Halo! Adakah yang masih mengikuti sampai bab ini? Spesial untuk hari ini up 2 bab karena kemarin saya libur. Insya Allah mulai bulan depan setiap hari akan up 2 bab. Mohon doanya ya semoga saya tetap sehat dan dilancarkan semua urusan. See ya
“Ada banyak sih, Bu. Tapi saya hanya tahu beberapa. Kalau mau tahu semuanya, Bu Isha tanya saja sama Pak Bhumi. Beliau yang lebih berhak memberi tahu,” sahut Marni dengan bijak.“Sebutkan saja yang Bi Marni tahu, ga perlu semuanya.” Isha membujuk sang asisten rumah tangga karena enggan bertanya pada suaminya.Wanita berumur empat puluh tahun itu kemudian menyebutkan beberapa aset yang dimiliki keluarga Satrio, seperti hotel, vila, resor, dan beberapa restoran. “Masya Allah, berarti keluarga suami saya benar-benar kaya ya, Bi?” Isha memandang sang asisten rumah tangga.Marni mengangguk. “Maaf, memangnya Bu Isha tidak tahu kalau Pak Krisna salah satu orang terkaya di negara kita?”Isha menggeleng. “Kok bisa, Bu? Memangnya sebelum nikah Pak Bhumi tidak mengenalkan Bu Isha sama keluarganya dulu?” Marni merasa heran.“Enggak, Bi. Waktu kenal sama saya ‘kan suami saya dalam posisi menyamar jadi saya tidak tahu siapa dia. Waktu kami menikah juga tidak ada keluarganya yang datang,” jelas Is
"Dek, emang boleh ya lagi hamil dipijat?" tanya Satrio setelah panggilannya dijawab Isha."Kata Mama boleh, Bang. Ini tadi Mama minta paket untuk yang ibu hamil kok," jawab Isha."Bhumi, yang telepon?" Laksmi bertanya pada Isha begitu mendengar menantunya bicara dengan seseorang di telepon."Iya, Ma," sahut Isha."Sini hapenya, biar mama yang bicara sama Bhumi." Isha kemudian memberikan ponsel pintarnya pada sang mama mertua."Bhumi, kamu tenang saja. Mama ga mungkin mencelakai istrimu dan calon cucu mama. Di sini terapisnya sangat profesional dan punya sertifikat untuk memijat ibu hamil. Mama tahu istrimu pasti capek setelah resepsi kemarin, makanya mama ajak ke sini biar lebih rileks dan capeknya hilang." Laksmi bicara pada putra sulungnya melalui saluran telepon."Kalau memang aman, aku ga masalah, Ma. Aku takut saja kalau dipijat sembarang orang," tukas Satrio."Kamu kenal mama 'kan, Bhumi? Mana pernah mama sembarangan memilih sesuatu, pasti mama akan cari yang terbaik. Dan di tem
Isha langsung pergi ke dapur begitu tiba di rumah. Dia meletakkan tas bekal dan mengeluarkan isinya. Kotak buah sudah kosong, sedangkan termos yang berisi teh jahe tinggal setengah diletakkan di atas meja kitchen island. “Eh, Bu Isha sudah pulang?” Marni tampak terkejut saat masuk ke dapur dan melihat Isha ada di sana. Wanita berumur empat puluh tahun itu baru selesai menyetrika di ruang cuci. Isha mengangguk sambil tersenyum. “Barusan pulangnya, Bi.” Marni mengangguk lalu mengambil kotak buah dan termos. “Saya cuci dulu ya, Bu. Baru nanti saya isi lagi,” ucapnya. “Termosnya tidak usah. Itu masih ada teh jahenya, Bi,” tukas Isha. Marni memandang sang majikan. “Apa cukup sampai nanti malam, Bu?” tanyanya memastikan. Biasanya dia membuat dua termos saat Isha terus merasa mual. “Insya Allah cukup. Mualnya sudah berkurang kok, Bi,” jawab Isha. “Nanti saya siapkan bahan-bahannya teh jahe di kulkas ya, kalau mau buat pas saya sudah pulang,” lontar Marni. Isha menyengguk. “Makasih, Bi
