Seperti sudah disetting, setiap pukul 3 dini hari Diana selalu bangun untuk melaksanakan ibadah sunah tahajud. Kelopak matanya bergerak-gerak hingga terbuka sempurna. Pertama kali saat matanya terbuka, wajah tampan Desta yang tertangkap retinanya. Jarak mereka yang begitu dekat membuat hembusan napas teratur pria itu menerpa wajah cantik Diana. Seketika wanita itu terbangun. Merasa aneh karena tidur bersama manusia kulkas yang selama ini membencinya. Namun tiga detik kemudian ingatannya kembali pada pergumulan semalam. Pipinya merona saat apa yang terjadi kembali melintas dalam benaknya. Detak jantungnya berpacu lebih cepat hingga menyesakkan dada. Dengan sangat hati-hati ia turun dari ranjang menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya lalu bermunajat pada Allah. Sepertiga malam terakhir adalah waktu yang sangat pas untuk berkhalwat dengan Sang Pencipta. Ia benar-benar menghayati setiap ayat yang dibaca dalam salatnya. Sementara pria yang terbaring di ranjangnya m
"Mau sampai kapan Lo numpang sarapan di rumah gue?"Pemuda itu tak tersinggung sama sekali. Tampangnya yang sedikit slenge'an terlihat tak terusik dengan sorot tajam tuan rumah. "Sampai gue bosen."Desta mendengus kesal. Merasa terganggu dengan kehadiran sahabatnya. Ini adalah hari bahagianya. Bisa dekat dengan istri setelah beberapa peristiwa yang membuat mereka saling acuh. Seharusnya hari ini ia bisa menikmati akhir pekan berdua saja. Dalam otaknya sudah berencana untuk membangun keintiman dengan wanita yang sejak semalam ia nobatkan sebagai bidadari di hatinya. Menebus kesalahannya yang membuat wanita di sampingnya ini menderita akibat perbuatannya. Namun kehadiran sahabatnya yak ubahnya seperti hama penggagu saat ini. Terlebih ketika melihat tatapan kagum darinya untuk sang istri. Ketenangan yang baru saja ia dapat, seolah terusik. "Di, hari ini ada acara? Ikut abang, yuk!" Pria yang sejak tadi menampilkan aura
Mobil hitam yang dikendarai Daniel melaju diantara padatnya kendaraan di jalan. Setiap hari minggu jalanan menuju utara memang sangat padat. Karena di sana banyak terdapat tempat wisata dan pusat perbelanjaan. Sebenarnya Diana enggan keluar rumah setelah semalam. Apalagi mendengar pernyataan cinta suaminya. Rasanya ingin menghabiskan waktu bersama saja seharian. Namun ketika sang suami tidak mencegahnya pergi, hatinya merasa kesal dan akhirnya menuruti abangnya yang sengaja membuat pria yang sudah mengakui perasaannya itu cemburu lagi. "Lihatlah mobil belakang itu, apa abang bilang," ucap Daniel sambil melirik spion dengan senyum mengembang. Diana yang sejak tadi larut dalam pikirannya langsung menoleh ke belakang. Matanya membelalak melihat mobil yang dikenalnya tepat berada di belakang mobil yang dinaikinya. "Itu kan mobilnya--""Ya, dia pasti mengikuti kita." Pria berjambang tipis itu terkekeh. "Kau lihat? Sepertinya ia sudah jatuh
Desta yang fokus memperhatikan istri dan sahabatnya, berjingkat mendengar suara yang dikenalnya. Meta, sejak kapan gadis itu ada disini. Bisa hancur rencananya ketika ada dia di sini. "Ngapain kamu di sini?""Harusnya aku yang tanya begitu, Sayang. Ngapain kamu ada di sini?" Gadis itu memutar lehernya. Mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Dadanya terbakar ketika melihat ada kakaknya di sana. "Oh, jadi kamu menguntit dia? Apa sekarang Kamu sudah mulai jatuh cinta padanya?" Karena tak ingin terjadi keributan, Desta hanya diam saja. Namun netranya tetap fokus mengamati gerak-gerik sang istri dan sahabatnya. Merasa diabaikan, gadis yang datang entah dari mana itu memutar otaknya untuk mencari cara agar Desta kembali padanya. Dengan percaya diri gadis itu menggandeng tangan sang kekasih dan menariknya menuju meja Diana. "Kakak, kamu di sini juga?" Seketika pasangan kakak beradik itu menoleh dan mendapati adik ser
