Sinar matahari yang masih ramah, pagi itu menyinari kumpulan warga yang sedang sarapan di salah satu kedai. Seolah matahari ikut menggosip di antara mereka."Benarkah? Lady Kimberly mengandung anak pria lain?""Bukankah itu malapetaka bagi keluarga Barnes?"Seorang pria tua menyeringai. "Ada dua kemungkinan. Grand Duke impoten, atau Lady Kimberly yang gatel dan memilih selingkuh."Semua rumor itu terdengar ke telinga Pangeran kelima. Dia terlihat marah dan melempar lembaran berisi berita kehamilan Kimberly yang masih hangat, baru keluar dari mesin cetak. Sementara Yuksel menunjukkan wajah tak kalah marah."Berani sekali rakyat rendahan itu meragukan keturunanku!"Netra Yuksel terangkat. Mata menatap sang ayah yang jelas membela Kimberly karena mengandung keturunan dari Yuksel. Ada untungnya memberi tahu kehamilan lebih awal, jadi Pangeran kelima tidak ikut-ikutan menuduh Kimberly."Orang lain yang mengetahui kehamilan Kimberly, hanya dokter kerajaan, dokter yang Ayah suruh. Selain itu
"Lady Arabella?" ulang Kimberly sembari melepaskan pelukan pada suaminya.Kepala Yuksel mengangguk. "Benar sekali Sayang. Aku curiga dia melakukannya. Karena hanya dia seorang yang akan mendapat keuntungan jika sampai terjadi sesuatu padamu."Mendengar penuturan yang masuk akal itu. Membuat Kimberly diam, tentunya dengan tiada dirinya di kediaman ini. Pasti Arabella akan menguasai Yuksel. Matanya menatap Yuksel serius, dan ia tak ingin kehilangan pria ini."Ke mari," ajaknya sembari menarik Yuksel untuk berdiri dari duduk."Mau ke mana?"Yuksel semula memang heran akan dibawa pergi ke mana. Namun, bibir langsung mengulas senyum lebar. Begitu tahu kalau Kimberly berhenti di depan kain tipis dari langit-langit kamar menjuntai hingga ke lantai. Kain dari ahli sihir ini bisa digunakan untuk melindungi nyawa Kimberly."Aku ingin ciuman," pinta Kimberly tak meragu sama sekali."Tentu saja Sayang."Dengan tubuh saling berhadapan dan sama-sama mendekat. Yuksel mulai mencium bibir Kimberly. Me
Berlari. Itulah yang dilakukan oleh Arabella ketika dilepaskan oleh Yuksel. Wanita itu jelas terengah dan merasa lemas, namun sosok Yuksel nampak mengikuti di belakang dengan membawa pedang. Suara pedang yang digesek selama melangkah begitu menakutkan memasuki telinga Arabella."Larilah, jika berhenti aku akan membunuhmu," ancam Yuksel terdengar pelan namun menakutkan.Arabella berteriak ketakutan sembari tak berhenti berlari. Meski tubuh terluka, dia hanya ingin melapor pada Putri mahkota. Mengenai kelakuan kejam dari Yuksel.***"Istri baru Grand Duke sedang mengandung, dipastikan keturunan dari Grand Duke sendiri."Sosok yang menguping di penjara bawah tanah itu berlutut di hadapan seorang penguasa kota Lefan. Beliau seorang raja yang sangat serakah. Hingga mengepalkan tangan begitu mendengar berita itu."Jadi ... maksudmu, tahta milikku ini akan goncang karena bayi yang bahkan belum lahir itu?" Raja mencoba bertanya dengan nada tenang.Mata pria itu tetap tak terangkat. "Meski pun
