Dicky
Lelaki dingin yang tidak mempercayai cinta semenjak ia ditinggal oleh ayahnya. Baginya cinta hanya membuatnya kehilangan orang yang ia sayang. Hanya dua sumber kebahagiaan yang ia miliki saat ini. Ibu dan Adiknya.
“Bagi gue cinta itu hanya sebuah dongeng yang akan membawa kita jatuh ke dalam kesedihan, Bukan kebahagiaan,cinta juga bakal merebut orang yang kita sayang,” Dicky~
***
Putri
Gadis cantik yang banyak disukai para pria disekolahnya. Namun sayangnya tidak ada yang berhasil menaklukan hatinya. Bukan berarti ia tidak mempercayai cinta. Ia hanya belum menemukan yang cocok sesuai hatinya.
“Bagiku cinta bukanlah hal mudah tumbuh di dalam hati, Butuh rasa sayang dan nyaman agar cinta itu tumbuh, Dan sayangnya aku belum pernah merasakan hal itu selama ini... Sampai akhirnya aku bertemu dengannya dan aku merasakan hal itu,”Putri~
***
Thania
Gadis yang tak kalah cantik dan juga diincar oleh para pria disekolahnya. Hanya satu pria yang bisa meluluhkan hatinya saat itu. Pria itu adalah Ariel. Namun sayang Ariel meninggal akibat penyakit kanker.
“Bukan hal yang mudah bagiku untuk merelakan Arielku pergi.Namun saat aku sudah mulai merelakannya, dia datang,Tuhan sepertinya mengirimkan Arielku kembali dalam wujudnya,” Thania~
***
Levin
Lelaki yang tidak pernah ikut campur urusan orang lain. Kecuali jika orang yang ia disayanginya diganggu, ia akan marah bagai macan yang tidurnya diganggu. Ia menyukai Putri. Namun sayang ia tak berani mengungkapkannya.
“Lelaki sejati adalah lelaki yang bisa mengambil keputusan tegas walau itu berat, Tapi ngeliat dia, gue bagai ngeliat cowok lemah,” Levin~
***
Brayn
Laki laki pembuat onar disekolahnya. Suka mengganggu dan membully. Musuh bebuyutan Dicky. Apapun akan dilakukannya agar bisa mengalahkan dan menjatuhkan Dicky.
“Gue benci gayanya yang sok pahlawan, dan gue juga benci kekalahan gue, apapun bakal gue lakuin untuk ngalahin dia dan jatuhin dia,” Brayn~
***
Mentari pagi saat itu menyelimuti kawasan JIS ( Jakarta Internasional School). Hari pertama sekolah setelah libur panjang. Hari ini juga hari pertama masuk ke sekolah baru bagi seorang Pria bernama Dicky. Jujur, ia benci dengan Jakarta. Karena kota ini selalu mengingatkannya akan masa lalu yang kelam. Namun apa boleh buat, keputusan ibunya yang membuatnya kembali ke kota ini.Ruang kepsek sekolah itu tak kunjung ia temukan. Sebesar apa sih sekolah ini sampai sampai ruangan kepsek saja sangat sulit ditemukan? Ingin bertanya tapi semua murid sudah masuk ke kelas mereka. Bagaimana ia akan belajar kalau ia tidak tau kelas yang akan ia tepati. "DAMN!" umpatnya."Aduh," Keluh seorang gadis karena tak sengaja tertabrak oleh Dicky."Maaf, gue gak sengaja," ucap Dicky membantu gadis itu b
Dicky mencoba memanggil seseorang yang ada di UKS tersebut. Namun sayangnya tidak ada seorangpun di sana. Dengan cepat Dicky mencoba mengambil kotak P3K. Berusaha mengobati pria bernama Ryan ini sebisa mungkin."Ryan!" ujar seorang gadis yang tiba tiba masuk ke UKS dan menghampiri Ryan.Tampak gadis itu sangat khawatir dengan kondisi Ryan. Bahkan gadis itu hampir menangis. Mungkin gadis ini orang terdekatnya Ryan. Atau mungkin pacarnya."Kenapa Ryan bisa gini?" tanya gadis itu pada Dicky."Tadi dia dikeroyok,"jawab Dicky."Brayn brengsek! pasti dia," umpat gadis itu."Iya,pelakunya Brayn, ini pacar lo?"
