"Ya, kakakku bekerja di Kejaksaan Pusat," sahut Sea.
"Antar kami kesana!" tegas Rain.Sea berlenggang ke mobil yang di parkir di depan rumah peristirahatan Rain sambil meracau, "Huh, dia yang minta tolong dia yang judes!"Mereka bertiga meluncur ke kantor Kejaksaan Pusat tempat kakak lelaki Sea bekerja. Hari sudah sore, matahari sudah turun ke barat. Jalanan sore itu sedikit padat, dikarenakan jamnya orang-orang yang baru pulang setelah seharian bekerja.Suara klakson kendaraan bermotor terdengar saling bersahutan di sana-sini, ditambah arus lalu lintas yang tidak teratur, membuat wajah Rain memerah, karena meredam kesal.Mobil sudah diparkir di halaman Kejaksaan. Rain keluar dengan tergesa-gesa."Kamu jalan duluan, tunjukkan jalannya!" tegas Rain yang wajahnya terlihat emosi bercampur kesedihan itu berbicara pada Sea.Sea mengetuk pintu ruang kerja Angkasa, seraya membukanya, dan duduk di sofa tanpa diperintah Angkasa."Selamat sore, saya Angkasa, silahkan duduk."Terima kasih." Rain dan Andy memperkenalkan diri masing-masing."Sea, ini buruh bangunan yang kamu maksud?" tanya Angkasa pada adiknya yang sedang bermain hp.Sea mengangkat kedua alisnya, membenarkan pertanyaan Angkasa dengan sungkan.Angkasa terkekeh, disusul Andy yang terbahak. Lain dengan Rain yang bingung dengan apa yang mereka obrolkan."Baiklah, kita lanjutkan. Saya sudah dengar sekilas dari Sea mengenai apa yang terjadi denganmu," ujar pria yang mempunyai badan tinggi kurus, dengan rambut dibelah pinggir."Bisa anda bantu saya, Pak Jaksa?" tanya Rain dengan lesu."Saya harus menyelidikinya dulu ke lokasi TKP.""Saya mau secepatnya kasus ini diungkap, karena saya yakin sekali istri saya dibunuh.""Apa istri anda punya masalah atau musuh sebelumnya?""Saya yakin tidak, Hanna orang yang sangat baik, dia berasal dari keluarga sederhana dan tidak banyak bergaul." Rain mencoba menjelaskan."Atau-anda yang mempunyai musuh?""Sepertinya ... tidak?" jawab Rain ragu-ragu dengan tatapan kosong."Coba pikirkan baik-baik!" Angkasa mencoba meyakinkan Rain, sementara Rain membisu dan terpaku memikirkannya.Bagaimanapun dipikirkan, dia tidak mempunyai masalah dengan orang lain."Saya akan survey lokasi dulu," imbuh Angkasa sembari berdiri dan mengambil jas hitam yang menggantung di sudut ruangannya.Andy menegur Rain yang masih melamunkan pertanyaan Angkasa tadi, karena pertanyaan itu cukup mengganggu baginya."Anda tidak akan ikut?" Pertanyaan Angkasa membuyarkan lamunan Rain. Rain hanya diam mengekori Angkasa dan Sea. Andy mencoba merangkul dan menghibur Rain."Kau ikut mobil Angkasa!" pekik Rain pada Sea yang sedang membuka pintu mobil belakangnya.Sea menutup pintu mobilnya dengan keras. "Numpang mobil temen aja shombong." Gumam Sea.
