Hari minggu ini, Adrian dan keluarganya tengah berada di car free day. Sengaja minggu ini Adrian menghabiskan jatah liburnya demi menemani Anna dan kedua anaknya yang sedari minggu lalu, merengek ingin mengunjungi car free day.Raja dan Ratu tengah sibuk memperhatikan berbagai jajanan tradisional. Sementara Anna, tengah menawar salah satu tas yang hendak ia beli."Lima puluh ribu saja lah bu," putus Anna dengan memeganh tas rajut handmade yang hendak ia beli."Tidak bisa mbak, itu sembilan puluh ribu udah mentok. Harga aslinya malah seratus lima puluh ribu,""Tapi ini tasnya kecil pak, harga bola rajut juga tak semahal itu. Lima puluh ribu ya pak," Anna masih saja kekeh dengan pendiriannya.Adrian yang melihat perdebatan, segera menghampiri."sembilan puluh ribu ya, saya ambil. Kembaliannya ambil saja buat bapak,"Penjual itu tersenyum lega menerima tawaran Adrian. Anna memandang suaminya dengan tatapan kesal. Sia-sia sekali rasanya, sudah capek-capek berdebat eh malah yang menang peda
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan lebih lima belas malam, anak-anak sudah tertidur pulas setelah setor hafalan pada ayahnya. Kini dua sejoli itu tenang asik menikmati waktu berduanya di balkon kamarnya, sembari memandangi rembulan yang terang benderang dihiasi gemerlap bintang.Senyuman bahagia tak luntur dari wajah Adrian dan Anna, keduanya asik menikmati hangatnya secangkir coklat panas buatan Anna."Terimakasih ya, sudah mau menjadi bagian dari keluarga mas. Sudah mencintai mas setulus hatimu, terimakasih"Anna mendengus saat ucapan terimakasih kesekian kalinya ia dengar dari mulut Adrian. Entah bukannya anna tidak suka mendengar ucapan itu, tapi hatinya merasa jika ucapan terimakasih itu seperti bentuk hutang budi Adrian terhadap dirinya.Diletakannya secangkir kopi panas yang sudah ia minum seteguk itu di meja bundar yang menjadi pembatas mereka.Anna menatap Adrian dengan intens, diraihnya tangan kekar itu dengan lembut."aku sudah memilihmu, itu artinya aku siap dengan segala
Adrian tersenyum saat pertama kali membuka matanya. Yang dia lihat pertama kali ialah wajah polos Anna yang masih tertidur lelap dipelukannya setelah semalam keduanya melaksanakan kewajibannya sebagai suami istri. Senyumnya Adrian semakin mengembang saat melihat tubuh polos istrinya yang seksi dibalik selimut tebal keduanya.Mungkin setelah ini, Anna akan menjadi candunya. Berkali-kali bahkan Adrian mendaratkan ciuman dipipi Anna, leher jenjang Anna yang mulus itu kini sudah memiliki jejak kepemilikan dari Adrian, tentu saja melihat itu Adrian semakin mengembangkan senyumnya.Setelah puas memandangi wajah cantik Anna, Adrian bergegas mengambil ponselnya. Ditatapnya layar ponsel itu dengan memicing,"ah baru setengah tiga rupanya" gumamnya.Tubuhnya dengan ringan bangun dari pembaringan, ini rutinitas rutinnya bagi Adrian untuk melaksanakan shalat tahajud. Adrian pun bergegas menuju kamar mandi untuk melaksanakan mandi wajib dan mengambil air wudhu sebelum membangunkan Anna.Tiga puluh
