Izzan tersenyum geli mendengar itu hingga dia berniat membalas sindiran itu, "Aku tidak pernah takut apapun namun yanag lebih aku takutkan lagi adalah nyawa Inayah dalam bahaya, jadi aku mohon kau lebih baik menjauhinya itu demi keselamatan Inayah.""Apa hakmu menyuruhku menjauhi Inayah?""Hakku tidak penting, tetapi sebagai seorang yang mencintai Inayah, aku tidak ingin nyawanya dalam bahaya." Izzan menatapnya dengan tatapan begitu dalam dan penuh arti."Apa kau pikir hanya kau saja yang emncintai Inyah? Hah?" Pria berlesung pipi itu sontak menoleh sambil bertanya, "Aku jadi ragu pada rasa cintamu itu? Apakah benar kau mencintai Inayah atau kau hanya ingin memaksa untuk memilikinya?""Kau lihat saja, siapa yang akan dipilih Inayah. Aku atau kau?" Kemudian, pria berhidung mancung itu angkat kaki dari hadapan Izzan. Bertemu pria itu sungguh membuatnya naik darah, jika saja dia menjelaskan apa yang telah dilakukan Halwa pada Inayah, sudah pasti pria itu akan marah besar kepada
Di tempat berbeda, terlihat dua orang sedang bertengkar hebat hingga membuat seorang pria yang sengaja memecahkan jam tangan kesayangannyq, "Ibarat jam tangan inilah kisah cintamu dengan Izzan! Dan sekarang kau malah ingin kembali padanya? Harusnya kau sadar bahwa Izzan sudah tidak mencintaimu lagi." Ucapan itu tidak membuuat Halwa gentar hingga dia malah balik mengungkapkan bahwa dia yakin bisa mengembalikan kepercayaan Izzan lagi. "Tetapi tindakanmu yang membuat Inayah dalam bahaya tidak bisa dimaafkan jadi jangan salahkan aku bila aku akan melaporkanmu ke kantor polisi," ungkap Daniel menyindir Halwa."Apa kau pikir, aku akan takut! Tidak, El. Aku sudah menebak apa pun yang akan terjadi denganku nantinya." Daniel memang sudah bisa menebak bahwa Halwa pasti akan melakukan hal-hal yang tidak baik kepada Inayah jadi dia memperingatkan gadis itu."Harusnya kau sadar satu hal bahwa Izzan tidak akan mencintaimu lagi, ditambah kau melakukan hal ini maka dia akan semakin muak denganmu,"
"Iya, Kek. Sepertinya rasa cinta Halwa yang begitu besar sungguh membuat Halwa menjadi jahat." Izzan beranjak dari duduknya karena dia merasa bersalah telah membuat gadis cantikitu menjadi bak monster yang menyakiti seseorang. "Apa yang harus aku lakukan, Kek?" Al Fattah Shidiq ikut berdiri di samping cucunya sambil menyentuh pundak Izzan lembut. "Memang rasa cinta yang begi besar bisa membuat seseorang menjadi tak waras, ada kalanya seseorang itu melakukan hal seperti itu baik menurutnya guna menunjukkan rasa cintanya, ada juga terkadang dia mengalah karena ingin melihat seorang yang dicintainya bahagia." Pria tua itu mulai menasehati Izzan agar tetap menjaga perasaan Halwa meski tak bisa membalas cintanya, "Sangat sulit melakukan dua hal itu namun ada sesuatu hal yang Kakek takutkan, Zan.""Apa itu, Kek?" tanya Izzan langsung menoleh ke arah pria tua itu."Kakek takut bila Halwa bisa melakukan hal jahat lebih dari ini jadi sebelum hal itu terjadi kake minta kau harus men