Motor kesayangan Dicky saat itu melaju melalui jalanan Jakarta yang padat. Huh dia sangat benci dengan suasana kota ini. Kelamnya masa lalu membuatnya tidak bersahabat dengan kota ini. Kenapa ia harus kembali lagi ke kota metropolitan ini? Fokus Dicky tiba-tiba tertuju kepada seorang gadis yang sepertinya ia kenal sedang berdiri di sebuah halte. Itu adalah Putri. Dickypun menghampiri Putri yang sedang berdiri sendiri di halte itu."Putri?lo ngapain di sini?" tanya Dicky."Loh? Dicky?" tampak Putri terkejut melihat kehadiran Dicky."Gue lagi nungguin bis, tapi gak ada yang berhenti disini," menjawab pertanyaan Dicky.Dicky mencoba melihat sekitar halte tersebut. Dan ternyata halte tersebut tutup karena akan ada perbaikan. Membuat Dicky tersenyum menahan tawanya. Putri heran. Dicky memeri
"Dasar Wanita tak tau diri!!!" teriak seorang lelaki paruh baya menampar wajah Ibu Dicky.Wajah cantik Ibu Dicky ternodai oleh tamparan seorang lelaki paruh baya. Ibu Dicky hanya bisa pasrah mendapatkan tamparan itu sambil menahan rasa sakit di wajah dan hatinya. Tak ada niatan untuk melawan. Karena ia mencintai lelaki itu dengan tulus. Walau lelaki itu sudah membawa seorang gadis muda dan selembar surat cerai."Kamu dengar ya! Aku udah gak cinta lagi sama kamu!" bentak lelaki itu."Tapi aku masih cinta sama kamu, dan sampai kapanpun aku gak akan mau pisah sama kamu," balas Ibu Dicky.Hal itu membuat Ibu Dicky kembali mendapat tamparan. Dicky hanya bisa melihat dari depan pintu kamarnya. Menangis melihat kekejaman lelaki i
Lelaki bernama Ryan itu menghampiri Dicky. Duduk di hadapan Dicky yang sedang memperhatikan makanan yang diberikan oleh Levin tadi."Keren ya lo, baru masuk udah ditaksir Thania," puji Ryan tersenyum menggoda Dicky. Tampak dari tingkahnya, Ryan adalah orang yang mudah akrab."Enggak sampe naksir juga kali yan, orang gue baru kenal," balas Dicky."Lo tau nama gue dari mana? Dari Levin tadi ya,""Bukan, tapi dari cewek lo, kemarin cewek lo khawatir banget ama lo,""Ya maap hhehhe, kan gue sengaja," jawab Ryan cengengesan.Jawaban itu membuat Dicky tak bisa menahan tawanya. Ryan adalah orang yang unik. Di hari kedua d
Dicky dan Putri saat itu sudah berada di jalan untuk pulang. Namun Dicky merasa aneh. Putri tampak khawatir sejak di rumah sakit tadi.Tak juga ada percakapan diantara mereka sejak tadi. Membuat Dicky heran."Putri, lo kenapa sih dari tadi?" tanya Dicky membuka obrolan."Gue boleh minta sesuatu gak ama lo?""Apa?""Boleh gue minta lo untuk gak ikutan genk Ryan? Permusuhan Ryan ama Brayn itu udah mendarah daging, Brayn itu bahaya Dicky, dia itu--""Lo tenang aja, gue bisa jaga diri kok" balas Dicky."Tapi, Brayn itu--""Putri, dengerin ini ya, gue bakal jaga diri kok, kalau nantinya
Malam itu Dicky berada di kamarnya. Memikirkan perasaan yang ia rasakan saat ini. Pertanyaan lagi lagi muncul di hatinya. Apa ia jatuh cinta saat ini. Ibu Dicky yang menyadari hal itu menghampiri Dicky ke kamarnya. Tak biasanya Dicky seperti ini. Biasanya Dicky akan bermain bersama Nisa. Tapi saat ia masuk ke sekolah barunya ini, ia lebih sering sendiri dan mengurung diri di kamarnya. Membuat Ibu Dicky khawatir akan anak sulungnya itu."Boleh mama masuk?" tanya Ibu Dicky di depan pintu kamar Dicky yang terbuka."Masuk aja ma,"Ibu Dicky menghampiri anaknya itu yang sedang seperti memikirkan sesuatu. Ntah apa yang ia pikirkan."Hei, kamu mikirin apa?" tanya Ibu Dicky."Aku gak pikirin apa apa ma," bohong Dicky."Mama tau kamu Dicky, kamu mikirin apa? jujur ama mama!" tegas Ibu Dicky.Dicky tak bisa mengelak lagi. Ia memang sedang memikirkan tentang apa yang ia rasakan saat ini. Ia juga tak mungkin terus-menerus menyimpan petanyaan tent