“Vit, nanti setelah ganti baju, langsung ke dapur ya, bantu mama siapkan makan malam,” lontar Wati, ibu Surya, kala melihat anak dan menantunya pulang dari kantor. “Vita biar istirahat sebentar ya, setelah itu baru bantu Mama. Vita ‘kan capek karena baru pulang kerja." Bukan Vita yang menimpali tapi Surya. Dia berusaha menjaga istrinya agar tidak terlalu capek. “Kamu pikir mama di rumah ga capek ngerjain pekerjaan rumah tangga?” tukas ibu Surya. “Coba kamu sehari saja gantiin mama biar tahu gimana capeknya ngurus rumah!” “Iya, Ma. Aku percaya,” sahut Surya yang tak mau ribut dengan sang mama. “Aku sama Vita ke kamar dulu ya, Ma,” pamitnya kemudian. “Jangan lupa terus bantu mama masak,” pesan Wati. "Ya, Ma." Surya lalu merangkul sang istri, mengajaknya segera ke kamar sebelum mamanya kembali bicara panjang lebar. “Mas, aku lagi hamil loh. Aku juga capek habis pulang kerja. Masa langsung disuruh bantu Mama,” protes Vita begitu mereka masuk ke kamar. “Ya udah, istirahat sebe
Vita langsung merebahkan diri begitu masuk ke kamar. Pinggang dan kakinya terasa pegal. “Aku capek banget, Beb,” keluhnya saat Surya duduk di tepi tempat tidur.“Ya tidur kalau capek,” sahut Surya sambil melihat gawainya.“Beb, kamu kok cuek banget sih?” Vita melirik suaminya dengan kesal.Surya meletakkan ponselnya di atas tempat tidur lalu menoleh pada sang istri. “Kamu lagi pengen apa?” tanyanya dengan lembut.“Pengen diperhatiin, disayang, dimanja. Jangan cuma hape aja yang dipegang setiap saat. Aku ini sedang hamil anak kita loh, Beb. Tapi kamu kayanya ga peduli sama aku sejak kita pindah ke sini,” jawab Vita dengan kesal.“Itu hanya perasaanmu saja, Beb. Aku masih tetap peduli sama kamu. Kalau ga peduli, mungkin Mama tadi sudah menyuruhmu melakukan banyak hal,” timpal Surya.“Kalau peduli tunjukkan dong. Aku bilang capek, kamu malah mainan hape,” tukas Vita.“Aku sekarang sudah ga pegang hape dan perhatiin kamu.” Surya mengangkat kedua tangan agar Vita bisa melihatnya. “Itu jug
“Dek, kata Mama kita harus fitting baju hari ini. Biar kalau belum pas bisa langsung disesuaikan jadi Senin besok tinggal pakai.” Satrio memberi tahu Isha setelah menerima panggilan dari mamanya.Isha menepuk pelan keningnya. “Astaghfirullah, aku lupa padahal kemarin sudah diberi tahu Mama. Untung Mama ngingetin lagi, Bang,” ucapnya.Satrio tersenyum. “Katanya Mama tadi telepon Dek Isha tapi ga diangkat, makanya terus telepon Abang.”“Aku lupa ga bawa hape, Bang. Lagian ribet juga kalau jalan-jalan sambil nenteng hape,” timpal Isha. Kedua sejoli itu sedang jalan-jalan pagi keliling kompleks mumpung Satrio libur kerja karena akhir pekan. Selain untuk berolah raga, Satrio juga ingin mengenalkan Isha dengan lingkungan di kompleks perumahan tersebut. Hampir dua bulan tinggal di sana, Isha sama sekali belum pernah berkeliling kompleks, jadi dia baru kenal tetangga yang rumahnya bersebelahan dengan mereka.Acara syukuran rumah memang belum dilakukan karena mau sekalian dengan acara pengaji
Vita mendesah. “Mas Surya maunya tinggal di sana sampai rumah kami siap huni,” ucapnya. Lina mengerutkan kening. “Dia ga mau tinggal di sini lagi?” Vita menghela napas “Iya, Bu. Itu syarat dari Mas Surya waktu kami baikan. Mau tak mau, aku menurut daripada kami pisah ranjang.” “Kenapa tiba-tiba Surya tidak mau tinggal di sini lagi?” Lina merasa penasaran. “Mas Surya bilang mau nabung buat biaya persalinan, Bu. Kalau tinggal di rumah orang tuanya, ongkos transport lebih hemat karena jarak ke kantor lebih dekat,” jelas wanita yang sedang hamil muda itu. “Benar cuma itu alasannya?” Lina memastikan. Vita mengangguk. “Memangnya apa lagi?” “Siapa tahu ada alasan lainnya tapi kamu ga mau bilang,” tukas Lina. “Beneran cuma itu kok, Bu!” sergah Vita. “Ya sudah kalau memang itu alasannya. Padahal tinggal di sini lebih enak. Ibu tidak meminta uang belanja. Kamu juga ga perlu melakukan pekerjaan rumah tangga seperti kalau tinggal di sana,” lontar Lina. “Ya mau gimana lagi, Bu
