Riana merasa soto yang dia makan sangat enak, ia bahkan menghabiskan kuahnya sampai tidak tersisa. Setelah menyantapnya sampai habis, dia bersendawa karena merasa kenyang.
“Alhamdulillah, enak sekali,” Riana mengucapkan rasa syukur.Riana mulai berpikir makan malam nanti apa, ia tidak mungkin menyuguhkan telur dadar kepada suami atau mertuanya. Tetapi, seketika dia teringat kalau uang kembalian soto tadi masih banyak, Riana akan mengatakan kalau ingin membeli lauk makan malam dengan uang ini. Karena kalau tidak, nanti malah dibilang lancang oleh mertuanya.“Ibu!” Riana memanggil mertuanya dengan suara nyaring di depan pintu.“Em,” Mayang menyahut dengan bergumam, ia malas menjawab karena sedang telponan dengan seseorang.“Aku pakai uang Ibu ini ya, bua beli lauk dan sayur untuk makan malam nanti,” kata Riana.“Iya,”Mayang padahal tidak mendengarnya dengan jelas, ia hanya sekedar menjawab ‘iya’ saja. Karena tidak mau mendengar ocehan Riana lagi.Sedangkan Riana, ia bersorak riang lantaran mendapatkan uang belanja sebesar 35ribu. Dia selalu mendapatkan uang 20ribu sehari, walau beras dan segala macam bumbu dapur terpenuhi. Tetap saja mana cukup uang 20ribu itu untuk tiga kali makan.Riana bergegas menuju ke warung berada tidak jauh dari rumah, hanya beberapa meter saja sudah sampai di sana. Warung yang ia datangi menjual sangat lengkap, segala macam ada di sana.“Bu, beli lauknya setengah, kangkung dan tempenya, ya!” Riana berucap saat sudah sampai di warung.“Tumben, Riana, beli lauk dan sayur?” Ibu Juleha pemilik warung bertanya lantaran penasaran.“Iya, Bu, mumpung ada uang lebih,” jawab Riana.“Padahal suamimu loh seorang manajer, masa iya istrinya makan telur saja tiap hari nanti bisulan loh,”Bukan maksud ibu Juleha mengatakan hal yang menyakitkan, hanya saja dia kasihan dengan Riana. Wanita muda itu terlihat kurus, bahkan wajahnya terlihat lesu, makanya ia mencoba beberapa kali menasihati wanita malang yang berada di hadapannya ini.“Mungkin uangnya terpakai, Bu,” bela Riana.“Tapi, mertuamu selalu pergi jalan setiap hari loh, Riana. Bukan maksud Ibu buruk, hanya saja Kamu masih muda, Kamu bisa mendapatkan hidup yang lebih layak. Mumpung belum terlambat, nanti menyesal dikemudian hari.” Ibu Juleha mengelus pundak Riana pelan, ia berusaha menasehati wanita itu.Riana diam, ia merasa ada benarnya perkataan ibu yang berada di depannya ini. Tetapi, ia memilih menyangkal semuanya di dalam pikiran, dia masih mencintai Reynald dan percaya bahwa suatu hari suaminya akan berubah.“Ambilkan saja yang Aku minta tadi, Bu,” pinta Riana lembut.Ibu Juleha menghela napas panjang, ia tahu kalau Riana tidak akan mendengarkan apa yang dia katakan. Hanya saja, perasaan kasihan setiap kali melihat wanita itu, membuatnya menjadi tidak tega.“Maafkan perkataan Ibu tadi, ya. Ibu hanya mengkhawatirkan Kamu saja.” Juleha memberikan belanjaan Riana.Riana menganggukkan kepalanya, ia mengambil plastik berisi belanjaan lalu membayar dan pamit pergi.Sepanjang jalan, ia terus melamun, sampai tidak sadar kalau ada motor yang lewat. “Astaghfirullah, hampir saja.”.“Assalamualaikum.” Riana membuka pintu perlahan, seperti biasa tidak ada orang yang menjawab salamnya.Dia melangkah ke dapur untuk segera memasaknya, karena hari sudah sangat sore, takut Reynald keburu datang. Saat melawati kamar Mayang, ia mendengar suara tertawa dari dalam sana, siapa lagi kalau bukan mertuanya. Tetapi, ia memilih untuk tidak menguping, sebab itu tindakan yang kurang ajar.