Rain yang mendengarnya, hanya melirik sinis dan tak ambil pusing.Sebelum memasuki gedung yang dibatasi police line, Angkasa memakai perlengkapan sterilisasi, untuk memeriksa tiap sudut lokasi proyek. Dia menyelidiki dengan teliti dan tanpa ada yang terlewat.Lalu ia mengeluarkan cotton bud, mengusap sesuatu yang menempel di ujung kawat bendrat yang masih terangkai di bangunan, yang sedang dalam proses pengecoran.Lalu Angkasa, menjalankan simulasi sendiri dari tempat sebelum terjatuhnya Hanna sampai ke luar lokasi proyek."Pelakunya berlari tergesa-gesa. Bisa jadi dia tersandung sesuatu dan tanpa sadar bagian tubuhnya tergores kawat ini." Angkasa menerangkan sambil menunjuk kawat yang dimaksud."Jadi pelakunya pasti punya luka gores di tangan atau tubuh lain bagian atasnya?" tanya Rain.Angkasa mengangguk membenarkan pendapat Rain."Aku akan cek ulang CCTV sekitar, dan mencoba memulihkan CCTV disini. Ada berapa total CCTV di gedung ini?""Ada 5 termasuk jalan masuk dan keluar," sahut Rain.
"Semuanya dirusak pelaku?""Ya," pungkas Rain."Oke, jadi menurut analisaku, pelaku ini adalah orang dalam yang tahu betul setiap sudut gedung ini, dan pastinya sangat dekat denganmu." Angkasa menjelaskannya pada Rain.Rain terlihat gelisah, sambil berdiri menyilangkan tangan, dan sesekali menggaruk dahinya yang tidak gatal.Hari sudah semakin gelap. "Kita lanjutkan besok Rain," ujar Andy.Disetujui oleh Angkasa, "Yah benar, aku akan melakukan penyelidikan ulang bersama tim. Anda sebaiknya menenangkan diri dulu. Jangan terlalu memperlihatkan kegelisahan anda pada orang-orang terdekat.""Kau benar, mulai sekarang aku tidak akan mempercayai siapapu," katanya dengan yakin."Kau harus tegar Rain, aku di sampingmu.""Dari tadi juga begitu Ndy, ck!" jawab Rain asal.Andy terkekeh, "Maksudku bukan itu Rain, sudahlah, sepertinya kau sudah tidak sedih lagi," sahut andy sambil melingkarkan tangannya di leher Rain."Menyingkir!" tegas Rain yang diikuti Andy melepas tangannya.šµšµšµ
Rain mengambil cuti kerja selama beberapa hari, untuk menemani Cyra. Rain menatapi putri kecilnya yang belum tau bahwa ia kehilangan sosok mama untuk selamanya.
"Papa, where is mama?" tanya Cyra yang sedari tadi mencari sosok Hanna."Hmm, mama was going so far, Cyra. Cyra main sama papa dulu ya."Cyra mengangguk dengan wajah merengut, karena merindukan Hanna.Telepon genggam Rain berdering."Ya, Maya?""Pak, bagaimana dengan meeting hari ini?""Tolong pending selama beberapa hari. Saya sedang kurang sehat.""Baik, Pak""Oh ya Maya, (lanjut Rain sebelum Maya memutuskan sambungan teleponnya), tolong kirim file pekerjaan hari ini ke email, saya akan mengerjakannya dari rumah""Tapi, Pak, ada banyak hard copy file yang harus ditandatangani hari ini juga.""Kalau begitu kamu bawa ke rumah saya, setelah itu kamu bisa kembali ke kantor.""Baik, Pak, saya sedang menyiapkannya."Call is ended."Hun, tolong ambilin minum dong, aku haus."Suasana rumah hening, tanpa ada jawaban, hanya ada suara Cyra yang bermain dengan masak-masakannya. Rain terlupakan bahwa ia sudah kehilangan sosok yang ia panggil dengan nama kesayangan teersebut. Cyra menghampiri Rain memberikan sebuah gelas dari mainannya kepada Rain."This is yours, Papa," kata Cyra dengan senyum riangnya. Rain langsung teringat bahwa mendiang istrinya sudah tiada."Thank you sweety," jawab Rain sambil menatap wajah Cyra yang sangat mirip dengan mamanya. Rain menatapnya lekat, ia sangat merindukan wajah yang serupa Cyra, matanya, bibirnya, senyumnya, semuanya dominan Hanna.Suara mobil memecahkan lamunan Rain, "Selamat siang.""Tante Maya ...!" seru Cyra berlari mendekati mobil yang dikenalnya."Halo, Sayang, apa kabar?" sapanya.Rain berlalu meninggalkan Maya, masuk ke ruang kerjanya. Disusul oleh Maya yang membawa banyak map penting."Halo Cyra, Cyra main sama om dulu ya," sapa