“Memangnya Vita ada di sini?” tanya Isha pada ibu tirinya. Lina mengangguk. “Iya, dia baru istirahat di kamarnya.”“Sama Surya?” tanya Isha lagi.Wanita paruh baya itu menggeleng. “Surya cuma nganterin tadi terus dia ke bengkel. Nanti sore dijemput lagi,” jelasnya.Isha mengangguk mendengar penjelasan Lina. Dia lalu pamit ke belakang untuk meletakkan barang bawaannya.“Bang, mau istirahat dulu ga di kamar?” Isha bertanya pada Satrio setelah suaminya meletakkan keranjang buah di atas meja makan.“Ga, Dek, tadi ‘kan kita hampir setengah hari di kamar. Aku ikut Dek Isha aja mau nunggu Bapak di mana,” jawab pria berambut ikal itu.“Loh, kalian kok di sini?” Tiba-tiba dari arah kamar mandi terdengar suara Baskoro yang baru selesai mandi. Dia tampak terkejut melihat anak dan menantunya duduk di ruang makan yang bersisian dengan dapur.“Habis naruh ini, Pak,” timpal Isha sambil menunjuk keranjang buah dan tas berisi kotak makan. Dia menghampiri sang bapak lantas menyalami dan mencium punggu
"Jangan bicara sembarangan, Vit. Kamu 'kan yang tadi minta tanganmu dilepaskan? Kamu mungkin yang malah mau menggugurkan kandungan. Pas aku lepasin tanganmu kok terus jatuh." Surya membela diri karena tak terima dituduh mencelakai Vita."Apa? Bisa-bisanya kamu malah balik menuduhku, Mas. Sejak tahu hamil, aku bersikeras mempertahankan anak ini. Jadi mana mungkin aku mau menggugurkannya," sergah Vita yang juga tak terima dituduh oleh suaminya.Surya mendengkus. "Makanya jangan suka asal tuduh! Kamu ga terima 'kan dituduh balik?""Soalnya aku ga seperti yang kamu tuduhkan, Mas," timpal Vita."Kamu pikir aku seberengsek itu sampai mau melenyapkan darah dagingku sendiri? Hilangkan pemikiran gilamu itu, Vit!" lontar Surya."Siapa tahu 'kan memang begitu biar kamu cepat bisa bersama pelakor itu!" sindir Vita.Surya mengacak rambutnya karena merasa frustrasi menghadapi Vita. Niatnya ingin memberi perhatian malah mendapat tuduhan yang menyakitkan. Saat dia akan kembali menanggapi istrinya, se
“Bagaimana keadaan istri saya, Sus?” tanya Surya saat melihat perawat keluar dari bilik pemeriksaan Vita. Setelah jatuh, wanita yang sedang hamil itu mengalami pendarahan. Dia pun langsung dibawa ke rumah sakit oleh Surya dan kedua mertuanya.“Istri Bapak masih diobservasi oleh dokter. Nanti kalau sudah selesai pemeriksaannya, Bapak, akan dipanggil. Mohon ditunggu dan tolong dibantu dengan doa karena pendarahannya lumayan banyak,” jawab sang perawat.“Baik, Sus. Terima kasih.” Surya lantas melangkah keluar dari IGD dengan lesu. Ada sesal dan rasa bersalah di hatinya begitu mendengar jawaban dari perawat tadi. Dia lalu duduk di ruang tunggu yang memang disediakan untuk keluarga pasien. “Kamu sudah menghubungi Pak Baskoro atau Bu Lina?” tanya mama Surya pada putranya.“Belum, Ma,” jawab Surya.“Kenapa belum? Sebaiknya kamu segera hubungi salah satu dari mereka biar kita ga disalahkan kalau terjadi sesuatu sama Vita dan kandungannya,” saran sang mama.“Ya, Ma.” Surya kemudian mengambil
