Share

Hanya Mimpi

Penulis: Reina Putri
last update Terakhir Diperbarui: 2024-04-19 15:08:12

"Itu hanya mimpi, jangan terlalu dipikirkan, ya!" ucap Mas Adnan setelah sekian lama ia terdiam. Pandangannya beralih dari wajahku, tatapannya lurus ke jendela kamar namun terlihat kosong. Akupun langsung meraih tangannya hingga membuat ia kembali menatap wajahku, seketika aku tersenyum padanya.

"Iya mas, aku tau itu hanya mimpi. Dan aku yakin, kamu adalah pria yang paling setia," ucapku untuk kembali mencairkan suasana.

Kurasa, ucapanku barusan sudah merubah mood nya. Sedari dulu, kami memang paling sensitif jika membahas soal orang ketiga. Aku yang sensitif dan sangat cemburuan selalu saja memasukan ucapan ibu mertua yang sengaja memanas-manasiku ke dalam hati, ujungnya, aku selalu curiga pada Mas Adnan bahkan hingga terbawa mimpi. Sedangkan, Mas Adnan sendiri tipe orang yang tak mau terus-terusan membahas masalah yang sama. Karena ia punya prinsip sekali tidak tetap tidak, dan sudah beberapa kali Mas Adnan mengatakan padaku kalau dia tidak akan pernah mengkhianatiku untuk selamanya.

Mas Adnan mengusap rambutku dengan lembut, tapi pandangannya kembali menatap ke arah yang lain. Biasanya, jika seperti itu, ia sedang ada masalah atau sesuatu yang sedang ia pikirkan. Dengan perlahan, akupun meraih tangannya, lalu berusaha untuk duduk. Mas Adnan dengan sigap langsung membantuku.

"Sayang, apa perutmu tidak sakit jika duduk seperti ini?" tanyanya setelah aku berhasil duduk bersila dengan bantuannya.

Aku meraba perutku pelan, memang aneh, rasanya tidak sakit sama sekali. Tapi, setelah kuingat lagi, katanya aku sudah tertidur selama satu tahun, itu artinya mungkin lukaku memang sudah sembuh. Dengan cepat, akupun langsung menggeleng pada Mas Adnan hingga Mas Adnan tersenyum lalu duduk di sampingku.

"Sepertinya, kamu sedang memikirkan sesuatu, mas?" tanyaku membuka kembali pembicaraan diantara kami.

Mas Adnan langsung menoleh, entah kaget atau apa, aku tak bisa menebak raut wajahnya. Aku hanya mengangkat sebelah alisku dan menunggu jawaban darinya, namun Mas Adnan malah mengalihkan pandangannya seraya mengusap wajah.

"Mas?" tanyaku lagi sambil memegang bahunya hingga membuat Mas Adnan kembali menoleh. Ia menggenggam kedua tanganku lalu menatap kedua mataku dengan lekat.

"Inara, maaf!" ucapnya pelan serta terdengar menggantung. Ia menundukkan wajahnya hingga membuatku memicingkan mata seraya menunggu kata selanjutnya, namun sepertinya Mas Adnan enggan melanjutkan.

"Maaf? Untuk apa, mas?" tanyaku kemudian.

Mas Adnan mengangkat kembali wajahnya, entah mengapa melihat tingkahnya yang seperti itu membuat hatiku tak tenang.

"Maaf karena aku telah mengingkari janjiku," sahutnya membuatku langsung terkejut.

Janji apa yang Mas Adnan maksud?

Aku hanya bisa bertanya-tanya dalam hati dan mencoba untuk menepis semua kemungkinan buruk yang kupikirkan.

"Mas, bicara yang jelas! Jangan buat aku berpikir yang tidak-tidak!" ucapku setelah sekian lama aku membisu.

"Maaf, karena hari ini aku tidak menyiapkan apapun untuk aniversary kita," sahutnya setelah sekian lama aku menunggu. Jawaban itu membuatku akhirnya menghembuskan nafas lega.

Aku tersenyum seraya balas menggenggam tangannya.

"Tanggal berapa ini, mas?" tanyaku.

"Lima Februari. Ini aniversary kita yang ke tiga, sayang," sahutnya. "Tapi aku malah tak membuatkan apa-apa untukmu," sambungnya kemudian tertunduk lesu.

