"Selesai," gumamnya dengan menatap ke arah cermin di depannya.
"Gimana penampilan aku, Bi?" Meri tersenyum.
"Sangat cantik, Nona." Celindia tersenyum puas.
Sejak malam itu, Celindia kembali kepada ambisinya untuk menjadi istri yang baik untuk Keindra. Bukan hanya itu, ia juga bertekad untuk membuat Keindra jatuh cinta kepadanya.
Karena ... entah sejak kapan, jantung Celindia sering berdetak dengan keras saat bersama Keindra. Bahkan hanya mendengar nama pria itu, Celindia seakan merasakan jantungnya yang melompat keluar.
Ia lalu mengadukan kondisinya kepada Meri dengan polosnya, Meri yang mendengar itu hanya tersenyum. Ia sudah melewati masa mudanya, dan ia tahu betul apa yang dirasakan nonanya itu.
Saat Meri mengatakan bahwa itu adalah perasaan cinta kepada seseorang, dan seseorang itu adalah Keindra, Celindia sangat terkejut. Tentu saja terkejut, bagaimana bisa hatinya selemah itu dan mudah terjatuh ke te
Celindia terdiam saat tak mendengarkan respons dari sahabatnya yang kini jauh darinya."Anjani?"Tak ada jawaban."Anjani? Woy!""Ah, ya? Kenapa?" tanya Anjani kemudian.Celindia berdecap kesal. "Dari tadi lo ngapain pe'a? Lo dengerin gak sih gue ngomong?" tanya Celindia gemas.Anjani tertawa canggung. "Maaf, gue gak fokus."Celindia menghela napas. "It's oke," jawabnya pelan."Gimana tadi?" tanya Anjani."Tadi? Apanya yang tadi?""Yang lo bilang tadi, tadi gue sempet denger lo nyebut nama ... siapa tadi? Kain? Kinan? Atau apa lah itu.""Apaan Kinan! Wah, lo kena racun layangan sambung, ya?""Layangan, layangan. Pala lo loyangan," ketus Anjani.Hening."Woy!" teriak Anjani membuat Celindia lagi-lagi menjauhkan ponsel dari telinganya."Santai pe'a! Aelah," gerutu Celindia dengan tangan yang m
Celindia beranjak bangun dengan malas saat mendengar sebuah ketukan pintu dari luar."Masuk," pintahnya dengan suara serak.Tak lama pintu terbuka menampilkan Meri dengan satu pelayan, wanita itu tersenyum menyapa nona-nya. Sedangkan pelayan yang satunya melangkah ke kamar mandi, Celindia hanya membiarkan.Pelayan yang hanya berbeda sekitar dua tahun dengannya itu pasti akan menyiapkan air hangat untuk ia berendam, kegiatan yang selalu ia lakukan saat memasuki kamar Celindia bersama Meri."Selamat pagi, nona," sapa Meri dengan sopan."Pagi, bibi." Celindia membalas dengan senyuman tipis.Meri tahu suasana hati nona-nya masih terbawa oleh keadaan yang semalam, ia ingat dengan jelas bagaimana raut kecewa yang tergambar di wajah cantik nona-nya. Wanita itu membuka tirai tinggi menggunakan remot elektronik, ia lalu kembali berdiri di samping ranjang Celindia."Bagaimana dengan tidur nona? Apa nyen
Celindia menatap layar televisi di depannya dengan serius, tangannya sibuk menyiapkan kue kering ke dalam mulutnya. Gadis itu tengah menonton film kesukaannya, salah satu film layar lebar Indonesia yang di ekspor ke mancanegara.Tadinya gadis itu berniat keluar rumah untuk menonton film itu di bioskop. Namun, saat ia menelepon Keindra, pria itu tidak mengizinkannya dan berkata untuk tetap berada di rumah.Celindia yang juga keras kepala tidak ingin mengalah, ia merasa akan jenuh jika lama-lama terkurung di dalam rumah yang sebesar mansion itu. Namun, Keindra juga tidak kehilangan akal.Pria itu menyuruh anak bawahannya untuk membeli semua CD film layar lebar yang berada di bioskop terbesar di Chicago, semuanya tanpa terkecuali. Celindia bahkan hampir saja menjatuhkan rahangnya karena ternganga saat melihat ada puluhan CD film layar lebar yang baru saja terjun tahun ini.Selesai dengan mode terkejutnya, gadis itu akhirnya memutuskan
Celindia memejamkan matanya dengan kerutan di dahi saat napas Keindra yang sangat bisa ia rasakan, Keindra yang melihat itu tersenyum miring. Dalam diam kepalanya mengepal, ia hampir saja melupakan kenyataan bahwa gadis di depannya ini menikah dengannya karena harta semata.Melihat Celindia terkadang membuat amarahnya memuncak, namun jika tidak melihat gadis cerewet itu dalam sehari saja sudah membuatnya uring-uringan. Keindra sendiri bingung dengan dirinya, tujuannya menikahi Celindia hanya satu, karena permintaan Amira, sang nenek."Kamu pikir saya mau ngapain, hm?" Celindia membuka matanya dan membulatkan matanya saat jaraknya dengan Keindra sangat dekat."Ak--" Celindia mengatupkan bibirnya.Ia hampir saja menangis karena bibirnya sempat bersentuhan dengan bibir Keindra, jarak yang sedekat itu semakin membuat Celindia waspada. Berbicara sedikit saja akan membuat kedua benda kenyal itu bersentuhan, Celindia memundurkan tubuhnya.
