“Selamat datang kembali, Tuan Kaivan,” sapa Erman saat Kaivan kembali ke rumah yang lama dia tinggalkan. Lyman menghentikan mobilnya di depan pintu rumah Kaivan. Sesuai keinginan Kaivan, mereka tidak kembali ke rumah sakit, melainkan mengantar Kaivan pulang ke rumahnya bersama Khayra. “Gue gak mampir,” ucap Lyman saat Kaivan melepaskan setbeltnya. “Lu istirahat saja, gue akan cari tahu keberadaan Ziya. Berharap dia tahu di mana keberadaan Khayra.” “Ya, baiklah. Kabari juga kalau Joel mendapatkan kabar,” ucap Kaivan. “Baiklah.” Kaivan menuruni mobil dan berjalan menuju pintu, sedangkan mobil Lyman sudah berlalu pergi meninggalkan area rumah Kaivan. Kaivan mendorong kedua pintu besar itu hingga terbuka lebar. Seketika siluet Khayra muncul di sana yang menyambut kedatangannya dengan senyuman lebar. “Mas .... “ Mendengar suara itu walau hanya khayalan, berhasil membuat dada Kaivan berdebar dan sesak
“Akhirnya kamu mau makan juga, Nak,” seru Rossa duduk di kursi dekat Khayra yang sedang menikmati makanannya. “Bagaimana pun aku harus punya tenaga untuk bisa keluar dari sini,” jawab Khayra dengan sinis. Rossa tersenyum kecil melihat respon sinis Khayra padanya. Wanita itu menghela napasnya dan menatap lurus keluar jendela kamar. “Kamu tidak akan bisa melarikan diri dari sini. Pulau ini sekelilingnya adalah lautan luas dan Lohia sengaja memelihara binatang buas di sekitar pulau. Ditambah pulau ini merupakan pulau tersebunyi dan cukup sulit menjamahnya lewat jalur laut. Cara satu-satunya melarikan diri dari sini adalah lewat jalur udara dengan helikopter. Tetapi helikopter hanya dipakai oleh Nevan,” ucap Rossa. “Anda mengatakan hal itu, karena ingin membuatku menyerah dan tidak berpikir untuk kembali pada mas Kaivan?” tanya Khayra dengan penuh rasa kesal. “Bukan, bukan begitu,” ucap Rossa. “Mama hanya memberitahukan apa yang Mama t
“Van, gue ke halaman belakang, lu ke lantai atas,” ucap Joel. “Ya.” Kaivan naik ke lantai dua. Dia mendatangi rumah Anthoni Lohia yang di Tangerang bersama Joel dan anak buahnya. Sedangkan Lyman sedang pergi ke tempat Ziya berada. Kaivan memasuki setiap ruangan di besar dan luas di sana, tetapi tidak menemukan sesuatu yang menjadi petunjuk ke mana mereka pergi. Hingga langkahnya terhenti di salah satu pintu yang terkunci. Karena rasa penasaran, dia memaksa mendobrak pintu sekuat tenaga hingga terbuka lebar. Kaivan pun masuk ke dalam ruangan yang sangat gelap itu. Dia menyalakan lampu di ruangan dan betapa terkejutnya dia saat melihat setiap dinding penuh dengan foto candid Khayra. Bahkan saat foto Khayra bersamanya, wajah Kaivan di robek dengan pisau. “Psikopath sialan!” Kaivan sangat marah dan mencopot semua foto Khayra dengan penuh emosi. Itu adalah ruangan pribadi Adit, di sana banyak foto dan barang Khayra. Ada beberapa pena milik Khayra, ad
