Wanita itu menghela napas panjang, lalu menatap Sean dengan tatapan menyalahkan. "Kalau nggak bisa cuci piring, jangan dipaksa.""Gimana kalau sampai terluka? Lagian, pecahan seperti ini nggak bisa dipegang pakai tangan. Bukannya ada sapu di samping?"Teguran itu penuh dengan kekhawatiran.Sean tidak berkata apa-apa. Saat Tiffany mengangkat kepala dan refleks melirik, dia melihat mata Sean yang penuh kelembutan. Pria itu berujar, "Jadi, kamu masih peduli padaku."Tiffany terdiam. Tatapan itu membuat wajahnya panas. Dia menggigit bibirnya. "Tentu saja aku peduli!"Setelah mengatakan itu, Tiffany merasa ucapannya terlalu ambigu, jadi buru-buru menambahkan, "Kamu ini tamu di rumahku. Kalau terjadi sesuatu, aku yang harus tanggung jawab!"Sean tersenyum tipis dengan tatapan penuh makna. "Cuma itu?""Ya ... memang cuma itu. Memangnya kamu mau apa?""Kamu pasti tahu jawabannya."Tiffany mendengus, lalu memutar bola matanya dan mulai mencuci piring di wastafel.Sean masih tersenyum tipis. Dia
"Jadi, itulah kesalahan Filda."Dengan gerakan anggun, Sean mengambil piring yang sudah dicuci oleh Tiffany, lalu satu per satu meletakkannya ke dalam lemari sterilisasi. Suaranya tetap tenang."Meskipun 2 tahun lalu dia melakukan itu bukan untuk menjatuhkanmu, sekarang dia kembali meminta Dina meniru suaramu dan merekayasa kejadian masa lalu. Itu berarti, dia memang menargetkanmu."Selesai berbicara, Sean menoleh dan menatap Tiffany dengan serius. "Jadi, apa rencanamu? Sore tadi, dia sudah mengirim rekaman baru yang dibuat oleh Dina ke email Pak Morgan, juga ke banyak jurnalis dari media berita dan jurnal akademik."Mata Sean menyipit sedikit. "Aku sudah minta Brandon untuk menghalangi sebagian besar berita, tapi bagaimanapun kita ini bukan dewa. Kita nggak bisa tahu dengan pasti ke mana saja dia mengirimkan rekaman itu."Karena ini menyangkut reputasi akademik Tiffany, semakin sedikit orang yang tahu, semakin baik."Terima kasih atas usaha kalian." Tiffany menghela napas. "Besok pagi
Tatapan-tatapan itu membuat Tiffany merasa sangat tidak nyaman. Secara samar, dia sudah bisa merasakannya. Hal terburuk yang Sean katakan tadi malam sepertinya benar-benar terjadi."Tiff!" Begitu sampai di kantor, Julie langsung menyambutnya, menariknya masuk ke dalam ruang penyimpanan."Ada masalah ya?""Ya!" Julie mengeluarkan ponselnya dan membuka sebuah artikel dalam bahasa asing. "Seseorang menggunakan koneksinya untuk menyebarkan artikel ini ke media akademik kedokteran global tadi malam.""Pukul 4 pagi tadi, pemimpin dari Kota Kintan langsung mencari Pak Morgan dan memintanya untuk menyelidiki kejadian 2 tahun lalu. Dampaknya terlalu besar!"Tiffany mengerutkan kening, menerima ponsel dari Julie, lalu membaca artikel itu dari awal hingga akhir.Artikel itu membahas tentang insiden medis 2 tahun lalu, bahkan menyebutkan nama dirinya dan Zion. Mereka juga membandingkan suara aslinya dengan rekaman yang dipalsukan.Kolom komentar lebih parah lagi. Hampir semua orang menghujat Tiffa
