atau mengerjakan tugas kuliahnya.Grace juga tidak meminta Harry membantunya memilih soal-soal latihan. Dia sudah tahu materi mana yang sesuai untuknya. Kali ini, dia benar-benar berencana untuk mengikuti ujian sertifikasi akuntansi, bukan sekadar bicara.Grace mulai belajar setiap pagi dan malam. Peningkatan nilainya memang sedikit, tetapi masih bisa terlihat ada kemajuan.Harry sangat tidak tega. Dia ingin Grace menjadi diri sendiri dengan bahagia tanpa harus melakukan segalanya dengan sempurna. Sayangnya, Grace malah menolak.Grace dudu
"Hah?" Grace menatap Harry dengan heran. "Harry, sejak kapan kamu pintar bicara omong kosong? Kamu bilang mencintaimu adalah sikap yang baik?"Harry berseru, "Kesatuan antara suami istri dan kerukunan keluarga nggak patut dijunjung tinggi?""Hah?" Grace tidak bisa berkata-kata."Jadi, mencintaiku bukan norma budaya dan nggak perlu dipertahankan?" tanya Harry.Grace terdiam. Dia menjadi jengkel karena tidak bisa membantah. Dia berkata, "Aku nggak bisa menang debat denganmu.""Aku berkata apa adanya, tentu saja kamu nggak bisa menang," ucap Harry sambil tersenyum. Dia menarik selembar tisu untuk mengelap mulut Grace.Grace sudah makan banyak di malam hari, tetapi sistem pencernaannya sangat bagus sehingga dia lapar lagi sekarang. Begitu Grace selesai makan, tak disangka bos membawakan seporsi pangsit goreng lagi. Bos tersenyum saat berkata, "Ini sisa hari ini, aku sudah mau tutup toko. Isinya sawi, enak banget. Coba kalian makan.""Bisnismu bisa bangkrut kalau jualan begini!" seru Grace
Grace membuka aplikasi itu karena penasaran. Periode menstruasi yang tercatat di aplikasi itu sangat familier. Bukankah ... itu periode menstruasinya? Selain banyak atau sedikit jumlah darah, yang lain tercatat lengkap. Ada juga catatan tentang pola makan dan tidur, suasana hati, dan intentitas olahraga.Grace ceroboh. Dia sering kali lupa dengan siklus mentruasinya. Namun, entah mengapa, selalu ada pembalut dalam tas Grace ketika akan datang bulan. Grace mengira itu sisa dari persediaan sebelumnya yang belum habis terpakai. Jika dipikirkan lagi sekarang, jangan-jangan Harry yang menyiapkannya?Grace bertanya, "Kamu ... kamu catat semua?""Sejak kamu tiba-tiba datang bulan saat pergi ke taman hiburan waktu itu, aku selalu catat. Aplikasi ini praktis banget. Aku akan suruh Grup J.C investasi lain kali," jawab Harry.Grace tidak bisa berkata-kata. Orang kaya memang berbeda. Investasi hanya masalah sepele baginya. Grace mengecek ponsel Harry sekilas dan mengembalikannya, tetapi tidak Har
Tak lama kemudian, mereka tiba di Kedai Pangsit Maman. Bisnisnya sangat ramai, bahkan masih ada antrean di larut malam. Orang yang mengantre di depan mengatakan toko itu akan buka sampai jam setengah satu subuh, barulah mulai ditutup.Grace takjub atas keramaian toko itu. Dia bertanya, "Harry, bisa nggak aku buka toko makanan juga nanti?""Kamu hanya bisa jadi staf. Ada ujian untuk bisa jadi bos," jawab Harry.Grace menyahut, "Oke. Aku pasti lulus."Sesaat kemudian, sudah giliran mereka. Bos memiliki kesan yang mendalam terhadap Harry. Hanya Harry yang memakai setelan jas rapi. Dilihat dari gerak-geriknya, Harry jelas bukan orang biasa. Harry memiliki aura yang mulia dan menonjol di antara yang lain, sulit untuk dilupakan."Kamu datang lagi?" sapa bos dengan sopan dan ramah. Dia adalah seorang pria paruh baya.Harry menjawab, "Ya, bawa pacarku ke sini. Dia suka sekali dengan pangsit goreng kalian.""Benar, benar. Pangsit gorengmu enak banget. Kulitnya tipis, dagingnya banyak. Luarnya g
