Share

Dinikahi Majikan Jutek
Dinikahi Majikan Jutek
Penulis: Al Fahri

Bab 1 20 Juta

Penulis: Al Fahri
last update Terakhir Diperbarui: 2023-09-01 20:14:46

"Apa! 20 juta!"

Beberapa orang di minimarket tersentak mendengar suaraku yang bernada tinggi. Namaku Alsava Mahira, aku bekerja sebagai pembantu rumah tangga di kediaman Kamali. saat ini aku tengah berbelanja kebutuhan dengan majikanku, Nabila Maharani. Namun sepertinya harus tertunda saat ada panggilan masuk pada handphone milikku.

Bagaimana tidak terkejut mendapat telepon dari kampung bahwasannya ayahku tengah berada di rumah sakit dan terkena struk. Suara Ibu bahkan terdengar menangis terseguk-seguk.

"Apa aku tidak salah dengar, Bu?" Aku memastikan lagi. Dadaku tiba-tiba terasa sesak.

"Benar, Alsava. Ibu sudah berusaha mencari pinjaman ke tetangga dan saudara, tapi tak satu pun dari mereka bisa membantu. Uang 20 juta terlalu besar bagi mereka untuk dipinjamkan kepada kita yang miskin," lirih Ibu di sebrang sana. Air mataku merembes keluar tak bisa menahan pilu.

Segera kuusap air mata ini. Kucoba menarik napas begitu dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan.

"Al, kenapa kamu diam saja?" Suara ibu memecah keheingan dalam sesaat.

"I-iya, Bu. Al, akan cari jalan keluarnya ya. Akan Al usahakan untuk mendapatkan uang 20 juta," balasku. Setelah itu sambungan telepon berakhir.

"Untuk apa uang sebanyak itu, Al?"

Suara sopran seketika membuatku mendongak paksa. Tak sadar dengan keberasaan Bu Nabila yang ternyata berada di dekatku.

"Bu-bukan apa-apa, Bu. Salah sambung." Aku hanya berusaha mengelak. Tak bisa kuceritakan masalah internal keluarga di kamping kepadanya.

"Mana bisa salah sambung. Kamu memanggil Ibu pada seseroang dalam sambungan telepon tadi," tekan Bu Nabila membuatku semakin gugup.

Aku memang sudah dua tahun bekerja sebagai pembantu di rumahnya, tapi aku tak bisa memanfaatkan kebaikannya selama ini. Bu Nabila menganggapku bagai adiknya, begitu pun sebaliknya denganku yang menganggapnya bagaikan Kakak.

Tapi, berbeda dengan suaminya, Pak Fikri. Pria berusia empat puluh tahun itu selalu jutek kepadaku bahkan terkadang marah tanpa alasan.

"Hei, Alsava Mahira!"

Bu Nabila melambaikan tangannya di depan wajahku. Tak sadar kalau diri ini sempat melamun.

"Maaf, Bu." Aku menurunkan tatapan.

Sial, pasang manik ini tak bisa diajak kompromi. Ada genangan air mata saat mengingat kesusahan yang tengah dialami orang tuaku di kampung.

"Ayo ikut saya!"

Bu Nabila menarik lembut tangan ini. Akan dibawa kemana aku? Padahal kan aku dan majikanku ini berniat berbelanjan bulanan.

Bu Nabila membawaku ke restaurant amerika yang berada di lantai tiga di gedung yang sama.

"Duduk karena kita harus bicara!" Telunjuk Bu Nabila melurus pada kursi yang berada di sampingku. Tak bisa kubantah karena raut wajah majikanku tampak serius.

"Kenapa jadi ke sini, Bu?" Kuberanikan diri bertanya.

"Ada yang ingin saya bicarakan dengan kamu, Alsava," jawab Bu Nabila. Kali ini wajahnya nampak sendu, sama halnya denganku. Aku mengangguk saja sebagai tanda paham dengan maksudnya.

"Kamu tahu kan saya sering bolak-balik rumah sakit?"

