"Ayo makan lagi, Kak. Supaya tenaga Kakak kembali fit dan Kakak bisa pulih lebih cepat," ucap Diana padaku yang sudah berhenti mengunyah.
"Kakak sudah kenyang, Dek." jawabku dengan lembut.
"Tapi Kakak baru makan sedikit. Masa' sih udah kenyang?"
"Iya, udah kenyang. Nanti kalau lapar lagi, Kakak makan lagi kok,"
"Beneran ya? Ini banyak banget makanannya udah aku beliin. Mami nih yang punya kerjaan, beliin segala macam udah kayak mau jualan aja," Diana berkata sambil tertawa lepas.
Akhirnya aku bisa melihat Diana tertawa seperti itu juga. Lepas tanpa beban. Terlihat sangat natural dan menikmati hidup ini.
Diana memang sudah sepantasnya hidup bahagia dan tertawa lepas seperti itu. Aku akan membantunya melupakan semua masa-masa kelam yang pernah ia lalui dulu.
"Kamu tau nggak Dek? Itu alasan Mami aja beliin ini itu supaya aku mau makan. Mana mungkin kan orang sakit makan sebanyak itu. Sebenarnya, itu selera Mami semua lho." aku berb
Pov Nia Saat aku dan Ferdi sampai di kamar tempat Winda di rawat, dia sedang dalam keadaan tak sadarkan diri. Ferdi segera berlari memanggil Dokter dan memeriksa keadaan Winda. Aku menangis tak henti, dan tak lupa langsung menghubungi Mami Merry melalui ponsel Winda. Mami Merry sama terkejutnya denganku saat mendengar kabar keadaan Winda. Winda sudah dibawa dan ditangani di ruang gawat darurat. Untung aku dan Ferdi datang lebih cepat dari yang seharusnya. Jika tidak, aku tak tau lagi apa yang akan terjadi pada Winda. Sahabatku sayang, malang betul nasibmu. Tak henti-hentinya cobaan datang silih berganti dalam hidupmu. Ferdi segera melaporkan kejadian ini pada pihak berwenang. Tim penyidik segera pula mengusut dan mengumpulkan bukti. Tak lupa semua rekaman cctv yang ada di rumah sakit ini. "Fer..aku takut Winda kenapa-napa," isakku dalam pelukan Ferdi. Aku tak tau lagi harus bertindak bagaimana. Saat aku menangis dan hister
Pov Nia "Tidaaak... Jangaan... Tolong jangan mendekat. Pergii... Jangan ganggu aku lagii... Pergi dari sini!" tiba-tiba Winda berteriak histeris sambil memegangi kedua kakinya yang masih belum bisa digerakkan itu. Kami semua terpana dan saling diam memandang Winda dan Ferdi pun reflek diam di tempat dan tak melanjutkan lagi langkah kakinya. Winda.... "Tenang, Nak. Tenang. Kendalikan dirimu, dan lihat dia baik-baik. Bukan kah dia sahabatmu? Apa kamu lupa dia?" Mami Merry membujuk Winda dan membelai kepalanya dengan lembut. Winda bersandar pada tubuh Mami nya. Terlihat raut ketakutan sangat jelas di wajahnya. Apa mungkin Winda mengira bahwa Ferdi adalah orang yang mencelakainya? Atau gerak gerik Ferdi menyerupai peristiwa itu? "Winda, itu Ferdi. Kamu tau kan? Kamu ingat Ferdi kan, Win? Dia yang selalu isengin kamu, gombalin kamu, juga yang selalu ada buat kamu. Ingat dia, Win." aku pun ikut angkat suara. "Diana, ce
Pov Ranisa"Katakan, dimana saudara Heru berada?" tanya polisi itu padaku."Aku benar-benar tidak tau, Pak. Setelah menemaniku melahirkan dan melihat anaknya sebentar, dia mengatakan akan ke Anjungan Tunai Mandiri mengambil uang untuk biaya administrasi. Tapi sampai sekarang dia tidak juga muncul." jawabku sejujurnya dan apa adanya."Baik, jika dia datang lagi, tolong kooperatif dengan segera menghubungi kami. Jangan sampai ada yang membuatnya curiga. Karena kami tidak akan meletakkan penjaga atau polisi di sekitar sini." terang polisi itu lagi padaku."Ba-baik, Pak." aku kembali menjawab dengan tergagap.Polisi itu segera pergi dari ruanganku. Aku menangis sambil menatap bayiku yang sedang tertidur nyenyak di dalam box bayi nya.Aku merasa syok karena Mas Heru sedang dalam pencarian polisi. Kondisiku pasca melahirkan masih sangat lemah dan butuh suport. Tapi, Polisi itu datang dengan membawa berita besar.Percobaa