“Bagus,” tawa Nevan saat melihat Khayra akhirnya menandatangani surat gugatan cerai. Nevan mengambil kertas di atas meja dengan senyuman sumbringah. Dia melirik ke arah Khayra yang terpaku di tempatnya dengan air mata yang sudah menetes membasahi pipinya. “Entah bagaimana reaksi mantan suamimu itu melihat pesan yang dikirim istrinya. Bukan kabar baik, tetapi malah gugatan cerai,” tawa Nevan. “Kamu jahat sekali, Nevan. Apa begitu senang menghancurkan hidup orang? Apa kalian sangat suka menindas wanita lemah?” pekik Rossa dengan kesal. “Ck, jangan berisik, Bibi. Harusnya Bibi merasa senang karena kini Bibi bisa bersama terus dengan putri kesayangan Bibi,” ucap Nevan. “Aku lebih baik tidak pernah bertemu lagi dengan Khayra, daripada dia harus masuk ke keluarga iblis ini!” teriak Rossa. “Berisik. Seret dia,” perintah Nevan. “Mau kamu bawa ke mana Mama? Aku sudah tanda tangan, sekarang lepaskan Mama!” cegah Kha
“Cepat tembak!” amuk Nevan karena anak buahnya masih tidak juga menembak Kaivan dan Khayra di depan mereka. Dor! “Agh!” Nevan meringis saat lengannya ditembak dari belakangnya. Saat itu semuanya anak buahnya langsung menoleh ke arah Nevan dan terkejut karena Nevan tertembak. Kesempatan itu digunakan Kaivan untuk mengambil senjatanya dan menembaki mereka sampai adu hantam. Khayra masih berdiri dengan terus memantau Kaivan yang berkelahi dengan para anak buah Nevan. Tidak sedikitpun Kaivan membiarkan salah satu dari mereka mendekati Khayra dan menodongkan pistol ke arah khayra. Khayra melihat Nevan merebut satu pistol dari anak buahnya dan akan menembak Kaivan yang sedang melawan tiga orang sekaligus. Khayra melihat sekeliling untuk mencari sesuatu sampai dia melihat vas bunga. Dia segera mengambil vas bunga itu dan melemparkannya ke arah Nevan. Dor! Kaivan menoleh ke sumber suara, ternyata tembakan Nevan meleset karena le
“Kalian baik-baik saja?” tanya Lyman yang berlari dengan ngos-ngosan mendekati mereka. “Ya, kami baik-baik saja,” jawab Kaivan melihat Lyman. “Di mana yang lain? Bagaimana dengan Joel?” tanya Kaivan. “Helikopter menabrak tebing di dekat pulau. Kita ke kapal segera, pesawat tidak bisa mendarat di sini tapi Aldric sudah memberi sinyal di mana dia mendarat,” ucap Lyman lalu melihat ke arah Rossa. “Apa yang terjadi?” tanya Lyman. “Mama melindungiku tadi, kepalanya terbentur,” jawab Khayra. “Kita segera bawa Nyonya Rossa ke kapal. Di sana ada dokter, bukan?” tanya Kaivan. “Ada,” jawab Lyman. Kaivan akan membawa Rossa ke dalam gendongannya tetapi Lyman melarangnya. “Biar gue saja yang gendong. Luka lu kembali kebuka,” ucap Lyman dan membawa Rossa ke dalam gendongannya. Kaivan memegang tangan Khayra dan mereka berjalan menuju pantai. “Apa Joel baik-baik saja?” tanya Kaivan mengkhawatirkan kondisi sahaba
Khayra dan Kaivan kembali ke Indonesia, sedangkan Joel dirawat di Amerika ditemani Lyman. Kondisi Joel cukup mengkhawatirkan dan membuatnya tidak bisa dibawa ke Indonesia. Tiba di Indonesia, Kaivan, Khayra, dan Rossa langsung menuju rumah sakit besar untuk mendapatkan perawatan atas luka yang mereka derita. Kaivan sangat khawatir dengan keadaan Khayra yang sedang hamil, terutama setelah peristiwa yang menimpa mereka sebelumnya. Tanpa ragu, Kaivan memaksa Khayra untuk memeriksa kondisi kandungannya. "Khayr, kita harus memastikan bahwa bayi kita baik-baik saja," ujar Kaivan dengan nada penuh kekhawatiran. “Mau periksa kondisi kamu ke dokter kandungan, ya.” Akhirnya Khayra mengangguk, meskipun dia merasa sedikit takut untuk mengetahui hasilnya. Sementara itu, Rossa menjalani perawatan luka di bagian tubuhnya yang terluka, berusaha untuk tetap tegar dan kuat. Di ruang pemeriksaan, dokter memeriksa kondisi Khayra dengan teliti menggunakan