Aku mengangguk saat Bu Nabila bertanya.

"Kamu juga tahu kan kalau saya sering mengeluh pada bagian perut?"

Aku mengangguk lagi mengiyakan pertanyaan majikanku. Bu Nabila memang sering masuk rumah sakit. Imunitas tubuhnya lemah dan sering mengeluh sakit pada perutnya tapi sampai detik ini aku tak diberitahu mengenai penyakitnya. Aku hanya tahu, rambutnya yang perlahan mulai rontok.

"Saya ingin agar kamu menikah dengan, Mas Fikri."

Kalimatnya kali ini membuat kedua bola mataku membulat sempurna. "Apa!"

Apa mungkin Bu Nabila sedang bergurau? Bagaimana bisa dia menginginkan aku menikahi suaminya. Kepala ini menggeleng dengan sendirinya.

"Tidak, Bu." Bahkan lidah pun turut menolak mewakili isi hati.

"Kenapa?" Bu Nabila masih saja bertanya 'kenapa' padaku.

"Tidak, Bu. Saya tidak bisa. Saya belum siap menikah dengan pria mana pun," jawabku dengan tegas.

"Bagaimana jika saya bisa membantu kamu memenuhi kebutuhan keluargamu? Saya bisa memberimu uang 20 juta, bahkan lebih dari itu." Bu Nabila menyodorkan penawaran.

Bagaimana bisa?

Aku mengusap wajah dengan kasar. Bagaimana bisa Bu Nabila melakukan itu.

"Tolong jangan bercanda, Bu." Aku hanya berusaha mengelak. Semua ucapan Bu Nabila terasa janggal.

"Saya serius, Alsava! Bagaimana bisa kamu menganggap permintaan saya hanya sebuah lelucon!" Bola mata Bu Nabila nampak berkaca-kaca. Ada apa dengan wanita dewasa ini? Aku tak paham. Usiaku masih muda bahkan tak mengerti dengan masalah orang dewasa.

Aku menelan saliva berat. Kupandangi wajah Bu Nabila. Tak ada garis lelucon yang seperti aku pikirkan. Wajahnya nampak serius. Bahkan sepasang manik yang sempat berkaca-kaca itu, kini terlihat mulai menetes di pipinya.

"Kenapa, Bu? Saya yakin, tidak ada wanita yang rela dimadu. Mengapa Bu Nabila melakukan ini?" Pertanyaan itu keluar begitu saja. Mungkin karena aku sudah akrab dan dekat dengannya.

"Karena saya sakit. Usia saya tak akan lama lagi, begitu vonis Dokter," terangnya. Bu Nabila nampak mengusap pipinya yang basah.

Bersamaan dengan itu aku pun terkejut seraya menutup mulut yang terbuka.

"Saya tidak mau, Mas Fikri jatuh pada wanita yang salah." Bu Nabila menatapku.

"Saya lihat, kamu sudah mulai piawai mengurus keperluan Mas Fikri. Lagi pula, masakan kamu pun sudah melekat di lidah suami saya. Saya percaya sama kamu, Alsava. Kamu gadis baik-baik dari desa. Kamu wanita yang tulus. Saya memilih kamu berdasarkan pertimbangan yang panjang. Percayalah, tidak mudah membuat keputusan seberat ini," jelasnya lagi.

Entahlah aku belum bisa memutuskan apa-apa. Pikiranku kacau. Percakapan dengan Bu Nabila bahkan membuatku tak bisa tidur malam ini. Bagaimana mungkin aku menikah dengan Fikri Kamali yang usianya bahkan lebih pantas menjadi Ayah dibanding suami. Ditambah dengan rentetan pesan yang masuk dari ibuku. Poto keadaan ayahku yang sedang kritis bahkan berhasil memporak-porandakan perasaan ini.

Ting!

Suara notipikasi membuyarkan lamunanku. Pesan masuk lagi-lagi dari Ibu lagi. Gegas kubuka dan kubaca.