Aku mengusap bahunya seraya tersenyum, jika ia meminta maaf hanya untuk hal sekecil itu, aku sungguh tak merasa masalah. Lagi pula, jika aku koma, siapa juga yang tau dan bisa menjamin kapan aku terbangun, makanya aku memaklumi jika Mas Adnan sama sekali tak menyiapkan surprise untukku seperti tahun-tahun yang lalu.

"Itu tidak masalah, mas. Justru aku sangat senang karena pada saat aku membuka mata, kamu adalah orang pertama yang aku lihat. Itu artinya, kamu selalu setia menemaniku di sini 'kan?" ucapku membuat Mas Adnan mengangguk, ia meraih kepalaku lalu membenamkan wajahku di dadanya.

"Ayo, lebih baik sekarang kamu tidur, ini sudah malam," bisiknya seraya melepas pelukan. Aku menengok ke arah jendela, di luar semua lampu sudah menyala, nampaknya hari memang sudah berganti malam.

"Mas akan pulang?" tanyaku seraya menatapnya, berharap ia akan tetap di sini dan menemaniku, tapi aku juga teringat pada Dara, ia pasti sedang menunggu ayahnya pulang.

"Tidak, aku akan tidur di sini," sahut Mas Adnan seraya mengusap rambutku.

"Lalu Dara?"

"Aku akan menelpon pengasuhnya, dan menyuruhnya menginap untuk menemani Dara," jelas Mas Adnan membuatku sedikit tenang.

Aku segera membaringkan kembali tubuhku di atas tempat tidur. Namun seketika aku terkejut saat Mas Adnan juga ikut membaringkan tubuhnya seraya mengulum senyum, ia terus memandangku hingga membuatku merasa salah tingkah.

"Aku sangat merindukan momen seperti ini, sayang," bisiknya.

"Mas, ini rumah sakit!" ucapku untuk mengingatkannya, namun Mas Adnan malah terkekeh seraya memeluk tubuhku.

"Aku hanya ingin tidur sambil memelukmu, boleh 'kan?" tanyanya membuatku mau tak mau hanya mengangguk, meski sebenarnya aku merasa risih, takut tiba-tiba ada dokter atau perawat yang masuk.

Namun tak bisa di pungkiri, tidur dalam dekapan Mas Adnan membuatku langsung terlelap ke alam mimpi.

"Sekali tidak, tetap tidak!"

Suara yang terdengar begitu lantang itu langsung membuatku terkejut dan terjaga. Namun, kurasa ada yang aneh dengan tubuhku saat aku tiba-tiba tak bisa menggerakkannya sama sekali.

"Dia itu pasti sudah mati! Untuk apa kamu membuang waktumu untuk menemani mayat hidup itu?!"

Lagi, suara yang terdengar tak asing ditelinga ku itu kembali menggema di ruangan ini.

"Cukup, Bu! Dia masih hidup, baru saja kami mengobrol, Inara hanya sedang tidur, mungkin dia lelah."

Kali ini aku begitu yakin kalau itu adalah suara Mas Adnan. Ia pasti sedang berbicara dengan ibu. Tapi, aku sangat heran kenapa aku tak bisa menggerakan tubuhku sama sekali.

"Pulang, Adnan! Karin pasti sedang menunggumu!

Kali ini suara ibu terdengar penuh penekanan. Namun, seketika aku terheran saat mendengar nama Karin.

Siapa dia?

Bukankah anakku bernama Dara?

Sederet pertanyaan itu terus berputar dikepalaku seraya aku juga terus berusaha untuk membuka mata dan menggerakan tubuh. Atau setidaknya, aku ingin berbicara untuk bertanya, siapa Karin.

"Cukup, Bu! Untuk kali ini, tolong biarkan aku berdua saja dengan Inara."

Terdengar suara Mas Adnan melemah seolah memelas, hingga tak lama terdengar langkah kaki yang dihentakan dan mulai menjauh. Aku yakin, ibu pasti sudah pergi dari kamar ini.

Aku kembali mencoba untuk menggerakkan tubuhku dan berbicara, namun sayangnya usahaku sia-sia. Semuanya terasa berat dan lidah terasa kelu, bahkan kedua mataku juga terasa rapat dan tak bisa dibuka.

"Ya Tuhan, apa yang terjadi dengan diriku?" desahku dalam hati. Hingga beberapa kali aku terus berusaha dan aku benar-benar merasa lelah.