“Untuk sementara ini aku ga bisa ikut rapat atau ketemu kamu dulu sampai situasinya kembali kondusif, Ke. Kamu tahu ‘kan video kita jadi viral dan berimbas ke banyak hal?” cakap Surya saat Ike menghubunginya. “Makanya aku ga berani keluar dari apartemen tanpa penyamaran, Ya. Aku juga ga berani buka medsosku. Semua komennya ngatain aku yang jelek-jelek,” keluh Ike dari seberang telepon.“Sabar aja dulu, Ke. Mau gimana lagi semua udah terjadi. Memang Vita sama ibunya itu ga mikir panjang kalau melakukan sesuatu. Banyak yang kena imbas gara-gara video itu,” timpal Surya.“Oh jadi ternyata kamu diam-diam sering teleponan sama pelakor itu, Mas? Kamu juga masih terus nyalahin aku sama Ibu padahal yang jelas salah sudah selingkuh itu kamu?” tukas Vita yang tanpa sengaja mendengar ucapan suaminya. Niatnya mencari Surya untuk membicarakan soal pemecatannya, tapi malah memergoki pria itu sedang berbicara di telepon dengan Ike.Surya sontak menoleh dan langsung mengakhiri panggilannya dengan Ik
"Vita!" teriak Surya saat melihat istrinya yang baru pulang dari kantor. Dia tadi langsung pergi menemui Satrio setelah mendapat surat pemecatan dari HRD dan tidak kembali ke kantor sesudah itu. Jadi Vita pulang sendiri dengan ojol."Kenapa sih teriak-teriak gitu, Mas? Aku ga budek ya," protes Vita begitu bertemu dengan suaminya."Gara-gara video yang direkam ibumu, aku dipecat! Puas, kamu sekarang?" Surya menatap nyalang wanita yang masih berstatus istrinya itu."Apa? Mas Surya, dipecat? Jangan bercanda, Mas!" Vita tampak terkejut dan tak percaya."Siapa juga yang bercanda? Baca ini!" Surya melempar surat pemecatannya ke wajah Vita.Wanita yang sedang hamil itu kembali terkejut. Untung tangannya refleks meraih surat tersebut hingga tidak jatuh ke lantai. Vita pun gegas membaca tulisan yang tertera di sana. "Kok bisa, Mas Surya, dipecat? Memangnya HRD tidak tahu kalau Mas Surya adik iparnya presdir Digdaya Grup?" Vita menatap suaminya."Mereka tidak tahu dan tidak mau tahu! Aku tadi
“Apa? Saya dipecat?” teriak Surya setelah manajer HRD memberikan surat pemecatan padanya.Manajer HRD itu mengangguk. “Seperti yang tertulis dalam surat itu. Walaupun sudah mencemarkan nama baik perusahaan, kamu akan tetap mendapat pesangon dan uang penghargaan,” jelasnya.“Saya mengaku kalau salah, tapi yang menyebarkan video bukan saya, Pak. Kalau jabatan diturunkan atau dimutasi ke kantor lain, saya bisa terima. Tapi saya tidak terima kalau dipecat.” Surya membela diri.“Walaupun bukan kamu yang menyebarkan, tapi video itu sudah mencemarkan nama baik perusahaan. Kemarin, HRD, para manajer divisi lain dan juga pimpinan sudah membahas kasusmu ini. Dan semua sepakat kamu dipecat,” terang sang manajer HRD.“Kalau saya dipecat, harusnya istri saya juga, Pak. Kalau bukan dia, pasti ibunya yang menyebarkan video itu. Masa cuma saya yang dipecat, yang menyebarkan tidak mendapat sanksi,” protes Surya.“Apa kamu punya bukti kalau istrimu yang menyebarkan video itu?” Manajer HRD menatap Surya
“Kalau begitu aku pulang ke rumah orang tuaku saja, Mas. Kamu bisa jemput aku kalau sudah membuat keputusan,” tegas Vita karena suaminya terlihat ragu memenuhi syaratnya.“Vit, kalian masih suami istri dan masalah ini masih bisa diselesaikan tanpa harus pisah rumah. Sebaiknya kamu tetap tinggal di sini, pisah kamar gapapa asal masih satu rumah biar komunikasi kalian tetap mudah,” lontar mama Surya.“Mama dan Papa nanti akan bicara sama Surya. Kamu tenang saja.” Mama Surya berusaha membujuk sang menantu.“Bagaimana menurut Bapak dan Ibu?” Vita meminta pendapat kedua orang tuanya.“Memang sebaiknya kalian tetap satu rumah meskipun ada masalah, karena lari tidak akan menyelesaikan masalah. Tapi keputusan tetap tinggal di sini atau ikut kami pulang itu terserah kamu. Kami tidak akan ikut campur karena kamu yang lebih tahu mana yang terbaik buat kalian,” tutur Baskoro dengan bijak.Vita menghela napas panjang. Dia menatap Surya yang duduk menyandar di sofa sambil memejamkan mata. Wajah pri