"Alsava, keadaan Ayah makin parah. Bagaimana ini? Tidak ada tindakan apa-apa jika perjanjian operasi belum disetujui. Ibu tak memiliki uang sama sekali. Tolong ayahmu, Nak."

Hatiku kembali teriris usai membaca pesan untuk yang kesekian kalinya dari Ibu. Tanpa pikir panjang, gegas kubalas pesan dari Ibu agar ayahku segera dilakukan tindakan.

"Lakukan yang terbaik, Bu. Besok Alsava akan pulang membawa uang yang Ibu butuhkan." Pesan itu segera kukirim pada Ibu, agar Ayah segera ditolong.

***

"Bagaimana keputusan kamu, Alsava?" Bu Nabila kembali mendesakku.

Kepala ini menunduk sehingga akhirnya mengangguk. Tak ada yang kupikirkan selain keselamatan ayahku. Biarkan aku menjual diri demi seseorang yang berharga dalam hidupku.

Bu Nabila menyeringai senang melihat anggukan kepala dariku. Namun seketika hatiku dibuat ragu saat Fikri Kamali keluar dari kamar menghampiri kami di ruang tengah.

Pria dewasa bertubuh tinggi berisi dengan kumis tipis di atas bibir. Bahkan dagunya tampak dilebati oleh bulu yang tebal. Aku bergidik ngeri. Apa aku akan sanggup menjadi istri kedua laki-laki dewasa itu? Terasa menyeramkan.

Bab terkait

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 2 Permintaan Terakhir

    Siang itu di Rumah sakit harapan kita beberapa orang nampak berdiri cemas di ruang ICU, termasuk ibuku."Ayah tengah kritis. Segera datang ke rumah sakit sekarang. Ini permintaan, Ibu!" Kakakku memerintah lewat sambungan telepon.Aku terpaksa memenuhi permintaan Bu Nabila untuk menikahi Fikri Kamali. Tak kupikirkan apa yang akan terjadi setelah ini. Yang penting aku mampu sampai di hadapan Ibu dengan beberapa gepokan uang dalam tas.Satu jam kemudian, Aku datang ke rumah sakit dengan teregopoh-gopoh memenuhi perintah kakaku. Tampak depan ruang ICU, ada Ibu dan kakakku sedang menunggu sambil berderai air mata. Tak akan kibiarkan sesuatu yang buruk terjadi pada Ayah."Bagaimana keadaan, Ayah?" Aku menatap wajah Kakak dan Ibu secara bergantian.Belum sempat mereka menjawab pertanyaanku, diwaktu yang bersamaan keluarlah pria berjas putih dari dalam ruang ICU lalu mengalihkan perhatian kami."Bagaimana keadaan suami saya, Dok?" Ibu langsung bertanya. Aku dan kakakku menunggu jawaban Dokter

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 3 Terpaksa Menikah

    "Rangga! Aku butuh bantuanmu." Setengah berbisik aku berbicara pada kekasihku melalui sambungan telepon. Aku sudah keluar dari ruangan Bu Nabila."Bantuan apa, Al? Katakanlah. Jika aku mampu, pasti akan aku lakukan," balas Rangga di seberang sana."Aku butuh uang tiga puluh juta." "Apa!" Sudah bisa ditebak. Kekasihku di kampung pasti terkejut. "Untuk apa, Al?" sambungnya bertanya."Katakan saja. Apa kamu bisa membantu?" Aku berharap penuh pada pria yang aku cintai. Impianku hanyalah bersama dia, bukan pria dewasa yang pantas menjadi bapakku seperti, Fikri Kamali. Aku akan semakin takut saat membayangkan wajahnya, walau terlihat tampan di mata wanita dewasa."Tentu saja aku ingin membantumu, tapi dari mana aku harus mencari uang sebesar itu. Ayahku tak mungkin memberikan secara cuma-cuma, karena dia pelit," terang Rangga di seberang sana."Baiklah tidak apa-apa. Tapi mungkin setelah telepon ini berakhir, maka berakhir pula hubungan kita." Air mataku tiba-tiba merembes keluar."Apa mak