"Sepertinya ... memang begitu," ucap Grace. Grace berusaha keras mengingat kembali, memang seperti itu. "Lalu ... kali ini gimana? Kalian berpelukan tadi!" kata Grace dengan jengkel."Aku tahu kamu sedang sembunyi. Aku tunggu kamu ambil tindakan. Mana tahu kamu membiarkanku tunggu begitu lama. Aku hampir pingsan karena parfumnya," ujar Harry dengan ekspresi polos sambil menggelengkan kepala.Grace bertanya, "Kamu tahu aku akan ambil tindakan?""Kalau nggak, awas kamu habis pulang," kata Harry dengan nada dingin. Berbeda dengan sikap yang lembut tadi, Harry mengernyit dan mata rampingnya menjadi lebih gelap. "Aku tahu kamu nggak peka. Kalau kamu masih nggak ambil tindakan di saat ini, kamu bukan peka, tapi nggak cinta aku. Menurutmu, kamu pantas mati nggak?" ucap Harry dengan suara dingin dan tegas yang mengguncang hati orang.Benar .... Bagaimana mungkin Grace tidak mengambil tindakan? Harry adalah pria yang dia putuskan untuk menghabiskan waktu bersama selama sisa hidup. Sekalipun
Grace meneguk segelas air lemon tanpa sungkan."Lemonnya segar, baru diperas oleh pelayan tadi. Bisa isi ulang terus," kata Harry dengan suara lembut. Grace-lah yang memberitahunya bahwa minuman gratis juga bisa terasa lezat. Dulu, Harry yang angkuh tidak pernah memperhatikan hal-hal kecil seperti itu. Sekarang, karena Grace, Harry merasa ada banyak hal yang dapat memicu rasa kebahagiaan.Usai minum, Grace menoleh pada Harry dengan marah. Setelah menuntaskan masalah dengan Sherline, sekarang giliran pria bajingan ini.Grace berucap, "Harry, aku kira aku sudah memahamimu dengan sangat baik setelah sekian lama kita bersama. Tapi, sekarang aku baru sadar aku terlalu naif."Grace melanjutkan, "Kalau kamu nggak suka aku atau ingin mencari wanita lain di luar, kamu bisa beri tahu aku. Nggak perlu pura-pura marah dan bilang akan menungguku dua tahun. Kamu nggak merasa kamu munafik? Sudah beri janji, tapi nggak ditepati. Mending nggak usah beri janji!"Grace meneruskan, "Malam ini, kita bicar
Grace memakai sandal tanpa hak sehingga tidak setinggi Sherline, juga tidak punya aura kuat seperti Sherline. Grace sangat kurus, seperti kurang gizi. Akan tetapi ... tubuhnya tegak seperti tiang yang tidak akan bengkok.Grace mendongak dan menatap lurus pada Sherline dengan mata yang jernih. Sherline mengernyit karena hatinya tersentak kaget. Dia bahkan ... tidak berani bertatapan dengan Grace. Pada saat ini, Grace seperti binatang yang mengamuk. Meskipun bertubuh kecil, Grace memiliki sifat yang liar."Kamu berani? Kamu pasti bohong. Memangnya kamu nggak takut malu?" tukas Sherline.Grace menjawab, "Aku nggak takut! Kenapa aku harus merasa malu? Bukan hanya aku yang nggak lulus ujian! Aku berani beri tahu semua orang kalau tunangan Harry Prayogo bodoh soal matematika dan hanya bisa masak. Lalu, kenapa? Aku suka mereka makan makanan ala barat buatanku. Aku bahagia kalau mereka suka.""Kamu adalah guru yang mendidik anak orang. Memangnya kamu mau ajari orang lain bagaimana cara jadi p
Harry berujar, "Ya, itu benar. Apa kamu punya keunggulan lain? Misalnya, latar belakang keluarga?"Sherline menjawab, "Aku ... keluargaku biasa-biasa saja. Orang tuaku hanya pengusaha kecil, tapi mereka berbudi pekerti. Aku nggak akan membuat Pak Harry malu.""Jadi, keunggulanmu nggak banyak." Harry berkata dengan tidak berdaya, "Tunanganku adalah nona dari Keluarga Adhitama. Dia cantik dan pintar. Gimana bisa kamu bandingkan? Bisa-bisanya kamu minta kesempatan untuk bersaing dengannya secara adil? Dia sudah menang dari awal. Aku nggak bodoh. Kamu kira aku nggak bisa bedakan mana yang baik dan nggak?"Harry melanjutkan dengan tenang, "Kalau kamu terus menempel denganku, tunanganku akan keluar dan pukul kamu."Sherline mengernyit karena kebingungan. Dia bertanya, "Apa maksud ...."Sebelum Sherline selesai berbicara, seorang gadis kurus berlari keluar dari pojok. Bahkan sebelum bisa melihat tampang gadis itu, Sherline sudah ditarik dari kursi sehingga jatuh duduk di lantai."Aku anggap k