Beberapa tahun kemudian ... Anna mulai bersedih atas kondisinya, ia belum juga dikaruniai anak dari pernikahannya dengan Adrian, sedangkan Arini mulai beranjak remaja, sebentar lagi dia akan masuk sekolah menengah pertama. Ibu Adrian yang sudah divonis sembuh dari penyakit mentalnya mulai mempertanyakan kondisi Anna, yang tak kunjung hamil. "Ann, kamu kapan ngasi ibu cucu? Masak kamu kalah dengan kakaknya Adrian? Dia sudah hamil setelah pernikahan ketiganya dan sekarang dia tengah hamil anak kedua!" sindir Ibu Adrian yang membuat batin Anna semakin terguncang. "Kami sudah berusaha Bu, mohon doanya saja," balas Anna dengan menundukkan kepala. Makanan yang tersaji di meja belum juga tersentuh. "Adrian, sebaiknya kamu menikah lagi saja, mumpung belum terlalu tua dan kasihan mama yang sudah tidak sabar ingin menggendong cucu darimu," sahut Anneth menambah suasana semakin panas, kehamilan keduanya semakin membuat Anna terpuruk. Dimas yang telah menikah dengan Anneth hanya bisa
"Nak, kita sementara tinggal di pasar ya, ayah baru saja keterima bekerja sebagai kuli," ujar Arka pada Aruna.Aruna hanya menganggukan kepala, bersedih atas apa yang telah terjadi. Pernikahan siri yang berakhir sebab perselingkuhan kembali membawa luka pada hati Aruna. Awalnya ia mengira pernikahan ayahnya dan Tante Asih akan lebih bahagia daripada dengan Tante Clara ternyata sama saja sebab tak berlangsung selamanya.Pasca meninggalkan rumah Asih, nasib Arka menjadi semakin tidak jelas. Ia luntang-luntung tidak jelas sebab bingung tak tahu arah hingga akhirnya ia bertemu dengan teman masa kecilnya dulu, Tirta. Orang yang dulunya adalah teman sekolah yang sama-sama memiliki keinginan untuk sukses.Tirta dan Ina adalah pasangan yang sudah lama menikah namun belum di karuniai momongan. Saat mengetahui bahwa Arka membawa Aruna yang masih duduk di bangku SMP tentunya membuat mereka bahagia sebab merasa kehadirannya dapat mengobati rindu akan memiliki keturunan."Aruna, kamu tidak perlu k
“Gimana Na, sudah isi apa belum?” ujar Ayu dengan tatapan tajamnya pada menantu perempuannya.Ia seringkali menanyakan pertanyaan itu dan berharap mendapat jawaban yang memuaskan ambisinya, memperolah cucu laki-laki dari anak lelaki kesayangannya.“Belum bu, doakanlah kami, lagipula saya masih ingin fokus mengasuh Arini dan Aruna, mereka sebentar lagi masuk Sekolan Dasar dan pasti semakin banyak keperluannya,” jawab Anna dengan helaan nafas panjang.Sebenarnya pertanyaan itu cukup mengganggunya, ia sudah berusaha semaksimal mungkin namun jika takdir tak berpihak padanya, dia bisa apa?Ibu Mertua mengernyitkan dahinya yang sudah penuh dengan goresan-goresan kehidupan dan berucap dengan penuh penekanan, “Apa? kamu gimana sih Na? Justru karena anakmu sudah besar, sudah saatnya mereka punya adik, dan adiknya harus laki-laki! Kasian Arka tidak punya anak laki-laki, apa kata orang nanti? Aura saja sudah punya anak laki-laki dan perempuan. Kamu jangan mau kalah sama dia!”“Bu, kami pasti aka