Pov Heru Aku masih bersembunyi di dalam apartemen milik mantan mertuaku, Mami Merry. Aku tidak tau bagaimana kabarnya Winda saat ini. Semalam, aku mencekoki mulutnya dengan cairan beracun dan membekap hidungnya dengan obat bius yang bisa menimbulkan halusinasi tingkat tinggi. Jika dia tidak mati, minimal sudah gila lah saat ini. Aku meninggalakan semua barang berhargaku di dalam mobil. Dan mobil itu sendiri aku tinggalkan di parkiran bawah tanah Rumah Sakit. Aku ke sini menggunakan sebuah taxi yang ku stop di jalanan. Tidak akan ada yang menyangka bahwa aku bersembunyi di sini. Aku bahkan telah mempersiapkan kebutuhan makanku untuk beberapa hari ke depan. Aku bisa tinggal di sini dulu sebelum mendapatkan uang atau seseorang yang bisa kutipu untuk mendapatkan uang, lalu kabur ke luar negeri. Pasti, cepat atau lambatnya, Polisi akan menemukan bukti kejahatanku itu. Mondar mandir di dalam ruangan yang tidak terlalu besar ini
Pov Nia Seminggu sudah berita tertangkapnya Heru tersebar. Aku yakin saat ini hidup istri mudanya itu dalam kesulitan. Bagaimana tidak? Dia baru saja melahirkan anak pertamanya dan Heru. Pria yang dia bangga-banggakan dan sombongkan pada Winda karena telah memilihnya. Tapi kini Heru mendekam di penjara. Begitu pula dengan Heru. Lama sudah dia mendambakan seorang anak sebagai keturunan, yang belum dapat diberikan oleh sahabatku, Winda. Memilih untuk menduakan cinta dan mengkhianati pernikahannya dengan Winda demi memilih Ranisa yang ternyata sedang mengandung benih yang memang tak sengaja ia tanamkan di rahim wanita muda yang hidup sebatang kara itu. Tapi kini, buah dari perbuatan mereka berdua telah diberikan ganjaran setimpal oleh Yang Maha Kuasa. Di saat bayi yang dia tunggu-tunggu telah lahir, ia harus menerima hukuman atas kejahatannya pada Winda. Dia bahkan tak dapat sekedar menimang anak pertamanya. Miris sekali memang hidupmu, Heru.
Pov Nia Winda masih saja diam setelah lima menit Dokter muda itu bertanya padanya. Sepertinya Winda mencoba dengan keras untuk mengingat atau mungkin lidahnya yang kelu tak mampu lagi untuk mengungkapkan bagaimana awal mula retak rumah tangganya dengan bajingan itu. Aku menatap cemas dari kursi sofa yang kududuki sejak tadi. Sementara Winda sudah bersandar di sebuah kursi khusus untuk konseling dan terapi kejiwaan yang berada tepat di depan Dokter Hanan duduk. Ya, Dokter Hanan adalah Dokter yang akan membantu Winda keluar dari rasa trauma dan depresinya. Aku berharap Dokter Koonal bisa meyakinkan dan membuat Winda merasa nyaman selama masa konseling ini. Dokter muda keturunan Arab itu terlihat sabar menunggu cerita yang belum juga keluar dari mulut Winda. "Bagaimana, Bu Winda? Jika Anda memang merasa tidak nyaman dan belum siap menceritakan semuanya, nggak masalah kok. Santai aja. Kita di sini tidak pemaksaan dan penekanan. Jadi, Anda b
