Tessa awalnya ingin mengatakan sesuatu kepada Milla, tetapi tiba-tiba menyadari bahwa dia mungkin mengganggu urusan penting anak muda. Dia pun segera melambaikan tangannya, "Aku nggak ada urusan apa-apa kok! Eee ... kalian lanjutkan saja!""Nenek, sebenarnya ada apa?" tanya Chris dengan serius."Nggak ada yang lebih penting dari urusan kalian. Lanjutkan, lanjutkan! Dah!" Setelah berkata demikian, panggilan langsung terputus. Yang paling penting adalah mendapatkan cicit!"Dasar ...." Melihat Milla meletakkan ponselnya, Chris berinisiatif mencairkan suasana, "Grace dan orang-orangnya sudah berada dalam kendaliku. Bagaimana kamu ingin mengatasi mereka?"Milla berpikir sejenak sebelum menyahut, "Jangan gegabah, biarkan saja dulu."Chris sedikit terkejut. "Maksudmu, membiarkannya begitu saja?""Mana mungkin." Mata Milla berkilat tajam."Lalu, apa rencanamu?" Chris penasaran."Seperti biasa."Chris merenung sejenak, lalu melanjutkan kalimatnya, "Membalasnya dengan cara yang sama?"Milla meng
"Eee ... pakai sabuk pengaman." Milla menoleh, berusaha memecah keheningan yang membuat canggung.Chris memperhatikan rona merah di wajahnya dengan tatapan penuh makna. Kemudian, dia duduk tegak kembali."Mau tahu apa permohonanku?" tanya Chris yang mengambil inisiatif.Milla segera menyadari godaan dalam suara pria itu. Dia tidak ingin terjebak, jadi memilih untuk memejamkan matanya. "Kalau dibocorkan, nanti nggak terwujud. Aku mulai ngantuk, tidur dulu."Chris yang berada di samping hampir tidak bisa menahan tawa. Langsung berpura-pura tidur?Awalnya Milla hanya berpura-pura tidur, tetapi tidak lama kemudian, dia benar-benar tertidur. Dia baru tersadar kembali saat mereka tiba di rumah sakit.Dokter memeriksa lukanya dan memastikan bahwa ular itu tidak berbisa. Kakinya hanya terkilir ringan. Setelah luka-lukanya didisinfeksi, tidak ada yang perlu dikhawatirkan lagi.Melihat waktu sudah larut dan Milla tampak lelah, Chris memutuskan untuk membiarkannya beristirahat semalam di kamar VI
Busana kelas atas, merek ternama, dan lagi-lagi topik membosankan seperti itu.Alis Milla tampak sedikit berkerut. Setiap kali sekelompok sosialita yang memiliki prioritas aneh ini berkumpul, suasananya terkesan dingin dan membuat tidak nyaman.Milla tidak ingin terjebak dalam lingkaran pergaulan mereka yang aneh, takut kecerdasannya ikut menurun.Namun, Grace malah sengaja memancing suasana dan Milla pun terpaksa menanggapi, "Menurutku, kalian yang dibesarkan dalam lingkungan pendidikan elite kaum bangsawan, seharusnya tahu sendiri apa arti dari 'berkelas', tanpa perlu aku jelaskan panjang lebar.""Ya ya, tentu saja kami tahu apa itu berkelas. Soalnya kami sendiri memang berasal dari keluarga bangsawan sejati. Jadi, nggak perlu kamu ajari."Grace berkata dengan nada angkuh, "Jangan menghindar dari topik, ya. Kami benar-benar penasaran, gaun yang kamu kenakan itu merek jadi dari mana? Kenapa nggak kamu sebut saja?"Grace masih terus terpaku pada hal itu. Melihat yang lain juga hanya te
Begitu mendengar Grace kembali menyudutkan Milla, Tessa yang tadinya hendak pergi bersama beberapa sahabat lamanya langsung berhenti melangkah. Perhatiannya kini kembali tertuju ke arah keramaian itu."Putra ketiga Keluarga Ruhian itu terkenal santai dalam urusan cinta. Selama ini belum pernah terdengar dia tertarik pada wanita mana pun," ujar seseorang mengungkapkan keraguannya.Namun, Grace malah tersenyum penuh keyakinan. "Aku nggak bohong, kok. Kalian tahu 'Beauty Star', berlian yang baru dilelang itu? Itu dibeli sama Rafael! Karena Milla suka bintang, dia berniat ngasih berlian itu sebagai hadiah untuk Milla!""Serius?""Kalau nggak percaya, kalian bisa cek sendiri. Lihat saja, apakah 'Beauty Star' sekarang atas nama Rafael atau bukan?" Grace berbicara dengan penuh rasa percaya diri.Ekspresi Tessa berubah sedikit.Grace tahu benar bahwa Tessa tidak suka wanita yang reputasinya sembrono. Maka, dia langsung memanfaatkan celah itu dan menambahkan, "Tadi malam, Rafael juga pergi bers