"Ya iya gue tau, tapi kan gue cuman mau coba buat jadi istri yang baik bego!" Tentu saja kalimat itu hanya terendam dalam pikiran Celindia saja, ia tidak mau membuat masalah dengan mencari gara-gara kepada Keindra. "Ya aku mau coba jadi istri yang baik buat kamu ehehe," kata Celindia menyengir. Celindia lalu mengambil alih tas kerja Keindra, gerakan gadis itu sangat cepat sehingga Keindra tidak ada kesempatan untuk menyela. Pria itu hanya menghela napas, sedangkan Celindia mulai menarik lengan kekarnya. "Ayo, Kein. Aku udah ... " Langkah Celindia memelan seiring dengan suaranya yang hilang. Baru saja ia akan mengatakan kepada Keindra bahwa ia sudah menyiapkan makanan, tetapi ia lupa bahwa ia tidak ikut menyiapkan makanan. Keindra yang langkahnya ikut terhenti karena Celindia memegang lengannya menatap Celindia dengan alis yang terangkat. "Udah apa?" Celindia tersadar. "Udah anu ahaha, u
Ponsel genggam Keindra berbunyi saat ia sedang menghadiri rapat bersama partner proyek, pria berusia sekitar tiga puluhan tahun yang sedang menjelaskan rencana proyeknya lantas berhenti saat ada sebuah deringan ponsel."Siapa yang--" Kalimat selanjutnya terendam dalam mulut saat tahu deringan ponsel itu ternyata dari sang direktur utama.Para hadirin rapat juga hanya diam, mereka tidak ingin mengancam pekerjaan mereka dengan berani menegur direktur utama perusahaan besar itu.Keindra menatap ponselnya yang tertera nomor telepon rumah, tidak biasanya ada orang rumah yang menelepon kepadanya. Apa lagi saat tahu bahwa ia berada di kantor, kecuali itu adalah hal penting.Pria itu mengangkat panggilan telepon dari rumahnya. "Kenapa, Meri?""Ke-kein." Itu suara Celindia."Celin?""I-iya ini aku, Kein tolong ak--argh!" Panggilan diakhiri."Celin? Halo?"Keindra
Celindia mengerjapkan matanya, ia beranjak bangun dengan meregangkan otot tubuhnya. Tangan kanannya menutup mulutnya yang menguap lebar, gadis itu menatap sekeliling.Ia berada di kamarnya.Dalam ingatannya kembali saat di mana ia sedang duduk di sofa, tepat sebelah meja kecil dengan telepon rumah di atasnya yang berada di sudut. Ia berniat menjahili suaminya dengan menelepon nomor pria itu melalui telepon rumah, Celindia menekan nomor telepon Keindra.Tak berselang lama panggilan di angkat oleh sang penerima. "Kenapa, Meri?"Celindia menutup mulutnya, berusaha untuk meredam tawanya yang siap menyembur. Ia berdehem tanpa suara dan memulai aksinya."Ke-kein," panggil Celindia dengan nada takut yang dibuat."Celin?" tanya Keindra dari seberang sana.Celindia membulatkan matanya saat melihat seekor k
Celindia tersadar saat merasakan sesak dalam tidurnya. Tidak hanya itu, ia juga merasakan sesuatu yang lembut seolah sedang mengemut bibirnya. Entah karena terlalu malas atau sangat mengantuk, gadis itu hanya berusaha untuk memiringkan tubuhnya. Namun Keindra yang juga sedang menikmati hukuman untuk Celindia malah membatasi pergerakan gadis itu sehingga Celindia kembali terlentang, ia lalu berdecak dan membuka mata dengan malas. Celindia mengerjap, ia masih merasa linglung dan bodoh saat menatap wajah tampan yang paripurna tepat di depan wajahnya. "Gwamtemnya," gumamnya tidak jelas. Keindra yang masih melumat bibirnya lalu membuka mata saat mendengar gumamannya, ia ikut menatap Celindia yang sedang menatapnya seperti orang bodoh. Alih-alih bergenti, Keindra terus melanjutkan ciuman itu sampai