Hari itu langit tampak cerah, jalanan masih tampak basah karena semalam hujan mengguyur kota metropolitan itu. Terlihat orang-orang mulai berbondong-bondong untuk memulai aktivitasnya. Tidak terkecuali Arka. Ia menuju tempat kerjanya mengendarai motor butut warisan orang tuanya. Hari itu jalanan nampak padat merayap, terlihat kendaraan mulai perlahan berjalan pasca lampu merah di pertigaan itu. Jarak tempuh dari kontrakan menuju toko florist tidaklah jauh, sekitar 15 menit saja.Sesampainya di toko, Arka memarkirkan motornya. Hari itu sama sekali tak ada firasat buruk dalam benaknya, dengan langkah penuh semangat, ia berjalan menuju tokonya tanpa melihat tulisan dipintu tertera “close”. Toko terlihat sepi padahal sudah pkl 08.00 wib, biasanya sudah mulai ada aktivitas namun tidak di hari itu. Terlihat bos toko dengan wajah sayu tanpa semangat bahkan ia tak menyadari kalau Arka telah tiba.“Pagi bos, tumben pagi-pagi sudah di toko, biasanya siang baru nongol,” tanya Arka dengan senyum
Pagi itu cuaca cerah, matahari menyinari bumi memberikan kehangatan bagi siapapun yang sedang berjuang di bumi manusia, tidak terkecuali Anna. Ia telah menyempatkan waktunya untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan saran dari temannya. Sebenarnya jauh sebelum pilihannya tertuju pada promil ala dokter, ia telah mencoba cara-cara lain seperti berdiet, sering berolahraga seperti jogging, senam dan renang. Ia juga menambahkan konsumsi jamu tradisional dan vitamin seperti asam folat dan vitamin D. Namun seperti takdir tak berpihak padanya karena usahanya belum juga membuahkan hasil.“Bund, kenapa ayah sering di rumah ya, apa ayah tidak bekerja?” Celoteh Runa, meski ia baru berusia 7 tahun dan akan segera masuk SD, ia termasuk anak yang aktif karena seringkali bertanya perihal yang mengganggu pikirannya.“Iya nak, ayah libur, nanti kalau sudah masuk pasti akan bekerja lagi.” Jawab Anna dengan senyum. Dielus-elus rambut putri kesayangannya itu. Tak mengherankan jika Runa bertanya-tanya k
Setelah beberapa jam mengendarai motor sambil kerapkali berhenti karena Runa merasa kelelahan, akhirnya ia sampai di rumah Ayu, Sang Ibu. Cuaca hari itu panas dan mereka tiba ketika siang hari. Terlihat pintu rumah Ayu masih tertutup, dan halamannya nampak kotor, seperti tidak dibersihkan selama berhari-hari. “Assalamualaikum bu, ini Arka,” ucap Arka sambil mengetok pintu dengan keras-keras berharap ibunya mendengar teriakannya. “Iya… sebentar,” Ayu berteriak sambil berjalan, kemudian memutar kunci untuk membuka pintu. “Masuk nak, kenapa kamu bawa anak ini juga?” Tanya Ayu yang terlihat seperti tidak suka melihat kehadiran Aruna. “Iya bu, anakku sepertinya bosan di rumah terus jadi dia ingin ikut,” jawabnya dengan lemas, lelah karena perjalanan itu cukup menguras tenaganya. Arka menyuruh anaknya untuk segera ke kamar mandi untuk mandi dan berganti pakaian. Mendengar titah ayahnya, anak itu segera beranjak. Sambil memandangi neneknya dengan tatapan tidak suka. Hatinya tidak bi
Hari itu Arka berpamitan pada ibunya terkait kepulangannya ke kota. Ia tidak mungkin berlama-lama di kota kelahirannya itu. Hal ini dikarenakan 3 hari lagi sikembar akan masuk sekolah. Selain itu, ia juga mendapat kabar bahwa ada toko bunga yang baru buka di lokasi kerja dia yang dulu, ia mendapat kabar dari teman setongkrongan di warkop tempat ia biasa bermain game. Besar harapannya untuk dapat bekerja di bidang yang menurutnya sesuai dengan kemampuannya tersebut.Perjalanan tidak memakan waktu lama karena ia berangkat setelah shubuh. Perjalanan di tempuh tanpa hambatan, mesti ia nampak ogah-ogahan karena perasaannya pada Anna mulai berubah. Ia merasa Anna akhir-akhir ini terlalu mengaturnya, apalagi untuk program hamil anak laki-laki. Ia malas harus bertemu dokter yang pasti memintanya untuk gaya hidup sehat dan tidak boleh begadang, hal itu cukup menyiksa baginya yang kecanduan game online dan perokok aktif. Sepanjang jalan ia terus diberondong dengan pikiran-pikiran melelahkan ter