Hendra."Gak mau!" Ketus Cyra sambil berlari ke kamarnya."Ini file-nya, Pak." Rain memeriksa file yang sebagian sudah ia pelajari. Dan membubuhkan tanda tangannya."Sebagian, sudah saya tanda tangani. Sisanya ditinggal saja, saya harus mempelajarinya dulu.""Baik. Oh ya, Pak, Sentra Panorama ingin meeting diadakan secepatnya," tutur Maya."Saya akan mulai bekerja tiga hari ke depan, kau atur waktunya mulai hari itu." "Baik, Pak."Maya berjalan ke luar, terlihat pintu kamar Cyra terbuka. Maya melongo ke kamarnya, melihat Cyra sedang duduk dengan Ruby (boneka rabbit) di pelukannya.Rain yang sedang fokus di ruang kerjanya, mendengar suara gelak tawa Cyra, lantas mendekati kamarnya. Mendapati Cyra sedang bermain dengan sekertarisnya, yang ia kira sudah kembali ke kantor."Kau belum pergi?" tanya Rain.Maya yang kaget mendengar suaranya segera berdiri, "Maaf, Pak, saya tadi liat Cyra lagi sedih, jadi saya mengajaknya bermain.""Boleh saya menemami Cyra hari ini, Pak, Cyra sedang kesepian," tanya maya yang meminta izin Rain.š·Bersambungš·
Rain menyetujui izin Maya untuk menemani Cyra, hal itu supaya Cyra tidak terlalu memikirkan sosok seseorang yang kini sudah tiada."Baiklah, hanya sampai siang hari, banyak yang harus dikerjakan di kantor," tandas Rain.Maya tersenyum, kemudian mengajak Cyra bermain lagi."Cyra ... mau tante bacain buku cerita?""Mau mau, yeeyy," ujar Cyra bahagia sambil menangkup Ruby."Oke tante bacain Putri Tidur dan Penyihir Jahat ya?"Cyra mengangguk dan mendengarkan dengan seksama. Ia berbaring di ranjang kecilnya yang berwarna pink. Maya membacakan buku dongeng dengan intonasi yang tepat, membuat Cyra merasa masuk ke negeri dongeng.Setelah selesai membacakan cerita, Maya menutup bukunya, dan melihat Cyra sudah tertidur lelap. Maya menutupi tubuhnya dengan selimut, mengusap pipi Cyra dan mencium pipinya.Maya melihat jam yang melingkar di tangan kirinya, sudah hampir waktu jam makan siang. Ia bergegas keluar dari kamar Cyra, suasana ruma
"Maafkan saya," sahutnya, tanpa disadari sambungan telepon yang ia hubungi sudah dijawab."Kalo jalan pake ma--" ucapannya terpotong. Kamu! tegasnya, ia terkejut dengan seseorang yang baru saja menabraknya.""Sedang apa kau disini?" tanya Rain pada gadis yang berdiri di hadapannya."Bukan urusanmu!""Yasudah ikut aku!" pinta Rain sambil menarik tangannya."Eehhh, aku mau dibawa kemana!" Protesnya sambil berusaha melepaskan genggaman Rain."Antar aku ke Angkasa!" pekik Rain tanpa menoleh pada si gadis."Jauh banget, aku gak bisa terbang hey!"Rain sontak menghentikan langkahnya, dan membalikkan tubuhnya yang proporsional, menatap gadis yang lengannya masih dalam genggamannya itu. Ia mengangkat 1 jari telunjuknya, mendekati gadis itu dan--. Menoyor kepala gadis itu dengan telunjuknya tadi."Bukan itu bodoh," semburnya.Gadis itu terbahak-bahak. "Lepas dulu tanganku, aku mau nengok temen disitu," ucapnya, sambil menu
Kakak-kakak yang baik hati dan cantik cakep, sebelum baca, jangan sempetin follow, subscribe dan like-nya ya.. ā¤ā¤.."Tu-tunggu sebentar, aku- butuh tempat-bersandar," ucapnya dengan tersedu sedan.Sea yang tadi enggan menerima pelukan dari om-om itu, akhirnya menyerah dan membiarkan ia melepas semua pilu di pelukannya.Sepuluh menit sudah, Rain melepaskan pelukannya. "Maaf," ucapnya singkat.Sea yang tercengang atas sikap Rain itu masih berdiri kaku dengan sorot mata terheran-heran, ia merasakan duka mendalam yang dialami pria berumur hampir kepala tiga yang mendekapnya tadi.Rain melangkah keluar lokasi proyek. Sea mengekorinya di belakang sembari mengelap blouse-nya yang basah karena air mata Rain.Pria itu tiba-tiba menghentikan langkahnya. Diikuti si gadis yang juga menghentikan langkah di belakangnya. Rain menunjuk dahi si gadis dan mendorongnya pelan."Kamu jangan mikir macem-macem tentang saya tadi!" tukasnya.