"Apa yang hendak kau lakukan?" tanya Izzan sambil menangkis tangan Halwa yang hendak menampar Inayah."Aku sudah muak dengan semua ini!""Apa yang bisa kau lakukan? Apa kau ingin mendekam di penjara saat ini juga?" Melihat Izzan yang hendak mengeluarkan ponselnya untuk melaporkan Halwa ke sahabatnya itu, gadis itu pun langsung angkat kaki dari hadapan Izzan dan Inayah. Izzan sangat kecewa dengan Halwa akan berbuat sekasar itu kepada Inayah, pria berlesung pipi itu berniat mengejar Halwa namun gadis itu seolah acuh dan tak mau mendengarkan Izzan."Halwa.." Berteriak sekeras apa pun namun tetap saja gadis itu tak juga mau mendengar panggilannya. Izzan memutar tubuhnya dan memohon maaf kepada Inayah atas tingkah laku Halwa. "Aku harap kau mau memaafkan Halwa, Nay.""Aku sudah memaafkannya, Zan. Namun, aku merasa muak kau selalu membela tindakan Halwa yang hampir saja menamparku tadi. Bukan satu kali dia bertindak seperti itu.""Aku tahu itu namun aku bisa apa? Aku tak bisa me
"Kau, kenapa kau datang ke sini?" tanya Inayah ketus dan sedikit sinis."Aku datang ke sini untuk mengunjungimu dan memohon maaf padamu dan aku rasa kau salah paham terhadapku." Pria itu berjalan maju ke arah Inayah sambil menyodorkan sebuah amplop padanya."Apa ini?" taanya Inayah tak langsung menerimanya."Ini adalah sebuah bukti bahwa aku tidak terlibat dalam rencana Halwa, hanya saat penculikan saja aku terlibat.""Apa kau yakin?" tanya Inayah ingin memastikan."Iya, kau bisa periksa itu lebih dulu dan di situ tertera begitu jelas bukti-bukti rencana Halwa untuk mencelakaimu. Kau bisa memenjarakan gadis itu." Mendengar hal tersebut Inayah langsung memeriksa isi di dalam amplop tersebut. "Terima kasih kau sudah mencarri bukti ini," ucap Inayah sambil menghela napas beratnya. "Selama dia tidak mencelakai orang lain aku tidak akan memenjarakannya dan malah aku ingin memberikan dia kesempatan untuk bertobat melakukan hal ini.""Apa? Kau yakin tidak ingin menghukumnya?" tanya Danie
Hujan malam itu sungguh membuat seorang gadis cantik berambut panjang sangat benar-benar dilema ketika mendengar Al Fattah Shidiq berusaha untuk menasehati Halwa, "Tidak, Kek. Aku tidak bisa merelakan Izzan bersama janda itu," ketusnya tak senang."Kakek tahu kau begitu sangat mencintai Izzan namun sebuah perasaan itu tak bisa dipaksa, semakin kau memaksa Izzan untuk bersamamu maka akan membuat Izzan semakin muak denganmu," ungkap pria paruh baya itu."Tidak, Kek. Aku yakin bisa membuat Izzan jatuh hati dan kembali lagi padaku." Halwa nampak begitu yakin namun dia geram melihat tingkah Al Fattah Shidiq yang nampak membela Izzan dengan perasaannya itu."Apa Kakek setuju bila Izzan bersama Inayah?" Pria tua itu menyentuh jemari lentik Halwa, "Kakek tidak bisa melarang Izzan untuk tidak jatuh cinta, Wa. Bukankah kebahagiaan Izzan adalah kebahagiaanmu juga.""Apa maksud Kakek?" tanya Halwa tak mengerti. Al Fattah Shidiq mencoba membuat Halwa mengerti bahwa sebuah raa cinta itu be
"Aku datang ke sini karena Daniel memberitahuku." Gadis itu menjawab begitu santai."Daniel?! Bukankah dia akan berangkat ke Eropa?" ucap Izzan malah balik bertanya."Ke Eropa? Oh, iya dia juga mengatakan itu ketika dia menelponku tadi. Apakah kakek baik-baik saja?" tanya Halwa ingin tahu."Belum bisa dipastikann karena saat ini dokter sedang memeriksanya." Setelah menjawab pertanyaan Halwa, pria berlesung pipi itu dipanggil dokter untuk menandatangani surat persetujuan operasi. "Apakah kakek bisa diselamatkan, Dok?" tanya Izzan begitu khawatir."Insya Allah, Zan. Aku akan berusaha untuk menyelamatkannya meski pendarahan di dalam otaknya nampak parah." Halwa yang tak sengaja mendengar hal itu tersenyum tipis, dia datang mengunjungi rumah sakit karena dia ingin memastikan kondisi Al Fattah Shidiq, "Jika dia sadar ini sungguh bencana untukku." Mendengar penjelasan dokter, Halwa nampak begitu senang. Tak lama gadis itu pun berpamitan pulang karena ponselnya terus saja berderi