“Alhamdulillah, hari ini bisa makan enak walau sederhana. Pasti mas Reynald sama ibu lahap makannya,” Riana bergumam seorang diri, ia terlihat sangat senang sekali hari ini.Riana adalah wanita yang selalu berpikiran positif, ia teringat pesan kedua orang tuanya yang sudah meninggal. Tidak lama setelah ia lulus SMA, kedua orang tuanya meninggal dunia, membuatnya harus tinggal sebatang kara. Untung saja dia selalu mendapatkan beasiswa, andai tidak pasti Riana memilih untuk tidak melanjutkan kuliahnya.Dia tidak mungkin mau membebankan pamannya, yang sudah baik menampung setelah kematian orang tua. Sedangkan pamannya memiliki istri yang tidak menyukainya, karena Riana bukanlah dari kalangan berada, keluarga Riana sangat sederhana. Tidak seperti pamannya, mereka sangat kaya, hanya saja istri atau bibinya adalah orang pelit. Dia tidak mau membiayai kuliah Riana, menampung saja sangat berat.Sang paman Jodi, tidak bisa berkutit lantaran istrinya lah yang membuatnya bisa menikmati menjadi orang kaya. Makanya ia tidak bisa berbuat banyak dan hanya bisa mendoakan Riana supaya keponakan satu-satunya bisa bertahan dengan pilihan yang dia buat. Kuliah sambil bekerja setengah hari, sangat melelahkan sekali bagi Riana. Tetapi, ia tidak sedikit pun mengeluh, karena ibu Riana selalu berharap dirinya bisa lulus kuliah..Suara mobil terdengar dari dapur, Riana baru saja selesai menata semua hidangan yang dia masak di meja. Dia segera berlari ke arah pintu, menyambut suaminya yang sudah pulang dari kerja dengan senyum merekah. Pintu terbuka, dia mendapati suaminya yang tengah asyik memainkan ponsel, bukannya masuk ke dalam.“Mas,” panggil Riana lembut.“Ah, Riana!” Reynald kaget melihat Riana berada di depannya, padahal ia tidak mengetuk pintu.“Kenapa diam di luar? Ayo masuk.” Riana menggandenga lengan Reynald mengajaknya masuk ke dalam.Reynald malah menepisnya. “Kamu belum mandi?” Reynald bertanya sambil menutup hidungnya.“Belum, Mas, Aku baru saja selesai masak.” Riana mundur menjauh dari suaminya, ada perasaan sedih di dalam lubuk hati wanita itu.“Kalau belum mandi, jangan dekat-dekat!” Reynald berjalan menjauh sambil menggerutu.“Maaf.” Riana menundukkan kepalanya.Reynald masuk ke dalam kamar, ia malah berbaring di ranjang membalas pesan dari Diandra. Sesekali senyum akan terukir di bibir lelaki yang sudah menikah itu, senyum yang seharusnya hanya untuk sang istri.“Mas, Kamu tidak mandi dulu?” Riana bertanya saat melihat suaminya berbaring di kamar.Bahkan lelaki itu malah tidak melepaskan sepatu dan kaus kakinya, rupanya setelah masuk ia langsung berbaring.“Kamu saja duluan, Aku mau berbaring sebentar,” Reynald menjawab tanpa menoleh, ia masih asyik dengan ponsel di tangannya.Riana mengambil handuk, ia masuk ke kamar mandi dengan pikiran berkecamuk karena melihat suaminya sedari semalam selalu memainkan ponselnya. Ponsel tidak lepas dari tangan lelaki itu, bahkan Reynald selalu kedapatan tersenyum sendirian seperti orang sedang kasmaran.[ Diandra, Kamu selalu membuat Aku rindu ][ Padahal kita baru tadi siang bertemu, masa Kamu sudah rindu? ] balas Diandra.[ Wajah cantikmu memang membuatku selalu terbayang, makanya walau sebentar Aku menjadi merindukanmu ][ Kamu ini bisa saja ] Diandra malah membalas dengan memasukkan stiker penuh cinta.'Astaga! Dia membuatku menjadi berbunga-bunga saja. 'Batin Reynald bersorak girang, ia tidak sadar kalau ada Riana yang mengintip di belakangnya.Terima kasih sudah membaca
