Share

#107 Menjalankan Peran

Author: Lunetha Lu
last update Last Updated: 2023-03-17 11:00:55

Kehidupan Cantika dan Miko berjalan damai. Seperti teman serumah, juga seperti dua orang yang sedang pendekatan. Melakukan kontak fisik sederhana mulai dari pegangan tangan dan merangkul saat duduk bersama maupun keluar rumah. Mereka tampak serasi, seperti pasangan pada umumnya. Yang berbeda hanya perasaannya.

Bukan sekali dua kali Cantika punya pacar. Hal semacam itu sangat biasa buatnya. Kalau sebelumnya dia bahkan menerima ciuman dari para mantan pacar yang tidak disukainya, status Miko lebih dari itu. Mereka pasangan suami istri. Meski kenyataannya, Cantika masih menganggapnya sebagai teman—teman serumah.

Miko tidak  seperti para lelaki di kampusnya, pemuda labil egois yang masih dalam masa puber. Dia dewasa dan bersikap sesuai umurnya. Tahu kapan waktunya santai, tahu kapan waktunya serius, tahu kapan waktunya bersikap manis, dan terpenting, tahu kapan waktunya menyentuhnya.

Cantika sampai terpukau dengan sikap Miko. Sekali lagi meyakinkan diri,

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #108 Di Balik Kata

    Cantika merasa segalanya berjalan lebih baik. Hubungannya dengan Miko, kuliah, dan terutama pencarian tempat magang. Dengan nilai pas-pasan, masih ada kantor yang memanggilnya untuk wawancara setelah mengirim tujuh lamaran. Cantika merasa bersyukur. Dia bahkan mendapat dua panggilan wawancara dan diterima di kantor yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah.Tidak ada waktu untuk patah hati. Cantika hanya perlu fokus pada kuliahnya dan cepat lulus. Membuka awal yang baru untuk masa depannya, juga untuk hubungannya.Cantika berjalan penuh semangat memasuki area kantor yang akan jadi tempat magangnya selama enam bulan ke depan. Bangunannya cukup unik, bentuk trapesium di bagian depan dengan salah satu sudut atap lebih tinggi dan runcing. Desainnya terkesan minimalis dan bersih, warna putih mendominasi bagian luar dipadu-padan sentuhan hijau tanaman rambat di balkon lantai atas dan hamparan rumput pekarangan yang mengelilingi bangunan.Jalan menuju pintu utama kan

    Last Updated : 2023-03-17
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #109 Kebohongan Kecil

    “Udah makan?”Cantika yang sedang duduk menonton televisi menoleh ke asal suara. Ke tempat Miko menghempaskan diri di sofa sebelahnya. Ia menatap Miko yang tersenyum. Begitu saja, sampai menyadari ia sudah mendorong diri bersandar pada Miko.“Aku baru pulang, belum mandi.” Bahkan Cantika bisa merasakan senyum pada genangan suara Miko.“Kamu nggak keringatan, kok,” sahutnya masih bersandar.Cantika telah berjanji pada diri sendiri, untuk berperan sebagai istri yang baik. Belajar menyukai Miko mulai sekarang, dan tidak mengecewakan lelaki itu. Keintimanlah, cara tercepat yang dipilihnya untuk mengubah hati. Tapi seberapa dekat pun, sebanyak apa pun berciuman, mereka belum memakai kamar yang sama. Sebatas teman tapi mesra, tapi lebih dari teman. Sehingga sulit mendefinisikan hubungan mereka.Tapi ketika satu pertanyaan yang mengarah pada sejuta maksud dan punya ribuan jawaban tertuju padanya, Cantika membeku.

    Last Updated : 2023-03-17
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #110 Balas Membalas

    Sebelumnya.“The, lo lagi ngapain?”Meski hapal betul dengan suara yang memanggilnya, Theo melirik sebentar ke arah pintu, kemudian menyahut, “Ngecekin portfolio lamaran magang.”“Oh, udah ada yang apply ya?” Ben menutup pintu dan berjalan mendekati meja Theo.“Banyak.” Sorot mata, serta jari telunjuknya yang mengusap-usap dagu menunjukkan betapa seriusnya Theo saat ini.“Ada calon pemagang potensial nggak?” tanya Ben, bersandar pada meja Theo, membelakanginya.“Hmm ... ini ada satu orang, transkrip nilainya warna warni, A B C D E. Tapi difoto, orangnya cantik banget,” jelas Theo sambil memberikan cengiran. “Yah, meskipun foto cewek jaman sekarang bisa aja menipu, sih.”“Cuma karena cantik, terus mau lo terima?”“Lihat dulu sini. Portfolionya belakangan oke, gaya interiornya gue lumayan suka. Tug

