Diana benar-benar tak paham dengan sikap lelaki di depannya ini. Bukankah tadi ia bilang pada adiknya kalau dia sangat membencinya? Kenapa tiba-tiba dia pamitan mau ke rumah sakit? Biasanya juga pulang dan pergi tanpa permisi.
Melihat istrinya yang melamun, pria itu tak melewatkan kesempatan untuk kabur dari sana. Ia merutuki kebodohannya yang bicara seperti itu. "Bagaimana kalau ia mengira aku peduli padanya? Argghh! Ada apa, sih denganku?"***Beberapa hari setelah kejadian ia tertangkap basah menguping istrinya mengaji, Desta memikirkan cara supaya bisa mendengarkan ayat-ayat itu lagi tanpa ketahuan. Ia mulai kecanduan dengan bacaan itu. Namun gengsinya sangat besar untuk berkata jujur dan meminta Diana untuk membacakan Al-Qur'an untuknya.Di sinilah ia sekarang. Di kamar Diana yang sedang ke sekolah untuk mengajar. Tadi pagi ia sengaja berangkat ke kantor. Namun dua jam kemudian ia kembali pulang dan membuka kamar perempuan itu dengan kunciSeketika Diana membeku. Jantungnya jumpalitan nggak karuan. Keringat dingin keluar dari seluruh pori-pori kulitnya. Suara itu, dia sangat mengenal suara dingin itu. Perlahan ia memutar lehernya dan mendapati sosok pria tinggi dengan tubuh atletis berdiri di belakangnya. Sorot mata pria itu begitu tajam menusuk hingga ke tulang belulang Diana. "Ma--mas, kenapa bisa ada di--sini?" ucap perempuan berkerudung syar'i itu gugup. Ia menelan ludah susah payah melihat betapa garangnya pria yang telah menjadi imamnya itu. "Kenapa? Kamu kaget karena tertangkap basah sedang selingkuh dengan sahabatku sendiri? Kupikir kamu wanita alim yang akan menjaga kehormatanmu. Ternyata ekspektasiku terlalu tinggi. Kamu nggak ada bedanya dengan perempuan murahan yang suka menggoda pria kaya. Cih!""Jadi itu yang ada di dalam pikiranmu, Mas? Kenapa tak bertanya dulu?"Pria dengan mata elang itu tertawa sumbang. Entah mengapa dadanya terasa panas menyaksikan ked
"Bik, Diana sudah makan?" tanya Desta akhirnya. "Belum, Den. Tadi cuma minta dibuatin salad buah dan susu hangat.""Terus kenapa nggak turun?" Pria itu urung menyuapkan nasi ke mulutnya. Berharap wanita yang tadi membuatnya emosi turun dan makan bersama. "Katanya sedang mengerjakan proposal apa gitu lo, Den. Nggak sempat makan ke bawah. Itu aja tadi bibik yang nganter ke kamarnya.""Ck, apa dia lupa kalau punya magh akut," gumam pria itu yang masih bisa didengar oleh bik Ijah. Wanita paruh baya itu menyunggingkan senyum. Ia yakin sebentar lagi tuannya akan jatuh pada pesona Diana. Ya, bik Ijah lebih suka majikannya bersama Diana daripada Meta. Ia juga selalu mengabarkan kondisi rumah termasuk pernikahan sang majikan pada nyonya besar, maminya Desta. "Sudah, Den, makan saja sendiri. Bibik temani di sini, ya. Tadi bibik lihat non Diana lagi sibuk banget di depan laptop. Mungkin nggak akan turun."Seketika nafsu makan p
Diana menghembuskan napas lelah. Ternyata majikan dan pembantunya sama saja. Pemaksa. Baru saja ia hendak mengatakan sesuatu, pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok pria yang sedang memenuhi pikirannya. Tatapan keduanya saling beradu. Tubuh mereka menegang. Untuk sesaat, waktu serasa berhenti berputar. Diana tak bisa bergerak, terpaku di tempatnya. "Ehem!" Bik Ijah berdehem untuk menyadarkan keduanya bahwa masih ada orang ketiga di antara mereka. Spontan Diana menyembunyikan pipinya yang merona sambil mencari bergonya yang tadi ditaroh di sebelahnya. Ketika tangannya sudah menemukan benda yang dicari, gadis itu langsung memakainya tanpa melihat sosok yang masih menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Jangan tanyakan bagaimana irama jantung pria itu sekarang. Andai tak ada suara detik jarum dinding yang begitu nyaring, sudah pasti ia bisa mendengar bunyi jantungnya sendiri. Mata elang itu masih enggan berkedip meski pemandangan yang