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua
Izzan mengusap wajahnya dengan frustrasi. “Halwa, apakah kau sudah kehilangan akal sehatmu?” tanya Izzan kalut.“Pilihanmu hanya satu, Zan. Kembali padaku atau aku akan mendorong Inayah,” jawab Halwa yang sudah kesetanan.Di saat yang sama, Jody dan Aldi sampai di jembatan itu. Mereka sengaja memarkirkan mobilnya agak jauh dari jembatan supaya tidak ada yang tahu tentang kedatangan mereka.“Astaga, apa yang sedang Halwa lakukan?” gumam Aldi sambil membelalakkan matanya.Posisi Halwa yang membelakangi Aldi dan Jody membuat mereka kesulitan untuk memahami apa yang terjadi. Hingga akhirnya mereka mendengar ancaman demi ancaman yang terlontar dari bibir tipis Halwa.“Kita harus menyelamatkan Inayah dari sana sebelum Halwa mendorongnya,” ucap Jody lirih supaya Halwa tidak mendengar.“Bagaimana caranya? Apakah kau tidak melihat jika Halwa mengikat Inayah di jembatan?” gerutu Aldi cemas.“Pasti ada caranya, Al. Selalu ada cara untuk menyelamatkan seseorang,” balas Jody dengan yakin.Sementa
"Apa kau mendengar suara itu, Al?" tanya Alita ingin tahu."Iya, sepertinya suara itu berasal dari ruangan ini." Aldi menyentuh knop pintu dan ternyata pintunya terkunci. Pria brewok itu mencoba mengetuk pintu sambil bertanya, "Ada siapa di dalam?" Merasa tidak ada jawaban, dua orang itu pun memutar balik namun baru dua langkah memutar balik tiba-tiba terdengar kembali suara orang meminta tolong, dengan sigap Aldi langsung mengetuk pintu itu kembali dan bertanya, "Halo Ada siapa di dalam?" tanya Aldi ingin memastikan."Tolong!!" Terdengar ada jawaban yang meminta tolong akhirnya Aldi bergegas mendobrak pintu tersebut dan alangkah terkejutnya dua orang itu ketika mendapati Al Fattah Shidiq sedang tergeletak di anak tangga bagian bawah dengan posisi kursi roda menimpa tubuhnya."Astagfirullah, Kakek. Bagaimana bisa ini terjadi di mana Izzan dan Inayah?" tanya Alita dan Aldi bersamaan. Aldi dan Alita membantu pria tua itu untuk duduk kembali di atas kursi rodanya, "Izzan edang me
Dan segerombolan pria berseragam datang sembari menyodorkan sebuah pistol ke arah pria tadi. "Borgol dia sekarang," titah pria itu melirik dua orang pria di belakangnya."Kalian tidak akan bisa menangkapku!" serunya masih mengenakan sebuah masker yang menutupi wajahnya."Apa kau masih bermimpi?! Lekas bangun dari ilusimu karena kami sudah menangkapmu sekarang!" jawab seorang pria yang kini sedang berada di daun pintu dengan napas yang ngos-ngosan."Jody," sebut Izzan pelan. Inayah meminta Alita untuk mendekat ke arah Izzan, "Apa kau baik-baik saja, Zan?" tanya Inayah nampak khawatir."Apa kau mulai mengkhawatirkanku?" tanyanya dengan alis terangkat."Tentu saja, kau terluka seperti ini karena melindungiku dan kakek." Inayah menyentuh jemari Izzan dan membawanya untuk segera duduk di atas sofa, melirik sahabatnya untuk ikut membantu maka Alita pun langsung bergegas cepat. "Aku akan memanggil perawat," ucap Alita mengerti bahwa Inayah tidak ingin sampai terlambat mengobati Izzan.
