Ana masih mencoba untuk menjernihkan isi otaknya saat ini. Ia benar-benar masih tak menyangka sama sekali dengan apa yang ia lihat di saat ini juga.
"J-jadi, supir yang bernama Ucup itu adalah atasanku yang sebentar lagi akan melakukan sesi wawancara kepadaku? Yang benar saja?" gumam Ana di dalam hatinya. Astaga, ia benar-benar tak menyangka sekali.
"Selamat pagi, bisa kita mulai sesi wawancara untuk hari ini?" tanya Nath yang telah menduduki kursi singgahsananya itu kali ini sambil menatap ke arah Ana yang tetap tak berkutik di hadapan Nath.
Ana mencoba untuk berpikir jernih. Ia lalu menghela napas sejenak, "Selamat pagi. Tentu saja."
"Padahal seharusnya ia tak perlu memastikan apa pun lagi kepadaku, mulai saja wawancara, banyak bicara," gerutu Ana di dalam hatinya.
Seorang wanita cantik berambut pirang nampak menyapa Ana dengan seulas senyuman manisnya. Menurutnya, ia sangat galak dan disiplin, mungkin saja menjadi salah satu wanita yang disukai oleh atasannya itu. Lihatlah, sekretaris pribadinya sangat cantik.
"Ini yang Anda inginkan, Tuan," ujar Jesica seraya menyerahkan sebuah iPad kepada Nath.
"Terima kasih, Jes. Kau boleh pergi," jawab Nath tanpa menatap wanita berambut pirang itu setelahnya.
"Baik, Tuan," jawab wanita yang bernama Jes tersebut. Saat ini ia juga memberikan seulas senyuman manisnya tersebut kembali kepada Ana. Perempuan itu tentu saja membalasnya kembali. Tapi ia masih tak yakin dengan penampilan Jesica yang begitu mewah. Biasanya wanita sepertinya hanya memasang sebuah topeng yang penuh dengan kepalsuan saja. Begitu menurutnya.
"Anastasia."
Ana yang mendengar namanya telah di sebutkan itu seketika menatap ke arah Nath dengan pandangan bingung. Apakah ia harus menjawabnya?
"Ya, saya sendiri," jawab Ana pada akhirnya.
Nath terdiam sejenak. Ia kembali membaca profil dari Ana secara mendetail.
"Hebat sekali. Kau rupanya telah menjadi lulusan terbaik tahun lalu di Harvard University," ujar Nath kemudian.
Ana nampak tersenyum senang saat mendengarnya. Ia memang menjadi seorang lulusan terbaik tahun lalu. Semua itu membuatnya mendapatkan banyak sekali pujian dari keluarganya dan juga teman-temannya. Kali ini ia mendapatkan sebuah pujian secara langsung dari atasannya. Wow, luar biasa. Ia pasti akan merasa sangat senang ketika memang telah dinyatakan lolos untuk bekerja di sana. Ia juga yakin bahwa semua perkataan media masa mengenai atasan mereka itu sangatlah salah. Lihat saja, bahkan setelah kejadian ojek online itu, ia sama sekali tak mendapatkan kecaman atau sejenisnya. Bahkan atasannya ini telah memberikan sebuah pujian kepadanya.
"Tapi, aku masih tak yakin dengan selembar nilai yang telah kau dapatkan itu. Bisa saja semuanya hanya kepalsuan belaka, bukan? Apa yang tidak bisa dilakukan di era yang begitu canggih seperti sekarang ini?" ucap Nath seketika dan berhasil membuat Ana nampak begitu terkejut saat mendengarnya.
Apa ini? Apakah Ana tak salah mendengarnya? Kenapa atasannya ini seketika menjatuhkannya begitu saja?
"Maaf sebelumnya, Tuan.."
Ana terdiam sejenak. Bahkan ia tak tahu siapa nama pria yang tengah menatapnya saat ini. Apakah ia David Hamilton yang disebutkan itu? Nathaniel Hamilton? Atau siapa? Ia bahkan masih bingung dengan silsilah keluarga Hamilton. Namun, yang ia ketahui hanyalah sosok Ayah dari pemilik company tersebut - Martin Hamilton.
"Tuan Martin Hamilton, saya benar-benar menyelesaikan pendidikan saya dengan baik dan jujur. Walaupun di luar sana ada banyak sekali cara untuk melakukan apa pun, tapi di sini saya benar-benar jujur," jawab Ana. Ia tak tahu harus menjawab apa lagi karena sudah terlanjur kesal seketika dengan ucapan pria ini. Percuma saja ia tampan rupanya.
"Martin Hamilton? Kau yakin?" tanya Nath seketika.