Reynald merasa ada yang memperhatikan, ia berbalik ke arah belakang. “Argh! Sedang apa Kamu, Riana?!” “Mas, sedang apa? Sedari tadi kok senyum-senyum sendiri,” Riana berwajah bingung, matanya selalu melirik ke arah ponsel Reynald. Reynald segera menutup ponselnya dan menaruh di atas nakas. “Bukan dari siapa-siapa, hanya teman kantor biasa.” Reynald berkata sambil meraih handuk untuk mandi. “Oh,” Riana sangat penasaran sekali dengan isi ponsel Reynald, sayang dia tidak bisa meminjam ponsel itu. Karena lelaki itu pasti tidak akan suka kalau ponselnya dimainkan oleh Riana, padahal status Riana adalah istri. Jadi wajar kalau mau meminjam ponsel suami sebentar tetapi, sayangnya Reynald tidak pernah mengizinkan. 'Apa Aku buka saja, ya?'Batin Riana meronta-ronta sangat ingin melihat pesan apa yang membuat suaminya terus-menerus tersenyum, sampai tidak menyadari keberadaannya. Riana mendekat ke arah ponsel itu, tangannya sudah mulai mengarah ke sana. Sayang, suara kunci diputar terdenga
“Ii-itu,” Riana tidak bisa menjawab dengan benar, ia gemetaran hebat. “Berani sekali, ya, Kamu, Riana! Padahalkan Kamu tahu Aku paling tidak suka kalau ponselku disentuh orang lain!” Reynald teramat kesal sekali melihat ponselnya berada di tangan Riana. Disisi lain ia takut kalau Riana akan mengetahui dirinya mulai tertarik dengan wanita lain, pasti Riana akan marah besar kepadanya. “Aku tahu, hanya saja setiap kali Aku melihatmu memegang ponsel, Kamu selalu saja tersenyum sendiri seperti itu membuatku menjadi curiga,” Riana berkata pelan, ada sesak di dalam dadanya mengatakan itu. “Lantas Kamu mengira Aku sedang bermain api?” Reynald meninggikan suaranya. Riana terdiam, membuat Reynald menjadi naik pitam. “Kamu pikir Aku akan melakukan itu? Kamu menganggapku apa selama ini? Kamu pikir Aku seperti lelaki lain di luaran sana, yang berselingkuh dengan wanita lain?!” Reynald terus memberondong Riana dengan berbagai macam pertanyaan. “Aku hanya ... “ Riana tidak sanggup meneruskan k
“Argh!” Reynald berteriak karena terkejut. “Mas, kenapa sih Kamu susah banget bangunnya? Ini sudah jam berapa, nanti terlambat lagi,” Sebenarnya Riana malas sekali membangunkan Reynald, tubuhnya saja masih terasa nyeri akibat tadi malam tetapi, ia tidak memiliki pilihan lain, mana mungkin dia mau dipukuli untuk kedua kalinya. “Kamu menggangguku saja.” Reynald bergumam pelan, ia mengusap wajahnya kasar. “Mengganggu apa?” Riana mengerutkan alisnya pertanda ia bingung. “Huh! Sudahlah Aku mau mandi.” Reynald segera beranjak dari ranjang menuju kamar mandi. Riana menghela napasnya panjang, ia merasa bingung dengan sikap suaminya beberapa hari ini, yah tetapi, memang dari beberapa tahun Reynald sudah berubah, lelaki yang dia cintai itu terlihat sangat berbeda saat ini, tidak seperti dulu. Wanita malang itu segera keluar dari kamar tamu, ia mengambilkan pakaian untuk Reynald pergi bekerja. “Astaga, Aku lupa menyetrikanya!” Riana panik, ia melupakan agenda menyetrika pakaian suaminya s