Bab terkait

  • Dimadu Saat Koma   Aku Mendengarnya

    Kreet!Aku kembali terkejut dan terjaga saat mendengar derit ranjang yang kutempati. Kedua mataku membuka sempurna hingga kulihat langit-langit kamar dengan lampunya yang masih menyala. Jantungku berdebar kencang dengan tubuh yang sedikit bergetar akibat rasa kagetku.Dengan perlahan, kurasa sebuah tangan mengusap kepalaku dengan lembut."Sayang, kamu kenapa? Apa kamu kaget? Maaf, aku tak bermaksud membuatmu kaget," ucap Mas Adnan sedikit berbisik.Aku segera mengusap wajahku, dengan rasa yang sedikit lega karena ternyata kali ini aku bisa menggerakkan tubuhku dengan normal."Inara, kamu gak apa-apa 'kan?" tanya Mas Adnan lagi.Aku langsung menatapnya seraya menggeleng pelan. Mas Adnan tersenyum lalu memberikan segelas air untukku."Kamu minum dulu!" titahnya. Akupun segera meraih gelas ditangannya lalu minum."Hari ini aku akan membawa Dara ke sini, dia pasti sangat senang. Kamu gak apa-apa 'kan aku tinggal sendiri dulu? Lagi pula, sebentar lagi akan ada dokter yang memeriksamu," uca

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Dimadu Saat Koma   Mantan Pacar

    "Ada yang ingin ditanyakan lagi?" ucap Dokter Feri membuyarkan semua lamunanku.Aku hanya menggeleng pelan kemudian menatap ke luar jendela. Sedangkan ia langsung melakukan tugasnya sebagai seorang dokter."Syukurlah, semuanya normal. Mungkin besok kamu sudah bisa pulang. Selamat, ya! Aku rasa ini sungguh seperti sebuah keajaiban," terangnya setelah melakukan pemeriksaan. Sebuah senyum nampak merekah dari bibirnya, hal itu langsung membuatku menoleh seraya tersenyum sinis padanya.Aku memicingkan mataku, entah kenapa tiba-tiba aku sangat merasa benci padanya. Aku menaruh curiga kalau semua yang terjadi adalah karena ulahnya."Tak usah berpura-pura! Tolong jawab dengan jujur! Ini semua ulah mu, 'kan? Kamu sengaja membuat aku tidur selama satu tahun dan mengatakan pada orang-orang kalau aku koma. Iyakan?!" ucapku to the point. Tak lupa, aku juga menekankan setiap kata yang kuucapkan.Seketika raut di wajah Dokter Feri berubah. Ia terdiam seraya memandangku dengan lekat. Tak lama kemudia

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Dimadu Saat Koma   Bertemu Dara dan Pengasuhnya

    "Mama ...!"Seketika Dara menangis seraya menyebut kata mama saat aku hendak menyentuhnya. Ia memeluk Mas Adnan dengan erat, sepertinya ia ketakutan."Mas, kenapa Dara takut padaku?" tanyaku dengan dada yang mulai terasa sesak."Mungkin, Dara hanya belum terbiasa. Kamu tenang saja, nanti dia juga pasti dekat denganmu. Kamu kan ibunya," jelas Mas Adnan mencoba untuk menenangkan ku. Namun tangisan Dara semakin membuat hatiku terluka. Nampaknya, ia memang benar-benar takut dan merasa asing padaku."Mas, apa kamu tak pernah membawanya ke sini menjengukku? Apa kamu tak pernah mengatakan padanya kalau aku ini ibunya?!" tanyaku sedikit kesal dengan air mata yang mulai lolos."Maaf Inara, Dara masih sangat kecil. Tolong kamu maklumi, ya!" ucap Mas Adnan seraya menggendong Dara. Ia terus menenangkan Dara dan terus mengatakan kalau akulah mamanya. Namun, nyatanya Dara tak mengerti, ia hanya terus meronta dan menangis saat aku mencoba untuk mendekatinya."Dara sayang, ini bunda, nak! Kamu jangan

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Dimadu Saat Koma   Ibu Mertua