Siang ini, Anna sedang berusaha menenangkan Ratu yang tiba-tiba merengek tidak ingin ditinggalkan oleh Adrian. Padahal sepagi tadi Adrian sudah izin kepada kedua anaknya jika dirinya akan kembali ke Jakarta untuk seminggu kedepan dan keduanya mengizinkan, tetapi saat Adrian hendak pergi tiba-tiba Ratu mencegahnya dengan memeluk kaki Adrian erat."Sayang, ayah tidak akan lama. Cuma seminggu," Adrian kembali meyakinkan Ratu yang kini menangis dalam pelukannya."Ayo nak, sama bunda ya. Ayah kan mau kerja, kesihan loh nanti ayah ketinggalan pesawat" kini giliran Anna yang mencoba merayu Ratu."Ndaaaa, Ratu mau ikut!" Kekeuhnya Ratu. "Nanti ya, kita pasti pulang kesana kok. Tapi adek disini dulu ya sama bunda dan abang. Biar ayah selesaikan dulu kerjaan ayah ya, ayah janji akan segera pulang buat jemput kalian ya" lembut Adrian berucap, digendongnya Ratu dengan cepat."Ayah janji?" tanya Ratu menghentikan tangisnya.Adrian mengangguk, ia mengusap air mata Ratu dipipi cabinya itu."janji sa
Hari ini, Adrian mulai memantau pusat perusahaannya yang begitu banyak perkembangan setelah ditinggalkan. Rupanya Aruni, adik Rama itu benar-benar menjaga amanahnya untuk menjaga perusahaannya selama ia dan Rama mengurus anak perusahaannya di Surabaya.Tidak ada yang berubah dari kantor pribadinya, semua masih tertata rapi dari foto keluarganya sampai foto anak-anaknya yang terpajang didinding ruangan tersebut.Namun, begitu Adrian memasuki area operasional, ia menyadari bahwa ada lebih banyak perubahan daripada yang bisa dilihat oleh mata. Perusahaan yang dulu sering dilanda kekacauan internal kini beroperasi dengan efisiensi yang mengagumkan. Aruni, dengan gayanya yang khas, telah memperkenalkan sistem baru yang memungkinkan setiap departemen berkomunikasi dan berkoordinasi dengan lebih baik."Kakak!"Adrian tersenyum saat teriakan menggema itu kembali terdengar dari divisi hukum yang tak jauh dari tempat ia dan Rama berdiri.Rama yang mendengar hanya bisa menutup kedua mata dan tel
Sudah enam hari sejak percakapan Anna dan Adrian lewat ponsel berlalu, dan sejak saat itu pula Adrian seakan hilang ditelan bumi. Tanpa kabar, bahkan hanya untuk menanyakan kondisi anak-anaknnya saja tidak dan itu membuat Anna geram serta meragukan kesetian Adrian.Kemana dia? Saat kedua anaknya tiba-tiba demam bersamaan dan Adrian tidak bisa dihubungi bahkan orang terdekatnya pun nihil, tak pernah membalas pesan-pesannya. Apa mengurus perusahaan sesibuk itu? Entahlah, Anna tak begitu paham yang jelas ada keluarga disini yang menantinya harap-harap cemas, yang membutuhkan kasih sayangnya."Bunda, aku mau pulang" rintihan Raja entah kenapa membuat hati Anna terasa perih, tangannya yang masihdi pasang infus membuat Anna merasa gagal menjadi seorang ibu, terlebih lagi bukan hanya Raja, melainkan keduanya."Nanti ya nak, kata kakek kamu belum bisa pulang. Demamnya masih naik turun, nanti kalau kamu pulang sebelum waktunya yang jagain Ratu disini siapa? Kan kakek sama oma sibuk" Anna menco
Hari ini merupakan hari terakhir Adrian di Jakarta setelah semua urusan pekerjaannya selesai. Semyumnya mengembang saat ia duduk dibandara, tengah menunggu keberangkatan. Tidak lama lagi, ia akan bertemu dengan istri dan anak-anaknya yang sangat ia rindukan. Sepuluh hari sudah ia tinggal di Jakarta membuat rasa rindunya kian membuncah, hatinya sedikit menyesal saat prediksi kepulangannya tidak sesuai dengan apa yang direncanakan dari awal. Niatnya mau seminggu, eh malah kebablasan sampai sepuluh hari, jika bukan karna pekerjaan dan melepas rindu dirumah lama tak akan Adrian lakukan.Tidak bisa dipungkiri, selama sepuluh hari itu juga banyak hal yang berubah. Jakarta, dengan segala kesibukannya, telah memberikan pelajaran baru dan mengingatkan Adrian akan kecintaannya pada kota kelahirannya. Namun, setiap malam sebelum tidur, yang terbayang hanya wajah istri dan senyum anak-anaknya yang menanti di rumah."Gak papakan pulang sendiri?" tanya Rama saat Adrian hendak menaiki pesawat.Adria