[ Ya, sekarang Aku sudah berada di mobil mau berangkat bekerja ] Klik, pesan dikirim ke Diandra, Reynald terus menatap pesan yang dikirmkan wanita yang baru-baru ini membuatnya terpesona itu, dia merasa berdebar dengan kencang, ada sebuah hasrat memiliki yang bergejolak di dalam hatinya, hasrat yang sangat kuat. “Mas, kenapa belum berangkat?” suara Riana membuat Reynald terkejut, ia bergegas menaruh ponselnya dan menjawab pertanyaan istrinya. “Iya, ini juga mau berangkat.” Reynald menaikkan kaca mobil dan mejalankannya dengan pelan. [ Hati-hati kalau berangkat kerjanya, jangan mengebut dan semangat! ] Diandra menyematkan stiker penuh cinta kepada Reynald, yang semakin membuat lelaki itu menjadi mabuk kepayang dibuatnya. “Ah! Diandra, sudah cantik, seksi, ditambah perhatian, makin sayang deh!” Reynald memeluk ponselnya dengan sebelah tangan. Karena tangan sebelahnya dipakai untuk menyetir, dia berusaha untuk membalas pesan sambil menyetir, tidak ada niat untuk menepikan mobil. B
“Bel-agu sekali dia, baru saja hari ini menjabat sebagai CEO sudah bersikap sombong seperti itu!” Reynald mengutarakan kekesalannya kepada Chiko, satu-satunya teman sangat akrab dengannya.“Mungkin Kamu ada buat salah kali sama dia,” tebak Chiko asal.“Bagaimana bisa Aku membuat salah dengannya? Sedangkan baru saja bertemu tadi pagi!” gerutu Reynald.“Mungkin di dalam mimpinya, haha ... “ Chiko tertawa terbahak-bahak, ia bahkan sampai tersedak ludahnya sendiri.“Rasain!” geram Reynald kesal.“Jangan gitu dong, Pak Manajer, nanti ketampanan Bapak hilang loh,”“Ketampananku tetap tidak akan hilang, buktinya ada wanita cantik yang mendekatiku.” Reynald membusungkan da-danya sombong.“Istrimu itu? Wanita yang memakai pakaian kumuh? Iya, sih, Aku akui dia cantik, hanya saja seperti ... “ Chiko tidak meneruskan kalimatnya, karena lelaki yang berada di depannya melotot tajam.“Bisa tidak jangan bicarakan dia!” Reynald membentak Chiko dengan nada tinggi, sampai semua orang memandang ke arah m
“Kamu mulai nakal, ya!” Reynald merengkuh pinggang Wulan yang sedang memainkan kancing kemejanya. “Bukan nakal, hanya mencoba bersenang-senang saja.” Wulan mengerlingkan matanya nakal, senyum terus mengembang di bibirnya yang mungil. Suara ketukan mengganggu aktivitas mereka yang belum di mulai, “Siapa?” tanya Reynald dengan nada tinggi. “Wulan dipanggil pak Wira ke ruangannya,” jawab seorang wanita dari luar. “Astaga! Aku terlalu lama di sini!” Wulan membenarkan kemeja yang terlihat berantakan. “Bos baru kita itu terlalu menyebalkan, Aku tidak menyukainya,” “Tapi, Aku suka karena dia tampan dan masih muda.” Wulan langsung pergi menemui bosnya setelah mengatakan itu. Sedangkan Reynald segera mengerjakan pekerjaan yang Wulan berikan kepadanya tadi, darahnya berdesir teringat yang akan dia lakukan kepada sekertaris wanita itu, hanya saja mereka tidak jadi melakukan hal panas tadi karena dipanggil atasan yang tidak ia sukai. “Padahalkan lumayan kalau melakukannya dengan Wulan, yah
Suara pintu yang terbuka dengan kasar membuat semua orang yang lagi berbincang terkejut, mereka serempak menoleh ke arah pintu terlihat kalau Riana berdiri diam dengan mata memerah menahan amarah sekaligus air mata yang ingin mengalir sedari tadi. “Astaga! Apa tidak bisa kalau membuka pintunya perlahan saja? Dasar tidak sopan sekali kepada orang tua!” Mayang sebenarnya merasa takut melihat raut wajah Riana tetapi, ia tidak mau kalau dilihat temannya takut kepada menantunya sendiri. Sinta saja mundur perlahan, padahal ia yang paling semangat mengejek Riana sedari tadi, berbeda dengan Desi ia tidak terlalu suka membicarakan keburukan orang lain dan wanita itu juga tahu kalau Riana tidak seperti yang Mayang bicarakan. Wanita muda itu baik, berbeda sekali dengan cerita yang temannya katakan setiap kali bertemu, Mayang saja yang tidak bisa bersyukur mempunyai menantu seperti dia. Riana melenggang masuk tidak memperdulikan ocehan mertuanya, ia menuju ke dapur untuk memindahkan pesanan May