Tiffany mengerutkan kening, dengan sigap menghindari asbak yang melayang ke arahnya.Brak! Asbak itu langsung menghantam lantai marmer dan pecah berkeping-keping."Pak Morgan." Tiffany mengerutkan kening dan melangkah masuk dengan tenang."Kamu masih tahu jalan ke sini?" Morgan mengacak-acak rambutnya dengan wajah geram, lalu melotot tajam ke arah Tiffany. "Tutup pintunya!"Tiffany menurut dan menutup pintu dengan patuh."Apa sebenarnya yang kamu pikirkan?" Morgan terlihat sangat frustrasi, menggaruk kepalanya dengan ekspresi tak berdaya. "Kalaupun kamu ingin menyelamatkan Zion, kamu nggak perlu mengorbankan dirimu sendiri!""Sekarang rekaman itu sudah menyebar ke media luar negeri. Masalah ini nggak bisa ditutupi lagi!"Tiffany tertegun sesaat, baru menyadari bahwa Morgan telah salah paham. Sampai saat ini, Morgan masih mengira bahwa berita dari luar negeri itu adalah permainan yang dibuat oleh Tiffany sendiri untuk menyelamatkan Zion."Pak Morgan, aku nggak sehebat itu." Tiffany ters
"Aku ingin Zion datang ke tempat itu."Morgan tertegun sesaat dan tampak ragu, lalu akhirnya mengangguk."Benar juga. Nggak peduli bagaimana kejadian itu terjadi di masa lalu, Zion tetaplah orang yang terlibat. Dia memang harus ada di sana. Tapi ...."Morgan menggigit bibirnya dan berkata dengan nada khawatir, "Aku takut dia nggak mau datang.""Kamu juga tahu seperti apa sifat Zion. Filda adalah gurunya sejak kuliah, sementara kamu adalah orang yang paling banyak membantunya setelah dia mulai bekerja. Memintanya untuk datang dan menyaksikan kalian berdua berselisih ... sepertinya nggak mudah."Tiffany mengatupkan bibir, sudah memperkirakan hal ini sebelumnya. "Aku akan mencoba membujuknya.""Baiklah." Morgan menghela napas panjang. "Aku akan segera memberi tahu semua pihak, termasuk para pemimpin. Besok, atas nama rumah sakit, aku akan mengadakan konferensi pers. Para pemimpin kota serta media akan hadir untuk menyaksikan langsung."Setelah mengatakan itu, Morgan menatap Tiffany dengan
Sebenarnya, Tiffany sangat ingin menyusul Sean dan Conan. Bagaimanapun, mereka berdua tidak terlalu akrab dengan Zion.Namun, ketika dia mengangkat pandangannya dan melihat Michael yang duduk di samping Sanny, dia langsung mengurungkan niatnya.Meskipun saat ini Michael terlihat begitu lembut terhadap Sanny, bahkan sampai menuruti semua perkataannya, Tiffany tahu seperti apa sifat aslinya.Michael sama seperti ayahnya. Di mata mereka, hanya ada kepentingan keluarganya sendiri, tidak pernah ada yang namanya kasih sayang.Bukti paling nyata adalah bagaimana Ronny dulu rela membutakan mata Michael sendiri tanpa sedikit pun keraguan. Membiarkan pria seperti ini berada di kamar Sanny sama seperti memasang bom waktu!Tubuh Sanny masih sangat lemah. Jika Michael berniat melakukan sesuatu padanya, Sanny bahkan tidak akan sempat meminta bantuan!Tiffany menarik napas dalam, lalu menatap Michael dengan tatapan dingin. "Pak Michael, Bu Sanny perlu beristirahat dengan baik. Kalau nggak ada hal pen
"Cuma masalah sepele begini?" Sanny menggeleng. "Tapi kalau Sean tahu, dia pasti akan sangat marah. Di matanya, orang tua adalah sosok yang seperti dewa dan dewa nggak mungkin berbuat kesalahan."Setelah mengatakan itu, dia melambaikan tangannya. "Baiklah, aku sudah mengerti maksudmu. Aku akan memberi tahu Sean pada waktu yang tepat."Michael menundukkan kepalanya, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu. Namun, pada akhirnya dia hanya terdiam.Jika dia tidak salah ingat, sebelum dia diusir dari rumah, dia pernah mendengar Ronny yang sedang mabuk berkata, "Menantu Keluarga Japardi itu memang luar biasa! Aku cuma tidur dengannya sekali, tapi nggak pernah bisa dilupakan!""Sayangnya, perempuan itu terlalu kejam. Jangankan tidur, menyentuhnya pun aku nggak berani ...."....Meskipun Tiffany merasa Sanny tahu membedakan mana yang baik dan buruk, saat melewati meja perawat, dia tetap meminta perawat untuk lebih memperhatikan kondisi Sanny.Perawat yang duduk di meja resepsionis melirik Tiffany