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 4 Surat Perjanjian Kontrak Pernikahan

    "Kenapa?" Majikanku mengerutkan dahinya. Wajahnya nampak pucat walau telah dipoles make up. Sungguh keadaan yang membuatku tak mampu melukai hatinya.Aku menurunkan tatapan seraya meremas ujung kebaya yang masih kukenakan."Al, jangan takut. Mas Fikri, adalah pria yang baik."Kulihat ada genangan air mata yang terbendung di sudut mata Bu Nabila."Apa ibu baik-baik saja?" Gegas kubertanya tanpa menanggapi apa yang dibicarakannya barusan.Bu Nabila memutar bola matanya seperti menahan tangisan yang hendak luruh. "Saya baik-baik saja. Saya hanya kasihan pada suami saya, Al. Sudah hampir enam bulan lebih dia tak pernah mendapatkan haknya." Air mata majikanku merembes keluar. Aku tak paham. Apa yang dimaksud oleh Bu Nabila."Hak apa, Bu? Mengapa Ibu menangis? Ibu tidak ridho dengan pernikahan ini?" Aku mengusap kening. Sepertinya pertanyaanku tidak nyambung.Kepala Bu Nabila langsung menggeleng. "Bukan tentang itu. Percayalah, saya ridho dengan pernikahan kalian karena ini memang permintaa

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 5 Apa Salahku?

    Tok tok tok!Suara pintu diketuk. Gegas kuperbaiki kondisi wajah ini."Masuk!" Perintahku pada seseorang dibalik pintu yang entah siapa.Begitu pintu dibuka, ternyata Bu Nabila. Ia masuk seraya mengukir senyum ramah. Ya Tuhan, semoga balasan surga baginya yang rela berbagi suami saat dirinya tak mampu membahagiakan pasangan. Dia meraih tanganku kemudian mengajakku makan malam bersama. Semua keluarga telah berkumpul di ruang makan.Hanya pasang manik Bu Nabila saja yang terlihat indah dalam pandanganku. Tapi tidak dengan keluarganya. Beberapa pasang mata yang hadir di ruang makan nampak melayangkan tatapan sinis. Mereka marah padaku? Apa salahku?Sampai makan malam selesai dan setelah Bu Nabila masuk ke kamar, Omah Rani menarik tangaku."Mau kemana kamu?" Tatapannya tajam bak belati yang hendak menusuk jantung. Ini tak biasanya. Selama Ini Omah Rani selalu baik padaku. Tapi hari ini, ia bagaikan seekor singa yang hendak menerkam."Sa-saya mau ke kamar, Omah," jawabku seraya menunduk h

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-01
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 6 Tertekan

    Teriakanku memancing orang-orang yang ada di kediaman Fikri Kamali mendekat. Ada pembantu rumah tangga yang sempat menjadi farthnerku. Seorang wanita yang usianya pun tak jauh denganku."Ada apa ini, Mba Al?" tanyanya seraya mendekati tubuh Omah Rani yang berada pada pangkuanku. "Omah, pingsan. Katakan pada supir untuk segera menyiapkan mobil. Kita harus bawa Omah ke rumah sakit," perintahku pada Ijah—pembantu rumah tangga di sini. Dia segera melaksanakan perintahku. Selang beberapa menit, supir datang dan kami segera membawa Omah ke rumah sakit. Dalam perjalanan, hati ini merasa cemas. Takut terjadi sesuatu yang membahayakan Omah. Beruntung sesampainya di rumah sakit, para petugas medis langsung sigap melakukan tindakan sehingga jantung Omah Rani masih bisa tertolong."Kamu jahat!" Omah berdesis. Jari telunjuknya mengarah ke posisiku berdiri, padahal selang oksigen nampak menutupi lubang hidungnya. Ia berusaha bicara setelah Naysila—adik Bu Nabila datang."Siapa yang jahat, Ma?" Na