Pov WindaKesehatan semakin hari semakin membaik, karena ada orang-orang yang sangat mencintaiku di sini dan mereka merawatku dengan sangat baik. Setelah 2 minggu berlalu, aku sudah bisa berjalan kembali. Semua itu tak lain dan tak bukan karena semangat dan dukungan dari Mamiku dan Diana, adikku.Selain mereka berdua, Nia dan Ferdi juga ikut andil dalam penyembuhanku. Mereka selalu ada bersamaku kapan pun aku membutuhkan mereka untuk hadir menemaniku. Ferdi dan Nia juga mengurus kasus yang menimpaku hingga selesai. Kudengar, Mas Heru sudah selesai sidang dan dijatuhi hukuman 7 tahun penjara.Aku juga masih terus konsultasi ke Dokter Hanan seminggu sekali. Karena aku masih sering merasa ketakutan dan tiba-tiba seperti ada orang yang sedang mengawasi. Aku sungguh sangat trauma dengan kejadian teror dari Mas Heru waktu itu. Apalagi aksinya yang hampir saja membuatku kehilangan nyawa.Dokter Hanan memang sangat ramah dan sabar. Ia tak pernah men
Aku menikmati hari-hariku seperti biasa di butik. Apalagi, saat ini ada Diana yang selalu bersamaku mengurus bisnisku ini. Diana memiliki jiwa marketing yang tinggi. Dia memasarkan juga isi butikku ini di laman sosial medianya dan juga akun jual beli seperti Shope3, Buka Lapik, Tokopedina dan Lazata. Semenjak itu, orderan di butik menjngkat drastis. Sampai-sampai kini aku harus membagi karyawanku untuk bagian packing pesanan online dan yang untuk melayani pembeli langsung yang datang ke toko. Tak lupa, aku membelikan Diana sebuah kendaraan roda dua bermerek Vespa keluaran terbaru. Agar dia lebih mudah kemana-mana. Aku belum berani membelikannya mobil karena usianya masih 17 tahun ini. Biarlah nanti saat umur 18 saja dia kubelikan kendaraan roda empat itu untuknya. Ini sudah bulan ke 5 setelah perceraianku dengan Mas Heru. Aku berharap dia sudah insyaf di dalam penjara dan merenungi semua kejahatannya selama ini. Aku dengar, Ranisa menjadi ibu tunggal untuk an
Terima ksih tak terhingga aku ucapkan pada semua pembaca setia karya-karyaku di Good Novel. Baik itu yang membaca dengan koin gratis dan harus sedikit berjuang + bersabar agar bisa membaca kelanjutan bab nya, maupun yang bela-belain top up koin demi bisa buka bab bergembok. Selama ini aku selalu mengatakan terima kasih untuk pembaca royalku, itu bukan sekedar untuk pembaca yang buka bab dengan koin hasil top up. Tapi kata-kata itu juga aku tujukan pada pembaca pejuang koin gratis dan untuk semua yang sudah royal meluangkan waktunya untuk membaca hasil ketikan jari jemariku ini. Aku mohon jangan ada lagi yang salah paham dan berkecil hati. Siapa pun kalian, dimana pun kalian berada, meski hanya buka bab pertama dari novelku saja, aku sudah mencintai kalian. Sayang sekali novel ini sudah harus tamat. Tapi, terus dukung dan baca karyaku yang lainnya, ya. Semoga aku secepatnya bisa menambah daftar karya terkontrakku lagi di Good Novel. Sekali
Pov AuthorWaktu begitu cepat berlalu, dan saat ini di dalam ruangan bersalin Winda sedang berjuang untuk melahirkan anak keduanya. Winda baru masuk sekitar 15 menit yang lalu. Kondisi saat ini jauh berbeda dengan saat ia melahirkan anak pertamanya dulu. Anak kedua ini lebih di permudah prosesnya. Winda ditemani oleh Hanan di dalam ruangan. Sementara itu, di luar sudah menunggu Mami Mery, Diana, Cantika, Jason, Nia, dan juga Ferdi. Anak mereka titipkan pada orang tua Ferdi."Oma, apa Bunda baik-baik aja?" tanya Cantika sambil memeluk Mami Mery."Iya, Sayang. Bunda baik-baik aja kok di dalam. Itu Bundanya kan sedang berjuang ngelahirin dedek bayi. Kita berdoa sama-sama, ya. Semoga Bunda dan dedek bayi sehat dan selamat," jawab Mami Mery sambil menciumi putri semata wayangnya. "Oma dan Om Jason kok ga punya adek bayi kayak Bunda? Itu, Tante Nia sama Om Ferdi juga mau punya bayi lagi." Cantika yang lucu dan menggemaskan berkata dengan polosnya."Sayang, Oma udah tua