Hallo kakak yang baik hati, sebelum baca, follow dan subscribe dulu yuk.. ā¤ā¤.."Saya sudah mendapatkan hasil dari bercak darah yang kita temui di gudang bawah tanah, dan hasil DNA di dinding memang milik Almarhumah istri anda, akan tetapi ... bercak merah di lantai, itu hanya bekas red wine dengan campuran racun arsenik.""Jadi menurut definisi saya, korban dicekoki wine sebelum kematiannya." Angkasa mencoba menguraikan sesuatu dari barang bukti yang ia dapat."Tapi polisi tidak memberitahukan kalau ada bekas atau aroma wine di jenazah istri saya?" Rain coba mengingat-ingat."Untuk mengurai kasus ini, kita perlu menelusurinya lebih dalam, dan saya sudah mendapatkan jenis red wine yang digunakan oleh pelaku.""Red wine jenis apa?" Tanya Rain, mencoba mencatat di aplikasi note."Cabernet Sauvignon, anda bisa mencari siapa di sekitar anda yang biasa mengkonsumsi wine jenis ini, pasti tidak terlalu sulit, karena tidak banyak orang pe
Hai, kalian udah follow dan subscribe kaan kaan, plis bilang udah... š„³ā¤..Suasana kantin rumah sakit siang itu begitu kelam, karena posisinya yang berada di pojok belakang bangunan. Padahal kondisi ramai oleh para penunggu pasien yang menyempatkan diri untuk makan.Ruangan yang luas itu terasa sesak ditambah dekorasi ruangan yang sudah sangat lama tidak diperbaharui."Sea?" Rain memanggilnya dengan suara beratnya.Sea hanya melirik dan masih menyeruput minuman melalui sedotan yang sejak tadi diputar-putarnya."Apa kamu bisa minum lebih cepat lagi? Angkasa sudah menunggu lama. Kamu lelet sekali, untuk makan dan minum saja kau sampai menghabiskan waktu setengah jam, pantas saja tubuhmu kurus kering!"Sea terbelalak mendengar dirinya dikatakan kurus kering, ia melirik ke arah tubuhnya sendiri yang memakai kaos pas badan sehingga terlihat lekukan tubuhnya, ia lantas menutup resleting jaket dan memakai kupluknya sekaligus.