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-18
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 7 Kotak Perhiasan

    Aku tercengang. Entah dari mana datangnya Naysila. Wanita itu tiba-tiba sudah berada di dekatku dan melayangkan tuduhhan.Gegas kuberdiri untuk memberanikan diri menepis tuduhannya."Saya tidak seburuk yang Mba Naysila pikirkan," bantahku. "Sayangnya saya sudah yakin dengan pikiran saya. Kamu hanyalah gadis desa yang matre yang hanya mengincar harta kakak ipar saya kemudian pergi dengan laki-laki itu kan!" Jari telunjuk Naysila mengarah pada wajah Rangga."Maaf ya, Bu. Saya tidak mau ikut campur dengan masalah kalian. Urus saja masalah kalian." Rangga kemudian pergi dan tak menoleh lagi ke arahku. Untuk apa dia datang kalau membelaku saja bahkan sudah tak sudi dia lakukan."Heh dasar! Kamu pikir saya Ibu kamu apa!" teriak Naysila pada Rangga yang tetap dengan langkah yang cepat meninggalkan kami berdua."Tidak sopan sekali laki-laki itu. Memang dasar orang desa seperti kalian tidak punya tatak rama ya!" Naysila masih saja mengeluarkan kekesalannya."Tergantung siapa yang mengajak bic

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-19
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 8 Innalillahi Wainnailaihi Rojiun

    Seketika aku terperangah melihat isi kotak itu. Isinya adalah satu set perhiasan emas berwarna putih yang berkilau. Kalauannya bahkan langsung menyegarkan mata wanita mana pun yang melihatnya."Indah sekali ini, Bu. Saya tidak pantas memiliki ini," tolakku dengan halus. Aku memang tak pantas memiliki perhiasan yang mahal itu."Tentu saja kamu, Pantas. Kamu adalah, Nyonya Fikri. Pakailah perhiasan itu, saya ingin melihatnya."Semakin ke sini, rasanya aku kian bingung saja dengan Bu Nabila. Ada apa dengan dirinya, sehingga ingin sekali membahagiakanku. Kalau sudah melihat tatapannya yang layu, mana bisa aku menolak."Saya akan pakai nanti saja ya, Bu. Hari ini saya belum mandi." Aku beralasan. Akhirnya Bu Nabila tersenyum kemudian meraih tanganku."Titip suami saya ya. Jaga Mas Fikri sampai kalian menua nanti," ucapnya sendu dan menyentuh jantungku. Aku pun mengangguk segera, tanpa paksaan.Bagaimana bisa aku menolak permintaan Bu Nabila. Wanita itu terlihat pucat dan layu. Aku tak bisa

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-20
  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 9 Setelah Kepergiannya

    Tangisan Omah Rani dan Naysila pecah di kamar itu. Aku dan Ijah yang masih berdiri di ambang pintu turut sendu dan meluruhkan air mata. Sementara Fikri Kamali, pria yang selama ini kukenal kuat, kini terlihat rapuh. Air matanya yang mungkin sedari tadi susah payah dibendung, kini tampak membasahi wajahnya yang sendu. Pak Fikri terlihat hancur."Nabila..." lirih Omah Rani meluapkan kesedihan. Inginnya aku mendekati mereka, tapi saat kaki mulai melangkah, Naysila merentangkan tangannya."Pergi kamu dari sini," desis Naysila mengusirku. Dia mendorong tubuh ini dua langkah kebelakang. Aku menghargainya yang tengah bersedih. Tak boleh ada keributan di tengah kesenduan.Raungan tangisan terdengar dari kamar Bu Nabila. Aku yang kini berada di ruang tengah sampai tak mampu menahan kesedihan.Bagaimana tidak bersedih, Bu Nabila adalah wanita berhati peri. Dia selalu menolongku dalam kesusahan. Aku terduduk di atas sofa. Kaki ini rasanya lemas saat kesedihan menyelimuti diri.Tiba-tiba lengan