Inayah sontak tertegun, jujur saja dia bingung untuk menjawab apa. Mengingat bagaimana Irsyad dulu pernah ditolak oleh kedua orang tuanya ketika ingin melamar Inayah. "Atas nama orang tuaku, aku memohon maaf.""Maaf untuk apa, Nay?" tanya pria tua itu tak mengerti."Mungkin penolakan orang tuaku beberapa tahun lalu telah menyakiti hati Kakek." Inayah tertunduk malu dan merasa bersalah, jika saja ibunya tidak menulis surat mana mungkin dia bisa tahu bahwa Irsyad pernah berbicara kepada orang tuanya perihal ingin melamar Inayah."Oh, masalah itu Kakek juga tidak terlalu ingat namun waktu itu Irsyad melarang Kakek untuk menemui orang tuamu." Izzan yang ada di ruangan tersebut sontak menatap Inayah, "Apa maksud ucapanmu itu, Nay?" tanya Izzan sangat penasaran, bukankah selama ini yang Izzan tahu bahwa kak Irsyad belum sempat untuk meminangnya, meski dia sudah menyiapkan semua perlengkapan lamaran."Jangan bilang kalau..." Izzan menelisik tajam ke arah Inayah. Seolah dia bisa menebak
"Jalan satu-satunya adalah membawa beliau pergi ke Singapura untuk pengobatan." Dokter hanya berkata seperti itu namun hal tersebut sungguh sangat membubat Izzan bingung."Akan aku usahan, Dok." Izzan mengangguk pelan ndan akan berusaha untuk membujuk kakeknya agar mau melakukan pengobatan. Pria tampan itu kembali masuk ke dalam ruangana tersebut sambil melirik Al Fattah Shidiq yang nampak sangat akrab sekali dengan Inayah, membuat pria itu nampak tersenyum tipis. "Apakah Kakek sudah merasa baikan?" tanya Izzan melirik kakeknya."Alhamdulillah, lumayan membaik, Zan. Bisakah kau bawa Kakek pulang ke rumah?" ucapnya menoleh ke arah cucunya."Kakek kenapa mau pulang? Kondisi Kakek belum membaik sepenuhnya," imbuh Izzan menolak dengan pelan. Pria berlesung pipi itu mencoba untuk menjelaskan bahwa kakeknya harus dirawat di rumah sakit sampai tubuhnya sudah membaik. Izzan habis kata-kata meliha Al Fattah Shidiq selalu saja menolak dan bersikukuh untuk pulang. Melihat Izzan yang t
"Bisakah kau berhenti membekapku?" ketus Alita tak senang. Gadis cantik itu menoleh ke arah Aldi sambil bertanya, "Memangnya apa yang terjadi?" Aldi mengedarkan sepasang bola matanya melihat ke penjuru arah lalu berjalan mendekati Alita, menarik tangan gadis itu untuk mendekatinya sambil berbisik dan mengatakan kejadian yang terjadi dan penyebab Inayah terluka."Apa? Dasara gadis licik!" ketusnya tak senang."Maka dari itu, sebelum Izzan pulang kita harus menjaga mereka dengan baik. Perhatikan dokter dan perawat yang masuk," imbuh Aldi mengingatkan Alita."Kau tenang saja ku paling ahli dalam memeriksa orang, memangnya Izan pergi ke mana?" tanya Alita ingin tahu."Izzan pergi memeriksa perusahaan I2 Group, ada sedikit masalah yang mendadak jadi dia pergi ke sana. Bila ada Izzan maka hal ini tidak akan terjadi, andai saja aku tidak menerima telpon maka hal seperti ini tak akan terjadi," tandasnya penuh sesal dan merasa bersalah. Alita menghela napas beratnya, dia tidak pernah t
