"Iya, aku si penabrak nenek anda. Semuanya saya lakukan karena sakit hati yang selama ini saya terima dari perlakuan bengis saat kerja di kantor Sanjaya Group," tegasnya.
Andra segera menutup ponselnya. Lalu tertawa geli. Kemudian ia berbaring dan berusaha tertidur. Dalam kondisi rumah dan finansial pas-pasan, pemuda itu tetap bersikeras bersembunyi di ruko area rumah sakit dan menyamar menjadi orang biasa.
Motor kuning yang sempat ia gunakan untuk menabrak nenek Diana ia simpan di kamar kosong.
"Gue aman hidup di sini meski sendirian," gumamnya.
Siang hari tiba. Andra pergi menemui tantenya yang bekerja di kantor BUMN. Ia disambut hangat seperti ibu menyambut anak dan mereka berdua pergi ke cafe untuk berbincang-bincang.
"Aku mau cerita sama tante Rena, karena selama ini cuma tante yang sayang sama aku," kata Andra.
"Mau cerita apa? k
Suci masih belum mampu melupakan kebaikan Nenek Diana. Wanita tua yang sempat kenal dengannya. Setiap menatap foto nenek kandung Andhika ada rasa bersalah yang membuncah. "Tanpamu, nek. Aku gak bakalan nikah sama Mas Andhika," gumammya. Andhika tiba-tiba muncul sambil bersedekap. Ia berkata," Ngapain kamu? Itu foto nenek saya, urus Putri, enak aja hidup santai, gak kerja, gak apa, semuanya tinggal makan, saya juga yang capek!""Siapa yang nikahin aku? Aku dipaksa, iya kan! Kalau kasus ini udah beres kita langsung cerai! Aku gak tahan punya suami kayak kamu, ganteng juga buat apa kalau galak, banyak duit juga buat apa kalau jahat gini!" Balas Suci.Andhika tersulut. Ia memegang erat bahu Suci. Tatapan matanya tajam seperti ada cahaya yang terpancar."Kamu udah berani melawan ya sama suami! Dengar! Saya sudah sayang sama kamu!" "Serius, Mas?""Seribu rius!"Jantung berdegup kencang, iramanya beriringan dengan tatapan mata yang sayu. Perlahan-lahan Andhika mengecup Suci dengan lembut
"Dia Tante Rena, kenalan aku. Tapi, katanya dia bilang istri kamu ini ngaku-ngaku asisten aku, itu Tante Rena yang bilang lo. Amit-amit deh kalau Suci jadi asisten aku, lulusan keperawatan juga bukan!" Gerutu Indah. "Suci, bener kamu ngaku-ngaku jadi asisten Indah?" Tanya Andhika. Suci mengangguk pelan. "Begitulah, tujuan aku buat melindungi diri, ya orang kalau udah tahu aku ini istri orang kaya pastinya mereka bakal julid, iya kan?" "Terus, sepenting apa Tante Rena buat kamu, Indah?" Tanya Andhika. "Ya dia pasien aku," jawab Indah. "Aku kan dokter." Kemudian, seorang perawat menghampiri Indah. Ia berkata," Bu, ada pasien yang harus diperiksa di ruang VIP." Indah menghela nafas, dia langsung pergi tanpa berucap permisi. Suci pun mendelik pada suaminya. Ada rasa cemburu yang tak sanggup dia ucapkan melalui kata-kata. Akhirnya, Suci hanya duduk di kursi tunggu sambil bersedekap. "Mas, kita kan ke sini mau nostalgia kematian nenek, kenapa jadinya begini," protes Suci. "Cuma n
Siang hari yang cerah, Indah masih sibuk praktik di RS. Kemudian, seorang perawat memberitahukan ada pasien yang sedang menunggu di luar, sempat keheranan karena pasien tidak mau langsung menghadap dokter.Akhirnya, Indah mengalah untuk menemuinya meski di luar. Baru saja membuka gagang pintu, ada suara dua pria yang tiba-tiba terdengar. Dari percakapan mereka terdengar seperti ini."Pak Sofyan, bukannya Anda yang sudah lama cinta mati sama Suci? Harga dirimu di mana? Dia kan udah punya suami, cari aja yang lain!"Indah terkejut mendengar pernyataan itu. Akhirnya, dia memberanikan diri untuk menghadap Sofyan."Katanya ada pasien? Mana dia?" Tanya Indah."Saya pasiennya," jawab Sofyan. "Bisa kita bicara sebentar saja. Ya anggap saja saya pasien."Indah mengizinkan detektif itu masuk ke ruang praktik meski agak keberatan. Mereka duduk berhadapan layaknya pasien dan dokter."Ada apa? Kalau ada pasien kamu harus keluar," ucap Indah dengan nada yang ketus. "Begini, katanya kamu berteman