Mendengar ucapan Milla, semua orang yang hobi bergosip langsung refleks mengeluarkan ponsel mereka. Semuanya buru-buru melihat berita terbaru karena takut tertinggal berita terpanas.Grace pun ikut-ikutan. Sambil membuka layar ponselnya, dia berusaha berpura-pura tenang agar tak terlihat terlalu peduli. Namun, usahanya sia-sia. Sebab, berita yang muncul benar-benar mengguncang! Hebohnya langsung menenggelamkan isu tuduhan terhadap Milla barusan.Semua orang kini sibuk menikmati "drama utama" yang baru muncul, bahkan menyantap gosip itu dengan penuh semangat.[ Nona Bangsawan dan Pengawal Selingkuh di Alam Terbuka. ]Judul artikel yang baru saja diunggah ini, dalam waktu tiga menit langsung menempati posisi ketiga trending topic dan terus naik.Begitu diklik, para netizen yang heboh segera sadar bahwa "nona bangsawan" yang dimaksud adalah putri dari Adipati William yang suka mencari perhatian di publik ... Grace!Dalam unggahan itu ada foto-foto Grace dan seorang pengawal pribadi berbaj
"Aku dari Harian Kota Huari. Apa aku boleh mewawancarai Bu Grace?" lanjut pria itu.Harian Kota Huari adalah media dengan pengaruh terbesar di kota, tapi juga dikenal karena sikap selektif dan prinsip mereka yang tinggi. Mereka jarang meliput acara yang skalanya kecil atau tidak cukup bernilai.Biasanya hanya peristiwa besar yang benar-benar menyita perhatian publik yang bisa membuat para jurnalis Harian Kota Huari turun tangan. Tak disangka, acara jamuan pribadi seperti ini pun berhasil menarik perhatian mereka.Milla masih tampak ragu. Namun tak lama kemudian, Tessa menghampiri sambil tersenyum, lalu berkata, "Aku yang undang jurnalis dari Harian Kota Huari ini. Tapi sebelum mereka setuju datang, mereka sudah mengajukan syarat. Mereka hanya akan mewawancarai orang-orang yang mereka anggap menarik."Melihat Tessa memberi isyarat dengan tatapan matanya, Milla pun langsung paham dan bangkit berdiri, "Baiklah. Bisa diwawancarai oleh kalian adalah kehormatan bagiku.""Bukan, justru ini ke
"Pasti." Milla mengangguk dan berkata, "Proyek Grup Jauhari adalah salah satu yang pertama lolos seleksi.""Bagus, kalau begitu, siang besok aku akan menantikannya," ujar Zeno dengan senyum tulus.Dia terdiam sejenak, lalu berpura-pura santai saat bertanya, "Kalau nanti bukan cuma aku yang tertarik dengan parfum dari Grup Jauhari, apakah Bu Milla bersedia memberi prioritas kerja sama padaku?"Milla mengedipkan matanya pelan, lalu tersenyum tipis sambil menundukkan pandangannya. Dalam hatinya, dia punya banyak pertimbangan.Meski Grup Jauhari sedang membangun pabrik baru dan terus meluncurkan produk-produk anyar, semua itu memakan biaya besar. Ibunya juga tengah sibuk mencari dana tambahan dari luar negeri. Jika dia bisa mendapatkan suntikan investasi secepatnya lewat presentasi besok, tentu itu sangat membantu.Kini Zeno justru yang menawarkan diri secara terbuka. Secara logika bisnis, Milla seharusnya tak menolak. Namun, pernyataan Zeno yang menyiratkan ketertarikan khusus, malah memb