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan sarapan untuk Mas Hanan dan Cantika. Hanya menu sederhana saja hari ini yang bisa aku buat, karena ternyata stok di kulkas tidak mencukupi lagi untuk membuat bubur ayam favorite Mas Hanan dan Cantika. Jadilah pagi ini aku hanya membuat nasi goreng spesial ala-ala cheff rumahan. Di rumahku sudah ada seorang asisten rumah tangga yang mulai bekerja seminggu yang lalu. Dia adalah ibu-ibu yang aku temui sedang mendorong gerobak menjajakan pisang yang ternyata juga punya orang lain. Hanya demi bisa membeli beras hari itu, ia rela berpanas-panasan berkeliling menjualkan pisang milik tetangganya. Menurut ibu itu, jika laki 1 sisir, maka ia akan mendapat 5 ribu rupiah sebagai untungnya. Sementara sejak pagi, baru laku 2 sisir. Untuk membeli sekilo beras saja belum cukup. Apalagi membeli telor sebagai lauknya makan. Di rumah ada dua orang anaknya yang sedang menunggu dengan perut lapar karena sudah sejak semalam belum makan nasi. Ha
Setelah petugas keamanan komplek datang, wanita itu segera dibawa bersama dengan seorang Dokter wanita. Mungkin karena tadi Mas Hanan mengatakan ia sedang dalam keadaan hamil besar, jadi untuk berjaga-jaga mereka juga membawa seorang Dokter. Dan ternyata itu juga sangat membantu. Wanita itu mengamuk awalnya karena bersikeras tak ingin pergi dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya yang benama Jaka itu.Jalan terakhir yang dipilih Dokter adalah memberikannya suntik penenang. Dan setelah menunggu selama lima menit, akhirnya dia benar-benar tenang dan akhirnya tertidur. Mereka semua membawa wanita itu untuk ditangani oleh ahli kejiwaan dan akan mencari tau tentang informasi keluarganya.Sampai saat aku dan Mas Hanan sudah berada di dalam kamar, kami masih saja heran dengan bagaimana wanita itu bisa masuk ke rumah kami dan menganggap Mas Hanan adalah suaminya.Aku bahkan sempat membaca secarik kertas yang dia lemparkan pada Mas Hanan saat baru datang itu. Itu adalah surat d
Aku sangat terkejut dengan kedatangan wanita hamil yang tiba-tiba saja marah dengan melempar kertas pada suamiku itu. Entah apa maksudnya. Mas Hanan juga terlihat sangat heran. Kemudian dia berjalan lebih dekat pada Mas Hanan. Seketika itu juga, wanita hamil itu menghambur ke dalam pelukan suamiku. Dia memeluk Mas Hanan dengan sangat erat.Mas Hanan tampak semakin bingung dan berusaha menjauhkan wanita itu dari tubuhnya. Tapi, pelukannya terlihat semakin erat. Aku yakin Mas Hanan sangat takut berbuat kasar karena kondisi wanita itu yang sedang hamil besar."Mas, tega sekali kamu ninggalin aku demi perempuan ini? Apa kurangnya aku, Mas? Lihat ini, Mas. Aku juga bisa hamil, Mas. Aku bisa seperti dia. Tinggalin dia, Mas. Kembali padaku. Ini anak kita. Dia akan segera lahir ke dunia ini, Mas," ucap wanita itu dengan isak tangis yang tak bisa ia tahan.Sementara aku? Aku yang tadinya sudah berdiri, lantas kembali terduduk di atas kursi yang untungnya sangat lembut itu. Tubuh