Hujan di sore hari masih turun deras, guyuran airnya sampai membanjiri garasi rumah. Pot bunga yang di halaman rumah pun terjungkal karena tersapu air. "Suci ke mana ya?" Gumam Andhika di depan garasi sambil menatap mobilnya. Ia bergumam lagi. "Pergi enggak, pergi enggak, pergi atau enggak! Lagian ada-ada aja keluar sore-sore begini!" Kebiasaan Andhika yang sering tempramental membuat istrinya sering kabur. Suara bentakan yang kadang menakutkan, bisa membuat seisi rumah menjadi gempar. "Padahal rumahku sudah mewah, tapi istri gak betah di rumah, kurang apanya ya? Apa aku sering bentak Suci, terus dia jadi takut?" Gumamnya. Adhika menghela nafas sejenak, bersandar di bemper mobil. Di sudut garasi ada sebuah payung hitam, dia bergegas mengambilnya. "Baru kali ini aku perhatian sama kamu, Suci." Hujan semakin deras, lagi-lagi Andhika dibuat kesal. Untuk melampiaskan amarahnya, dia memainkan smartphone dan membuka sosmed miliknya. "Hah!" Andhika terkejut melihat foto Suci dan Sof
Andhika membiarkan Suci mengantar Putri. Sedangkan dirinya diam-diam menemui Sofyan di kantor kerja. Setibanya di sana, Andhika tak mampu menunda kesabarannya, seraya memaksa detektif itu ke dalam mobil. "Maaf, apa-apaan ini!" Protes Sofyan."Saya mau bawa kamu ke suatu tempat. Ikuti saja," ucap Andhika.Beberapa menit di perjalanan, mereka akhirnya tiba di sebuah rumah mewah yang penuh dengan taman bunga. Mobil mewah masih tersimpan rapi, letaknya berhadapan dengan pintu masuk. "Rumah siapa ini, Pak Andhika?"Hal yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Pintu terbuka lalu terlihat Indah yang hendak berangkat kerja. Wanita itu terkejut sekaligus tersenyum manis."Silahkan masuk," ajak dia."Maaf, boleh kita bicara sebentar?" Tanya Andhika. Seraya mendekati dokter cantik itu dan tepat berdiri di hadapannya. "Sejak kapan kamu kenal wanita yang bernama Tante Rena?""Dia pasien aku, gak lebih," sahut Indah. "Kenapa sih kalian penasaran sama dia, pertanyaan kalian itu kayak teror buat aku!
Sekuat tenaga, Andra berlari menelusuri trotoar dan menyebrang di zebra cross. Lalu, sebuah mobil melintas dengan kecepatan penuh, hingga akhirnya menabrak Andra hingga jatuh tersungkur di tengah jalan. Keesokan harinya, Andra baru saja membuka mata, sayup-sayup tatapannya yang buram menyaksikan sebuah ruangan yang putih, terdengar suara rekaman detak jantung, tangannya terasa pegal karena ditusuk jarum infusan, nafasnya agak sesak dan sekujur badannya mengalami sakit yang tak bisa diungkapkan kata-kata. "Kamu sudah siuman ternyata, gimana sekarang?" Tanya Sofyan. "Ini ruang ICU." Andra tertawa geli, dari raut wajahnya seperti tidak ada rasa berdosa. "Kalian yang menginginkan saya begini, kan? Biarkan saya mati, gak usah urusin jenazah saya kalau nyawa sudah hilang. Biar urusan hukum kelar." "Saya ini detektif, Pak Andhika yang bayar semua fasilitas di sini sampai kamu sehat," ucap Sofyan. "Pastinya biar saya mengalami hukuman yang lebih berat, tapi dia tidak pernah tahu bagaim