Menjelang akhir acara, seorang pria berpakaian rapi dan penuh gaya berjalan mendekati Milla."Apakah Anda Bu Milla?" tanyanya."Benar," jawab Milla sambil menoleh dan membalas dengan sopan."Halo, Bu Milla. Saya Robert, Pemimpin Redaksi Majalah Fashion Bazaar."Pria itu memperkenalkan diri dengan senyum ramah, "Baru saja saya melihat Anda mengenakan gaun rancangan Madam Besar Tessa, auranya sangat cocok dengan Anda. Kebetulan sekali, saya sedang merencanakan perubahan gaya untuk sampul majalah kami dan ingin mengundang Anda sebagai model."Mata Milla membelalak karena terkejut. Fashion Bazaar adalah majalah mode papan atas dengan sirkulasi tinggi. Banyak selebriti ternama berlomba-lomba untuk bisa tampil di halamannya, bahkan rela bersaing sengit demi mendapatkan kesempatan seperti itu. Dia tidak menyangka, Robert justru datang sendiri menawarkan padanya.Namun, setelah dipikir-pikir, itu cukup masuk akal. Nama Tessa punya pengaruh yang luar biasa di dunia mode. Gaun yang dikenakannya
Di luar, kekacauan berlangsung selama kurang lebih setengah jam.Milla dan Graham mendengar seseorang di luar berseru bahwa listrik sudah kembali menyala! Setelah kegaduhan awal mereda, suasana menjadi lebih tenang. Mereka sedang menimbang-nimbang kapan waktu yang tepat untuk keluar, ketika tiba-tiba kegaduhan kembali terdengar.Seseorang membentak keras, "Jangan bergerak!"Lalu, terdengar jeritan para pengunjung restoran.Milla dan Graham langsung menyadari bahwa situasinya memburuk. Mereka saling berpandangan, lalu menahan napas. Tak lama kemudian, suara-suara langkah kaki masuk ke dapur."Ada yang lihat seorang wanita muda dan pria tua? Orang asing!" tanya sebuah suara pria yang serak."Nggak ada ...." Para staf dapur menjawab dengan penuh keraguan."Belum lihat sudah bilang nggak ada?!" Pria itu langsung meledak marah dan terdengar suara pecahan keras yang membuat semua orang terkejut dan panik."Sumpah saya nggak lihat! Tadi gelap sekali, semua serba kacau, saya nggak lihat satu o
Graham langsung memahami maksud Milla. Tanpa berkata apa pun, dia mengikuti langkah gadis itu kembali ke arah semula.Begitu sampai di dekat pintu keluar tangga darurat, Milla sengaja membiarkan salah satu pintunya terbuka. Lalu, dia melepas sepatu hak tingginya dengan cepat dan langsung melemparkannya ke bawah tangga. Kemudian, dia menarik Graham kembali ke lorong dekat toilet tadi dengan kaki telanjang.Di sekitar mereka, restoran-restoran mulai gaduh. Para pramusaji berusaha menenangkan para tamu."Para pelanggan, mohon jangan panik. Ini hanya pemadaman sementara. Genset cadangan akan segera menyala dalam beberapa menit. Harap tetap di tempat duduk masing-masing dan jangan bergerak sembarangan agar tidak terjadi kecelakaan ...."Milla memindai sekeliling dengan cepat, lalu menarik Graham masuk ke sebuah restoran yang paling ramai."Kita bersembunyi di sini?" tanya Graham setengah bingung."Nggak," jawab Milla sambil menggeleng."Denah restoran terlalu rapi. Begitu mereka masuk dan m
Usai meninggalkan kediaman Keluarga Angle, Graham mengajak Milla dan asistennya untuk makan malam bersama. Saat makan malam berlangsung, Graham bertemu beberapa sahabat lamanya dan asyik bernostalgia, sehingga membiarkan Milla dan asistennya duduk sendiri.Tanpa sengaja, Milla mendengar mereka menyebut-nyebut Keluarga Angle, bahkan menyinggung tentang obsesi lama Graham yang belum juga padam.Milla lalu mengaitkan satu per satu petunjuk yang dia dengar dan bertanya pada asisten Graham, "Kalau Guru orang asli Melasa dan punya keluarga sebesar ini, kenapa dia nggak pernah pulang?"Asisten itu menghela napas pelan. "Karena baginya, rumah adalah tempat yang penuh dengan luka.""Apa ada hubungannya dengan yang mereka sebut ... Yuko?" tanya Milla lagi.Beberapa sahabat Graham yang duduk tak jauh dari mereka memang menyebut nama itu beberapa kali. Bahkan saat Graham dulu bersama Gorman, pria itu juga pernah bilang bahwa Yuko adalah obsesi hidup Graham.Tatapan asisten Graham sedikit berubah.