Filda yang sudah beruban tampak menyipitkan matanya, lalu secara refleks menoleh untuk melihat Tiffany. Tiffany juga sedang menatapnya.Dua wanita itu saling berhadapan. Satu dengan tatapan dingin dan tajam, sementara yang satu lagi dengan ekspresi datar dan tenang.Saat mata mereka bertemu, Tiffany tersenyum lembut pada Filda. "Kamu menghalangi jalanku."Filda tertegun sejenak. Saat itu juga, dia baru sadar bahwa saat mendengar Tiffany menyebutkan ada seseorang yang menjebaknya, tubuhnya secara refleks menegang dan berdiri di depannya.Menyadari hal itu, dia segera menyingkir ke samping. Para dokter muda yang berada di sekitarnya ikut membuka jalan untuk Tiffany."Terima kasih." Tiffany tersenyum, lalu berbalik dan berjalan keluar.Setelah dia mengambil beberapa langkah, tiba-tiba Filda sadar dan buru-buru memanggilnya, "Dok Tiff!"Tiffany menghentikan langkahnya, lalu menoleh dengan senyuman tipis. "Ada apa?"Filda menatap ke arah yang dituju Tiffany. "Kamu mau ke mana? Arah yang kam
Sean menggenggam setir mobilnya, tangannya sedikit membeku.Dia menatap kaca spion tengah dengan ekspresi geli, melihat wanita yang tampak terkejut sekaligus tersentuh itu. "Aku cuma nyatakan perasaan ke kamu, perlu mikir sejauh itu?"Wajah Tiffany memerah. Dia mengintip ke arah Sean dengan hati-hati melalui kaca spion. "Aku cuma merasa aneh saja ...."Suara wanita itu lembut dan agak manja. "Ngapain kamu tiba-tiba ngomong kayak gitu? Nggak ada angin, nggak ada hujan."Genggaman Sean di setir semakin kencang. Dia mengatakan itu bukan tanpa alasan! Semuanya ada alasannya!Sean menatap wanita yang duduk di kursi belakang, hatinya penuh dengan emosi. Selama 5 tahun, dia terus mencari Tiffany.Bahkan saat Sean belum menemukannya, Tiffany tetap nekat menyelamatkannya dalam kebakaran besar yang terjadi 3 tahun lalu.Setelah menyelamatkannya, Tiffany malah tidak mengatakan sepatah kata pun. Kalau dibandingkan dengan Vivi yang selama 3 tahun ini terus mengklaim dirinya sebagai penyelamat dan m
Awalnya, Sean masih begitu yakin orang yang menyelamatkannya di tengah kebakaran saat itu adalah Tiffany. Namun, Mark dan Charles terus menjelaskan padanya bahwa orang yang berada di ambang kematian pasti akan berhalusinasi. Lama-kelamaan, dia juga merasa semua itu hanya halusinasi. Setelah kemunculan Vivi, dia benar-benar percaya Tiffany tidak pernah menyelamatkannya.Namun kini, perasaan Sean benar-benar bergejolak saat teringat kembali dengan perkataan Zion dan melihat buku kenangan di tangannya. Yang berarti orang yang menyelamatkannya saat kebakaran tiga tahun yang lalu adalah Tiffany.Satu menit kemudian.Rika yang baru saja turun tangga dan hendak mulai membersihkan rumah pun mengambil pel lantai. Saat Sean tiba-tiba turun dari lantai atas sambil memegang buku kenangan dan melangkah menuju pintu keluar, dia kebingungan. Tadi Sean berkata ingin mengantar jaket untuk anak-anak, sekarang malah hanya membawa sebuah buku.Saat tangannya hampir menyentuh gagang pintu, Jason berhenti s