“Kamu serius akan menghadiri persidangan Yuda?” tanya Kaivan menghampiri Khayra yang sedang bersiap di meja tempat make upnya. “Ya, Mas. Aku ingin memastikan Yuda mendapatkan hukumannya,” ucap Khayra. “Mas, Yuda pasti tidak akan dibantu oleh Kakek Komar, kan? aku takut dia berusaha mencelakai kamu atau aku lagi.” “Aku tidak yakin Kakek akan membantu Yuda atau tidak. Yang pasti, walau Kakek membantunya, Yuda tidak akan lepas dari kesalahan dan hukumannya. Dia akan tetap mendapatkan hukuman, namun hukumannya akan berkurang,” tutur Kaivan membuat Khayra terdiam. “Kamu tenang saja. Bagiku Yuda bukan hal yang perlu di khawatirkan. Justru yang bahaya, yang seperti Adit, penuh muslihat dan intrik. Dia pintar memainkan setiap pionnya dan mengalihkan perhatian kita,” ucap Kaivan. “Mas benar, sih,” ucap Khayra. “Jangan terlalu di pikirkan. Masalah Yuda akan aku selesaikan, kamu fokus pada kandunganmu saja, jangan sampai kamu stres,” tutur Ka
Lima Tahun Kemudian ... “Wah, kita naik pesawat!” seru Sasa heboh saat mereka berada di pesawat pribadi milik keluarga Dirgantara. Saat ini Kaivan, Khayra dan kedua anak-anak mereka Saga dan Sasa akan pergi liburan ke Maldives sesuai keinginan Khayra. “Kalian senang?” tanya Khayra. “Tentu saja. Kita gak pernah naik pesawat,” seru Sasa. “Kita pernah naik pesawat. Hanya saja saat itu kalian masih bayi,” kekeh Khayra. “Saga, kenapa diam saja?” tanya Kaivan. “Nggak apa-apa. Sasa berisik,” keluh Saga yang terkenal pendiam. “Ih, dasar gak seru,” keluh Sasa. Kalian dan Khayra bersama anak-anak mereka, Saga dan Sasa, tiba di Maldives untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Mereka menginjakkan kaki di pantai berpasir putih yang lembut, dengan air laut yang jernih dan pemandangan yang sangat indah. "Wow, ini sungguh indah!" seru Khayra sambil memandangi keindahan pantai. “Y
“Hati-hati,” ucap Kaivan saat membantu Khayra menuruni brankar. Hari ini Khayra dan kedua bayi kembarnya sudah diperbolehkan untuk pulang. “Di sana Genny dan Rossa sudah menggendong bayi, masing-masing satu. “Kamu duduk di kursi roda,” ucap Kaivan menggendong Khayra dan mendudukkannya di atas kursi roda. “Semuanya sudah siap? Tidak ada yang ketinggalan lagi?” tanya Genny. “Sudah, koper sama tas bayi, aku yang bawa,” ucap Aerline. “Sebagian sama Papa.” “Ya sudah kalau begitu, mobil sudah siap di bawah,” ucap Tommy. Mereka pun berjalan beriringan meninggalkan rumah sakit, setelah berada di rumah sakit selama satu minggu. Saat sampai di lobi rumah sakit, terlihat dua buah mobil suv berwarna putih dan hitam sudah terparkir di sana dengan seorang sopir yang berdiri di dekat mobil, membukakan pintu penumpang. Kaivan membawa Khayra dan Rossa masuk ke dalam mobil putih, sedangkan Tommy, Genny dan Aerlin