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-21

Bab terbaru

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 35 Ketahuan

    Pagi ini aku memilih menyudahi konflik batin ini. Aku menghampiri Pak Fikri yang duduk sendirian di sofa dengan tatapan kosong ke depan. Aku duduk di sofa yang berseberangan dengannya.Pria itu terkejut tatkala aku datang dengan tiba-tiba. Dia menoleh menatapku masih bersalah."Pak, hari ini saya sudah membuat keputusan." Pak Fikri terkejut saat mendengar ucapanku. "Keputusan apa, Al?" Suaranya bergetar saat bertanya padaku.Aku melihat kiri dan kanan terlebih dahulu. Memastikan bahwa di dekat ruangan ini tak ada Mama Fira."Mama kemana?" Aku bertanya terlebih dahulu."Mama sedang pergi ke minimarket membeli keperluan makanan," jawab Pak Fikri. "Ada apa, Al?" Suamiku itu bertanya lagi dengan suara lembut tak seperti biasanya yang selalu jutek dan sinis.Aku menghela napas terlebih dahulu. Mengatur perasaan yang terasa lebih baik dari sebelumnya."Kita tahu kan, Pak. Pernikahan ini hanya pura-pura saja. Tersisa waktu empat bulan lagi semuanya akan segera berakhir. Tapi kenyataannya sa

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 34 Berduka Dalam Kebahagiaan Suamiku

    "Apa!" Mama Fira terkejut mendengar jawaban dari Pak Fikri barusan."Iya, Ma. Akhirnya aku bisa memiliki anak," balas Pak Fikri pada mamanya.Aku melihat bola mata suamiku dan mamanya terlihat berbinar. Mereka berpelukan meluapkan rasa bahagia. Berbeda dengan diri ini yang rasanya hancur tak memiliki masa depan lagi setelah ini."Alhamdulillah. Akhirnya kamu akan jadi seorang Ayah, Fikri." Mama Fira masih memeluk tubuh Pak Fikri terlihat sangat terharu dengan kehamilanku."Iya, Ma. Penantian yang sungguh panjang."Aku hanya diam dalam kesedihanku melihat dua manusia di depan saling meluapkan kebahagiaan. Aku kembali meneteskan air mata di pipi. Dalam diam dan bibir yang rapat aku dipapah oleh Mama Fira berjalan ke kamarku. Bukan ke kamar belakang, tapi Mama Fira membawaku ke kamar Pak Firki. Tubuh lemasku dibaringkan di atas ranjang yang empuk tapi tubuh ini terasa sakit. "Kamu istirahat ya. Mama akan buatkan kamu minuman yang segar." Mama Fira terlihat keluar dari kamar. Aku masih

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 33 Hamil

    "Bagaimana keadaanya, Dok?" Pak Fikri langsung bertanya kepada Dokter tentang keadaanku setelah pemeriksaan selesai. Aku masih berbaring karena rasanya mual. Bukannya menjawab pertanyaan Pak Fikri, Dokter malah menyuruh asistennya mengantarkan aku ke kamar mandi untuk buang air kecil, padahal aku sedang tidak ingin pipis.Tanpa bisa membantah, aku segera mematuhi perintahnya. Aku masuk ke dalam kamar toilet. Kemudian buang air kecil yang diminta dimasukkan ke dalam wadah kecil. Kemudian air pipis itu dibawa asisten Dokter.Aku mengerutkan kening. "Aneh banget sih. Itu air pipis kan bau."Setelah itu aku kembali duduk di depan Dokter, berdampingan dengan Pak Firki.Beberapa menit kemudian, asisten Dokter yang tadi menemaniku di toilet nampak membawa sebuah alat tes yang sepertinya membuat bola mata Pak Fikri membulat."Kok ada testpack?" Pak Fikri ternyata mengetahui alat medis itu. "Iya, Pak. Testpack ini hasil pemeriksaan air seni milik Nona Alsava barusan. Hasilnya positif," jelas