Kereta Yuksel terlihat berhenti di depan istana kerajaan Lefan. Istana yang biasanya sangat sibuk, hari itu justru begitu sepi. Seolah hanya bangunan yang terbengkalai.Ditemani Aiden, sang pengawal. Yuksel berjalan semakin ke dalam hingga berada di depan pintu pertemuan. Seharusnya ada penjaga yang membuka pintu, tapi kali tersebut tidak ada siapa pun. Yuksel menyeringai."Sepertinya mereka semua ingin hidup panjang," bisik Yuksel ke arah Aiden yang menarik napas pelan."Ayolah Grand Duke, ini terakhir kali Anda mencelakai diri sendiri," sahut Aiden ikut berbisik.Yuksel tersenyum sedikit, kemudian merubah ekspresi menjadi seperti biasanya. Memunculkan aura dingin dan tidak bisa diganggu oleh siapa pun. Jemari itu mulai membuka pintu istana. Takjub sekali Yuksel begitu pintu sepenuhnya terbuka. Mata mendapati puluhan penjaga di setiap sudut bangunan, para menteri berjejer rapi. Tapi, begitu kaki Yuksel mulai melangkah untuk tujuan menghadap raja. Mereka berbondong melangkah mundur d
Kaki Yuksel terus saja berjalan melewati lorong. Hingga tubuh berhenti ketika berhadapan dengan pintu ruang kerja milik Pangeran kelima. Yuksel bergeming sejenak, kemudian mulai melangkah dengan tangan membuka pintu.Tapi. Baru sedikit saja pintu terbuka, Yuksel sudah bisa melihat sosok sang ayah yang membelakangi. Pangeran kelima menghadap jendela, entah hanya membiarkan angin masuk atau mencoba mengusir kemarahan dengan melihat pemandangan."Masih tahu diri untuk pulang?"Kaki Yuksel terhenti. "Jika tidak pulang, lantas aku harus ke mana? Rumah ini sudah tidak menampung lagi?""Bukankah kau yang membuat rumah ini jadi bukan rumah lagi? Ini akan menjadi bangunan kosong," sindir Pangeran kelima membuat Yuksel tersenyum miris.Dibalik membisunya sang ayah. Rupanya hati benar-benar marah dengan keputusan Yuksel yang sepihak. Namun, Yuksel masih bersikap santai dengan duduk di sofa dan memandang punggung sang ayah."Raja mengusirku ke perbatasan."Ucapan Yuksel berhasil membuat Pangeran
"Jadi, semua pelayan bersedia ikut?" tanya Yuksel tak menjauh darinya sedikit pun."Benar Tuan."Mata Yuksel dan Kimberly saling tatap ke arah Aiden yang justru melirik dengan menantikan sesuatu. Membuat Yuksel terpaksa menjauh darinya dan menghela napas. Sementara Aiden justru sedikit tersenyum."Kau ke sini hanya untuk menyampaikan itu saja kan? Lantas kenapa masih di sini dan tidak segera pergi?" cerocos Yuksel sangat berharap Aiden pergi."Saya ke sini sekalian menjemput Tuan.""Menjemput?" ulang Yuksel dengan dahi mengerut."Benar Tuan. Ini soal ...."Mata Aiden melirik ke arahnya terlebih dahulu. Kemudian mulut membisu, seolah Kimberly tidak diizinkan untuk ikut dalam pembicaraan. Yuksel menatap padanya dan mengusap kepalanya."Lanjutkan berkemasnya, aku akan pergi bersama Aiden dulu," ujar Yuksel sembari berjalan meninggalkannya.Kimberly tak bisa menuntut suaminya untuk membuka mulut. Mungkin tak ingin membagi beban dengannya. Karena kepergian ini butuh strategi dan perencanaa
"Aku rasa sudah cukup," ujar Kimberly dengan mata menatap buah plum di keranjang yang Emma pegang."Sudah?" tanya Yuksel menyenderkan tongkat pada pohon.Kimberly tersenyum dengan kepala mengangguk antusias. "Iya."Yuksel meraih keranjang dari tangan Emma, kemudian menuntunnya untuk duduk di kursi taman. Meletakkan keranjang di atas meja. Mata Yuksel menatap pada Emma yang tetap berdiri diam di sekitar Kimberly."Emma, bisakah ambilkan pakaian tebal untuk Kimberly?" "Tidak perlu, aku juga merasa tidak kedinginan," tolaknya.Mata Yuksel menatap padanya dengan serius. Namun, kemudian memilih menunduk dan fokus pada buah di dalam keranjang. Hal itu membuat Kimberly terdiam dan memandang suaminya heran. "Ada apa Yuksel?" Kimberly sampai bertanya."Tidak Sayang. Hanya cemas kau kedinginan saja."Kimberly yakin, ada yang aneh dengan suaminya. Seperti menyembunyikan sesuatu. Namun, tidak mau bilang. Matanya saling tatap dengan Emma, lantas Emma mengedikan bahu."Besok ayah akan mulai beran