Semalaman Anna tak bisa tidur nyenyak. Ia kerapkali terbangun dirundung kegelisahan. Siapakah Clara? Mengapa dia chat malam-malam? Sejak kapan gawai suaminya di kunci? Pertanyaan itu terus menerus menghantuinya hingga pagi menjelang. Mulai terdengar suara adzan shubuh tanda panggilan sholat telah tiba. Anna menghentikan lamunannya, ia bergegas menuju kamar mandi untuk berwudhu kemudian mendirikan sholat. Dalam sholatpun, dia nampak tak khusyuk karena kegelisahan terus menghantam pikiran dan hatinya. Seusai sholat, Anna bergegas ke dapur menyiapkan sarapan untuk anak dan suami tercintanya. Ia mulai mempersiapkan bahan-bahan untuk memasak dan mencoba untuk mengabaikan segala pikiran yang membuatnya semakin curiga, siapakah Clara? Apakah Mas Arka selingkuh? Tak terasa waktunya membangunkan anak-anak untuk bersiap ke sekolah. Anna dengan cekatan dan lembut mulai membangunkan si kembar yang terlihat masih mengantuk. Sesekali mereka menguap dan kesulitan membuka matanya. Anna hanya bi
"Nak, kita sementara tinggal di pasar ya, ayah baru saja keterima bekerja sebagai kuli," ujar Arka pada Aruna.Aruna hanya menganggukan kepala, bersedih atas apa yang telah terjadi. Pernikahan siri yang berakhir sebab perselingkuhan kembali membawa luka pada hati Aruna. Awalnya ia mengira pernikahan ayahnya dan Tante Asih akan lebih bahagia daripada dengan Tante Clara ternyata sama saja sebab tak berlangsung selamanya.Pasca meninggalkan rumah Asih, nasib Arka menjadi semakin tidak jelas. Ia luntang-luntung tidak jelas sebab bingung tak tahu arah hingga akhirnya ia bertemu dengan teman masa kecilnya dulu, Tirta. Orang yang dulunya adalah teman sekolah yang sama-sama memiliki keinginan untuk sukses.Tirta dan Ina adalah pasangan yang sudah lama menikah namun belum di karuniai momongan. Saat mengetahui bahwa Arka membawa Aruna yang masih duduk di bangku SMP tentunya membuat mereka bahagia sebab merasa kehadirannya dapat mengobati rindu akan memiliki keturunan."Aruna, kamu tidak perlu k
Beberapa tahun kemudian ... Anna mulai bersedih atas kondisinya, ia belum juga dikaruniai anak dari pernikahannya dengan Adrian, sedangkan Arini mulai beranjak remaja, sebentar lagi dia akan masuk sekolah menengah pertama. Ibu Adrian yang sudah divonis sembuh dari penyakit mentalnya mulai mempertanyakan kondisi Anna, yang tak kunjung hamil. "Ann, kamu kapan ngasi ibu cucu? Masak kamu kalah dengan kakaknya Adrian? Dia sudah hamil setelah pernikahan ketiganya dan sekarang dia tengah hamil anak kedua!" sindir Ibu Adrian yang membuat batin Anna semakin terguncang. "Kami sudah berusaha Bu, mohon doanya saja," balas Anna dengan menundukkan kepala. Makanan yang tersaji di meja belum juga tersentuh. "Adrian, sebaiknya kamu menikah lagi saja, mumpung belum terlalu tua dan kasihan mama yang sudah tidak sabar ingin menggendong cucu darimu," sahut Anneth menambah suasana semakin panas, kehamilan keduanya semakin membuat Anna terpuruk. Dimas yang telah menikah dengan Anneth hanya bisa