Sean mengantar kedua anaknya ke TK."Kamu ayahnya Arlo dan Arlene?" tanya bibi di TK itu dengan ramah.Sean menggandeng tangan kedua anaknya, lalu menganggukkan kepalanya dan menjawab dengan tenang, "Ya.""Serahkan saja anak-anak padaku."Bibi itu menarik tangan Arlo dan Arlene sambil tersenyum, lalu mengingatkan Sean, "Belakangan ini cuacanya mulai dingin dan ramalan cuaca juga bilang hari ini akan turun hujan. Sepertinya pakaian Arlo dan Arlene terlalu tipis. Bisakah kamu pulang dan mengambil jaket untuk mereka? Sistem imun anak kecil masih lemah. Kalau nggak menjaga mereka tetap hangat, mereka akan mudah masuk angin."Setelah ragu sejenak, Sean menganggukkan kepala. "Baik."Sean langsung mencari jaket di dalam lemari setelah kembali ke rumah, tetapi tidak menemukan yang cocok. Saat hendak menelepon Tiffany, pandangannya tiba-tiba tertuju pada koper yang terletak di bawah tempat tidur Arlo.Dia pun menepuk keningnya. Saat Tiffany ikut dengannya ke Kota Aven, Tiffany pasti sudah menyi
Vivi berkata dengan tatapan penuh dengan tekad dan nafsu, "Bagaimana kalau kita berdamai saja? Aku janji mulai sekarang aku nggak akan berpikiran yang macam-macam terhadap Sean, asalkan kamu nggak memberitahunya kebenarannya dan mengusirku."Setelah mengatakan itu, Vivi mengangkat empat jarinya dan melanjutkan, "Tenang saja, aku bersumpah kelak aku benar-benar nggak akan mengganggu Sean lagi. Aku sebenarnya nggak begitu mencintainya juga, aku hanya tertarik pada status dan kedudukannya saja. Masih ada banyak pria baik di dunia ini, aku bukannya nggak bisa hidup tanpa dia. Jadi ...."Tiffany menguap, lalu menatap Vivi dengan tatapan meremehkan. "Vivi, kamu nggak merasa sekarang kamu ini benar-benar lucu? Aku dan Sean adalah pasangan yang akan bersama-sama seumur hidup, jadi aku pasti akan memberitahunya hal ini. Aku sudah membuat masalah yang begitu besar karena sebelumnya aku menyembunyikan hal ini, jadi aku nggak akan menyembunyikan apa pun lagi dari dia.""Soal kamu .... Aku nggak pu
Melihat Vivi yang begitu ahli melempar semua tanggung jawab pada Lena, Tiffany tertawa. Dia menatap Vivi dengan ekspresi cuek dan berkata, "Bagaimanapun juga, Lena sudah menjadi adikmu selama puluhan tahun ini, tapi kamu malah memanfaatkannya seperti ini. Apa kamu nggak merasa bersalah sedikit pun?"Vivi mendengus. "Kenapa aku harus merasa bersalah? Sejak kecil, dia selalu merebut barangku di rumah. Orang tuaku juga bilang nilainya lebih bagus, jadi mereka nggak mengizinkanku untuk terus bersekolah lagi. Malah dia yang boleh bersekolah. Kalau bukan karena orang tua kami meninggal dalam kecelakaan saat dia SMP, aku pasti harus bekerja untuk membiayai sekolahnya ke SMA.""Apa haknya? Aku ini anak kandung orang tuaku, semua ini seharusnya milikku."Seolah-olah teringat dengan berbagai kejadian masa lalu, tatapan Vivi menjadi ganas dan nada bicaranya terdengar liar. "Lena itu bukan adikku dan aku juga nggak pernah menganggapnya sebagai adikku. Kalau bukan karena dia masih berguna, aku suda
Saat ini, Vivi sedang bersandar di tempat tidur sambil menonton drama dan matanya sudah berkaca-kaca karena terbawa suasana. Dia mengira itu adalah perawat yang mengantar sarapannya saat mendengar ada yang mengetuk pintu, sehingga dia merespons dengan santai. "Masuk saja."Setelah mengatakan itu, Vivi bahkan sempat mengomel, "Bukankah aku sudah bilang jangan begitu pagi antar sarapannya? Kalau terlalu pagi sarapan, nanti aku sudah lapar lagi sebelum waktunya makan siang."Tiffany yang mendengar perkataan Vivi begitu masuk ke dalam kamar pun tersenyum dan berkata dengan tenang, "Sepertinya aku memang nggak sopan ya. Apa aku seharusnya datang menjenguk sambil membawa sarapan?"Vivi terkejut sejenak saat mendengar suara wanita dengan nada dingin dan menyindir, lalu mengangkat kepalanya dan melihat Tiffany yang sudah berpakaian rapi sedang berdiri di depan pintu. Dia mengernyitkan alis, lalu mengambil remot dan mematikan dramanya. "Nona Tiffany, kenapa kamu bisa datang ke sini?"Tiffany me