Kimberly menoleh dan tersenyum. "Bicara apa? Katakan padaku."Kimberly memang sangat menunggu momen di mana Yuksel mau bicara padanya. Jujur tentang kekhawatiran yang tercipta jelas di wajah. Yuksel menggenggam tangannya erat."Ini soal diriku."Kereta mulai berjalan membuatnya merapat pada suaminya. "Katakan."Yuksel menatap dirinya. "Selama ini aku menyembunyikan rahasia terbesar dalam hidupku."Matanya menatap tangan yang digenggam semakin erat. Kemudian netra terangkat dan saling membingkai dengan Yuksel. Wajah suaminya terlihat sangat serius."Bicaralah dengan santai dan nyaman."Yuksel mengangguk. "Aku adalah cucu dari Raja."Kimberly mengangkat alisnya. "Ini rahasianya? Bukankah semua orang juga tahu kalau kau cucu dari Raja terdahulu.""Raja di ibukota Kairi."Kimberly yang masih belum menyadari langsung mengangguk. "Soal itu semua orang juga--"Hingga matanya terbelalak. "Apa!"Yuksel kaget dengan reaksinya yang langsung berdiri dari duduk. Bahkan sempat membentur atas kereta
Kabar mengenai perjodohan antara putri tangan kanan Raja dengan Pangeran Noah menyebar dengan cepat di telinga para warga ibukota Kairi. Terdengar juga gosip lainnya. Bahwa banyak yang patah hati atas perjodohan itu. Tentu saja dari pihak yang menyukai Noah juga Prisa. Namun, tak sedikit juga orang yang memberi selamat atas perjodohan itu. Karena merasa memang mereka berdua sangat cocok.Sementara Noah berdiri di hadapan gerbang rumah Prisa dengan kereta kuda terparkir. Nampak menanti sosok Prisa yang keluar kediaman dengan mengenakan dress berwarna peach dengan corak bunga sederhana. Bibir Prisa tersenyum malu saat Noah berjalan mendekat dan menawarkan tangan."Padahal saya bisa jalan sendiri Pangeran," ujar Prisa sangat pelan."Tidak, biarkan aku yang membantumu berjalan hingga menaiki kereta," sahut Noah terdengar ramah.Noah sudah berjanji membawa Prisa mengelilingi ibukota Kairi lewat jalur sungai. Kejernihan warna sungai dengan sekitar dihuni para pedagang sepanjang perjalanan.
Malam harinya. Kimberly mendudukkan diri di sudut ranjang. Mata membingkai sosok Yuksel yang membawa pekerjaan ke kamar. Rasa kesal membuatnya menampar dokumen dari tangan suaminya.Hingga mata Yuksel melirik. "Sayang.""Apa ini ruang kerjamu?" Nada suaranya terdengar mengeluh.Yuksel yang mengerti langsung menutup dokumen dan meletakkan di meja samping ranjang. Lantas merentangkan tangan dengan tubuh masih menyender pada board ranjang. Kimberly menjadi tersenyum dan mulai menempatkan diri di pelukan suaminya."Ingin membicarakan sesuatu?" tanya Yuksel.Kepala Kimberly pun mengangguk. "Iya, aku ingin bicara.""Soal Noah dan Prisa?" tanya Yuksel lagi mulai mengerti.Lagi, kepalanya mengangguk. "Iya, suamiku."Jemari Yuksel mengusap kepalanya. "Ayo bicara padaku."Kimberly menggerakkan tubuhnya, mencari tempat yang paling nyaman. Yuksel tersenyum atas kelakuan darinya. "Aku benar-benar ingin Prisa dan Noah bisa bersama," ujarnya."Bukankah ayah sudah menyarankan soal perjodohan?" singg