“Jadi selama ini kamu bohongi aku, Mas? Pamitnya ketemu teman-teman kuliah buat bahas reuni, tapi ternyata reuni berdua di apartemen?” Vita membuka pembicaraan saat mereka sudah tiba di rumah orang tua Surya. Mereka sengaja bicara di sana agar kedua orang tau Surya juga tahu permasalahan yang ada, tidak hanya orang tua Vita.“Sebenarnya ada apa ini?” tanya mama Surya yang merasa penasaran karena kedua besannya tiba-tiba datang ke rumah berbarengan dengan putranya dan Vita.“Mas Surya selingkuh sama teman kuliahnya, Ma. Aku tadi memergoki mereka di apartemen selingkuhannya,” jawab Vita tanpa mengalihkan tatapan tajamnya pada Surya.“Apa? Selingkuh?” Mama Surya tak dapat menyembunyikan keterkejutannya. Begitu juga papanya.“Surya, apa benar apa yang dikatakan Vita?” Papa Surya langsung bertanya pada sang putra.“Aku khilaf, Pak,” sahut Surya sambil menunduk. Lebih baik dia mencari jawaban yang aman agar tidak mendapat amukan dari kedua orang tuanya.“Apa? Kamu bilang khilaf, Mas? Kalau
“Ya, apa istrimu ga curiga kamu tiap hari pergi?” tanya Ike saat Surya memberi sentuhan di lehernya.Surya sontak menghentikan kegiatannya. Dia mengangkat kepala lantas menatap wanita yang berbaring di bawahnya. “Bisa ga kamu jangan ngomongin dia kalau kita sedang bersama, Ke? Bikin ilang mood aja!” protesnya.Ike tersenyum lantas mengelus wajah Surya dengan tangan kanannya. “Kenapa? Aku ‘kan cuma ngomongin apa yang ada di pikiranku,” timpalnya.“Kalau jadi istrimu, aku pasti curiga karena kamu sering pergi dari pagi sampai malam di hari libur,” sambung wanita yang mengenakan lingerie berwarna hitam itu.Surya menegakkan badan. Dia menyugar rambutnya yang berantakan karena ulah tangan Ike saat mereka tadi berciuman. “Kalau kamu ngomongin itu terus, lebih baik aku pulang saja,” ucapnya.“Eh, mau ke mana?” Ike menahan tangan Surya saat pria itu akan berdiri.“Pulang,” sahut Surya dengan dingin.“Kamu ngambek beneran, Ya?” Ike bangun lalu duduk menghadap Surya. “Ya udah, aku ga akan ngo
“Astaghfirullah.” Isha mengucap istighfar berulang kali sambil mengelus dada. Dia syok setelah Satrio mengungkap hasil sementara penyelidikan Surya. “Dek, tolong rahasiakan ini dari siapa pun. Nanti kalau penyelidikannya sudah selesai, baru kita kasih tahu Vita dengan didampingi Bapak dan Ibu atau salah satu dari mereka karena Vita butuh dukungan dari orang terdekat untuk menghadapi dan menerima kenyataan,” pinta Satrio.Isha mengangguk. “Iya, Bang. Aku ga nyangka ternyata Surya bisa setega itu sama Vita. Padahal mereka udah pacaran lama dan belum lama nikah, tapi kok sudah selingkuh aja. Mana si Vita lagi hamil juga,” cetusnya.“Aku bisa bayangin gimana hancurnya perasaan Vita setelah tahu Surya selingkuh. Aku yang ga ngalamin aja rasanya sakit banget, apalagi dia.” Isha lantas menoleh pada suaminya. “Setiap hari aku selalu berdoa semoga Allah selalu menjaga hati dan pandangan Bang Satrio dari hal-hal yang haram. Dan kita bisa jadi pasangan tidak hanya di dunia, tapi juga di akhira