"Halo Rain, dimana kau?"tanya Angkasa."Aku di rumahmu.""Dokter sudah menemukan hasil analisa DNA yang ditemukan di lokasi, selain DNA-nya Hanna. Besok kita bertemu di rumah sakit!" sahut Angkasa sembari mengemudikan mobil.Rain terkesiap, entah ini berita bagus atau buruk, di satu sisi ia akan segera mengetahui siapa pelaku utamanya. Di sisi lain ... pelakunya pasti berada di dekatnya selama ini. Ia harus benar-benar dalam kondisi siap mental dan pikiran."Oke, besok pagi saya kesana,"paparnya.šµšµšµPagi hari di bulan Februari masih musim penghujan, dinginnya begitu menyeruak padahal sudah jam delapan pagi. Mentari beberapa bulan terakhir terhalang awan kelabu, semburat cahayanya hanya sampai beberapa sorotan.Angin kala itu masih membawa butiran ai
"Pesawat sudah berangkat sepulih menit yang lalu, tapi Maya tidak masuk dalamSecurity Point Check,itu artinya ... Maya masih disini," ujar Angkasa."Lalu?" tanya Rain."Pasti ada yang tidak beres!" Angkasa mencoba berspekulasi."Kita segera kesana Rain!"Mereka bergegas lagi ke bandara. Rain menghubungi sopir pribadinya, tetapi tak diangkat."Ke mana lagi dia!" geramnya."Ada apa, Rain?""Hendra, tadi masih bisa kuhubungi waktu memberitahu soal Maya, sekarang dia tidak bisa dihubungi," tukas Rain kesal.Seketika Angkasa dan Rain seperti memiliki pikiran sejalan, mereka adu pandangan seperti me
Cyra naik ke atas meja menarik kedua kepala orang dewasa itu dan mendekatkannya, lalu memeluk mereka bersamaan.Spontan pipi mereka menempel satu sama lain. Sea bisa melihat tatapan menusuk seorang pria di hadapannya, bagaimana alis tebal dan hidungnya bagai sudut segitiga siku-siku. Dengan dagu lancip ditambah bibir tipis meronanya. Ia melamun sesaat dan menelan ludah."Ehm!" Rain berdehem.Suara Rain membuat Sea terkesiap dan tersadar dari lamunan indahnya."Ma-maaf aku harus pulang." Sea beranjak dari kursinya dan segera meraih tas kecilnya yang digantung di sandaran kursi, lalu melangkah dari ruang makan."Tunggu!" Rain menahan lengan gadis muda itu.Sea menghentikan langkah dan menoleh pada je
Bersamaan dengan kehangatan mereka, Rain mendapat panggilan telepon. Ia meminta izin keluar kamar untuk menerima panggilan.āSea, Papa mau bicara.āāBicara apa, Pa?āāPapa dengar keluhan kamu ke suamimu tadi waktu di depan ruang operasi. Gak baik bicara begitu dengannya, Sea. Dia itu suami kamu.ā Thomas menegurnya.āKeluhan apa, Pa?ā tanya Angkasa penasaran.āBiar Sea yang jelaskan, Angkasa.āāEmmh ... itu ... habisnya dia mengganggu banget, Pa. Aku gak mau kehilangan Kakak karena Kakak udah berkorban nyawa untuk aku, makanya aku gak mau tinggalin Kakak sedikit pun.āāKamu bilang begitu ke Rain, Vin?ā tanya Angkasa.Sea menekuk wajahnya dan mengangguk pelan.āYa, ampun, Vin. Kamu tahu? Dia udah buat rencana sebelum penculikan kamu, loh. Dia hubungi Kakak dan mengerahkan beberapa anak buahnya untuk melindungi kamu. Kamu lihat, kan, semua orang yang melawan Bintang di rumah itu?āMata S