Kebahagiaan yang Tuhan berikan seakan tak pernah ada habisnya. Kehamilan keduaku yang awalnya membuatku agak susah makan dan beraktifitas karena mabuk berat, ternyata hanya berlaku 2 bulan saja. Setelah kehamilan memasuki 7 bulan, semua orang sudah sangat tidak sabar menantikannya lahir. Terlebih lagi, saat aku memberitahukan hasil USG tentang bayi yang ada dalam kandunganku ini berjenis kelamin laki-laki. Itulah yang membuat semua orang sangat senang dan tidak sabar menantikan kehadirannya. Malam ini, di rumahku sedang diadakan acara do'a tujuh bulanan. Sangat banyak tamu yang datang. Hampir semua orang yang aku undang, menampakkan batang hidungnya malam ini di kediamanku yang sudah semakin besar karena Mas Hanan bersikeras merenovasinya beberapa bulan yang lalu. "Selamat ya, Win," ucap Nia, sahabatku yang paling aku sayangi dan selalu ada untukku dalam kondisi apapun. "Makasih ya, Beb. Kamu juga, bentar lagi mau nujuh bulanan kan?" jawabku dan kami saling berpe
Saat aku membayar semua belanjaanku di toko roti itu, aku masih dapat mendengar pertengkaran hebat antara Ranisa dan seorang wanita yang mengaku suaminya telah diambil oleh Ranisa itu. Kerumunan yang ada di sana terlihat semakin ramai dan tidak sedikit di antara mereka yang menghadapkan kamera ponselnya ke arah dua wanita yang sedang bersiteru itu. Sungguh pemandangan yang sangat memalukan untuk ditonton. Setelah selesai, aku mengajak Cantika untuk kembali masuk ke dalam mobil. Aku sudah tak ingin tau lagi dengan semua yang menimpanya. Meski dalam hati kecilku merasa iba, karena aku sempat melihat Ranisa sedang diamuk oleh wanita itu. Rambutnya ditarik dan wajahnya ditampar berkali-kali. Mirisnya, di samping Ranisa sedang berdiri seorang anak laki-laki yang aku tau itu adalah anak Ranisa. Entah bagaimana perasaan anak itu saat melihat ibunya dimaki dan dihina, diperlakukan seperti itu di depan umum. Mungkin sekarang ia belum mengerti dengan apa yang terjadi saat ini.
Sudah tiga bulan sejak meninggalnya Mas Heru. Dan aku memang menuruti semua saran Nia. Berusaha tidak peduli lagi pada masa lalu dan memikirkannya. Aku sama sekali berhasil melupakan segalanya dengan sangat mudah. Ternyata, semua itu berasal dari niat dalam hati kita sendiri. Jika kita benar-benar ingin melupakannya, maka lakukan lah dengan sangat elegan. Tidak perlu berusaha sekuat tenaga untuk membencinya. Hari ini aku sengaja pergi ke butik karena memang sudah lama aku tidak berkunjung langsung ke sana. Diana mengurus semuanya dengan sangat baik. Dari bagi hasil yang aku berikan pada Diana, dia sudah mampu membeli rumah dan mobil pribadi. Meski tidak yang terlalu mewah. Tapi, itu cukup berharga karena dibeli dari hasil kerja kerasnya. Diana juga berhasil memasarkan produk butikku ke luar negri. Sejak saat itulah, butik selalu banjir orderan. Diana memang sangat menguasi ilmu marketing yang bagus dan mampu memikat calon pembeli dengan sangat baik. "Bunda, nant
Pov Winda Tidak ada yang bisa aku lakukan di rumah saat hari kerja seperti ini. Cantika sudah selesai aku bantu mandi dan makan. Kami juga sudah bercengkrama dan saling bertukar pikiran tentang liburan akhir bulan yang sudah direncanakan oleh Mas Hanan kemarin. Rumah dan segalanya sudah beres dan rapi. Aku merasa sedikit bosan sebenarnya. Pernah aku berniat untuk kembali mengurus butik, tapi tak tega jika setiap hari harus membawa atau meninggalkan Cantika. Keduanya sama-sama tidak akan baik untuk tumbuh kembangnya. Lagi pula, Mas Hanan tidak memberikanku izin karena saat ini kami berencana untuk menambah momongan lagi. Aku sudah tidak memakai KB lagi dalam dua bulan terakhir. Namun, sepertinya masih belum beruntung untuk bulan ini. Dengan malas, aku menggeser-geser beranda media sosialku di ponsel. Banyak sekali orang yang memberikam tag pada akunku saat ini. Aku merasa heran, tumben sekali teman-temanku menandaiku pada sebuah berita yang berjudul 'Ditemuk