"Perkenalan kita yang berawal dari Andra, ngapain juga tante ngikutin aku terus, pengen uang aku ya?" Sindir Indah.Tante Rena geleng-geleng kepala mendapati sikap Indah yang semakin aneh saja. Tetapi, dia tak lantas menghindar, wanita dewasa itu tetap tenang di hadapan Indah seolah-olah tidak terjadi apa-apa."Kamu puas udah lihat Andra sekarat?" "Puas? Aku rasa--"Percakapan mereka terhenti karena seorang perawat menghampiri. Raut wajah perawat itu tampak suram, ia berkata," Kalian berdua siapanya Mas Andra?""Saya tantenya, ada apa ya?""Maaf, saya harus memberitahu kabar duka ini, Mas Andra baru saja menghembuskan nafas terakhir, beliau sudah wafat, silahkan ditengok dulu sebelum kami pindahkan," suruh perawat itu.Tante Rena tak dapat membendung air mata lagi, menjerit dengan keras kala menyaksikan keponakan yang sudah menjadi jenazah. Wanita itu terus menggerutu. "Kenapa kamu ninggalin tante? Maafkan tante yang gak bisa jagain kamu."Sedangkan Indah menatap dengan pandangan men
Indah naik pitam. Ia melemparkan bantal dan berkata," Kamu gak percaya, barusan suami kamu maksa buat ciuman?" Wajah Indah memerah, dia tak melanjutkan perdebatan dengan Suci. "Aku pergi dulu dan kamu mesti tanggung jawab, Andhika," tegas Indah. Bruk! Pintu dia tutup dengan kencang. Andhika menghela nafas, duduk di kursi putar sambil termenung. "Kamu udah makan, Papa Andhika?" Tanya Suci. "Saya gak nyangka, kenapa Indah bisa senekad itu mencium paksa bibir saya. Ini bukan bercanda, apa dia dari dulu sudah terlalu mencintai saya? Menurut kamu gimana? Sumpah, saya benar-benar gak nyangka," ucap Andhika. "Indah itu memang udah cinta mati sama kamu, dari dulu," ucap Suci. "Suci, apa kamu juga cinta mati sama Sofyan? Jawab jujur!" Tegas Andhika. Seraya menghampiri istrinya yang masih menggendong Putri. Namun, Suci hanya diam terpaku. Dia tak mau menjawab. "Sofyan itu udah jadi teman yang perhatian buat aku dari dulu. Waktu aku punya masalah, dia yang sudi melindungi," ung
"Jujur saja kamu mau menyingkirkan Suci dari hidup saya," ucap Andhika. "Sayangnya, gagal!""Aaarrrghhh!" Indah berteriak. Dokter itu menutup telinganya sambil terisak-isak. "Kamu gak pernah menghargai cinta aku, Andhika!""Karena demi cinta kamu menghalalkan segala cara. Padahal masih ada pria lain yang mau menikahi kamu. Sayangnya, rencana kamu untuk menghancurkan rumah tangga saya sudah gagal. Saya terlanjur mencintai Suci," terang Andhika. "Yang kamu lakukan itu menyakitkan, saya gak pernah menyakiti kamu.""Mungkin bagi dokter Indah sangat menyakitkan, tapi waktu saya tertimpa gosip perselingkuhan itu memang benar-benar mengecewakan, perilaku kamu gak bisa dimaafkan, Indah," tegas Sofyan.Sofyan mengeluarkan sebuah borgol di hadapan Indah . Pemandangan itu tentunya membuat Indah sesak nafas dan panik."Sekarang saya tanya, apa kamu pelaku penusukan sewaktu di Monas?" Tanya Andhika. "Apa buktinya kalau aku pelakunya?" Tanya Indah."Waktu saya lap sepatu kamu dengan tissue. Saya
"Perlu kamu ingat, jangan sekali-kali lagi kamu sebarkan gosip mengenai saya dan istri. Akhir-akhir ini saya mendapat musibah, kenapa kamu gak sebarkan saja beritanya, biar semua orang tahu kalau orang jahat berkeliaran di sekitar," ucap Andhika. Andhika tampaknya tidak mau berlama-lama berhadapan dengan Revi. Ia menghindar dari pertemuan itu sampai Indah menyusulnya. "Katanya mau ketemuan, tapi malah kabur," protes Sofyan. "Sorry, saya harus tugas sekarang," pamit Revi. Kemudian, staf khusus kantor muncul. Seorang pria tampak geram berhadapan dengan Revi. Ia berkata," Saya sudah mendengar percakapan kamu sama dia. Revi, sejak kapan kamu jadi MC di infotainment? Acara apaan itu?" Lantas, Sofyan menunjukkan sebuah borgol besi di hadapan gadis itu dan berkata," Anda tahanan kami." Revi melunglai, dia duduk dahulu di sofa dan mulai terisak-isak. "Kenapa? Apa ada peran lain di belakang kamu? Kalau masih menutupi kasus terpaksa saya akan laporkan kamu ke pengadilan, bisa dikenai hu