Saat Tiffany tersadar kembali, itu sudah keesokan paginya dan Julie menjaganya di samping dengan mata yang masih merah.Melihat Tiffany yang sudah bangun, Julie segera membantu Tiffany untuk duduk. "Bagaimana? Apa ada yang sakit?"Tiffany memijat pelipisnya yang sakit. "Kenapa aku di sini?"Julie menuangkan segelas air dan menyerahkannya pada Tiffany, lalu menghela napas. "Kamu sudah sibuk menyelesaikan tugas akhir selama beberapa hari ini, jadi nggak istirahat dengan baik. Kejadian di pintu lembaga riset kemarin membuatmu terlalu kaget dan kamu juga terlalu sedih saat dengar kondisi Xavier, jadi kamu pingsan. Tapi, sekarang kamu sudah baik-baik saja.""Hanya saja, tunangan dari Xavier sudah semalaman nggak tidur. Dia terus duduk di samping tempat tidur dan memegang tangan Xavier. Dia bilang dia yakin satu jam lagi Xavier pasti akan bangun. Tapi, waktu terus berlalu, Xavier masih tetap begitu. Dia masih terus yakin Xavier pasti akan sadar, jadi dia mau tunggu sampai Xavier bangun."Set
Lena merangkak mendekat dan menggenggam ujung celana Tiffany, lalu berkata, "Aku bersedia mengakui kesalahanku dan dihukum sesuai hukum, tapi tolong jangan sakiti kakakku. Jangan melibatkan dia dalam masalah ini. Aku mohon padamu."Tiffany mendengus, lalu langsung mengangkat kakinya dan menyingkirkan tangan Lena. "Karena kamu memohonku, jadi aku harus menurut padamu? Kalau tahu hari ini akan begini, kenapa kamu harus melakukannya? Kamu pikir kamu bisa lolos dari hukum setelah melakukan semua ini?"Wajah Lena langsung menjadi pucat. Sebenarnya, dia sudah memperkirakan semua yang terjadi sekarang, tetapi kakaknya terus murung selama beberapa hari ini. Kakaknya bilang Tiffany sudah kembali, berarti dia harus meninggalkan Sean dan Kota Aven.Selama tiga tahun ini, Lena melihat dengan jelas betapa baiknya kehidupan kakaknya di sisi Sean. Jika meninggalkan Sean, kakaknya akan kehilangan pengobatan yang terbaik dan standar hidup kakaknya juga akan memburuk. Dia mengakui dirinya bukan orang ya
Kepala Lena langsung terpelintir ke samping karena tamparan itu. Dia menjilat darahnya yang amis dan manis di sudut bibirnya, lalu menatap Miska yang menamparnya dengan tatapan yang dingin. "Kamu pikir kamu ini siapa?"Miska menatap Lena dengan dingin dan berkata, "Aku ini tunangan pria yang di dalam. Karena kamu, tunanganku baru jadi seperti sekarang. Kalau terjadi apa-apa padanya, aku nggak akan memaafkanmu."Setelah menatap Miska dengan tatapan menyindir selama beberapa saat, Lena tertawa. "Kamu adalah tunangannya pria itu? Kalau begitu, kamu benar-benar kasihan. Kalau kamu nggak bilang, aku akan mengira kamu ini adiknya Tiffany. Kemungkinan besar, pria itu bersamamu karena menganggapmu sebagai pengganti Tiffany, 'kan?"Setelah mengatakan itu, Lena melanjutkan sambil menggelengkan kepala dan ekspresinya terlihat kasihan. "Sayang sekali. Meskipun sudah ada kamu yang sebagai pengganti, hatinya tetap nggak bisa melupakan Tiffany. Kalau nggak, dia juga nggak akan menabrak truk itu demi