Setelah mengantarkan Nisa, Dicky akhirnya tiba di sekolahnya. Tujuan Dicky saat itu langsung ke kelasnya. Banyak yang menatap Dicky dengan tatapan kagum saat Dicky berjalan menuju ke kelasnya. Tapi ia tak menghiraukan tatapan itu. Di kelas Dicky mencoba untuk mengirim pesan ke Ryan untuk sekedar menanyakan keberadaan Ryan. Tapi anehnya Ryan hanya membaca pesan tersebut. Membuat Dicky heran. Tak biasanya Ryan hanya membaca pesannya seperti ini. Namun tiba-tiba Ryan sudah berada di dihadapannya dengan seorang lelaki yang sangat ia kenal. Dicky benar=benar terkejut dengan kehadiran laki laki itu."Rey?!" ujar Dicky terkejut."Hai Dicky," sapa Rey."Lo kok bisa disini?" tanya Dicky."Jadi kemarin waktu lo udah balik ama Thania, dokter tib
Siang itu Dicky terheran karena melihat sebuah mobil terpakir di halaman rumah miliknya. Bukan mobil milik ibunya. Siapa yang bertamu ke rumahnya? Mobil yang dilihatnya itu seperti tak asing bagi Dicky. Barulah Dicky tau sang pemilik mobil saat ia melihat plat mobil tersebut. Memori kelam yang selama ini mati-matian di hapus oleh Dicky tiba-tiba kembali. Dengan cepat Dicky masuk ke dalam rumahnya. Berharap bukan orang yang sangat dibencinya itu yang sedang bertamu ke rumahnya.Dan benar ternyata. Orang itu yang sedang bertamu ke rumah Dicky. Memory-memory kelam itu kembali menghampirinya. Dicky terdiam di tempatnya saat melihat orang itu. Rasa benci, sakit, dan trauma bercampur aduk di dalam hatinya. Bahkan Dicky sudah sampai di tahap phobia pada orang yang dilihatnya itu. Ia tak bisa berkata-kata. Orang itu menatap Dicky dengan tatapan berbinar. Tak menyangka anaknya sudah besar dan tampan."Dicky, ini papa nak, kamu sudah besar sekarang, maafin papa selam
Malam itu Dicky sedang berada di dalam kamarnya. Ia tak berniat keluar dari kamarnya. Karena jika ia keluar dari kamarnya, ibunya pasti akan menceramahinya di karenakan sifatnya siang tadi. Memang ia akui, sifatnya tadi sangat kekanak-kanakan. Namun sekali lagi ia memiliki alasan melakukan hal itu. Yang ia lakukan dari tadi hanya memainkan handphone miliknya. Membuka sosial medial miliknya. Huh, sangat membosankan. Namun ceramah dari ibunya akan lebih membosankan jika ia keluar dari kamarnya.Ibu Dicky tiba tiba datang menghampiri Dicky. Tampak wajah ibu Dicky kesal kala itu. Tentunya Dicky tau alasan kekesalan ibunya. Huh, Dicky hanya perlu mengumpulkan kesabaran untuk menghadapi ceramah dari ibunya saat ini."Kenapa ma?" tanya Dicky."Ikut mama, mama perlu ngomong sama kamu," perintah ibu Dicky.Dicky hanya menurut. Dengan malas, ia mengikuti langkah ibunya menuju ruangan TV. Di sana, Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu untuk duduk di