Suasana kamar menjadi akward. Diana menahan napas karena takut dengan aura yang dipancarkan suaminya. Apalagi setelah menyadari bahwa mereka di kamar hanya berdua saja. Tanpa kata, pria itu mengambil piring yang berisi nasi dan lauk pauknya. Menyendok sedikit lalu mengarahkan pada mulut istrinya. Lagi-lagi muka Diana memerah. Ia handak menolak tapi takut pria di depannya akan marah lagi. Dengan jantung yang berdebar kencang, ia membuka mulutnya. Menerima suapan itu dengan tatapan yang saling mengunci. Beberapa sendok telah masuk ke lambungnya, pria itu meletakkan piring kembali ke meja. Mengusap bibir merah alami wanitanya dengan lembut. Sentuhan itu membuat keduanya seperti tersengat listrik bertegangan tinggi. Desta merasakan ada yang tak beres dengan tubuhnya. Panas tiba-tiba menjalar ke sekujur tubuhnya. Gejolak ga**ah yang pernah ia rasakan saat kejadian yang membuatnya terjebak dengan pernikahan ini, hadir kembali. Bedanya, sekarang ia dalam
Seperti sudah disetting, setiap pukul 3 dini hari Diana selalu bangun untuk melaksanakan ibadah sunah tahajud. Kelopak matanya bergerak-gerak hingga terbuka sempurna. Pertama kali saat matanya terbuka, wajah tampan Desta yang tertangkap retinanya. Jarak mereka yang begitu dekat membuat hembusan napas teratur pria itu menerpa wajah cantik Diana. Seketika wanita itu terbangun. Merasa aneh karena tidur bersama manusia kulkas yang selama ini membencinya. Namun tiga detik kemudian ingatannya kembali pada pergumulan semalam. Pipinya merona saat apa yang terjadi kembali melintas dalam benaknya. Detak jantungnya berpacu lebih cepat hingga menyesakkan dada. Dengan sangat hati-hati ia turun dari ranjang menuju kamar mandi. Membersihkan tubuhnya lalu bermunajat pada Allah. Sepertiga malam terakhir adalah waktu yang sangat pas untuk berkhalwat dengan Sang Pencipta. Ia benar-benar menghayati setiap ayat yang dibaca dalam salatnya. Sementara pria yang terbaring di ranjangnya m
"Mau sampai kapan Lo numpang sarapan di rumah gue?"Pemuda itu tak tersinggung sama sekali. Tampangnya yang sedikit slenge'an terlihat tak terusik dengan sorot tajam tuan rumah. "Sampai gue bosen."Desta mendengus kesal. Merasa terganggu dengan kehadiran sahabatnya. Ini adalah hari bahagianya. Bisa dekat dengan istri setelah beberapa peristiwa yang membuat mereka saling acuh. Seharusnya hari ini ia bisa menikmati akhir pekan berdua saja. Dalam otaknya sudah berencana untuk membangun keintiman dengan wanita yang sejak semalam ia nobatkan sebagai bidadari di hatinya. Menebus kesalahannya yang membuat wanita di sampingnya ini menderita akibat perbuatannya. Namun kehadiran sahabatnya yak ubahnya seperti hama penggagu saat ini. Terlebih ketika melihat tatapan kagum darinya untuk sang istri. Ketenangan yang baru saja ia dapat, seolah terusik. "Di, hari ini ada acara? Ikut abang, yuk!" Pria yang sejak tadi menampilkan aura
Mobil hitam yang dikendarai Daniel melaju diantara padatnya kendaraan di jalan. Setiap hari minggu jalanan menuju utara memang sangat padat. Karena di sana banyak terdapat tempat wisata dan pusat perbelanjaan. Sebenarnya Diana enggan keluar rumah setelah semalam. Apalagi mendengar pernyataan cinta suaminya. Rasanya ingin menghabiskan waktu bersama saja seharian. Namun ketika sang suami tidak mencegahnya pergi, hatinya merasa kesal dan akhirnya menuruti abangnya yang sengaja membuat pria yang sudah mengakui perasaannya itu cemburu lagi. "Lihatlah mobil belakang itu, apa abang bilang," ucap Daniel sambil melirik spion dengan senyum mengembang. Diana yang sejak tadi larut dalam pikirannya langsung menoleh ke belakang. Matanya membelalak melihat mobil yang dikenalnya tepat berada di belakang mobil yang dinaikinya. "Itu kan mobilnya--""Ya, dia pasti mengikuti kita." Pria berjambang tipis itu terkekeh. "Kau lihat? Sepertinya ia sudah jatuh
Desta yang fokus memperhatikan istri dan sahabatnya, berjingkat mendengar suara yang dikenalnya. Meta, sejak kapan gadis itu ada disini. Bisa hancur rencananya ketika ada dia di sini. "Ngapain kamu di sini?""Harusnya aku yang tanya begitu, Sayang. Ngapain kamu ada di sini?" Gadis itu memutar lehernya. Mengedarkan pandangannya ke segala penjuru. Dadanya terbakar ketika melihat ada kakaknya di sana. "Oh, jadi kamu menguntit dia? Apa sekarang Kamu sudah mulai jatuh cinta padanya?" Karena tak ingin terjadi keributan, Desta hanya diam saja. Namun netranya tetap fokus mengamati gerak-gerik sang istri dan sahabatnya. Merasa diabaikan, gadis yang datang entah dari mana itu memutar otaknya untuk mencari cara agar Desta kembali padanya. Dengan percaya diri gadis itu menggandeng tangan sang kekasih dan menariknya menuju meja Diana. "Kakak, kamu di sini juga?" Seketika pasangan kakak beradik itu menoleh dan mendapati adik ser