Ana merasa seperti tengah mengikuti sebuah orientasi dari kakak tingkat mereka yang hendak masuk ke perguruan tinggi. Ah, sial. Bahkan seketika ia merasa buyar untuk saat ini. Sama sekali tak ada satu pun yang ia ingat mengenai materi yang ia baca semalaman penuh.
"Maaf sebelumnya, tapi kenapa Anda tidak memperkenalkan diri terlebih dahulu sebelum mulai mengkritik isi dari biodata itu?" tanya Ana pada akhirnya. Sudahlah, ia tak peduli lagi kali ini.
Nath yang mendengarnya terlihat tersenyum kecil, "Haruskah aku melakukannya? Kukira bahwa kau telah siap mengenai semua hal yang berkaitan dengan Hamilton Otomotive Company. Aku pikir mengetahui nama CEO di sini sangatlah wajib."
Ana sudah tak tahan lagi. Ia ingin sekali kembali pulang ke rumah dan mencari lowongan pekerjaan yang lainnya. Masih banyak di luaran sana pekerjaan yang layak untuknya tentu saja.
"Hanya memperkenalkan diri saja. Apakah itu terasa sangat sulit bagi Anda?" tanya Ana dengan nada yang cukup meninggi.
Nath terdiam sejenak. Ia merasa ingin sekali untuk tersenyum geli saat ini, "Tugasmu mencari tahu soal identitasku, kembali lagi ke sini besok. Tapi, kau hanya bisa kembali jika sore nanti mendapatkan sebuah panggilan dari sekretarisku. Mengerti?"
Ana terdiam setelahnya. Ah, mudah saja. Ia akan mencarinya setelah ini. Hanya itu tugasnya?
"Kau boleh pergi," ujar Nath kemudian dan seketika itu juga membuat Ana tersenyum sinis. Apakah artinya bahwa ia telah ditolak mentah-mentah sebelum melaksanakan wawancara pagi ini?
"Baiklah. Terima kasih," jawab Ana dengan nada yang tak beraturan.
Setelah mengambil seluruh berkas dan juga tasnya, ia pun bangkit dari posisinya itu dan pergi berlalu dari dalam ruangan tersebut dengan langkah panjang dan juga cukup kesal dengan sang CEO.
Nampak Nath yang tengah membaca ulang bagian keahlian Ana saat ini. Ia nampak tersenyum kembali sambil mengambil ponsel miliknya dan mulai menghubungi seseorang yang berada di seberang sana.
"Tolong hapus dan tutup semua akses mengenai identitasku di mana pun, termasuk di media sosial. Bungkam semua pegawai yang ada di sini. Lakukan sekarang."
Setelah menutup panggilan tersebut, nampak Nath yang kembali tersenyum lebar setelahnya, "Aku rasa ini akan sangat menyenangkan. Apalagi ia adalah satu-satunya perempuan yang berani menggunakan nada tinggi seperti tadi di hadapanku."
Nath seketika teringat dengan satu hal yang telah ia dengar saat mengantarkan Ana tadinya, "Ia juga ingin memukul kepala atasannya, bukan? Wow."
Di sisi lain, untuk saat ini nampak Ana yang tengah menunggu lift tersebut terbuka.
Ia ingin sekali berteriak di depan wajah pria itu. Hanya saja ia masih memiliki kesabaran yang sedikit tadinya.
Ana teringat dengan nama dari aplikasi ojek online yang ia gunakan sebelumnya. Seketika itu juga meraih ponselnya untuk memastikan sesuatu di sana.
"Ana? Bagaimana semuanya?"
Pertanyaan itu lantas membuat Ana mendongakkan kepalanya. Ia melihat Jesica yang tengah berjalan berlawanan arah dengan Ana saat ini. Bisa di lihat bahwa Jesica sangatlah sibuk.
"Aku tak bisa menjelaskannya, Nona," jawab Ana kemudian.
Jesica nampak tersenyum, ia lalu mengulurkan tangannya, "Namaku Jesica. Aku adalah sekretaris pribadinya. Semoga semuanya berjalan lancar, Ana."
Ana yang menerima uluran tangan tersebut lantas tersenyum, "Terima kasih, Jes. Senang mendengarnya."
Percakapan itu harus terhenti karena Jesica harus menyelesaikan tugasnya hari ini. Mau tak mau ia pun memilih untuk pamit undur diri dari lantai satu.
Ana berjalan menyusuri gedung pencakar langit itu. Tentu saja dandanannya sangat berbeda dari mereka semua yang bekerja di sana. Ana sangat sederhana, namun mereka semua nampak profesional dan juga terkesan mewah sekali, sesuai dengan gaji yang mereka peroleh tentu saja.