Siang itu sepulang sekolah, Dicky mendapatkan panggilan dari ibunya. Ibu Dicky memerintahkan anaknya itu menemaninya ke mall untuk berbelanja dan makan siang bersama. Dicky hanya menuruti permintaan ibunya itu. Karena mungkin ia juga sudah lama tidak menikmati waktu bersama dengan ibunya. Ia pun bersiap-siap untuk segera beranjak dari sekolahnya. Namun tiba-tiba sebuah suara memanggil namanya."Kak,""Oh, Tasya, ada apa?""Kak, kakak mau kemana?" tanya Tasya."Ada janji ama nyokap, kamu mau ikut?" ajak Dicky."Emang boleh? Kalau boleh ayo,"Anggukan Dicky kala itu membuat senyuman Tasya mengembang. Mereka berduapun beranjak dari sekolah mereka. Tak lupa Dicky mengabari ibunya bahwa ia akan membawa salah satu temannya. Ibu Dicky mengiyakan. Karena ia tau anaknya tidak suka jika dikira orang-orang berpacaran dengan ibunya sendiri. Memang, setiap Dicky berjalan berdua bersama ibunya, orang-orang yang melihat pasti mengir
Pagi itu Dicky sudah bersiap untuk bersekolah. Ia mendapati ibunya sedang memasak makanan yang akan ia santap pagi itu. Dicky kembali mendapati handphone milik ibunya di meja makan. Membuat ia penasaran dan ingin kembali memeriksa handphone milik ibunya. Dicky masih penasaran dengan orang yang di save ibunya itu dengan tulisan mas. Dan benar saja. Ada sebuah pesan belum terbaca oleh orang yang sama di handphone milik ibunya."Tolong jaga dia untukku, aku belum siap untuk bertemu langsung dengannya,"Jaga? Siapa yang harus dijaga oleh ibunya? Dan bertemu dengan siapa? Permintaan orang ini sangat aneh. Namun dengan cepat Dicky meletakkan kembali handphone milik ibunya. Karena ia pasti akan kena omel jika ketauan mengecek handphone milik ibunya tanpa izin."Dicky, selamat pagi, kamu udah siap? Kebetulan mama baru selesai masak nasi goreng, ayo sarapan dulu," ajak ibu Dicky."Iya ma, selamat pagi," balas Dicky.Dickypun mulai memak
Motor Dicky akhirnya berhenti di depan sebuah rumah yang sangat dikenal oleh Dicky. Ia berharap tidak akan bertemu dengan Putri saat ini. Pikirannya sudah kacau saat di mall tadi. Namun harapan Dicky itu tidak terjadi. Saat ia melihat Putri sedang berdiri depan rumah miliknya. Dengan cepat Dicky memalingkan wajahnya. Tasya dapat memahami keadaan yang sedang terjadi kala itu."Kak maaf, karena aku kakak--""Gakpapa Tasya, kakak yang seharusnya minta maaf karena udah nangis di hadapan kamu, maaf ya," timpal Dicky.Dicky tersenyum pada Tasya. Mencoba membuktikan bahwa ia baik-baik saja. Namun Tasya sekali lagi tau, bahwa Dicky sedang tidak baik-baik saja. Dicky memang bisa menutupi kesedihannya."Tasya," panggil Putri.Tasya menoleh pada Putri. Memberikan Tasya kode agar Tasya masuk ke dalam rumah. Tasyapun menurut dan akhirnya pamit kepada Dicky. Hanya tersisa Dicky dan Putri berdua kala itu. Namun sedikitpun Dicky tak mau menatap P
Dicky dan Tasya saat itu masih berada di restoran. Dicky yang awalnya berniat untuk pulang dari tadi malah menunda untuk pulang karena keasyikan mengobrol dengan Tasya. Dicky akui, Tasya adalah orang yang cerewet. Sangat berbeda dengan Putri kakaknya. Ia banyak bercerita tentang pengalaman-pengalamannya selama di Singapura. Tak terasa, sudah satu jam mereka berada di sana. Namun tiba-tiba Tasya meminta sebuah permintaan yang tak pernah disangka Dicky sebelumnya."Kak, boleh gak kalau kita ke makam Nisa adik kakak itu? Aku mau kenalan sama dia" minta Tasya.Dicky awalnya tampak bingung. Namun Tasya sedikit memaksa dan Dicky akhirnya mengizinkan. Merekapun beranjak dari restoran itu menuju ke makan Nisa. Setibanya di makam Nisa, kesedihan kembali menghampiri Dicky. Ia kembali teringat senyuman dan tingkah-tingkah Nisa yang menggemaskan. Tuhan, apa waktu bisa diputar agar ia bisa melepaskan semua kerinduannya pada Nisa? Tasya melihat kesedihan Dicky dan menguatkan Dicky.&