    Last Updated : 2023-03-17
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #111 Shadow

    “Aku lihat mobilnya. BMW biru itu ....” Perempuan itu mengerjap tanpa menatap Miko. Mungkin Cantika tak sadar saat ini dia sedang menggigit bibir bawahnya. “Kamu sama Ben tadi?” tanya Miko dengan nada tenang. Kali ini langsung menyebut nama. Sedan mewah tanzanite blue, dengan seri yang tidak begitu banyak ditemukan di jalan, tidak mungkin hanya suatu kebetulan. Miko pernah melihat mobil itu beberapa kali saat Ben menjemput Cantika dulu. Mobil yang akan membuat orang lain teringat begitu saja karena ciri khas dan keeleganannya. Mobil itu masuk ke area kantor Cantika tepat sebelum Miko meneleponnya. “Aku nggak tau dia kerja di sana, sumpah! Aku ngelamar di sana bukan karena dia. Aku nggak tau ada dia.” Suara serta gestur Cantika panik bergetar. Tangannya saling meremat. “Iya, aku tau kamu ngehindarin dia.” Miko maju beberapa langkah. “Tapi ... kenapa? Kamu ngerasa nggak enak kalau aku tau kamu sekantor sama dia?” Jeda sejenak sampai Cantika mengangguk, kerutan di antara sepasang al

    Last Updated : 2023-06-09
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #112 Hot Lady

    Sejak terakhir pergi ke lokasi konstruksi berdua, kembali ke kantor memperdebatkan soal Cantika yang merahasiakan keberadaan Ben di sekitarnya dari Miko, keadaan mulai berubah esok harinya. Ben tidak lagi mengganggunya. Tidak lagi terus menerus menyuruh Cantika melakukan tugas serabutan. Pria itu jauh lebih tenang. Terlalu tenang malah, sampai-sampai Cantika mengira dia sedang tidak di kantor. Apa jangan-jangan, Ben merencanakan hal lain? “Ish, kok aku mikir jahat melulu sih sama orang? Nggak boleh nethink, Cantika,” gumamnya pada diri sendiri. “Kenapa Ra?” Jovino yang berjalan di depannya menoleh. Cantika merasa salah tingkah karena menyuarakan pikiran ngawurnya. “Eh, nggak pa-pa. Jov, kamu terganggu nggak, diekorin aku terus? Soalnya aku merasa nggak enak sama kamu, sampai kakak-kakak yang lain pada nanya.” Satu tangannya menggosok lengan yang lain. Reaksi Jovino separuhnya tidak sesuai dugaan. Laki-laki itu melirik ke arah lain, bergumam sebentar sebelum menjawab, “Aku nggak ke

    Last Updated : 2023-06-09
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   #113 Atensi

    Setibanya di rumah, Cantika buru-buru mencuci bajunya yang ketumpahan kopi dan baju baru yang dibelikan Ben. Entah kenapa dia mengendap-endap dan merasa takut seperti ini. Padahal bisa saja menceritakannya pada Miko. Toh, tidak ada hal yang terjadi di antaranya dan Ben. Namun, Cantika merasa berat. Lebih baik tidak membahas tentang Ben saat berdua dengan Miko. Itu akan lebih mudah untuk mereka. Mungkin dia terkesan seperti pengecut. Tapi, sungguh ... Cantika hanya ingin cari aman. Perasaan yang menghantuinya sejak tadi juga menahannya untuk bercerita pada Miko. Cantika tidak bisa memastikan, dia dapat mengatur ekspresinya ketika membicarakan Ben di depan Miko. Saat ini, hanya dengan mengingat nama Ben saja ia merasa berdebar. Selesai membersihkan semuanya, Cantika menyiapkan barang-barang yang akan difotonya di akhir pekan untuk promosi. Cantika tidak punya banyak waktu untuk melakukan kegiatannya di media sosial selama mulai magang. Dia benar-benar sibuk. Oleh sebab itu, Cantika mul

    Last Updated : 2023-06-09
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   114 Harapan Kosong