"Kan ada aku, Mas? Aku istri kamu," ucap Suci. "Aku yang lebih berhak melayani kamu. Selama jadi istri ya aku yang harusnya layani suami.""Maaf, aku lagi gak butuh kamu," tukas Andhika. Tiga hari kemudian, Andhika pulang ke rumah. Tidak ada senyum yang tersungging di wajahnya kecuali kepada sang gadis kecilnya."Mana anak Papa?" "Ini, Papa," sahut Putri. Meskipun dalam kondisi belum pulih, Andhika tetap menggendong gadis kecilnya."Mas, hati-hati," pinta Suci."Pa, Mama bilang hati-hati tapi kok diem aja?" Tanya Putri. "Lagi berantem, ya?""Enggak, Sayangku. Malam ini kamu tidur temenin Papa ya, biar ada teman ngobrol, udah lama Papa gak masuk ke dunia kamu," ucapnya. Andhika lantas mengajak Putri ke kamarnya.Sementara itu, Suci menyambangi dapur, menyiapkan masakan untuk keluarganya. Ketika, mengiris sayuran, tiba-tiba mertuanya menyapa. "Suci, kamu masak buat kapan?" Tanya Pak Adi."Makan malam nanti, aku mau buatkan makanan yang enak buat keluarga, anggap saja ini perayaan ke
Suci memeluk Sofyan dengan erat sambil terisak-isak. "Makasih sudah menolong Mas Andhika, ya? Kalau gak ada kamu, aku gak tahu harus minta tolong ke siapa," ucapnya. Sofyan melepas pelukan itu. Lalu menyeka air mata Suci. "Kamu udah cinta sama Andhika, ya? Syukurlah kalau begitu, pertahanan rumah tangganya ya, jangan cerai," pinta Sofyan. "Aku pergi dulu." Tak berselang lama, muncul Ibu Marlina dan Pak Adi. Kepanikan terjadi bahkan ibu kandung Andhika itu meraung-raung di depan ruang rawat. "Gimana kronologisnya?" Tanya Pak Adi. "Anak saya jadi begini, korban kriminal yang tidak tahu diri." "Saya sedang berusaha mencari pelakunya," sahut Sofyan. "Mohon doanya ya, biar kasusnya cepat selesai." "Apa semua ini gara-gara kamu, Suci! Anak saya stress karena berita kamu sama detektif ini, kalau terbukti berselingkuh silahkan kalian hengkang dari kehidupan kami!" Tegas Ibu Marlina. "Suci tidak bersalah apapun," sangkal Sofyan. "Ada pihak lain." "Pokoknya saya lagi gak mau baikan sam
"Terus, siasat kamu ke depannya mau apa?" Tanya Indah. "Kalau bisa libatkan aku juga ya biar bisa bantu kamu." Andhika tersenyum tipis. Ia menyambangi ruang tamu kemudian duduk di sofa. "Kamu bisa duduk di depan saya?" Tanya Andhika. Indah menuruti apa kata Andhika. Gadis itu tampak pasrah saja. "Saya sudah melaporkan kasus ini ke pihak berwajib, tinggal mencari orangnya, siapa dalang di balik menyebarnya gosip. Reporter itu yang harus kami usut," ucap Andhika. Wajah Indah memerah, mulutnya tampak gemetaran. "Kenapa? Kamu panik?" Tanya Andhika. Ia lantas ke dapur dan kembali lagi sambil menenteng air hangat. Air hangat itu dia berikan pada Indah dan berkata," Ini buat kamu biar gak panik." Indah tercekat, melihat segelas air hangat yang masih beruap, apalagi Andhika yang tampan yang menyodorkan segelas air itu. "Kamu gak pernah lupa memperhatikan aku," ucap Indah. Lalu, dia menerima segelas air hangat dan diteguk sampai habis. Indah berurai air mata. Bulir bening itu sem