Celindia membuka matanya dengan perlahan, suara ringisan keluar dari bibirnya saat ia mencoba menggerakkan tubuhnya. Netranya melihat ke sekelilingnya. Sunyi. Tidak ada siapapun di dalam ruangan VIP itu selain dirinya, ia menghela napas dengan mata yang terpejam. Ingatannya kembali pada kejadian yang menjadi penyebab dirinya terbaring di brankar rumah sakit ini, perbuatannya yang terbilang nekat dan berani, yang juga membuatnya terlihat seperti orang bodoh. Celindia kembali mengingat. Saat itu, ia ingat sempat melihat wajah tegang Keindra saat berada di dalam mobil. Ia bahkan bisa merasakan tangan dingin Keindra yang menyentuh pipinya dan tangannya yang lain memegang luka tembaknya. CEKLEK Suara pintu yang terbuka membuatnya mengalihkan pandangannya. Keindra terdiam di depan pintu saat melihat Celindia yang sudah sadar dan sedang menatapnya. Mereka terdiam dalam hening yang tercipta. Saling menatap dari jarak yang tidak dekat. Celindia yang lebih dulu tersadar lalu segera menga
Keindra berdiri dari duduknya, lalu kembali duduk. Hanya itu yang ia lakukan di depan ruangan operasi yang sekarang masih berlangsung. Sudah lebih dari dua jam pria itu tidak beranjak dari tempatnya. Tepukan dibahunya membuat Keindra menoleh, ia mendapati Jordan yang membawa dua kaleng soda ditangannya. Keindra mengambil satu kaleng minuman yang disodorkan padanya. "Duduk dulu, Ndra." Keindra tidak mengindahkan dan tetap menatap pintu ruang operasi. Jordan menghela napasnya, lalu meminum minumannya. "Kenapa gak lo aja yang pimpin operasinya?" Keindra menatap Jordan dari tempatnya berdiri. Jordan menggeleng sekilas. "Enggak bisa. Ini bukan rumah sakit yang gue pegang, gue juga gak bisa seenaknya lakuin operasi darurat pasien rumah sakit lain." Jordan memang adalah seorang dokter, namun ia tidak bisa sembarangan mengambil alih pasien di rumah sakit yang bukan tempatnya bertugas. Keindra kembali menatap pintu operasi, lampu operasi belum juga mati, yang berarti operasi masih berja
Keindra memberikan pukulan kepada pria bertopeng itu tanpa jeda, ia bahkan tidak memberinya kesempatan untuk mengelak atau pun melawan. Setelah tadi menghabisi semua orang bayaran itu ia memasuki ruangan besar karena mendengar suara jeritan Celindia, saat sampai ia menyaksikan istrinya menahan sakit akibat rambutnya yang ditarik dengan kasar oleh pria yang saat ini sedang ia hajar.Jordan melepaskan semua ikatan yang berada di tubuh Celindia, ia meringis saat melihat memar di wajah dan tangan serta kaki gadis itu."Tunggu di sini, jangan ke mana-mana." Jordan menjauh setelah Celindia mengangguk setuju.Setelah beberapa saat, muncul beberapa orang yang memegang senjata tajam serta topeng di wajah mereka. Jordan membantu Keindra melawan mereka yang kewalahan, sedangkan Celindia meringkuk dengan takut.Mereka ada sekitar tiga belas orang, melawan dua orang jelas perkelahian itu a
Celindia membuka matanya yang terasa berat. Ia mengerjap panik, hanya gelap yang berada di hadapannya saat ini.Sangat gelap.Ia bahkan tidak bisa melihat apa pun. Gadis itu beranjak untuk meraba-raba sekitarnya, malah terdiam saat mengetahui dirinya tidak bisa bergerak.Celindia memberontak dengan panik."Hmphh!" Suaranya juga tidak muncul!Ia terengah dan diam sejenak, tahu bahwa usahanya akan sia-sia. Sekarang Celindia paham kondisinya.Ia terikat di kursi kayu dengan mulut yang dilakban serta kepala yang ditutupi sebuah kain, ia memejamkan matanya dengan jantung berdebar.Bagaimana ia bisa di sini?Apa yang terjadi sebelumnya?Di mana dia sekarang ini?Kepala gadis itu mulai berpikir. Seingatnya terakhir kali ia berada di toilet mall, ia melihat wanita jadi-jadian dan hendak keluar dari toilet. Setelahnya ia tidak mengingat apa-apa lagi.