“Ini lo, Rey, si Riana selalu saja membuat ulah, tadi sore dia mempermalukan Ibu di depan teman-teman yang lain,” Mayang mengadu dengan raut wajah sedih yang dibuat-buat. “Mas, apa yang Aku lihat tadi apakah benar?” Riana tidak memperdulikan Mayang yang berada di antara mereka, ia hanya fokus menatap suami yang berada di depannya itu. “Nah, Kamu bisa lihat sendiri tingkahnya yang tidak sopan itukan, Rey!” “Mas!” mata Riana berbinar karena menahan air mata yang mau keluar. “Emang Kamu melihat apa? Aku loh baru saja pulang sehabis mencari uang untuk memberikanmu makan!” Reynald merasa kesal dengan pertanyaan yang Riana katakan dari mulutnya. “Suami habis pulang kerja, bukannya disambut dengan baik ini malah mencari masalah. Apa Kamu pikir Reynald tidak lelah mencarikanmu uang? Sedangkan Kamu malah selonjoran saja di rumah tanpa perlu merasa lelah mencari uang di luaran sana!” Mayang menunjuk wajah Riana kesal. “Apa Ibu pikir Aku hanya rebahan saja di rumah?! Makanan masak sendiri,
Tidak terasa waktu sudah berlalu dengan begitu cepat, Mayang sekarang menjadi kesulitan bicara dan berjalan karena stroke yang dia derita melumpuhkan separuh tubuhnya sebelah kanan. Sehingga apa yang ingin dia lakukan menjadi kesulitan, jadi harus dibantu oleh orang lain, mulai dari makan bahkan sampai ke kamar mandi. “Ck, aku nikah buat hidup enak, bukan seperti ini!” gerutu Diandra. Diandra sepanjang jalan menggerutu sedari tadi, membuat Reynald menajdi muak, “Diam kamu! Ini juga karena aku menikah denganmu, hidupku menjadi sial!” Reynald menyalahkan Diandra atas kesalahnnya sendiri, begitulah dia selalu melempar kesalahannya kepada orang lain. “Idih! Kamu yang korupsi, kok aku yang disalahin?!” Diandra menatap bengis kepada suaminya yang baru dia nikahi beberapa bulan ini. “Iyalah, karena aku menikah denganmu semuanya jadi kacau! Beda saat bersama dengan Riana, apa lagi kamu tahu suamimu tidak bekerja malah tetap pergi shoping, sehingga semua harta yang terisa menjadi habis kare
“Wanita itu? Apa kamu mengingat sesuatu?” Riana menatap lekat kekasihnya, dia menunggu jawaban keluar dari mulut Wira dengan tidak sabaran.Wira masih mengingat-ingat apakah benar wanita itu, tetapi penampilan dan sifatnya jauh berbeda dengan wanita yang diingat tersebut, dulu setahu Wira hanya satu wanita yang menatap Riana dengan tatapan penuh iri dan kebencian. Wanita yang wajahnya penuh jerawat dan bahkan selalu mendelik setiap kali Riana melihatnya.“Aku tidak tahu namanya, tapi dia wanita yang selalu mendelik kepadamu setiap kali kamu melewatinya. Hanya saja penampilannya sangat jauh berbeda dengan dulu, bukan maksudku menghina, wajahnya penuh dengan jerawat bahkan selalu berjalan menunduk karena dia selalu dibully oleh senior!” ucap Wira dengan ragu, dia masih tidak yakin kalau wanita itu adalah Diandra.Hanya dia lah yang terlihat sangat membenci Riana, bahkan setiap kali ada kesempatan wanita itu akan mengerjai kekasihnya tersebut, tetapi Wira ‘lah yang selalu menggagalkan re