    ‘Mampus gue, mampus! Bisa diamuk Ben kalo tau ceweknya luka gara-gara gue.’Berkali-kali Theo menjerit panik dalam hati. Meski berusaha untuk tidak menunjukkan lewat ekspresinya, tapi sepertinya dia gagal. Karena Cantika kelihatan bingung tadi.Masa bodoh! Pikir Theo. Dia menyambar plester yang ada di bengkel kerja mereka. Berjalan secepat mungkin ke ruang arsitek. Saat itu dia berpapasan dengan Cantika yang telah selesai membasuh lukanya.Tadinya, Theo berniat memakaikan plester tersebut. Tapi kalau Ben melihat dari CCTV koridor, masalah bisa lebih parah lagi. Lelaki itu punya krisis kepercayaan. Kalau Theo membantu Cantika lebih dari ini, Ben yang rasa cemburunya selangit itu bisa mencak-mencak. Kalau tidak beruntung, mungkin malah dapat bogem mentah atau lemparan botol bir saat dia mabuk. Akhirnya, yang bisa Theo lakukan adalah memberikannya plester. Cantika pun mengucapkan terima kasih padanya.Theo mengamati jejak darah yang sudah tak sebanyak sebelumnya. Dia memalingkan wajah, m

    Last Updated : 2023-07-16
  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   115 Mau Coba

    “Terus, apa pilihan kamu selanjutnya?” tanya Ben hati-hati. Dia masuk ke ruangannya, menutup pintu di belakangnya, dan berdiri di balik meja, menatap ke luar jendela. Ketika sedang bersama Cantika tadi, Viona menelepon. Memberitahu hasil dari keputusan akhirnya. Tentang hubungannya dengan Romy. Tentang janin yang dikandungnya.“Aku ... nggak bisa pertahanin anak ini.” Viona berhenti sejenak. Samar-samar, Ben bisa mendengar wanita itu menelan isakkan. “Romy nggak akan peduli. Papa-mamaku nggak bakal terima. Meski aku bilang bukan anak kamu, tapi mereka pasti malah desak kamu. Nggak ada pilihan lain, Ben. Nggak ada pilihan lain.” Suara Viona begitu pilu. Wanita yang dibencinya kini membuat Ben iba.Ben memejamkan mata erat. Mencengkeram pinggir mejanya. “Kapan?” tanyanya dengan nada berat. “Kapan kamu mau ....” Ia tidak sanggup menyelesaikan kalimatnya.“Aku udah buat janji besok.”“Besok??” Ben cukup kaget mengetahui Viona mengambil keputusan secepat itu.“Lebih cepat lebih baik,” liri

    Last Updated : 2023-07-16

Latest chapter

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   139 Komitmen (END)

    “Kamu tau kan, aku udah kenal sama Pak Dany?” Ben buru-buru menambahkan saat melihat mata kecokelatan Cantika nyaris keluar dari tempatnya. Raut wanita itu bercampur antara ngeri, kaget, dan tak percaya “Karena kerjaan, aku sering pergi meeting sama Om kamu—desain rumahnya, desain kantor dan kantor cabangnya. Pak Dany orang yang ramah dan supel. Beberapa kali kami ketemu di luar jam kerja. Aku dikenalin ke circle teman-teman bisnisnya. Dari situ aku jadi tau, kalau dia pebisnis yang hebat, tapi bukan suami yang baik. Orang-orang yang aku temui itu kurang lebih punya skandal yang mirip atau bahkan lebih parah dari Pak Dany.” Informasi ini terlalu banyak untuk dicerna. Mulut Cantika sampai menganga bingung, merunut penjelasan dari Ben satu persatu. “Kamu pasti merasa canggung setiap ketemu Tante Grace. Karena itu yang aku rasain,” komentar Cantika kemudian. Ben tersenyum tipis sebagai tanda setuju. “Tapi, apa hubungannya sama Olin? Kenapa Om Dany nyuruh kamu ... sama ...” Kalimat C

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   138 Rahasia Terakhir

    “Kamu ingat, pertama kali kita ketemu?” Jemari tangan Ben tenggelam di antara helaian rambut hitam Cantika, menyisirnya lembut. Sementara Cantika menyandarkan kepala di ceruk leher Ben. Mengenang pertemuan awal mereka.Cantika masih berada di kamar hotel tempat Ben menginap. Sekian lama tidak bertemu, ada kesempatan duduk berdua dengan tenang. Rasanya sangat banyak yang ingin dibicarakan.“Mana mungkin lupa? Pertemuan paling absurd dan kacau seumur hidupku.”“Dan paling memalukan dalam sejarahku,” Ben tertawa. “Aku juga nggak tau, kenapa aku bisa segila itu. Kayaknya paling parah selama aku mabuk.”“Apanya yang paling parah? Kayaknya kebiasaan mabuk kamu memang jelek. Kalau bukan karena ada aku sama Ubay, malam itu kamu hampir terguling jatuh dari tangga kantor, nyaris jadi sushi roll. Jangan sampai kamu mabuk di depan orang lain, apa lagi cewek, malu-maluin!”Ben menyeringai, mengangkat dagu Cantika. “Kamu takut aku nyentuh cewek lain?”Selama dua detik Cantika menatap mata biru safi