"Al, cepat selamatkan kakek," balasnya seraya ikut berteriak dan masih menarik kaki Halwa."Kalian tak akan bisa menyelamatkan pria tua itu," imbuh Halwa langsung mendorong Inayah lagi."Mau sekuat apa pun kau mendorongku, aku akan tetap kokoh dan aku tak akan membiarkanmu mencelakai kakek." Inayah sekuat tenaga memegang kaki Halwa agar gadis itu tak mengejar Aldi. Halwa berusaha menendang tubuh Inayah yang sudah terguling dan sepertinya kaki perempuan itu terluka namun dia menahan rasa sakit itu agar bisa menahan Halwa melihat segerombolan pria berseragam membuat Inayah tak mampu lagi untuk menahan Halwa."Tangkap gadis itu sekarang!" Salah satu pria itu langsuang menarik tangan Inayah dan membawanya untuk diperiksa."Kalian bawa dia ke kantor polisi sekarang!" teriak si ketua itu yang tak lain adalah Jody. Jody menggendong tubuh Inayah dan membawanya ke ruangan unit gawat darurat. "Dok, selamatkan Inayah." Jody nampak panik sekali melihat banyak sekali darah yang menetes dar
Pria tua itu meminta Inayah untuk duduk berjongkok dan dia membisikkan sesuatu kepada Inayah, alangkah terkejutnya Inayah ketika mendengar hal tersebut. Dia benar-benar tidak menyangka bila hal tersebut akan menimpah Al Fattah Shidiq. "Baik, Kek. Ayo." Inayah mendorong kursi roda pria tua itu. Diiringi oleh Aldi yang membawa sebuah tas tengah dijinjingnya, pria brewok itu masih sibuk dengan headseat di telinganya namun sepasang bola matanya terus melihat sekeliling arah. Mengawasi bila saja ada hal buruk yang terjadi."Baiklah, aku akan mencari tempat dulu, di sini suaramu tidak terlalu jelas." Aldi menyentuh pundak Inayah seraya berkata, "Naya, aku terima telpon dulu ya.""Iya, aku akan menunggu di mobil ya." Inayah mengangguk pelan. Pria tua itu terus menoleh ke belakang sambil meminta Inayah untuk lewat jalan yang tak dipenuhi dengan banyak orang. "Lewat mana ya, Kek?" tanya Inayah tak paham."Kau ikuti instruksi kakek saja." Mereka hampir saja sampai di pertengahan jal
"Tentu saja," jawab Aldi dan Inayah bersamaan."Baiklah, kalau begitu!" seru Izzan langsung berjalan mendekati sang kakek sambil emnyentuh jemari yang sudah sangat keriput dan semakin tua itu. "Kek, maafkan aku! Dengan sangat terpaska aku harus meninggalkan kakek dulu, perusahaan kak Irsyad dalam masalah. Aku titip kakek pada Inayah," bisiknya pelan. Untuk kedua kalinya, pria tampan dengan lesung pipi itu mengucapkan maaf pada sang kakek. Sangat berat bagi Izzan untuk meninggalkan sang kakek, jika saja itu perusahaannya maka dia tak akan pergi namun mengingat kerja keras sepupunya maka h itu harus dia lakukan."Al, aku titip kakekku dan Naya ya." Izzan menatap Aldi penuh harap."Iya, Zan. Aku akan menjaga mereka dengan baik kok." Inayah memandangi kepergiaan Izzan yang begitu sedih, ia tahu bahwa pria itu tak ingin pergi namun amanah mendiang Irsyad harus dilaksakannya. "Semoga saja kakek segera sadar ya, Al." Inayah duduk di samping sang kakek sambil memandangi wajah pria tua