“Wira? Maaf aku sedang sibuk!” Riana menjauhi Wira dan melambaikan tangan kepada pelayan yang lain. “tolong layani dia, aku akan masuk ke ruanganku!”Sebenarnya dia ingin mengajak Wira berbicara, dirinya merindukan lelaki itu walau baru sebentar tidak bertemu dengan nya, hanya saja teringat akan Subroto yang tidak merestui ubungan dia dnegan lelaki itu mmebuat Riana menjadi urung untuk sekedar mengajak Wira berbicara.“Riana, tunggu!” Wira menahan tangan Riana, supaya wanita itu tidak pergi.“Maaf saya sedang sibuk sekarang, jadi saya harap Anda pergi saja!” Riana mengusir Wira sambil menepis tangan lelaki itu dari dirinya.“Riana, apa kamu marah kepadaku karena tidak membelamu? Maafkan aku untuk itu, aku akan mengumpulkan bukti untuk mengatakan kepada Papa sekaligus membersihkan namamu!” Wira mengatakan semuanya kepada Riana, tetapi dia ragu kalau wanita itu akan mempercayainya.Riana terdiam, hatinya terasa nyeri mendnegar perkataan Wira tersebut, yah dia memang merasa sakit hati la
“Iya. Tante Desi memang wanita yang sangat baik, aku berdoa kalau dia ‘lah yang menjadi mertuaku nanti. Apakah aku terlalu berharap?” Riana bertanya dengan mata berbinar-binar, dia sangat berharap kalau dirinya berjodoh dnegan Wira. Kapan lagi dia mendapatkan mertua seperti Desi, yang selalu menyayanginya.“Tidak ada salahnya untuk berharap. Sekarang kamu istirahat saja, besok sudah mulai belajar mengelola restoran dengan Mutia. Jadi kamu harus menyiapkan diri untuk besok, aku pamit pulang dulu.” Edo mengusap rambut keponakannya sebelum pergi, Riana menjawab dengan anggukan kepala.*Di lain tempat Desi tengah bersedih, dia tidak menyangka kalau suaminya setega itu kepada seorang wanita muda malang itu, sungguh padahal tadi dia sangat bahagia sekali dengan kepulangan Riana dari rumah sakit dan sekaligus kedatangan suaminya yang tiba-tiba. Namun, ternyata malah berakhir dengan kesedihan, sekaang dia tidak bersemangat lagi menyambut kedatangan Subroto dengan penuh semangat seperti tadi,
“Tidak perlu Paman melakukannya, biarkan saja!” Riana tidak mau sang paman membalas apa yang telah orang-orang itu lakukan kepadanya.“Kenapa? Mereka ‘kan sudah jahat kepadamu, jadi biarkan aku yang mengurusnya. Kamu hanya perlu melihat saja tanpa perlu mengotori tanganmu itu!” Edo geram dengan ke’empat orang itu, dia ingin memberikan pelajaran kepada mereka semua. Walau Subroto sedikit sulit karena dia seorang pemilik perusahaan besar dan terkenal, tetapi dia akan berusaha sekuat tenaga untuk membalas perbuatan mereka semua.“Tidak papa! Aku sudah ingin berusaha ikhlas saja dengan perbuatan mereka, apa lagi ayahnya Wira, aku tidak mau melakukan sesuatu yang buruk kepada dia. Karena Tante Desi, istrinya sangat baik kepadaku selama ini dan juga Wira ....” Riana tidak meneruskan kalimatnya.“Apa Ibu Riana menyukai Wira? Maaf kalau saya ikut campur pembicaraan ini!” tebak Mutia. Karena dia tahu kalau seseorang membicarakan seorang lelaki dengan wajah yang memerah, berarti orang itu menyu
“Iya. Ini restoran sekarang adalah milik Anda, karena Anda adalah ahli waris yang sah! Oh, iya, perkenalkan saya adalah Mutia, manajer di restoran ini.” Mutia mengulurkan tangannya, untuk memperkenalkan diri kepada bos barunya tersebut.Riana hanya menerima uluran tangan itu dalam diam, dia masih mencerna situsi yang ada, dia masih tdak menyangka kalau kedua orang tuanya memiliki restoran yang mewah dan besar seperti ini. Apakah memang benar ini adalah milik kedua orang tuanya? Dia masih tidak mempercayainya, karena menganggap semua ini hanya mimpi.“Bu Riana?” Mutia menyentuh Riana pelan, karena sedari tadi dia mengajak bicara tetapi tidak ada sahutan yang terdengar.“Eh, ii-iya!” Riana tergagap, dia terkejut karena tadi sempat melamun.“Apa Anda mau berkeliling untuk melihat restoran ini?” Mutia menawarkan untuk berkeliling, sebenanrnya Pak Edo menyuruhnya untuk mengajak Riana berkeliling dan memperkenalkan dengan bawahan yang lain.“Boleh. Tapi barangku ini di taruh di mana?” Rian