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   137 Restart

    Butuh waktu bagi Cantika untuk menceritakan semuanya pada Ben. Mulai dari pertengkaran dengan ibunya sebelum pergi, niatnya untuk menggugurkan kandungan yang kemudian dibatalkan, kepergiannya dengan bantuan petunjuk dari Sheril, higga kehidupannya di Sydney.Lalu, kecelakaan yang membuat Cantika mengalami pendarahan terjadi. Awal petaka bagi janinnya. Jika memaksakan untuk tetap mengandung dan melahirkan, kemungkinan lahir dengan fisik dan organ yang cacat adalah 90 persen, sementara hidupnya dipertaruhkan.Alasan mengapa teman-teman di tempat kerjanya begitu ketat menjaga dan melindungi Cantika adalah karena kecelakaan tersebut disebabkan oleh seorang penguntit yang mengikuti Cantika di jalan pulang.Ben amat marah mendengar rangkaian cerita itu. Bukan marah kepada Cantika, marah kepada dirinya yang tidak ada di sana melindungi Cantika dan anak mereka. Marah kepada pria-pria yang mengganggu Cantika.“Karena bukan pertama kalinya ada orang yang terang-terangan nunjukkin ketertarikan m

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   136 Akhir Penyesalan

    “Aku tau kamu masih marah, tapi jangan ambil keputusan impulsif kayak gitu, Can.”Ben mengikuti Cantika keluar dari kedai yang sudah tutup. Melewati selasar toko-toko menuju ke jalan besar. Paving tegel batu terbentang di sepanjang selasar, menguarkan nuansa abu-abu pada lorong itu.Kendati desain setiap toko berbeda, tidak ada perbedaan yang terlalu mencolok sehingga tampak rapi dipandang mata. Tidak ada satu pun sampah di sana. Kebersihannya memanjakan penglihatan.“Iya atau nggak sama sekali?” desak Cantika berhenti melangkah.Ben terdiam dan memejamkan mata erat-erat. Lima menit mungkin cukup untuh menggerakkan hati Cantika. Lima menit mungkin bisa menggoyahkan pilihannya. Tapi ... apakah dia mampu?Cantika sudah terlampau terluka. Saat mereka bertemu, tidak ada lagi binar kerinduan yang pernah dilihatnya. Penyesalan, benci, dan muak mungkin telah menggantikan perasaan itu. Meski kemungkinan untuk membuat Cantika luluh sangatlah kecil, Ben tetap ingin memcoba memperbaiki mereka.“

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   135 Lima Menit Terakhir

    “Maybe it’s too late, tapi aku pengin dengar sendiri dari kamu. Katanya ... kamu hamil. Gimana kabar kamu, gimana kabarnya? I am so sorry, you went through a lot withouth me,” ucap Ben sungguh-sungguh“Kabar? Kamu nanya kabar sekarang??” Nadanya meninggi. Cantika mendengkus sinis. “Jangan bercanda! Ke mana aja kamu selama ini?” Disentaknya tangan Ben kasar.“Aku diusir mamaku. Aku nggak punya tempat pulang. Biarpun Olin dan Miko rela nampung aku, tapi nggak ada satu hari pun tanpa rasa bersalah setiap bertatapan sama Miko. Aku juga nggak bisa libatin Olin di antara masalahku sama Miko. Menurut kamu, gimana kabarku? Apa aku bisa lebih baik-baik aja dari pada sekarang?” Cantika menunjukkan senyum getirnya.Ben berdiri dari bangkunya, menatap Cantika dalam. “Aku benar-benar menyesal. Harusnya saat itu aku di samping kamu. Aku terlalu egois dan berengsek karena cuma mikirin diriku sendiri.”Entah sudah berapa ribu maaf yang dilontarkan Ben, rasanya Cantika sudah muak. Pada akhirnya mereka