Tangis anna pecah, tangannya kini sibuk memindahkan beberapa pakaian kedalam koper. Hatinya terasa perih saat mendengar ucapan Adrian yang begitu menohok.Tega sakali, padahal jelas-jelas Anna baru saja bisa istirahat setelah pulang dari rumah sakit, dan keluarganya serta tante Adrian bahkan absen membantunya mengurus sikembar karena ada beberapa hal yang harus mereka selesaikan mengenai pekerjaannya masing-masing.Ia merasa seperti dunia sedang berputar di sekelilingnya. Air matanya mengalir deras, tak mampu lagi ia tahan. Setiap potong pakaian yang dimasukkannya ke dalam koper terasa begitu berat, seolah membawa seluruh kenangan yang pernah mereka bagi bersama di rumah kecil itu."Bunda mau kemana? Kenapa bunda nangis?" Aktifitas Anna terhenti sejenak saat suara Raja mengalihkan atensinya."Bunda jangan tinggalin aku sama Ratu," pintanya Raja segera memeluk Anna dengan erat.Air mata Anna kembali meleleh mendengar kata-kata polos dari Raja, anak kembar yang baru berusia lima tahun i
Suara kumandang adzan subuh terdengar saling bersahutan dibeberapa mesjid yang tak jauh dari kediaman rumah megah tiga lantai itu yang mereka sebut dengan mansion itu berdiri paling mewah disekitaran perumahan warga. Didalamnya, gemericik suara air keran berjatuhan membelah kesunyian. Nampak, seorang wanita yang sudah mengenakan mukena berwarna putih itu bersandar di ambang pintu. Menatap remang-remang cahaya dihadapannya, menunggu kehadiran sang suami yang sepertinya tengah berwudhu.Seorang pria dewasa, berkoko putih lengkap dengan sarung hitamnya keluar dari kamar mandi dengan pandangan menunduk membuat rambutnya yang basah terkena air wudhu itu menetes. Tangannya cukup sibuk menurunkan lengan baju kokonya yang tersingkap. Matanya memindai kearah lemari, hendak mencari kopiah yang akan dikenakannya untuk shalat subuh hari ini. Setelah menemukannya, ia kenakan rapih kopiah ke kepalanya dengan sedikit menunduk, ia mendongak. Lantas terperanjat kaget saat melihat siluet berwarna puti
"Assalamualaikum, bu. Saya MUA yang dipesan bapak Adrian, bolehkah saya masuk"Anna menggeleng-gelengkan kepalanya, mencoba mengalihkan pikirannya dari kebingungannya. "Waalaikumsalam," jawabnya akhirnya, sambil membuka pintu untuk MUA yang datang.Seorang wanita muda dengan riasan wajah profesional dan perlengkapan lengkap memasuki kamar. "Selamat pagi, Bu Anna. Kita akan mulai dengan riasan dan hijab stylish. Bapak Adrian sudah memesan semua perlengkapan yang dibutuhkan."Anna mengangguk, berusaha tenang. "Silakan, mari kita mulai."Selama proses riasan, hai Anna mulai tidak enak pasalnya riasan yang sedang MUA itu lakukan padanya seperi riasan untuk seorang pengantin dan itu membuat Anna terus-menerus memikirkan apa yang akan terjadi. Masa iya Anna akan menjadi pengantin lagi? Ia kan hanya mengajukan syarat agar Adrian melakukan ijab kabul saja didepan orang tua dan saksi. Udah itu aja, bukan meminta mengadakan pesta besar-besaran. Saat MUA menyelesaikan riasan dan Anna berdiri di