"Iya, dia orangnya." Milla mengangguk tanpa sungkan-sungkan.Wajah Mona dan Hara menjadi merah padam, lalu berubah pucat. "Itu ... Anda salah dengar. Yang kami maksud tadi bukan Anda ...," ucap Mona menjelaskan."Oh ya?" Graham meletakkan tangannya di belakang punggung. "Jadi siapa maksud kalian? Aku malah jadi penasaran, siapa yang pakaiannya lebih mirip pengemis daripada aku?"Graham sengaja merendahkan dirinya hingga membuat kedua orang itu bungkam dan tidak tahu harus bagaimana menjawabnya."Pak Graham ini orang penting, pasti nggak akan mempermasalahkan hal kecil begini, bukan? Kami datang ke sini sebenarnya memang ingin menemui Anda. Karena Anda jarang sekali ada di rumah, kami belum sempat berkunjung selama ini," Mona berusaha mencari celah.Namun, Graham tak tergoda oleh rayuan seperti itu sedikit pun. Dia hanya mendengus dan menoleh ke arah lain.Milla menggunakan kesempatan itu untuk menyindir, "Jadi maksudnya, kalian bukan datang untuk mengantarkan hadiah kepada Keluarga Ang
"Tapi memang sih, orang seperti Graham itu benar-benar unik. Nggak pernah ada wawancara atau laporan media, katanya seumur hidup belum pernah menikah! Keluarga Dolken punya harta sebesar itu, tapi nggak jelas akan diwariskan ke siapa," ucap Mona sambil berdecak menyayangkannya."Pastilah dia pernah patah hati!" Hara langsung berspekulasi penuh keyakinan, "Tapi pria yang bisa seumur hidup nggak menikah itu langka sekali. Gara-gara dia nggak punya istri atau anak, Ayah sampai bingung harus kasih hadiah apa ...."Mona dan Hara saling bergandengan, lalu mendekati pelayan Keluarga Angle yang tadi bertugas mencatat hadiah.Sebagian besar tamu yang datang ke tempat seperti ini pasti punya tujuan tersembunyi. Jadi pelayan pun tak terkejut saat mereka bertanya dan menjawab dengan tenang, "Pak Graham sudah datang."Sorot mata kedua orang itu langsung berbinar bersamaan. "Di mana dia?""Barusan sudah naik ke atas," jawab pelayan sambil menengadah ke arah lereng. "Kemungkinan besar sekarang sudah
Melihat sorot mata Graham yang diam-diam menanti pujian seperti anak kecil, Milla pun tersenyum dan menggoda, "Tentu saja aku percaya pada guruku. Kalau begitu, sepertinya kita harus mendaki cukup jauh, ya!"Graham tertawa lepas, "Gadis cerdik!"Baru saja mereka melewati gerbang pertama, datang beberapa pria dari arah berlawanan. Dari kejauhan, mereka langsung membungkuk memberi salam, "Pak Graham! Nggak nyangka Anda juga hadir hari ini ...."Graham segera dikerubungi untuk saling menyapa dan bertukar basa-basi, sementara Milla berdiri sedikit menjauh sambil memperhatikan pemandangan di sekitar gerbang.Saat itulah terdengar suara seorang wanita dari belakang yang agak terkejut dan sinis, "Eh, bukannya ini Milla? Lama nggaka jumpa!"Milla menoleh dan ternyata orang yang berdiri di sana adalah Hara.Tak jauh di belakangnya, Mona terlihat sibuk membawa sejumlah kantong hadiah besar dan sedang mendaftarkan barang-barang mereka kepada pelayan Keluarga Angle di depan gerbang pertama."Kamu