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   134 Too Late

    Nada sambung telepon yang menyambut di seberang membuatnya tak sabar. Ben terus mengentak-entakan kaki di lantai. Notifikasi pesan dari Theo yang sejak pagi diabaikannya berubah menjadi suatu urgensi ketika Ben membukanya malam ini.Pesan yang dikirim Theo belakangan ini sering tidak penting dan absurd. Theo melaporkan segala kegiatannya pada Ben setiap perjalanan kerja ke luar kantor membuat Ben kerap kali jengah dan mengabaikannya.Perkara hewan liar yang ditemui Theo di jalan, barang incarannya, sarapannya, makan siangnya, makan malamnya, tempat Theo pergi, kadang juga foto selfie! Orang lain yang melihatnya mungkin akan mengira Theo abnormal. Bahkan Ben sudah lebih dulu berpikir demikian.Namun dari sekian ribu pesan yang dikirim Theo, baru kali ini ada pesan yang berbobot. Foto seseorang yang diambil Theo berlatar kedai kopi. Itu sebabnya ketika panggilannya dijawab, Ben tidak membuang waktu.“Di mana lo ambil foto itu?” tanya Ben berusaha tetap datar.“Gue kan udah bilang gue ke

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   133 Sydney

    Seorang perempuan duduk dengan kaki bersilang di sebuah toko kue. Rambut panjangnya melewati bahu, lurus, dan terkuncir rapi. Kaus lengan panjang bergaris dan celana panjang linennya tampak sangat nyaman. Sesekali perempuan itu melirik keluar jendela kaca di sebelahnya sambil mendengarkan orang yang mengoceh dari airpods hitam yang menyumbat satu telinganya. “Gue nggak habis pikir ya, sama tuh anak. Dia anggap apa gue selama ini? Udah setahun, tapi masih nggak ada kabar sama sekali. Email atau chat pun nggak. Apanya yang jangan dicari? Apanya yang tenang aja? Kalo begini terus, dia bisa bikin gue darah tinggi! Awas aja kalau dia pulang sambil cengengesan atau pasang tampang centilnya kayak biasa, gue jitakin itu anak!” “Sabar, Lin. Sabar ...” Seorang perempuan berseragam toko membawakan segelas minuman ke mejanya. Ada gelas latte kosong dan sepiring pastry yang hanya tersisa sesuap lagi di hadapan perempuan berkuncir itu. “Gimana bisa sabar?! Ini bukan seminggu atau sebulan lagi, ud

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   132 Jangan Dicari

    Ben bukan jenis orang yang sering mengakses media sosial. Kendati pernah membuat akun insta, dia tidak menggemari media sosial yang populer di kalangan masyarakat luas itu. Selama lebih dari sepuluh tahun, foto yang bertahan di akunnya hanya lima.Sebelumnya Ben pernah mengisi feed-nya dengan beberapa foto Viona dan foto mereka berdua. Sekian tahun setelah putus, Ben lalu menghapusnya. Lebih tepatnya, sesaat setelah bertemu Cantika. Karena Ben baru mulai mengakses media sosialnya kembali saat itu.Ben juga tidak tertarik menggulir beranda insta-nya untuk melihat unggahan orang-orang. Namun ketika mengenal Cantika, ia mulai menjelajahi akun miliknya yang sudah berdebu itu.Sudah satu jam sejak Ben memeriksa profil Cantika. Tidak ada unggahan terbaru di feed maupun story-nya. Perempuan itu menghilang lagi tanpa jejak. Ben membaca kolom-kolom komentar, berharap ada tanda yang bisa membantunya. Namun usahanya nihil. Cantika hanya membalas komentar-komentar di postingannya sebagai bentuk b

  • Dikira Konglomerat, Rupanya Melarat   131 Bertamu

    Belum ada satu pun dari mereka yang berani bicara. Tiga orang yang sudah dewasa itu mati kutu di depan ibunya Cantika. Aura kelam Arita mengintimidasi. Mereka hanya diam memerhatikan ketika Arita membuka kunci pagar rumahnya.“Kalian mau terus di depan sana?”Olin menelan ludah susah payah dan menoleh pada Miko dan Ben bergantian. Dua pria itu juga menatapnya, menunggu petunjuk. Begitu Olin mengangguk pelan, mereka masuk ke rumah mengekori Arita.“Saya ingat kamu,” kata Arita pada Olin meski tidak menyebut nama. “Tapi kenapa kamu datang dengan suami Cantika?”Rumah mungil itu terasa seperti pengadilan untuk Olin. Jantungnya berpacu cepat saking takut dan gugupnya. Olin memang sudah terbiasa mengabaikan cemooh orang lain terhadap dirinya. Tetapi, ia masih tidak terbiasa dengan nada tajam dan sorot menuding Arita.Menyadari perubahan sikap Olin, Miko berusaha menggantikannya menjawab. “Umm ... begini—”Namun belum selesai kalimat Miko, Arita memotong. “Kamu teman perempuan ini?” Pasti y

DMCA.com Protection Status