"Suci, bisa saya jelaskan dulu, itu cuma gosip," ucap Andhika. "Iya itu cuma gosip. Pastinya kamu lebih memilih menyelamatkan nama baik keluarga dibanding aku. Selama ini aku cuma jadi korban," keluh Suci. Ia mulai terisak-isak. Kemudian, Sofyan menghadap Suci yang sedang menyeka air matanya. Seraya memberikan selembar tissue dan berkata," Dari tangisnya, saya bisa menebak kamu membutuhkan kasih sayang dan perhatian. Kasus ini bisa selesai dalam waktu satu atau dua bulan ke depan, saya akan berjuang demi kamu." Mungkin, jika Suci belum menjadi istri orang lain, pasti sudah memeluk Sofyan. "Aku masih bisa menghadapi ini, makasih tawarannya, kamu gak perlu berjuang demi aku. Karena Mas Andhika sudah berjuang lebih dulu," ucap Suci. "Dengar itu, Pak Andhika," tegas Sofyan. Istri Anda ternyata sudah membela mati-matian. Sayangnya, Anda kurang tahu diri. Ingat! Kasus ini semakin rumit, mungkin saja butuh waktu untuk menemukan titik terangnya." "Saya bisa mencari detektif yang lebih
"Sekarang, sekalian aku mau ajak Carla," sahut Sofyan. Dia meraih tangan Carla lalu merangkul pinggang bak biola itu. Suci menyusul setelah mereka keluar kantor. Apalagi melihat pemandangan bak sepasang kekasih. "Mereka bukan orang asing, mereka temanku. Apa aku harus siap kehilangan Sofyan," gumamnya. "Kenapa aku merasa keberatan Sofyan dekat sama Carla. Temanku yang hampir hilang dari ingatanku." Saking penasarannya, Suci menguntit dua orang itu ke tempat tujuan. Sebuah perusahaan televisi swasta ternama yang selalu memberitakan gosip miring mengenai keluarga Andhika. Namun, langkah Suci terhenti di sana. Seraya berbalik arah dan pergi. Sementara itu, Sofyan memaksa Carla untuk menemui manajer perusahaan televisi. Sayangnya, Carla tampak keberatan. "Kamu bisa bantu, kan? Saya dapat tugas khusus dari Andhika," ucapnya sambil memelas. "Mau bantuin apa? Kenapa juga kamu bawa aku ke sini?" Protes Carla. "Tanyakan reporter wanita yang katanya teman kamu itu," suruh Sofyan. Ca
Tak ada cara lain, Suci bermurah hati menerima gulungan tissue dan hendak mengelap baju Indah. Namun, Andhika merebut tissue itu dan berkata," Saya yang salah, kenapa harus istri saya yang melakukan. Kamu bukan barang suruhan orang." Andhika lantas mengelap cairan jus di baju Indah. Meski gulungan tissue itu habis, tidak akan bisa membersihkan nodanya karena sudah terserap kain. Tapi, Indah tidak menolak kebaikan Andhika. Dokter cantik itu tampak menikmati meksipun berdiam diri. "Kalian tahu? Suci itu memang wanita biasa tapi cerdas. Dia mampu menghormati siapapun, memperlakukan orang sekitarnya dengan baik dan tulus. Itulah kenapa saya bertahan dengan dia," terang Andhika. Gulungan tissue itu hampir habis. Andhika menunjukkan sisanya di depan mata Indah. "Noda di baju kamu susah hilang, lebih baik dicuci saja atau mau ganti dengan yang baru?" Tanya Andhika. "Urusan baju itu bukan perkara hati. Aku bisa beli yang lebih bagus lagi," ucap Indah. "Gak usah banyak penjelasan soal k
Dan mereka menjadikan malam untuk berbaikan, saling meminta maaf. Andhika memanfaatkan waktu tersebut menjadi momen yang penuh kasih sayang, mesra dan saling memuaskan. Pagi hari tiba, jam sembilan yang sudah cerah, Andhika dan Suci tampak semangat untuk pergi. Mengenakan baju yang elegan dan perhiasan yang mewah. "Kita berangkat sekarang," ajak Andhika."Kamu semangat banget sih, gak biasanya," ucap Suci. "Yakin mau ketemu Sofyan? Kemarin sempat marah gara-gara aku nyebut nama dia.""Orang arogan itu kadang mikirnya pendek, tapi setelah dipikir-pikir ada benarnya juga," ucap Andhika. "Kamu segar banget hari ini. Apa karena udah disembur malam tadi ya? Sampai kamu mengejang kenikmatan, kayaknya harus rajin.""Mas, gak usah dibikin serius, kita cuma nikah kontrak, gak lebih," sangkal Suci."Sssstttt, jangan bahas itu, kita pergi sekarang," ajak Andhika.Tiba di kantor kerja Sofyan, mereka berpapasan dengan Indah dan seorang teman wanitanya. Tetapi, Andhika tidak menyapa lebih dulu."