Seminggu telah berlalu, Adrian kini masih berada di kediamannya Anna. Ia masih dalam proses penyembuhan, dan dalam seminggu ini Adrian hanya tidur sendiri di ranjang besar milik istrinya itu. Sementara Anna memilih untuk tidur disofa yang lumayan besar disudut kamarnya. Cukup nyamanlah untuk dipakai tidur. Seperti malam ini, Anna baru saja memasuki kamarnya dan terkejut saat menoleh pada Adrian yang kini tengah merebahkan tubuhnya disofa yang biasa Anna tempati sembari menonton beberapa siaran berita seputaran bisnis minggu ini. "Awas," usir Anna dengan cepat. Adrian mendongak, "mau tidur sekarang?" tanyanya bangkit dari pembaringan. Anna mengangguk, berjalan mengambil bantal dan selimut didalam lemari. "Jangan tidur dulu ya, mas mau ngobrol." pinta Adrian lembut. Anna mendengus sebal, ia meletakan bantal yang dibawanya keatas sofa. "Ngapain? Udah malam, aku ngantuk" tolak Anna halus.Anna malah merebahkan tubuhnya diatas sofa, padahal Adrian masih duduk disana.Adrian melihat ra
Anna duduk di tepi tempat tidur, menatap hujan yang terus menerpa jendela kamar. Suasana di luar yang dingin dan suram mencerminkan perasaannya saat ini. Suara tetesan hujan yang monoton dan gelegar petir membuat suasana hatinya semakin berat. Ia merasa terombang-ambing antara harapan dan ketidakpastian.Hujan ini seolah memberikan penekanan pada kebingungan dan rasa sakit yang ia rasakan. Hujan diluar nampaknya mulai agak mereda, membuat Anna bangkit untuk membuka jendela sekedar untuk menghirup udara pagi ini. Ia harap bau basah tanahnya yang menguar akan mampu menenangkan pikirannya dan berharap Adrian segera pergi dari rumahnya setelah ia menolak untuk bertemu dengannya.Jujur saja, Anna masih merasakan sakit hati atas perbuatan Adrian padanya tapi ia juga merindukananya namun logika Anna kali ini sedang berjalan, ia tidak akan luluh begitu saja saat ibunya bilang jika Adrian tidak memberikan surat yang Anna maksud melainkan Adrian datang ingin memperbaiki hubungan mereka. Jujur s
Sesubuh ini, hujan deras sudah melanda kota Surabaya. Sesekali petir menyambar bumi, dan Anna kini tengah memanfaatkan keadaan, seusai shalat subuh ia masih setia duduk diatas sejadah dengan menengadah berdoa sebanyak mungkin. Anna percaya, salah satu waktu mustajabnya doa ialah diwaktu hujan turun, dan Anna yakin Allah akan mendengar segala keluh kesah serta doa-doa dirinya.Anna memejamkan matanya, membiarkan suara hujan dan petir mengisi kesunyian sekelilingnya. Dalam kegelapan pagi itu, pikirannya melayang jauh, menelusuri berbagai harapan dan impian yang belum terwujud. Ia berdoa untuk kesehatan orang-orang tercintanya, untuk ketenangan dalam hidupnya, dan untuk petunjuk yang jelas dalam menghadapi jalan hidup yang penuh ketidakpastian, terutama untuk keutuhan rumahtangganya. Anna harap, Adrian tidak sungguh-sungguh dengan perceraian itu. Tak lama setelah ia berdoa, samar-samar ia mendengar bell rumah berbunyi. Entah siapa yang bertamu sepagi ini. Anna membuka matanya perlahan d
Setelah kepergian Aruni beberapa menit yang lalu, Adrian masih setia menyandarkan tubuhnya di kursi kebesarannya dengan kepala yang menengadah, menatap langit-langit. Ia bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang. Ucapan Aruni seperti perintah baginya, namun apakah harus secepat ini? Bahkan Adrian belum memiliki persiapan untuk bertemu dengan Anna beserta mertuanya. Tiba-tiba tubuh Adrian bergidik ngeri saat mengingat wajah ayah mertuanya yang terlihat begitu tegas nan berwibawa. Ia begitu malu, jika harus menghadap Dirgantara malam itu juga. Entahlah, nyali Adrian selalu menciut jika dirinya tau sudah melakukan kesalahan. Ah, memikirkan hal itu membuat kepalanya pening. Lebih baik ia sekarang bergegas pulang, menemui anak-anaknya. Rindu sekali ia bercanda dengan mereka. Ia pun bergegas pulang, mengendarai mobilnya sendiri tanpa ditemani Rama. Sengaja beberapa minggu ini Adrian membiarkan Rama untuk menjaga Aruni, menemani adik kesayangannya itu agar traumanya cepat sembuh. Seper