Sea menyaksikan Angkasa, sang kakak, tersungkur di lantai dengan tangan kiri memegang perut. Bau darah pun menguar ke seisi ruangan. Angkasa ... di sana terbaring tanpa daya lagi.āKakaaaak!ā Sea menjerit histeris.Sea bersama Rain menghampiri Angkasa. Ia lalu mendekap Angkasa yang sudah hilang kesadaran.Ā āKakaak, banguuun. Kak, jangan pergi! Vin gak punya siapa-siapa lagi, Kaaaak.āRain mendekap mereka berdua. Ia tak tahan melihat pipi Sea yang banjir akan air mata. Karena itu, matanya juga ikut berkaca-kaca. Sekali-kali air matanya menetes, tetapi dengan cepat ia menghapusnya agar terlihat tetap tegar.Suara sirene mobil polisi terdengar sampai ke dalam. Banyak polisi dengan pakaian serba hitam dan lengkap membawa senjata, berlarian memasuki rumah itu. Mereka bersiaga di tiap-tiap sela pintu dengan senjata masing-masing untuk memantau keadaan.Ā Rupanya, Bintang dan satu pelaku penculikan sudah tak sadarkan diri, sedangkan yang
āKalau kamu gak bisa jadi milikku, orang lain juga harusnya gak bisa, Sea.ā Ibu jarinya membelai lembut sepanjang bibir berperona merah milik Sea.ā Aku udah banyak menghabiskan waktu untukmu, Sea. Tapi, kamu gak menghargainya sedikit punāgak pernah sama sekali. Kenapa?āMelihat Sea yang belum sadarkan diri, lelaki itu berusaha mengambil kesempatan yang mungkin takākan bisa ia dapatkan lain kali.Ia memandangi gadis dengan lekukan bulu mata yang indah, bibir semerah buah ceri, hidung lancip, dan rahang yang tegas. Kemudian pandangannya menurun ke arah garis leher Sea yang tampak sangat menggoda baginya.Dua kancing baju Sea sudah terlepas dari lubangnya. Lelaki bermata hitam legam itu terang-terangan meliriknya sambil menelan liur dengan berat, terutama saat melihat bagian dada yang sedikit mencuat.Karena lengan Sea diikat di bilah besi, kemeja kotak-kotak yang dikenakannya pun ikut tertarik ke atas. Bukan hanya area dada, area seputaran perut
āTapiāāAku mohon kamu paham. Kamu tahu, kan, gimana mamanya Cyra pergi? Aku gak mau sampai kejadian serupa terjadi lagi. Aku gak bisa dua kali kehilangan orang yang sama-sama aku cintai, Sayang. Gak bisa.ā Rain menerangkan dengan lemah lembut. Matanya tak lepas memandang wanita muda di hadapannya.***Keesokan harinya, Sea terlihat keluar dari kamar dengan sudah berdandan rapi.āMau ke mana, Sayang? Kamu gak akan ke kampus, kan, hari ini?āāEnggak, hari ini libur. Aku mau pergi ke kostan Emil, ya?āāSebaiknya, kamu di rumah aja, Sea. Kostan Emil, kan, dekat dengan kampus. Orang-orang di sana pasti kenal kamu.āāAku udah siapin ini.ā Sea memperlihatkan topi dan masker yang dikeluarkan dari tasnya. āNanti aku langsung ke kostan-nya, kok. Gak mampir ke mana-mana. Aku lagi butuh teman ngobrol aja.āāYa, udah. Aku antar kamu sampai kostan Emil. Kalau suāāSayaaang ...? Aku baik-baik aja, oke? Aku
Sore hari, hawa dingin berembus kencang, menarik Sea dari alam mimpi dan membawanya ke dunia nyata. Desiran angin dengan riuhnya menyapu lembut dedaunan hijau, membuat setiap tangkai saling besinggungan.Angin mendorong keras jendela hingga membentur dinding. Suaranya mengguntur bagai petir sehingga membuat Sea tersadar.Matanya masih sayup-sayup terbuka, terkadang menutup, lalu terbuka lagi perlahan. Kemudian, ia mengernyit ketika semburat cahaya menyusup jendela. Tirai tipis yang menggantung, menari-nari indah karena alunan angin yang bersilir-silir.Begitu tersadar penuh, hal yang pertama dilihat adalah wajah rupawan serupa oppa-oppa Korea. Bibirnya langsung membentuk lengkung menarik senyum tipis ketika melihat pria itu di antara sinar senja yang menerobos jendela.Jemarinya meraba, mengelus sisi kanan wajah suaminya yang masih terlelap: mulai dari kening, alisnya yang tegas, dan pipi yang tirus sampai dagu. Satu menit, dua meni