    "Bu, tolong ... perutku s-sakit sekali," lirihku dengan sedikit terbata. Aku mengulurkan tanganku yang bergetar padanya berharap ia mau membantuku, sedangkan Karin sudah membawa Dara keluar dari kamarku. Hal itu membuatku juga menjadi cemas takut terjadi sesuatu yang buruk pada Dara, pasalnya kami terjatuh dan terbentur cukup keras."Dasar menyusahkan!" rutuknya seraya meraih tanganku.Ibu membangunkan ku dengan kasar hingga dengan refleks aku menjerit saat merasa perutku sakit bagai akan terbelah dua."Astagfirullah! Ada apa ini?" teriak seorang pria dari ambang pintu.Pria berjas putih itu dengan sigap langsung berlari ke arahku, meraih tubuhku dari cengkraman tangan ibu dan membaringkanku ke atas ranjang dengan sangat hati-hati."Maaf, Bu. Tidak seharusnya ibu kasar pada pasien. Sudah jelas dia sedang sakit," ucapnya pada ibu mertuaku. Sedangkan ibu hanya berdecak seraya mengatakan kalau dia tidak bersalah karena aku jatuh sendiri karena kecerobohan ku.Tanpa menanggapi ocehan ibu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-19
  • Dimadu Saat Koma   Kepergok

    Ucapan ibu tadi malam membuat aku tak bisa tidur semalaman, ditambah lagi, aku juga kepikiran soal kondisi Dara, meskipun Mas Adnan sudah memberitahuku kalau dia baik-baik saja, namun tetap saja aku belum juga tenang.Hari ini Dokter Imam sudah menegaskan kalau aku harus kembali menjalani perawatan barang beberapa hari lagi, namun ketidak sabaran ku untuk segera pulang membuat aku akhirnya memutuskan untuk kabur.Mas Adnan yang tau kalau aku belum bisa pulang tidak datang ke rumah sakit dan hal itu sangat menguntungkan ku, karena jika dia tau rencanaku sudah pasti Mas Adnan melarangnya.Beruntungnya, Mas Adnan sudah sempat membawakan aku baju ganti, jadi aku langsung mengganti baju rumah sakit dan memakai baju tersebut lalu keluar dari kamar secara diam-diam. Namun ternyata ramainya orang yang berlalu lalang di koridor rumah sakit membuatku leluasa untuk keluar tanpa ada yang curiga.Sepanjang perjalanan aku terus menatap keadaan kota yang ku rasa memang sudah berubah, aku bahkan belu

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Dimadu Saat Koma   Konfrontasi

    "Inara, tunggu!"Ku dengar Mas Adnan memanggilku, namun aku tak peduli dan terus berlari hingga sampai melewati beberapa rumah, kakiku sudah tak sanggup lagi untuk melangkah.Mas Adnan memelukku dari belakang, ia menangis seraya meminta maaf padaku."Maafkan aku! Maafkan aku, sayang! Maaf!" hanya kata itu yang terus keluar dari mulutnya hingga membuat duniaku saat ini terasa runtuh. "Kamu jahat, mas! Tega, kamu! Kamu sudah mengingkari janjimu, mas! Kamu jahat!" racauku disela air mata yang terus mengalir. Bayangan pernikahan kami bagai sebuah vidio seketika kini berputar di kepalaku, momen sakral yang bapak sangat inginkan itu terjadi penuh kesederhanaan namun sangat bermakna bagiku. Aku ingat betul, dimana saat itu bapak menitipkan aku pada Mas Adnan, memintanya agar menjagaku dan menyayangiku sepenuh hati, dan yang paling mengharukan, bapak meminta Mas Adnan berjanji untuk tidak menduakan aku dengan alasan apapun juga.Hari itu aku dapat melihat kelegaan juga kebahagiaan di wajah

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Dimadu Saat Koma   Hati yang Retak

    "Iya Inara, apa yang dibilang Adnan itu benar, jadi gak usah terlalu baper! Lagian dari awal juga ibu gak setuju buat sandiwara seperti ini. Gak penting dan buang-buang waktu saja!" ucap ibu masih dengan nada ketus seperti biasanya."Sayang, kamu percaya 'kan? Sebagai party nya nanti kita diner, ya! Aku sudah booking lestoran, mudah-mudahan kamu suka," sambung Mas Adnan seraya tersenyum padaku."Oh, jadi cuma prank?" gumamku seraya memaksakan senyum."Makasih, mas! Ini benar-benar kejutan istimewa. Saking terkejutnya, aku bahkan sampai pingsan. Untungnya saja, aku tak punya riwayat penyakit jantung. Selamat, mas! Surprise kamu tahun ini benar-benar luar biasa, aku pasti akan selalu mengingatnya," sambungku sinis. Sedang Mas Adnan hanya diam, sesekali ia dan Mas Feri saling melempar pandangan sedangkan ibu meneruskan langkahnya dan keluar dari kamarku.Seperti janjinya tadi siang, malam ini Mas Adnan mengajakku untuk makan malam di luar, ia nampak sudah rapih dengan pakaiannya, semerba

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-29
  • Dimadu Saat Koma   Lagi?