"Ibu, mohon ijinkan aku bertemu Anna, aku tidak ingin kesalahpahaman ini berlarut-larut," pinta Adrian memelas, tak ingin sang istri semakin menjauh. "Aku sudah mendengar semua dari Anna. Jika kamu memang mencintainya, mengapa terlalu ikut campur urusan pribadi pasienmu yang ternyata adalah mantan tunanganmu? Tidakkah kamu sadari jika itu akan menyakiti istrimu karena mengira kamu belum move on!" tegas Ibu Anna yang tak terima anaknya kerapkali disakiti pria yang dicintainya. Tiba-tiba muncul Ayah Anna dari belakang, ia merasa sang istri terlalu ikut campur urusan rumah tangga anaknya. "Sudahlah Bu, jangan ikut campur urusan rumah tangga mereka, cepat panggil Anna! Ia harus mendengar kata suami bukan malah pulang ke rumah orang tua jika ada masalah," ujarnya dengan tatapan tajam. Ibu Anna hanya bisa cemberut, tak mampu melawan perkataan suaminya karena memang benar, harusnya orang tua tidak mencampuri urusan anak-anaknya terutama jika sang anak telah menikah. "Maafkan ibu me
"Adrian, ini aku Aluna. Terima kasih, kamu sudah menyelamatkan aku dan bayiku," ujar seorang perempuan melalui sambungan telepon. "Aku hanya menjalankan tugasku, Aluna," jawab Adrian dengan menatap Anna, seolah meminta persetujuannya. "Aku bersedih atas kesalahanku di masa lalu, kini aku telah bercerai dari Allan. Namun, masalah ini belum selesai karena di menuntut hak asuh anak," ujar Aluna seolah ingin bercerita tentang keluh kesahnya. "Aku turut bersedih untukmu, bersabarlah! Semua akan baik-baik saja!" sahut Adrian mencoba memberi semangat. "Andai aku tidak khilaf, mungkin kita masih bersama," ujar Aluna penuh penyesalan. "Kamu pasti akan menemukan kebahagianmu seperti aku yang sudah bertemu belahan jiwaku," sahut Adrian lalu mematikan ponselnya. Anna sangat senang mendengar pernyataan suaminya, dipeluknya erat-erat seolah tak ingin lepas. "Maafkan aku sudah meragukanmu Mas," ucap Anna yang masih berada dalam pelukannya. Mereka kemudian bermesraan, saling bercumb
Terlihat Anna sedang duduk di sebuah restoran dekat tempatnya mengajar. Ia bahkan masih menggunakan seragam PDH yang identik dengan ASN dengan status PPPK. Dengan jilbab merah merona, ia terus membetulkan penutup kepala yang terasa kurang pas. Berkali-kali ia mengecek jilbabnya melalui cermin kecil yang selalu dibawa kemana-mana. Saat itu jam menunjukkan pukul 12.00 siang, artinya waktu istirahat kurang satu jam lagi. Tak lupa wanita beristri itu menghubungi suaminya, Adrian jika ia hendak bertemu teman suaminya. Anna yang tak tahu apa-apa mengira hubungan suami dan pria yang pernah menolongnya cukup dekat. Tak lupa Anna membawa sebuah bingkisan untuk ucapan terima kasih. Segelas orange juice menjadi teman sepi kala sang penyelamat belum juga hadir. "Maaf Mbak Anna, saya telat, tadi macet nih," sapa Allan dengan masih memakai jas putihnya, terlihat dia baru saja keluar dari rumah sakit. "Tidak apa-apa kok, ini ada sedikit bingkisan dari saya, sebagai ucapan terima kasih," sahut An
Bulan madu tak terasa akan berakhir. Anna masih mengalami dilematis dalam hatinya, bulan madu yang seharusnya menjadi semangat untuk menjalani kehidupan rumah tangga justru membuatnya terhubung kembali dengan masa lalu dan rahasia sang mantan yang tidak sengaja diketahuinya.Hal serupa juga dirasakan oleh Adrian, ia merasa kehadiran Allan ibarat bom waktu yang mengusik jiwanya. Tiba-tiba ia teringat dengan mantan tunangannya, Aluna. Bagaimanakah kabarnya? Apa hidupnya bahagia? Rasa penasaran coba ditepis karena tak ingin menyakiti Anna."Sayang, kamu sejak tadi melamun? Apakah ada hal yang mengganggumu?" tanya Adrian sambil menatap sang istri, mereka sedang berada di ruang tunggu bandara."Tidak, aku hanya takut naik pesawat, meski ini yang kedua bersamamu," sahut Anna dengan senyum yang dipaksakan, wanita itu hanya tak ingin suaminya cemas.Setelah menempuh perjalanan selama beberapa jam akhirnya mereka tiba di rumah Arka."Kalian sudah pulang? Kenapa tidak mengabari Mama? Ada sopir