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 32 Kehangatannya

    Terpaksa membuka pintu. Aku menghampiri Mama Fira yang baru saja masuk ke dalam rumah."Al, bagaimana kabarmu?" Mama Fira yang selalu baik, menyapu dengan suara ramah.Aku segera meraih dan mencium punggung tangan wanita paruh itu. "Kabar saya sehat, Ma. Bagaimana dengan kabar, Mama?" balasku berbalik tanya padanya."Baik kok. Mama dengar kamu sakit. Maaf ya Mama tak sempat menengok ke rumah sakit. Baru pulang dari luar kota makanya baru sempat datang ke sini," cerita Mama."Tidak apa-apa kok, Ma. Saya sehat. Kemarin memang asam lambung kumat. Tapi sekarang sudah membaik, Ma," terangku.Wanita paruh baya yang sangat baik itu membelai rambut ini dengan lembut membuat aku merasa diperhatikan."Al, jaga kesehatan ya. Asam lambung jangan disepelekan. Itu berbahaya." Mama Fira menyarankan."Iya, Ma. Makasi ya. Mama selalu baik pada saya," balasku semakin terharu."Mama akan masak buat kamu. Kamu sudah makan?" Aku menggelengkan kepala. Aku memang malas makan karena kesal pada Pak Fikri."Y

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 31 Berani

    Pagi menjelang siang ini, kami bertiga sudah duduk di kursi ruang makan. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut ini. Hanya Ibuku dan Pak Fikri saja yang berbicara memperlihatkan keakraban. Aku tak perduli dengan topik pembicaraan mereka. Jiwa ini terasa rusak."Al, hari ini Ibu akan pergi ke mall diajak Fikri jalan-jalan. Kamu mau ikut gak?" Tiba-tiba Ibu bertanya disela-sela lamunanku. Aku menoleh pada wanita paruh baya itu. Wanita yang sangat aku hormati. Bahkan diri ini rela hancur hanya untuk kebahagiaannya."Ibu pergi berdua saja. Aku sedang malas kemana-mana, Bu. Rasanya lemas," jawabku dengan pelan. Lagi pula selangkangan ini masih terasa perih."Hmm Ibu percaya deh. Kamu pasti kecapean ya." Ibu malah menggodaku.Terserah Ibu saja mau berpikir apa pun. Aku hanya mengulum senyum saja saat Ibu menggodaku. Seakan mengiyakan tebakan Ibu."Baiklah, Ibu pergi dulu ya," pamit Ibu setelah aku mengiyakan.Tak lama setelah Ibu berlalu keluar, nampak Pak Fikri menghampiriku."Al, Ibu

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 30 Akibat Kenakalannya Malam Tadi

    Ibu malah tersenyum mendengar pertanyaan dariku. Padahal aku bertanya cukup serius padanya."Ibu kok malah senyum-senyum sih. Aku serius nanya sama Ibu. Semalam itu minuman apa?" tanyaku lagi kian penasaran saja."Memangnya apa yang kamu rasasakan semalam?" Lagi-lagi Ibu malah berbalik tanya."Ada yang berbeda dari biasanya, Bu," jawabku."Beda bagaimana?" Ibu bertanya lagi membuatku semakin merasa aneh saja."Sudah dong, Bu. Jangan berbalik tanya lagi. Aku serius nanya sama Ibu, minuman apa yang semalam Ibu berikan padaku dan Pak Fikri?" Dengan kembali nanar aku bertanya pada Ibu.Akhirnya Ibu menyudahi senyumannya. "Minuman semalam adalah jamu penyubur rahim sekaligus menambah stamina agar kalian sering berusaha untuk mendapatkan momongan," jawab Ibu yang membuat bola mataku membulat sempurna.Ya ampun Ibu. Bisa-bisanya Ibu telah menghipnotis aku dan Pak Fikri semalam. Aku jadi semakin yakin kalau ketidak sadaran semalam adalah pengaruh dari jamu yang diberikan Ibu.Dadaku terasa pa