Setelah beberapa hari berlalu, Kimberly selalu saja mendapat kabar. Kalau ketiga putri sangat akur satu dengan lainnya. Hal yang selalu membuat Kimberly tersenyum senang.Kimberly sendiri dalam perjalanan menuruni anak tangga. Setelah mendengar kalau Emma akan berkunjung. Dengan membawakan buah yang baru saja dipanen."Emma," sebutnya dengan senang begitu melihat istri dari Aiden ini.Emma sendiri sempat ikut tersenyum, namun sedetik kemudian menunjukkan wajah heran. "Tumben hari ini Ratu saya bisa tersenyum lebar begini."Mendengarnya Kimberly langsung tertawa. "Aku merasa sangat senang."Mata Emma membulat terkejut. "Apa Yang Mulia mengandung anak kelima?"Anak kelima, kata yang selalu Yuksel bicarakan padanya. Saking bosannya, Kimberly langsung menghela napas. Emma yang merasa tebakan salah, menjadi lebih penasaran."Memangnya bukan ya?""Bukan itu, tapi akhirnya ada hari di mana ketiga putriku itu akur. Aku merasa sangat bahagia," ujarnya dengan tersenyum lebar.Setelah tahu apa y
Beberapa saat kemudian. Yuksel terlihat duduk di ruang kerja, tak lama pintu diketuk dan dibuka oleh pelayan. Terlihat Noah berjalan masuk ditemani oleh Yoshi.Mata Yuksel menatap sang putra yang sudah berusia 14 tahun. Noah memiliki tubuh yang tinggi dan berisi, serta ketampanan dari Yuksel benar-benar menurun pada Noah. Hingga terkenal di kalangan bangsawan dan juga putri para menteri."Kau sudah dengar masalah bencana di kota sebelah?" singgung Yuksel.Noah duduk di kursi sekitar Yuksel. "Sudah, Ayah.""Apa kau memiliki solusi?"Dan Yuksel selalu bertanya pada sang putra. Setiap kali ada masalah yang melibatkan kerajaan. Karena, Yuksel ingin Noah lebih cepat memahami dan ketika mewarisi tahta tidak akan terkejut begitu beratnya tanggung jawab seorang raja."Jumlahnya cukup banyak, jika membantu maka banyak dana yang harus dikeluarkan. Alangkah baiknya menyediakan lahan dan bantuan medis saja. Untuk dana Ayah bisa berikan seperlunya saja."Yuksel langsung tersenyum. "Ayah juga beren
Yuksel dan Kimberly terpaksa kembali ke kediaman dengan cepat. Karena malamnya akan menghadiri pernikahan dari Liliana dan Julian. Kemudian mereka menikmati pesta yang diadakan di istana dengan meriah.Meski di dalam pesta itu, ada seorang wanita yang hanya bisa menahan kemarahan di pojok ruangan. Tentunya dia adalah mantan Putri Mahkota yang hanya dijadikan selir. "Dia hanya anak ingusan, tapi berani sekali merebut Raja dari tangan Anda."Wanita itu menoleh ke arah Arabella. "Bukankah kau juga sama? Kau waktu itu kalah dari anak ingusan seperti Ratu Kimberly."Arabella menatap kesal pada selir Raja ini. Namun tak bisa berbuat apa pun, karena selain berada di pesta. Derajat Arabella juga tidak sebanding.Sementara Kimberly yang mulai lelah. Memutuskan duduk di kursi khusus yang disediakan untuknya. Yuksel yang semula berbicara dengan Yoshi dan Liliana, langsung melirik ke arahnya."Aku akan ke istriku," ujar Yuksel.Yoshi menatap sang adik yang sejak tadi sedang diawasi oleh Julian,
Pagi harinya, mereka semua sarapan bersama. Madam Ane pun mengulas senyum selama mengawasi suasana ruang makan yang dulu begitu sepi. Sekarang sangat ramai, apalagi Alesha yang selalu berteriak pada Isabella."Katanya rumah Kakek Aaron ada di kota ini juga?" Noah memulai kata setelah sarapan selesai.Mendengar hal itu, Aaron menoleh. "Benar, Nak.""Apa aku boleh berkunjung?" tanya Noah.Isabella menjadi bersemangat. "Aku juga! Aku ingin melihat kediaman Kakek!"Mendengar hal itu, Aaron langsung melirik ke arah Kimberly dan Yuksel. Meski sang kakek merasa tidak sedikit masalah. Tapi, ada pihak lain yang kemungkinan tidak akan setuju."Lebih baik tidak usah ya, tidak ada yang bisa dilihat dari kediaman kakek itu," tolak Aaron.Kimberly menatap pada sang ayah. Mungkin Aaron tidak ingin anak-anaknya tahu, kondisi seperti apa dirinya ketika tumbuh sewaktu dulu. Karena masa lalu yang buruk memang sebaiknya tidak diceritakan dan lebih baik dilupakan."Hanya melihat dari depan juga tidak bole