“Kamu masih bisa bertahan, kan?” tanya Kaivan. “Ya, Mas.” Khayra menjawab dengan napas tersenggal. Kaivan pun tidak peduli betapa sakitnya kedua lutut dan kedua tangannya. Menggendong Khayra yang sedang mengandung bayi kembar, dia tetap akan berjuang demi keselamatan istri dan kedua anaknya. “Bertahanlah, aku akan memastikan kalian selamat,” bisik Kaivan. Begitu sampai di rumah sakit, Khayra segera ditangani oleh para perawat dan dibawa ke ruangan khusus. Beruntung dokter yang biasa merawat Khayra, Dr. Windi, juga sedang praktek di rumah sakit itu. Khayra merasa lega, karena ia tidak mau ditangani oleh dokter lain selain Dr. Windi. “Sus, kalau saya ingin istri saya kembali ditangani dokter Windi, bisa?” tanya Kaivan. “Bisa, Pak. Kebetulan Dokter Windi ada jadwal hari ini. Tetapi untuk tindakan operasi caesar, akan ada biaya penambahan penanganan dokter,” jelas suster tersebut. “Tidak masalah, Sus. Istri saya terbiasa dir
“Mas, nanti siang aku bawakan makan siang untuk Mas, ya,” ucap Khayra yang sedang membantu memasang dasi di kerah kemeja Kaivan. “Tidak usah, Sayang. Kamu kan sedang hamil besar, istirahat saja, ya. Aku khawatir kamu kelelahan,” tolak Kaivan. “Biasanya juga kamu mau diantarkan makan siang sama aku. Kenapa sekarang gak mau? Ada apa? kamu ada rencana makan siang dengan orang lain, atau seorang wanita? Siapa itu, sampai menolak niat baik istri sendiri?” tanya Khayra memborong penuh kecurigaan dan rasa cemburu. Ya, sejak hamil, Khayra memang semakin lengket dengan Kaivan, dia seakan tidak mau berjauhan dengan suaminya. Ditambah dia juga sangat cemburuan, dan selalu salah paham dan overthinking. “Bukan begitu, Sayang. Aku mengkhawatirkan kamu, kamu sedang hamil besar dan waktu HPL kamu sebentar lagi. Aku sama sekali tidak ada janji makan siang dengan siapa pun, apalagi perempuan,” jelas Kaivan. “Tetap saja, mencurigakan! Kamu meno
“Kamu sudah datang, Mas,” ucap Khayra tersenyum manis ke arah Kaivan yang masih membeku di tempatnya. Kaivan terpana saat melihat Khayra yang tampil anggun dalam gaun indah yang membalut lekuk tubuhnya yang sedang hamil. Rambut Khayra ditata apik dan jatuh membingkai wajahnya yang berseri-seri. Sorot mata Kaivan tak mampu terlepas dari istrinya itu. Tak ada kata yang mampu terucap dari bibir Kaivan saat ia menyaksikan Khayra berjalan perlahan mendekatinya. Wajah Kaivan terlihat terpesona, seolah tak percaya dengan kecantikan istrinya yang sedang mengandung buah hati mereka. “Umm ... Mas Kaivan,” tegur Khayra sekali lagi membuat Kaivan tersadar dari lamunannya. "Khayr, kamu sangat cantik," ucap Kaivan akhirnya, dengan suara gemetar dan mata yang tak bisa berhenti menatap Khayra. Khayra tersenyum malu di depan Kaivan, hingga terlihat roda merah di kedua pipinya. Dia menjawab, "Terima kasih, Mas. Aku juga senang melihatmu begitu terpu
“Bagaimana pekerjaanmu hari ini? bagaimana respon para pemegang saham? Mereka menyambutmu dengan baik, kan?” tanya Khayra saat membuka pintu rumahnya. Kaivan yang melihat Khayra menyambutnya dengan ceria, membuat rasa lelahnya hilang seketika. Tanpa kata, Kaivan langsung memeluk Khayra. “Nyaman sekali,” ucap Kaivan. “Apa terjadi sesuatu? Apa ada hal yang tidak berjalan dengan baik?” tanya Khayra semakin khawatir di sana. Kaivan melepaskan pelukannya dan tersenyum manis pada Khayra. “Semuanya berjalan dengan lancar,” ucapnya tersenyum merekah, membuat Khayra tidak bisa menyembunyikan senyumannya. “Lalu kenapa kamu malah membuatku khawatir tadi,” keluh Khayra. “Maaf. Aku tadi hanya merasa gemas dengan sikapmu. Selain itu aku juga sangat merindukanmu,” ucap Kaivan tersenyum merekah membuat Khayra membalas senyuman suaminya. “Kalau begitu kita masuk,” ajak Khayra dan mereka berjalan bersama dengan Ka