"Pak Rafael?"Melihat Rafael yang berdiri di sampingnya, untuk pertama kalinya Milla merasa kehadiran Rafael ini sangat tepat waktu."Kebetulan aku baru selesai makan sama teman, dari belakang tadi kulihat seperti kamu. Ternyata memang benar kamu!" ucap Rafael dengan ekspresi senang."Kamu siapa, ya?" Rafael menoleh ke arah pria di seberang Milla yang sedang menyumpal mulutnya dengan potongan daging.Belum sempat pria itu menjawab, Milla sudah berdiri sambil berkata, "Silakan lanjutkan makan. Aku sudah bayar semua, jadi ... sampai jumpa." Setelah itu, dia menarik Rafael pergi bersamanya.Rafael sempat menoleh ke belakang dan menangkap aura canggung di antara mereka, lalu bertanya, "Milla, jangan-jangan ... kamu lagi ikut kencan buta?""Mana mungkin?" sahut Milla jengkel."Tapi aku lihat suasananya canggung sekali, kalian makan berdua begitu ...." Rafael masih terlihat penasaran."Cuma dia yang makan, aku nggak!" jawab Milla dengan kesal. Dia sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya dipik
Setelah menutup telepon, Chris terdiam cukup lama. Kemudian, dia menelepon Wilson dan menyampaikan perintah Tessa padanya, "Cari orang yang bisa dipercaya, wakilkan aku untuk ketemu sama seseorang besok ...."Wanita apanya .... Chris sama sekali tidak ingin menghabiskan waktunya."Baik."Wilson juga merasa permintaan Tessa terlalu aneh. Setelah menutup panggilan itu, dia langsung menelepon untuk mencari wajah asing di tim pengawal Grup Mahendra dan memastikan tidak ada kesalahan untuk pertemuan besok.....Sore keesokan harinya.Milla mendorong pintu restoran tempat janji temu, di tangannya menggenggam setangkai mawar merah muda.Siang tadi, ibunya tiba-tiba bersikap misterius lewat telepon dan menyuruhnya datang ke tempat ini sambil membawa mawar sebagai penanda untuk bertemu seseorang.Katanya, orang itu akan menjadi pelindung rahasia selama Milla berada di Negara Melasa. Yang perlu dilakukan hanyalah bertemu langsung. Setelah itu, semua akan menjadi jelas.Ini adalah permintaan lang
Tiga hari kemudian.Di dalam kotak surat yang sudah berdebu, Nayla menerima sepucuk surat balasan. Isinya adalah ajakan untuk bertemu langsung di sebuah kafe tengah kota.Sore itu, Nayla berdandan rapi dan datang ke kafe yang dimaksud. Tak lama kemudian, muncullah seorang wanita tua berambut putih dengan aura yang luar biasa. Mereka saling mengenali lewat benda penanda yang telah disepakati, lalu duduk berhadapan."Nggak nyangka setelah sekian tahun, kamu masih bersedia membalas suratku," ucap Nayla penuh rasa syukur sambil memandang wanita tua di depannya."Aku dan mendiang ibu mertuamu adalah sahabat sejati," jawab wanita tua itu dengan penuh semangat. "Meski di tahun-tahun terakhir sebelum dia meninggal kami jarang bertemu karena jarak, tapi begitu dia menitipkan keluarganya padaku, aku sudah bersumpah akan melindungi kalian sampai napas terakhirku. Jadi, nggak perlu sungkan. Katakan saja, apa yang bisa kubantu?""Terima kasih banyak, Tante Winaya."Nayla tersenyum haru. "Putriku ak