Setelah pintu lift terbuka, pasangan muda-mudi itu keluar seolah tak menghiraukan keberadaan Anna. Seketika itu, istri dari Adrian duduk bersimpuh di dalam lift, jantungnya berdegup kencang seperti hendak copot, rasa laparnya hilang begitu saja diganti dengan rasa cemas yang melelahkan. Pintu lift kembali terbuka, nampak seorang laki-laki memakai pakaian jas seperti seorang eksekutif muda, ia menyapa Anna yang terlihat menyedihkan. "Mbak? Apa kamu baik-baik saja?" ujar pria muda itu, ia bergegas membantu Anna berdiri yang terlihat seperti orang linglung. "Terima kasih, saya hanya kelelahan saja," jawab Anna sambil memegangi kepalanya yang terasa berat. "Mbak ada di kamar nomor berapa? Biar saya antar," ajak Pria muda yang nampak mencemaskan Anna. Anna tidak menjawab, hanya terlihat memencet tombol lift saja. Pria itu seperti terhipnotis, ia enggan beranjak dari lift meski lantai yang ditujunya telah terbuka. Anna hanya tersenyum lalu berjalan seperti orang linglung, ia bahkan ny
"Anna, kenapa wajahmu masam? Apa kamu tidak enak badan?" tanya Adrian yang mulai mengkhawatirkan perubahan ekspresi pada istrinya. "Aku hanya sedang lelah, ayo kita kembali ke kamar Mas," sahut Anna sambil menarik tangan suaminya agar bergegas pergi dari restoran itu. "Jadi ini istri yang kau banggakan dan berpendidikan itu! Berani sekali dia menampar pacarku!" teriak Anneth lalu mendorong Anna hingga ia jatuh tersungkur. Adrian segera membantu Anna berdiri, tak menyangka jika kakaknya tega berperilaku sangat kasar. "Kak, tolong jangan kasar sama istriku! Semua bisa dibicarkan baik-baik," balas Adrian yang mencoba menenangkan kakaknya. Dimas yang melihat keributan dari kejauhan segera mengambil sikap terbaiknya, ia sengaja memegang pipi bekas tamparan Anna. "Lihat sendiri! Pipinya sampai memerah gara-gara perbuatan istri udikmu itu!" bentak Anneth sambil memegang pipi pacarnya. "Kak, tenanglah dulu! Ini pasti hanya salah paham, biarkan Anna menjelaskan semuanya," pinta Adrian m
Anna nampak begitu bahagia menikmati liburannya di pulau dewata. Ia tengah menikmati nuansa pantai yang terhampar laut biru sejauh mata memandang, sejak kecil hal yang paling di sukainya adalah melihat laut yang membuatnya merasa tenang. "Sayang, apakah kamu sangat bahagia menikah denganku?" tanya Adrian yang terdengar konyol bagi Anna. "Mas, aku sudah mengenalmu sejak kecil. Kamu selalu melindungiku saat aku yang pemalu seringkali dirundung teman-temanku. Kenapa bertanya hal seperti itu?" balas Anna yang merasa keheranan dengan pola pikir Adrian. "Tidak, aku hanya khawatir jika semisal aku tidak bisa lebih baik dari mantan suamimu yang ternyata adalah adikku yang selama ini tak pernah ku ketahui," ujar Adrian dengan wajah yang memendam kesedihannya. Wajar saja jika Adrian berpikir demikian, Ayahnya pernah berselingkuh dengan wanita lain hingga memiliki anak bernama Arka yang tak lain adalah mantan suami Anna. Meski beda ibu, dalam diri Adrian dan Arka mengalir dari seorang ayah y