“Kamu gugup, tidak?” tanya Khayra. “Sedikit,” jawab Kaivan tersenyum. “Tapi aku yakin, bisa menghadapi mereka semua.” Khayra tersenyum melihat kepercayaan penuh dari suaminya. “Mama Rossa kembali ke Tangerang?” tanya Kaivan. “Iya, aku meminta sopir untuk mengantarnya. Katanya ada yang mau melihat-lihat rumah,” jawab Khayra. Kaivan berdiri tegak di depan Khayra yang sedang memasangkan dasi suaminya. Kemudian, Khayra mengambilkan jas hitam dan membantu memasangkan jas di tubuh Kaivan. Dia mengusap kedua pundak lebar Kaivan dengan senyuman manisnya. Kaivan mengernyitkan dahinya melihat Khayra. “Kenapa?” tanya Kaivan. Khayra tersenyum dengan rona merah di pipinya. Matanya tak henti-hentinya memandang sosok yang terlihat begitu elegan dan tampan di hadapannya. Dalam balutan setelan kerja lengkap dengan jas hitam yang terpasang rapi, Khayra tak bisa menyangkal bahwa hari ini suaminya tampak lebih mempesona dari biasanya.
“Menjauh kalian!” teriak Danang masih menempelkan ujung pisau di leher Khayra. Kaivan khawatir, tetapi berusaha tenang. Tatapannya terpaut dengan Khayra seakan mereka berdiskusi melalui tatapan. Kaivan bergerak mendekat. “Paman sangat membenciku, bukan?” tanya Kaivan. “Jangan mendekat!” “Bagaimana kalau aku saja yang Paman tawan, lepaskan Khayra,” ucap Kaivan membuat Khayra mengernyitkan dahinya. “Kamu pikir, Paman bodoh! kamu bisa berkelahi, jangan berusaha menipu Paman!” amuk Danang. “Baiklah begini saja, aku akan ikat kedua tanganku di belakang. Paman tawan aku saja dan lepaskan Khayra,” ucap Kaivan. “Mas,” seru Khayra tidak rela bertukar posisi. “Kalau begitu ikat kedua tanganmu!” perintah Danang. Khayra meminta bantuan polisi untuk meminjamkan borgolnya dan memborgol kedua tangan Kaivan di punggung. “Sekarang lepaskan Khayra,” ucap Kaivan berjalan mendekati Danang yang sed
Puput menatap Danang yang berjalan mondar-mandir di depannya. Pria itu terlihat sangat gelisah, dan berkali-kali mengusap kedua tangannya. “Bisakah kau berhenti mondar-mandir? Membuatku pusing,” keluh Puput. “Diam!” bentak Danang membuat Puput terpekik kaget. Tidak biasanya Danang berkata kasar begitu. “Ada apa denganmu, Pa? Biarkan saja kalau mereka mau melakukan autopsi pada tubuh Ayah,” ucap Puput. “Yang harus kita pikirkan adalah Yuda, bagaimana caranya kita menolong Yuda untuk segera keluar dari sana.” “Diam! Aku bilang diam!” amuk Danang di sana membuat Puput kaget sekaligus kebingungan. “Apa yang terjadi denganmu? Kamu seperti ketakutan. Sebenarnya apa yang sedang kamu sembunyikan dariku, Pa?” tanya Puput bangkit dari duduknya dengan kesal. “Apa kamu tidak bisa tutup mulut?” tanya Danang terlihat sangat frustrasi. “Sebenarnya apa yang sedang kamu sembunyikan? A-apa ini ada hubungannya dengan kematia