Dicky saat itu sudah tiba di sebuah restoran tempat ia membuat janji dengan Rey dan Ryan. Di sana Rey, Ryan, Vanessa dan Steffani sudah menunggu kehadiran Dicky. Dicky mencoba untuk tersenyum dan bahagia di hadapan teman-temannya. Walau duka atas kehilangan adiknya masih belum hilang. Karena jika ia masih larut di dalam duka itu, duka yang ia rasakan tidak akan pernah hilang.Obrolan mereka kala itu beragam. Dimulai dari apa yang terjadi di sekolah tadi, sampai membicarakan aib Ryan yang sangat lucu. Dicky bahkan sampai tertawa lepas. Ia juga merasa bersyukur memiliki sahabat-sahabat yang menghiburnya dan menguatkannya saat ia terpuruk. Perkataan Levin mungkin benar. Dicky tak seharusnya keluar dari genk Ryan.Obrolan mereka saat itu berubah tentang ujian kenaikan kelas yang akan berlangsung tak lama lagi. Vanessa tampak sedikit stress karena ia harus mengejar ketertinggalan pelajaran pasca komanya Rey. Ryan dan Rey bahkan tak terlalu memikirkan tentang ujian itu.
Gue Levin, gue gak suka basa-basi. Mungkin sebagian dari kalian udah tau siapa gue. Walau kalian gak tau sepenuhnya tentang gue. Gue sepupu Thania. Salah satu primadona tercantik di JIS. Mempunyai sepupu yang sangat cantik, bahkan sampai terkenal satu sekolah mungkin menjadi satu kebanggaan tersendiri bagi gue. Bayangkan saja, dulu hampir setiap hari temen-temen sekelas gue minta nomor Thania ke gue. Thania bahkan sampai kesel ke gue karena gue ngasih nomornya ke orang lain tanpa seizinnya. Gue cuma bilang, "Tenang aja, kalau ada dari mereka yang macam-macam gue bakal tanggung jawab tentang itu,".Namun seperti yang diceritakan Thania sebelumnya, Hanya Ariel yang dapat memenangkan hati Thania. Sepupu gue itu sangat bahagia dengan Ariel. Namun sayang, kebahagiaannya itu hilang saat Ariel pergi untuk selama-lamanya. Hal itu membuat Thania terpuruk bahkan hampir mengakhiri hidupnya. Sejak saat itu gue bertekad, bahwa gue yang akan jadi pelindungnya. Gue gak akan ngebuat di
Dicky sempat terkejut saat tiba-tiba seorang gadis menghampirinya. Ia tak pernah melihat gadis ini sebelumnya. Sampai akhirnya gadis itu berdiri di hadapan Dicky dengan senyumannya. Satu hal yang ada di pikiran Dicky saat melihat senyuman gadis yang menghampirinya itu. Senyumannya sangat manis dan mirip dengan Putri. "Hai kak, kak Dicky kan?" tebak gadis itu. "Iya, siapa ya?" "Aku Tasya kak, aku mau ngasih titipan ini ke kakak, ini dari kak Putri kak," ujar gadis itu memberikan sebuah kotak makanan kepada Dicky. Raut wajah Dicky berubah seketika. Ia tak ingin menerima titipan itu. Karena jika ia menerimanya, Putri akan beranggapan bahwa Dicky sudah memaafkannya dan memberikannya kesempatan padanya untuk mencintai Dicky kembali. "Kak?" panggil Tasya kembali. "Eh iya, sorry, sekarang kakak minta tolong ke kamu, tolong balikin titipan ini ke dia, bilang ke dia kalau kakak gak bakal nerima apapun dari dia lagi," perintah