    Mas Adnan memegang kedua bahuku. "Inara!"Dipaksanya aku duduk kembali dan menatap kedua matanya."Inara, aku janji, istriku hanya ada satu, yaitu kamu. Sampai kapanpun, cintaku hanya untukmu dan tak akan pernah terbagi. Silahkan kamu permalukan aku di depan orang banyak jika sampai aku mengingkari janjiku," ucapnya. Dua jarinya ia angkat di udara.Aku hanya bisa menanggapinya dengan senyum meski keraguan itu masih saja muncul. Semoga saja, apa yang Mas Adnan janjikan benar-benar ia tepati. Hanya saja, mendadak aku teringat Dara. Sebagai seorang Ibu, aku tak ingin meninggalkan anakku itu terlalu lama. Segera, akupun mengajak Mas Adnan pulang. Terlebih kala melihat cuaca di luar sedang sangat buruk karena hujan yang begitu deras Akan tetapi, begitu tiba, Ibu Mertuaku menyambut kami dengan sinis, "Bagus! Bagus! Kenapa gak sekalian aja nginep di hotel? Puas-puasin aja itung-itung bulan madu dan gak usah pedulikan anak yang lagi nangis kejer di rumah gak ada yang urus!" serunya. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2024-04-30

Bab terbaru

  • Dimadu Saat Koma   Mengunjungi Toko

    "Loh, Inara? Kamu, kok-"Mas Adnan nampak terkejut dengan kehadiranku di toko. Ia yang tadi nampak sedang berbicara serius dengan salah satu kariyawannya langsung menghentikan pembicaraan dan meminta pria itu pergi."Ada yang bisa aku bantu, mas?" tanyaku.Aku melangkah seraya mendorong stroller Dara kemudian duduk di depan Mas Adnan yang juga sudah duduk di kursinya.Mas Adnan hanya menghela nafas, detik berikutnya ia malah meraih buku dari meja dan segera menaruhnya dengan cepat kedalam laci. Tingkahnya seolah aku tak ingin melihat isi dari buku tersebut."Ada masalah?" lagi aku bertanya seraya memicingkan mata padanya."Nggak, kok," sahut Mas Adnan singkat. Detik berikutnya ia tersenyum."Dari tadi kamu tanya masalah, sedangkan kamu sendiri belum jawab pertanyaan mas. Kamu kenapa kesini?" kali ini Mas Adnan mulai terlihat rileks."Mulai hari ini aku akan bantu mas di toko," sahutku."Nggak usah, kamu di rumah saja," ucapnya cepat. Ia berdiri lalu menggendong Dara dari stroller, mem

  • Dimadu Saat Koma   Melawan Ibu Mertua

    Aku hanya mengangguk tanpa menoleh padanya ataupun mencoba untuk melepaskan pelukannya."Kuharap, dengan tinggal satu atap, lama kelamaan kalian akan mulai terbiasa. Aku suamimu, tapi aku juga suami Karin. Kuharap, seiring berjalannya waktu, tak akan ada lagi rasa cemburu diantara kalian," bisiknya.Dadaku terasa panas mendengar ucapan Mas Adnan barusan. Namun, aku tak ingin berdebat diwaktu sepagi ini. Aku hanya berharap suatu hari Mas Adnan bisa merasakan apa yang kurasa."Mas pamit dulu!" sambungnya lagi.Mas Adnan mencium pipiku lembut. Ia kemudian juga mencium Dara yang masih terlelap. Sedangkan aku sendiri terus berusaha memalingkan wajah agar tak bersitatap dengannya.Barulah setelah Mas Adnan berlalu dan menutup pintu, tangisku kembali pecah."Selamat datang di dunia baru, Inara!" gumamku seraya tersenyum getir.Tok! Tok! Tok!Belum sampai sepuluh menit aku di dalam kamar, pintu kamarku kembali diketuk. Entah ibu atau Karin, yang jelas aku merasa benar-benar risih dengan kehad