"Tapi ada bukti dan saksi yang mengatakan kalau Riana lah yang mencuri bersama dengan Kiki," ucap Subroto tidak ingin mengatakan siapa saksi yang bersaksi atas Riana lah yang mencurinya."Aku tidak percaya hal itu, Pa! Mana mungkin Riana yang mencurinya dan buat apa juga dia melakukan hal itu?!" Desi berkata dengan nada tinggi, dia tidak terima suaminya itu menuduh Riana wanita yang menurutnya adalah wanita baik-baik."Saksi dan bukti sudah ada, lagi pula map ini kami temukan di kamar Riana. Tepatnya di bawah pakaiannya terselip." Subroto mengambil map yang berada di balik punggungnya, dia memperlihatkan kepada Desi kalau Riana benar-benar seperti yang dia katakan.Riana yang melihat hal seperti itu, dua mengetahui kalau Subroto tidak menyukai dirinya dan dari pengalaman yang dia dapatkan di rumah Reynald, percuma membela diri pasti lelaki itu akan bersikeras mengatakan kalau dia lah yang mencuri map tersebut dari bukti, saksi bahkan penemuan map yang tidak pernah dia lihat sekali pun.
“Apa maksudmu?!” Wira tidak mengerti apa yang dikatakan oleh Reynald tentang Riana. “Masa Anda tidak mengerti, Pak? Setiap orang akan berubah seiring berjalannya waktu, sama halnya Riana yang Anda kenal dulu. Jadi sekarang dia bukanlah Riana yang Anda kenal dulu, tapi Riana yang berbeda," ucap Reynald menjelaskan. “Iya. Kau memang benar, orang pasti bisa berubah!” Subroto membenarkan perkataan Reynald, diiringi dengan anggukan oleh para karyawan wanita yang masih berada di sana. “Tt-tapi aku sangat yakin kalau Riana tidak berubah!” ucap Wira dengan terbata. Dia masih berusaha menolak perkataan Reynald. “Wira, kamu tidak bisa terus-menerus menolak semua perubahan Riana! Memang benar perkataan mantan suaminya itu, karena dia pernah menjadi suami sekaligus tinggal bersama selama lima tahun lamanya. Kamu tahu, hanya seorang suami lah yang mengetahui baik-buruknya istri, begitu pun sebaliknya.” Subroto menepuk pundak Wira, dia berusaha menyadarkan lelaki tersebut untuk mnerima kenyataan
“Aku tahu pasti kamu yang mengambil map merah itu! Kalau bukan kamu, ya, siapa lagi? Karena kamu ‘lah yang terlihat paling mencurigakan beberapa hari ini!” Kiki menunjuk wajah Lia, dia sangat tahu kalau wanita itu lah yang mengambil map dari gerak-gerik yang terlihat selama ini. “Buat apa juga aku mengambil map itu?” Lia sengaja bertanya seperti itu, supaya Kiki tidak lagi menuduhnya. “Mana kutahu! Hanya kamu yang mengetahuinya atau mungkin karena ingin sengaja menjatuhkan Riana, kan kamu sangat membencinya. Entah apa kesalahannya kepadamu, sehingga kamu menjadi membenci wanita baik itu!” Kiki menggerutu dengan mata memerah, dia ingin sekali menerjang wanita tersebut tetapi tidak memiliki tenaga sama sekali. “Memangnya kenapa kalau aku yang mengambilnya?! Ya, aku mengambil map itu! Lalu apa? Kamu mau mengatakannya kepada mereka? Mana mungkin mereka mempercayai dirimu itu!” Lia bergegas menjauh dari Kiki, wanita itu memilih meninggalkan Kiki karena merasa kesal sampai akhir Kiki mas