Beberapa minggu berlalu. Kimberly dan keluarganya telah tiba di kediaman Pangeran kelima, perjalanan membutuhkan waktu kurang dari dua hari untuk tiba. Karena mereka memilih jalan pintas dan tercepat.Isabella berdecak kagum melihat taman di kediaman lama. "Wah indahnya, Bu aku jadi ingin tinggal di rumah Kakek."Pangeran kelima tersenyum mendengar hal itu. "Benarkah? Apa Isabella tidak takut tinggal sendirian di sini?""Kenapa begitu Kek?"Noah melintasi Isabella dan menyahut dingin, "bukankah sudah jelas? Kau ingin tinggal di sini, sementara kami semua pulang ke ibukota."Isabella langsung cemberut. Meski begitu, anak keduanya itu berlari menyusul Noah yang berjalan mendekatinya. Kimberly sesekali tersenyum dan berbincang dengan ibunya."Bu, ayah di mana?" tanya Noah begitu berjalan di sampingnya.Mendengar anak mencari sang ayah, membuat Kimberly hanya bisa tersenyum. Namun, Noah teringat sendiri hingga memutuskan untuk tidak bertanya lagi.Kimberly mengusap kepala putranya. Jujur
"Apa yang membuat istriku ini sangatlah bergembira?"Kimberly menoleh dan tersenyum begitu mendapati Yuksel berjalan mendekat bersama Yoshi. Sementara Emma hendak bangkit berdiri lagi dan menyapa. Namun, Yuksel lebih dulu melarang."Wanita hamil tidak boleh banyak gerak, duduklah."Kimberly masih tersenyum. "Suamiku, apa yang membawamu ke sini?"Yuksel mendekatinya dan ikut tersenyum. "Aku hanya ingin melihat apa yang kau lakukan Sayang.""Aku menyulam," sahutnya dengan ceria.Jemari Yuksel mengusap kepalanya. Menarik kursi dan duduk di sebelahnya. Kemudian mengambil hasil sulaman setengah jadi miliknya."Bagus," puji Yuksel."Terima kasih suamiku."Isabella yang melihat keberadaan sang ayah. Langsung berhenti bermain dan segera menghampiri Yuksel sembari berteriak memanggil ayah. Yuksel sendiri bangkit dari duduk dan mendekat.Alesha yang melihat Isabella sudah sangat dekat. Membuat putri kecil itu terburu berlari tertatih demi bisa mencapai Yuksel lebih dulu. Noah, Prisa dan para pe
Yuksel menatap ke arahnya. "Sayang, apa kau yakin Alesha tidak akan terbangun lagi?"Atas pertanyaan tersebut, Kimberly menatap suaminya. "Benar. Kalau sampai petir datang lagi, Alesha terbangun saat kita sedang ...."Kimberly tak melanjutkan ucapannya. Karena Yuksel pun sudah paham meski dirinya tak bicara lagi. Hingga kepala Yuksel mengangguk, dan tangan mengusap wajahnya."Tidak baik melakukannya saat anak terbangun," sambung Yuksel.Kimberly menarik napas. "Kalau begitu mari kita tidur."Yuksel mengusap wajahnya. "Ya Sayang."Dengan Alesha menjadi penghalang di antara Kimberly dan Yuksel. Namun, Yuksel malah mendekatkan diri demi bisa menjadikan tangan sebagai bantal tidur untuknya. Kimberly tersenyum senang dan mulai memejamkan mata.***Esoknya. Di ruang kerja, Yuksel kedatangan Putra Mahkota yang seharusnya sudah pulang. Justru terlihat enggan untuk kembali."Bukankah kau sudah mengerti cara kerja dan risiko dari obat yang diberikan?" tanya Yuksel."Bisakah aku tinggal di sini