Suara pintu tertutup membuat pasangan ibu dan ayah berjangkit kaget. Mereka menatap putrinya yang datang dengan wajah kesal. Tak lama kemudian terdengar suara benda-benda dibanting dari kamar putrinya. Lalu cerita tangis gadis itu memenuhi ruang kamarnya."Pak, kenapa kenapa dengan putri kita?" tanya ibu dengan raut khawatir. Bapak yang tak tahu hal itupun hanya bisa menggeleng. Lalu keduanya berjalan menuju kamar sang putri."Meta, ada apa nak? Buka pintunya, sayang!" teriak ibu. "Meta! Meta sayang buka pintunya!" Kali ini bapak yang memanggil. Namun hingga gedoran pintu semakin keras gadis itu tak sedikitpun terpengaruh. Teriakan demi teriakan menggema dari dalam kamar. Merasa khawatir dengan kondisi putrinya, bapak berinisiatif untuk membuka pintu kamar itu dengan menggunakan kunci cadangan. Alangkah terkejutnya mereka melihat pemandangan yang sudah mirip kapal pecah. Gadis itu meringkuk di pojok kamar dengan kondisi yang
Desta, pria berbadan tegap dengan mata setajam elang itu terus menatap pintu. Terhitung sudah dua jam sejak kedatangannya dari mall tadi, ia duduk di sofa ruang tamu sambil menunggu sang istri. Ada yang terbakar di dalam dadanya kal mengingat betapa dekatnya Diana dengan Daniel, sahabatnya. Sesekali ia memutar lehernya untuk menatap jam dinding. Ia sudah menyiapkan banyak kalimat untuk berbicara dengan wanita itu. Bahkan saking fokusnya, ia mengabaikan panggilan dari Meta. Ah, ngomong-ngomong soal gadis itu, kini tak ada lagi getaran halus di dadanya setiap kali bertemu dengannya. Tak ada lagi rasa rindu yang dulu selalu menggebu setiap kali berjauhan darinya. Semuanya tergantikan oleh sosok wanita yang semula ia benci. Wanita itu mampu menumbuhkan benih-benih cinta di hatinya hanya dalam waktu singkat.Apa dia sudah termakan ucapannya sendiri yang tidak akan pernah jatuh cinta pada sosok wanita yang ia nikahi sebulan lalu? Lelaki itu menggeleng. Mencoba
"Di, maukah kamu memberiku kesempatan untuk memperbaiki diri? Ajari aku menjadi lebih baik agar layak menjadi suamimu," tatapan teduh Desta yang baru pertama kali ini Diana lihat membuat hatinya meleleh. Sungguh, ia sangat ingin. Karena memang inilah yang ia harapkan dari pernikahan ini. Meski pada awalnya terjadi karena kesalahan dan paksaan, Diana tetap ingin memiliki rumah tangga yang bahagia."Kamu mau kan kita memulai semuanya dari awal?" "Tentu saja. Aku memang wanita tak sempurna tapi aku ingin memiliki keluarga yang sempurna. Pernikahan ini harus berjalan sesuai dengan sunnah Rasulullah. Terima kasih karena telah menerima aku, Mas.""Tidak. Seharusnya aku lah yang berterima kasih padamu, sayang."Panggilan sayang yang baru pertama kali ia dengar ini membuat wajah cantik Diana tersipu tampak kemerahan seperti tomat. Keduanya saling tatap dan melempar senyum. Ada rasa membuncah yang sulit untuk diungkapkan dari hati masing-ma
"Hati-hati makannya," ucap Desta sambil menyodorkan air minum miliknya. "Makasih, Mas." Pria itu mengambil selembar tisu dan mengelap bibir sang istri dengan gerakan lembut. Hal itu semakin membuat darah Diana mengalir lebih cepat. Untuk menghilangkan kegugupannya, Diana bangkit dan membereskan bekas makannya. Berjalan menuju wastafel untuk mencuci piring dan gelasnya. Sebuah tangan terulur membantu kegiatan itu. Jantung Diana yang sudah mulai normal kembali jumpalitan akibat perbuatan lelaki itu. "Sudah, Mas biar aku saja. Mas ke depan saja!" "Tidak papa. Aku mau membantumu. Setelah ini kita ke kamar ya," bisiknya di telinga sang istri membuat bulu kuduknya meremang. "Kamu tegang sekali, Di. Apa aku menakutimu?" Pria itu semakin merapatkan tubuhnya hingga dadanya membentur punggung sang istri. "Ti--tidak!" ucapnya semakin gugup. Bahkan suaranya tercekat di tenggorokan karena ulah tangan nakal suaminya.