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 29 Malam Yang Panas

    Hawa panas masih menyeruak di kamar yang luas ini. Pun dengan Pak Firki, kulihat pria itu tampak membuka bajunya. Tak lama aku berhalusinasi. Entah apa yang terjadi dengan diriku. Malam ini aku menerima permainan panas Pak Fikri di atas ranjang tanpa bisa melawannya.Aku menikmati setiap sentuhannya. Aku mendesah di setiap kecupannya yang menjalari seluruh tubuhku. Kenikmatan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku sadari Pak Fikri mulai menerobos lubang kecil milikku tanpa perlawanan. Seperti terhipnotis oleh keadaan aku sampai mendesah merasakan kala benda milik pria itu memompa kencang milikku sampai kami berdua terhanyut dalam permainan panas malam ini.***"Tidak!" Aku berteriak pagi-pagi dengan kedua tangan memegang selimut yang menutupi sebagian tubuhku.Mendengar teriakkan ini, Pak Fikri yang masih tertidur lelap, langsung bangun dan tak kalah terkejutnya denganku.Pria itu melihat tubuhnya di balik selimut tebal, tubuh telanjangnya masih tak ditutupi sehelai benangpun."

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 28 Ketahuan Ibu

    Mengapa Ibu tiba-tiba ada di sini lagi. Harusnya kan beliau sudah ke kamar tamu."Kok Ibu balik lagi?" Sengaja aku bertanya sekedar mengalihkan perhatian."Kamu belum jawab pertanyaan Ibu, Alsava. Mengapa kamu menolak tidur bersama suami kamu?" Nyatanya Ibu malah bertanya lagi membuatku tegang saja. Mana Pak Fikri hanya diam saja."Maksud Aku bukan menolak, Bu. Tapi—""Tidak ada alasan untuk menolak suami, Al. Kecuali kamu sedang berhalangan." Ibu memotong ucapanku."Tetap bersama suami Dalam keadaan apapun." Ibu menekan lagi. Setelah itu Ibu mengalihkan pandangannya pada Pak Fikri."Fikri, kamu pun sebagai suami harus bisa mendidik Alsava. Jika Alsava salah, didik dia. Jangan diam saja. Pertanggung jawaban seorang suami bukan hanya di dunia, di akhirat pun seorang suami akan diminta pertanggung jawabannya," pesan Ibu pada Pak Firki. Pria dewasa di depanku itu mengangguk saat diberitahu oleh Ibu."Iya, Bu. Maafkan saya. Saya akan berusaha menjadi suami yang baik untuk Alsava," balas P

  • Dinikahi Majikan Jutek   Bab 27 Protes Ibu

    Aku dan Pak Fikri dibuat gugup hari ini. Tapi Ibu sepertinya masih saja menunggu jawabanku."Tidak kok, Bu. Jika Tuhan sudah memberikan kepercayaan, kehamilan pasti akan datang," jawabku akhirnya walaupun berat."Baguslah," balasnya. Kulihat Ibu menyeringai senang. Sementara Pak Firki hanya diam dengan menundukan kepala. Mungkinkah Ibu merasa senang dengan jawabanku? Biarlah, aku tak tega membuat Ibu bersedih hari ini.Setelah kedatangan Ibu, Pak Fikri langsung pamit sebentar untuk pergi ke kantor. Sementara aku ditemani Ibu sampai keadaan benar-benar pulih. Apa-apaan aku ini sampai pingsan gara-gara tidak makan dari kemarin. Jangan sampai hal sepele seperti ini diketahui Ibu.Siang ini aku makan cukup banyak, kebetulan sebelum Pak Fikri pergi, dia sudah menyiapkan banyak makanan di atas meja di ruanganku. Saat sore menjelang Pak Fikri sudah tiba kembali di ruanganku. Aku langsung bersiap-siap karena Dokter sudah mengizinkan pulang."Ibu, mau saya antar ke rumah atau mau menginap?" Pa

DMCA.com Protection Status