Keindra menatap lurus ke depan, didepannya terlihat beberapa orang dengan pakaian hitam yang melekat di tubuh mereka. Hanya dirinya sendiri yang memakai jas formal, karena memang pria itu tidak pulang dan malah pergi ke markas.Inilah salah satu dari sekian hal yang disembunyikan oleh pria berdarah Amerika itu.Keindra Genanta Aldres. Pria yang memiliki pekerjaan di dua dunia, dunia manusia dan dunia gelap. Ia memang memiliki usaha yang melejit.Tidak hanya di dunia perusahaannya, tapi juga di bisnis gelapnya.Sekarang mereka sedang melakukan runding untuk strategi pemasaran ganja. Pemerintah Amerika tidak bisa diajak bekerja sama, mereka akan membantai habis orang-orang yang terlibat perdagangan benda terlarang itu.Maka dari itu, mereka sedang melakukan rundingan dan mencari cara agar bisnis mereka berjalan lancar tanpa adanya hambatan. Keindra men
Celindia melangkah riang dengan senandung lirih dari bibirnya, Andrew mengikuti nonanya dengan berjalan agak sedikit ke belakang. Mereka menatap sekeliling, mall di pusat kota Chicago sangat ramai. "Mau beli apa ya," gumam Celindia kecil. Matanya lalu melihat timezone yang berada tidak jauh dari posisi mereka, Celindia lalu berlari ke arah timezone. Sedangkan Andrew yang tidak tahu malah panik, ia ikut berlari menyusul nonanya. "Wah!" Celindia menatap timezone di depannya dengan mata berbinar. "Andrew, Andrew!" Gadis itu menatap pria disampingnya dengan semangat. "Aku mau bermain!" "Nona bisa membeli kartu timezone ke sebelah sana, mari ikuti saya." Andrew berjalan ke arah tempat dijualnya kartu timezone diikuti Celindia dibelakangnya. Setelah membeli kartu itu, Celindia mulai bermain dengan semangat. Tak jarang
"Apa saja jadwal saya hari ini?" tanya Keindra dengan berjalan diikuti sekretarisnya disamping.Sang sekretaris membuka tabletnya. "Sambutan untuk para karyawan baru, rapat untuk melihat presentasi dari divisi perencanaan, berkunjung ke kantor cabang terbaru, dan menyambut kedatangan CEO dari WS ENTERTAINMENT."Mereka berdua telah sampai di depan lift, Keindra melirik ke arah sekretarisnya. Wanita itu terlihat ingin mengatakan sesuatu namun terlihat ragu."Ada apa, Jenni?" tanya Keindra membuat Jenni--sekretarisnya tersentak kecil."Begini Pak, saya mendengar bahwa H'S Group berusaha untuk mengajak CEO dari WS ENTERTAINMENT menjalin kerja sama. Saya juga mendengar bahwa orang dari H'S Group menunggu kedatangan Sir Zhang Yuxing di bandara saat pagi tadi," jelas Jenni.Keindra membalikkan tubuh sepenuhnya menghadap sang sekretaris, ia tersenyum miring.
Celindia tersadar saat merasakan sesak dalam tidurnya. Tidak hanya itu, ia juga merasakan sesuatu yang lembut seolah sedang mengemut bibirnya. Entah karena terlalu malas atau sangat mengantuk, gadis itu hanya berusaha untuk memiringkan tubuhnya. Namun Keindra yang juga sedang menikmati hukuman untuk Celindia malah membatasi pergerakan gadis itu sehingga Celindia kembali terlentang, ia lalu berdecak dan membuka mata dengan malas. Celindia mengerjap, ia masih merasa linglung dan bodoh saat menatap wajah tampan yang paripurna tepat di depan wajahnya. "Gwamtemnya," gumamnya tidak jelas. Keindra yang masih melumat bibirnya lalu membuka mata saat mendengar gumamannya, ia ikut menatap Celindia yang sedang menatapnya seperti orang bodoh. Alih-alih bergenti, Keindra terus melanjutkan ciuman itu sampai
Celindia mengerjapkan matanya, ia beranjak bangun dengan meregangkan otot tubuhnya. Tangan kanannya menutup mulutnya yang menguap lebar, gadis itu menatap sekeliling.Ia berada di kamarnya.Dalam ingatannya kembali saat di mana ia sedang duduk di sofa, tepat sebelah meja kecil dengan telepon rumah di atasnya yang berada di sudut. Ia berniat menjahili suaminya dengan menelepon nomor pria itu melalui telepon rumah, Celindia menekan nomor telepon Keindra.Tak berselang lama panggilan di angkat oleh sang penerima. "Kenapa, Meri?"Celindia menutup mulutnya, berusaha untuk meredam tawanya yang siap menyembur. Ia berdehem tanpa suara dan memulai aksinya."Ke-kein," panggil Celindia dengan nada takut yang dibuat."Celin?" tanya Keindra dari seberang sana.Celindia membulatkan matanya saat melihat seekor k