āHaāāDi mana kamu!ā Suara di seberang telepon membuat Sea kaget. Ia memejamkan mata, mencoba melegakan hatinya. Berkali-kali dirinya menarik napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara lagi.āSea, di mana kamu?ā tanyanya sekali lagi.āA-aku ... aku di taman ....ā Belum selesai ia berbicara, sambungan telepon sudah terputus. 'Apa yang akan terjadi setelah ini? Apa aku akan diceraikan? Enggak, aku gak mau. Aku gak mau pergi setelah nyaman dengannya. Aku sudah menyayanginya. Aku sudah mencintai Rain dan Cyra.'Lima menit kemudian, seorang lelaki berlari ke arahnya dan tepat berhenti di hadapan Sea yang sedang menangis terisak sambil menutupi wajah. Kemudian, dua tangan berbalut kemeja katun menariknya ke dalam pelukan.Terkejut dengan orang yang memeluknya tiba-tiba, Sea langsung menjauhkan diri. Ia takut kalau tiba-tiba Bintang-lah yang ada di hadapannya.Ternyata setelah melihat seorang pria dengan rambut set
āBintang ...? Kamu sedang apa?ā Ia melihat Bintang tertunduk. āBin. Ayo, bangun. Malu dilihat banyak orang.ā Perlahan, langkahnya mendekati Bintang, memastikan apa yang sedang dilakukannya. Namun, Bintang masih diam di posisinya. Tak lama, terdengar suara isak tangis.āSea, aku ....ā Ia mendongak pelan.āBintang, bangun dulu, ya.ā Ia membujuk Bintang sambil memperhatikan pandangan semua orang.āSea, aku itu sayang kamu. Terlalu sakit mendengar kenyataan kalau kamu udah jadi istri orang. Padahal, aku yang lebih lama kenal kamu daripada suamimu itu.ā Bintang menepuk-nepuk dadanya. Matanya memerah dan menggenangkan cairan yang hampir terjatuh. āAku cuma suka kamu, Se. Aku mau perjodohan kita berlanjut. Aku cuma sayang kamu.āWanita dengan rambut panjang dikuncir setengah itu mengerutkan kening. Tak dapat dipungkiri jika ia merasa terharu dengan ungkapan yang dinyatakan Bintang. Ia memang mengenal Bintang jauh lebih lama daripada Rain. Itu karena
Dari dalam restoran, Rain memegang tangannya Sea. Namun, setelah sampai di luar restoran, pria berkaos polo shirt putih itu melepas genggamannya. Ia tetap berjalan di samping istrinya, tetapi eskpresinya tak seperti sebelumnya. Sikapnya menjadi dingin seperti waktu awal-awal mereka bertemu.Saat makan, Rain hanya fokus menghabiskan makanannya. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulutnya sampai semua hidangan di meja habis dilahap yang lainnya.Menyadari hal itu, Sea merasa bingung. Ia khawatir melakukan kesalahan yang membuat suaminya marah sampai-sampai Rain mendiamkannya begitu.***Begitu sampai di rumah pun, Rain langsung keluar dari mobil dan masuk ke kamar, meninggalkan semua yang masih berada di mobil.Sea makin merasa canggung. Ia tak tahu apa alasannya. Setelah menuntun Cyra ke kamar, Sea segera m
Bintang-bintang bergelantungan dalam pekatnya langit bersama rembulan yang tersipu di balik awan. Suasana malam Minggu Kota Bandung begitu hingar bingar saat itu. Gelak tawa, suara pengamen, orang-orang berfoto, sampai tangis anak-anak saling bersahutan.Hampir seluruh rumah makan, kafe, pertokoan, dan pedestrian dipenuhi pengunjung. Angin berembus membelai rambut Sea yang baru saja turun dari mobil bersama suami, anak, dan asistennya. Mereka sampai di rumah makan tradisional yang menyajikan menu-menu khas adat Sunda.“Silakan.” Seorang pramusaji menyodorkan dua buah buku menu ketika keluarga Rain mengambil salah satu meja dengan empat kursi.“Terima kasih,” ujar Rain. “Kamu mau pesan apa?” Ia bertanya kepada Sea sambil menatap buku berisi banyak daftar menu.“Aku mau bebek goreng dan