  • Dimadu Saat Koma   Kembalinya Sang Madu

    Entah berapa jam aku terlelap, yang jelas rasa sakit dan pusing dibagian kepalaku masih sama seperti sebelumnya.Aku kembali terjaga saat mendengar keributan diluar sana. Suara pintu dan bel berbunyi saling bersahutan. Entah siapa yang bertamu dengan se rusuh itu.Kulirik jam yang tergantung di dinding. Ternyata sudah pukul lima pagi."Siapa sih, yang bertamu subuh-subuh begini?" decakku kesal."Maaf, mbak! Tadi aku abis solat dulu! Biar aku aja yang buka pintunya!" ucap Lila saat kami berpapasan di depan tangga."Ya sudah, kamu lihat siapa yang datang. Aku juga belum solat," sahutku seraya kembali naik keatas.Sesampainya di kamar, aku langsung membersihkan diri di kamar mandi, kuharap dengan itu bisa membuat kepala dan tubuhku lebih segar dari sebelumnya. Usai berpakaian, akupun mengambil alat solat dan mulai menunaikan kewajiban ku. Namun, di akhir solatku, aku kembali terkejut saat kini justru pintu kamarku yang diketuk dengan tak sabar.Tak ingin Dara terbangun lalu rewel, akupun

  • Dimadu Saat Koma   Luka Baru

    Ckiitt!Aku menginjak rem secara mendadak saat tiba-tiba saja mobil Mas Adnan menyalip dan langsung menghadangku.Kulihat Mas Adnan turun dari mobilnya dengan penuh emosi. Ia pun lantas mengetuk kaca mobilku dengan tak sabar."Mas kamu apa-apaan sih? Kalau nabrak gimana?" kesalku seraya keluar dari mobil."Kamu gak usah marah! Disini, harusnya aku yang marah!" tegas Mas Adnan dengan rahang yang mengeras."Pertama, kamu sudah berbohong! Dan kedua, kamu sudah mengingkari janjimu karena diam-diam kembali menjalin hubungan dengan Feri!" sentaknya seraya menunjuk wajahku."Siapa bilang? Aku gak menjalin hubungan dengan Mas Feri!" sanggahku."Lalu, kenapa bisa kalian berduaan di kafe malam-malam begini? Pakai acara pegangan tangan segala, lagi?! Apa namanya kalau tak ada hubungan?!" desaknya."Kamu gak tau yang sebenarnya, mas! Lebih baik, tak usah langsung menyimpulkan," ucapku."Ah, oke! Aku memang gak tau yang sebenarnya. Jadi, mulai besok aku akan selalu mengawasi kamu! Aku akan kembali

  • Dimadu Saat Koma   Bukan Dia!

    Astaga!Aku terkejut saat wanita itu berbalik karena dia memakai cadar. Seluruh bagian wajahnya tertutup kecuali mata.Wanita itu tak bicara. Dia hanya menatapku. Tatapannya seah bertanya, "Ada apa?""Apa tadi kamu memotret aku dan Dokter Feri?" tanyaku langsung.Lagi-lagi, wanita itu masih tak bersuara. Ia hanya menggeleng sebagai tanggapannya atas pertanyaanku barusan."Jangan berbohong! Kenapa kamu gak berbicara?" Aku terus mendesaknya tanpa melepaskan tangannya."Ra, dia siapa?" tanya Dokter Feri yang baru saja sampai mengejarku."Aku yakin, dia yang foto kita tadi," sahutku, namun lagi-lagi wanita itu menggeleng. Ia juga berusaha melepaskan genggaman tanganku darinya."Tunggu!"Dokter Feri meminta kami agar diam. Terutama wanita bercadar itu. Ia lalu menatap kedua mata wanita itu dengan lekat. Namun, detik berikutnya wanita itu langsung memalingkan muka."Ah, iya! Aku tau!" gumamku seraya