"Ah, baiklah. Aku akan memeriksanya kembali setelah sampai di rumah nanti. Tapi, aku rasa ia nampak berbeda dengan foto profil dari ojek online yang telah aku pesan sebelumnya," gumam Ana seorang diri.
Ia lalu berjalan menuju ke sebuah cafetaria yang telah menjadi langganannya itu sampai saat ini.
Tentu saja untuk membeli sebuah makan siang dan juga makan malam yang nantinya akan ia santap itu.
Ia juga telah berpasrah mengenai lamaran pekerjaan yang satu ini. Jika ia berada di dalam sana dengan waktu yang lama, bisa di pastikan bahwa Ana akan dipecat dengan cepat karena tak suka dengan sifat atasannya itu, entah siapa namanya.
"Tapi, kenapa ia tak mengungkit masalah ojek online itu denganku tadi?" gumam Ana seorang diri.
***
"Nasi campur dan es jeruk."Ana terlihat menahan dirinya untuk tak memesan menu sapi panggang atau pun ayam panggang yang tertera di sana."Semuanya Rp18.000, ada tambahan lagi?" tanya sang kasir.Ana menggeleng. Ia lalu menyerahkan uang miliknya dan nampak menatap sang kasir yang tentu saja sangat tak asing baginya."Ah, kau lagi rupanya. Apakah waktumu untuk bekerja adalah tiap waktu di sini?" tanya Ana.Pria itu mengangguk sambil memberikan uang kembalian milik Ana, "Tentu. Aku sedang mencari uang tambahan di kota ini. Rupanya sangat sulit sekali."Ana mengangguk setuju saat mendengarnya, "Kau benar sekali. Ngomong-ngomong, aku Ana. Senang bisa bertemu denganmu kembali. Kau bahkan telah memberikanku sebuah informasi penting tentang diskon besar-besaran itu kemarin.""Namaku Gab. Dengan senang hati, aku akan memberitahukan mengenai diskon itu lagi kepadamu, bagaimana?" tawaran itu tentu saja membuat Ana mengangguk antusias."Kau bisa menyimpan nomor ponselku. Biarkan aku mencatatnya
Anastasia Ville - perempuan berusia 23 tahun itu tengah memeriksa ulang semua berkas yang telah ia unggah ke dalam formulir online tersebut.Sudah satu jam lamanya ia berkutat dengan semua itu, bahkan untuk sarapan saja ia masih belum sempat melakukannya."Baiklah, Ana, sebentar lagi semuanya selesai. Kau bisa melanjutkan kegiatanmu pagi ini dengan sarapan di luar sana, tapi tetap saja kau harus mencari makanan yang murah," gumam Ana seorang diri.Seulas senyuman manisnya pun terbit. Perempuan berambut cokelat itu lantas segera menekan tombol enter pada laptopnya. Alhasil, semua berkas yang telah ia masukkan pun sudah tak terlihat kembali.Ana menghela napas lega. Ia lalu menutup kembali laptop pribadinya itu dan segera beranjak dari posisinya saat ini. Sebentar lagi ia harus pergi ke salah satu cafetaria yang berada di dekat rumahnya itu.Ana mencoba untuk menghirup aroma tubuhnya sejenak. Ia mengedikkan kedua bahunya setelah itu, "Semuanya aman. Tubuhku masih wangi dan tentu saja ak
"Astaga, aku terlambat!"Ana terbangun karena ia mendengar suara yang berdering sangat keras sekali dari arah ponselnya. Tentu saja itu adalah bunyi dari alarm miliknya.Tak ada yang bisa ia lakukan lagi selain mempersiapkan dirinya dan juga menyantap sarapannya itu. Untung saja ia masih memiliki satu menu makanan yang kemarin ia simpan. Hanya perlu menghangatkannya saja setelah ini.Ana lalu menatap ke arah jam dindingnya saat ini sambil menyantap sarapannya itu. Ia hanya memiliki waktu 30 menit saja sebelum sesi wawancara itu di mulai hari ini."Semuanya sudah siap, tak usah menggunakan lipstik, sudah tak sempat untuk melakukannya," gumam Ana kemudian.Setelah ia membawa seluruh berkas dan juga perlengkapan miliknya itu, Ana lalu memutuskan untuk memesan ojek online. Tentu saja waktunya sudah sangat mepet sekali saat ini. Apalagi jarak kantor itu cukup jauh, belum lagi keadaan yang akan tersendat akibat banyaknya orang yang hendak pergi untuk bekerja pagi ini."Seharusnya aku pergi