1 bulan kemudian ...Tepat satu bulan pertengkaran itu, rupanya Anna benar-benar pergi dari kehidupan Adrian dan kedua anaknya. Dengan terpaksa Anna tidak menuruti permintaan Raja kala itu, Anna benar-benar sakit mengingat Adrian mengajaknya bercerai kala itu. Padahal secara logika, Anna tidak salah dalam hal apa pun justru Anna hanya membantu agar emosi Adrian tidak menambah permasalahan kala itu. Namun, Adriaj terlalu emosi, ia mengartikan semua pembelaan dan kalimat penenangnya hanya untuk Mario, demi kebaikan mantan pacarnya itu.Dan sudah satu bulan ini hidup Adrian dan anak-anaknya begitu menyedihkan. Raja tak ingin berbicara dengannya sampai saat ini bahkan ia memilih untuk tinggal di pesantren al-anwar bersama jiddah dan jaddunnya sebelum Adrian membawa Anna kembali. Sementara Ratu, sampai sekaran putri kecilnya itu begitu murung, bahkan sering sakit-sakitan menggumamkan nama Anna sebagai bunda kesayangannya.Sudah berkali-kali Melati dan Darius menasehati agar Adrian menemui
"Bunda kenapa? Kok matanya bengkak, nangis ya?" kira-kira begitulah Ratu bertanya ketika menemui bundanya yang tengah melamun sendirian menghadap jendela kamar mereka. Anna tersenyum tipis, ia menyambut hangat putri Adrian yang semakin hari semakin cantik dan menggemaskan."Bunda ih katanya dirumah nenek, tapi pas kita kesana gak ada" kesal Raja yang tiba-tiba datang ke kamar mereka. Wajah tampannya menyiratkan kekesalan. Anna menarik napas dalam-dalam, mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menjelaskan."maaf ya, tiba-tiba kepala bunda pusing. Makannya bunda pulang duluan darisana, oh iya padahal disana masih ada ayah kalian loh kenapa malah buru-buru pulang?"Ratu dan Raja saling bertukar pandang, tampak bingung sekaligus khawatir. Raja yang biasanya tegas kini menunjukkan sisi lembutnya ketika melihat ekspresi Anna."Bunda pusing kenapa? Udah minum obat atau mau abang ambilkan sesuatu buat bunda?" tanyanya Raja dengan penuh khawatir dan perhatian, ia mendekat kearah Anna dan mengulu
Aruni terduduk dan termenung di kamarnya sejak sejam yang lalu. Meratapi nasibnya sekarang ini. Apakah ia akan sanggup menjalani hidup setelah ini? Apakah ia akan sanggup mengurus bayi tidak berdosa diperutnya itu? Entahlah, Aruni hilang arah. Dia marah, terluka, kecewa. Kalau saja malam itu ia tidak menolong Mario, mungkin sekarang Aruni akan baik-baik saja atau bahkan ia sudah berada di Surabaya menyusul pria yang dicintainya. "ARGHHHH!" teriakan amarah dari dalam kamar itu terdengar begitu memilukan, Melati dan Anna berusaha untuk mencoba memasuki kamar Aruni kembali namun tidak bisa. Sejam yang lalu, Aruni mengusir keduanya saat dokter Tia menyarankan agar Aruni dibawa kerumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut. Namun, Aruni menolak. Ia sudah tau hasilnya dan ia yang merasakannya, bahkan gelagat dokter Tia yang mencurigakan itu membuatnya gampang ditebak. Brak ... Prang ...Suara barang pecah dan berjatuhan membuat Melati dan Aruni panik, keduanya memutuskan untuk menghubung