  • Dimadu Saat Koma   Mengejar Mata-mata

    [Mas, sepertinya kita harus bertemu. Ada yang ingin aku bicarakan sama kamu.]Sebuah chat kukirimkan pada Dokter Feri.Kuharap, setelah kejadian kemarin, ia masih mau bertemu denganku. Setidaknya, kali ini sebagai seorang teman.Ya, hanya teman!Tak menunggu waktu lama, chat sudah dibaca olehnya.[Iya, Ra. Kapan dan dimana?] balasnya.[Terserah kamu mas! Aku akan menunggu waktu senggang mu.] sahutku.[Kebetulan sekarang juga lagi ada waktu, jika kamu mau, aku bisa jemput kamu sekarang juga.][Gak usah jemput, mas. Kamu kasih tau aja tempatnya, nanti aku kesana.][Tapi ini sudah malam, Ra!][Gak papa, aku berangkat sendiri saja!]Aku bersikeras menolak tawaran Dokter Feri yang ingin menjemputku karena aku tak mau ada lagi tetangga rese yang nanti mungkin saja akan kembali mengadukan kami pada Mas Adnan.Akhirnya setelah berdebat lumayan panjang, Dokter Feri mengalah juga. Ia me

  • Dimadu Saat Koma   Cerita Dari Lila

    "Mbak Karin itu ...-"Lila menggantung ucapannya."Siapa, La? Kamu kenal?" tanyaku tak sabar."Dia adalah mantan kekasih almarhum Mas Kevin, kakakku!" sahut Lila."Almarhum?" beoku.Lila hanya mengangguk, sorot kesedihan kini terpancar dari kedua matanya."Maaf jika aku telah membuka luka lama," cicitku.Lila langsung menoleh, dengan cepat diapun menggeleng."Nggak, kok mbak, nggak papa! Hanya saja, sepertinya mbak harus hati-hati padanya," tutur Lila seraya menggenggam tanganku."Maksud kamu, Karin?" tanyaku seraya memicingkan mata."Dia itu perempuan licik, mbak!" geram Lila. Ia terlihat memendam kebencian yang mendalam."Apa kamu mau cerita sedikit saja tentang Karin dan masalalunya bersama kakakmu?" tanyaku hati-hati.Lila nampak menarik nafas dalam, pandangannya lurus kedepan seolah sedang menerawang dan mengingat kembali kemasa lampau."Dulu, orang tua kami terb

  • Dimadu Saat Koma   Teman Baru

    Merasa tak ada lagi yang perlu dibicarakan, aku memutuskan untuk pulang saja. Namun, saat aku berdiri Karin kembali mendongakkan wajahnya padaku."Aku akan terima jika Mas Adnan memilih menceraikan ku, tapi ... sampai kapanpun aku tidak akan memintanya," ucapnya.Aku hanya tersenyum tipis kemudian berlalu. Kurasa bermain bersama Dara jauh lebih penting dari pada berbicara dengan Karin. Mantan kekasih yang sepertinya masih sangat mencintai Mas Adnan, kurasa pantas saja jika dia sampai mengabaikan dan tak mau mengerti perasaanku.Apa aku terlalu egois?Terserah apa katanya![La, apa Dara rewel?]Kukirimkan sebuah chat pada Lila, sepertinya aku harus tau kondisi ibu terlebih dahulu sebelum aku pulang ke rumah. Soalnya, tadi kulihat lukanya lumayan parah, aku takut ibu kenapa-napa. Meskipun selama ini ibu tidak menyukaiku, namun tetap saja aku peduli dan sayang padanya.[Dara anteng kok mbak. Mbak gak usah khawatir!]Bal

  • Dimadu Saat Koma   Fakta Mengejutkan

    "Adnan, kita ini sudah lama bersahabat, kurasa ... kamu sudah tau bagaimana sifatku. Aku, tidak mungkin menusukmu dari belakang. Hanya saja, jika kamu memberikan kesempatan, aku tidak mungkin menyia-nyiakan begitu saja. Saranku, jika kamu sudah tak peduli dengan perasaan Inara, lebih baik kamu lepaskan saja dia. Aku dengan senang hati akan kembali menjaganya seperti dahulu. Hanya saja, soal kejadian tadi malam, jangan pernah berpikir bahwa aku akan mengambil sesuatu yang bukan hakku! Aku hanya ingin mendengarkan keluh kesah Inara seperti biasanya, karena setelah kamu mendua, ia kehilangan tempat untuk bercerita," lagi Dokter Feri bicara panjang lebar."Aku tau, berlaku adil itu tidaklah gampang. Aku yakin kamu sudah berusaha, tapi jika masih ada salah satu yang menangis karena merasa terasingkan, kenapa kamu gak memilih untuk menyerah saja?" sambungnya membuat Mas Adnan nampak semakin emosi."Kalian memang pengkhianat!" geramnya dengan tangan me

DMCA.com Protection Status