Tidak sampai disitu, Ryuji juga menggambarkan detail proses penyelamatan dirinya yang berakhir dengan baku tembak antara polisi dan para penculik. Tetapi yang membuat Sofie menitikkan air matanya adalah pada saat ia membuka lembaran dimana Haruka badan tertembak dan Ryuji menggambarkan dirinya yang berteriak histeris melihat sang kakak tergeletak bersimpuh darah.Tidak kuat dengan lembaran selanjutnya, Sofie memutuskan untuk menyudahinya. Ia menutup buku sketsa itu tetapi ia memasukkannya ke dalam tas."Ryuji maafkan aku, tapi aku membawa semua buku sketsa dan harianmu. I need to know everything," lirih Sofie sebelum beranjak meninggalkan kamar Ryuji.Perjalanan menuju kediaman Sato siang itu, kembali harus bersabar karena beberapa titik kemacetan yang harus dilewati.Jika pada kunjungan yang lalu, Sofie nampak tidak sabar dengan padatnya lalu lintas ibukota, kini ia teralihkan dengan buku harian Ryuji dan Rakha.Lembar demi lembar ia membukanya, pada akhirnya ia menyerah dan bertany
Langit senja yang indah dengan semburat jingga bagaikan pita keemasan di antara kapas putih, tidak dapat dinikmati oleh Sofie yang telah merasa akan kehilangan seorang pria yang perlahan ia cintai.Ketika rasa cinta itu datang, di saat itulah ia harus melepasnya, bukanlah suatu perkara hati yang mudah. Energinya tiba-tiba terkuras dan ia tidak sanggup untuk bicara, lidahnya seperti kelu, hanyalah mata yang berbicara untuk mengungkapkan kesedihannya.Tangan lembut mengelus punggung Sofie dan di saat itulah, ia meluapkan semua rasa yang tertahan."Menangislah, keluarkan semuanya, Sof," lirih Harumi sambil memeluk Sofie."Maafkan keputusan kami yang mendadak ini, hanya inilah satu-satunya cara yang bisa kami lakukan untuk kesembuhan Ryuji," lanjut Harumi sambil terus memeluk Sofie.Suasana menjadi hening seketika, hanya terdengar lirih isak tangis Sofie. Keinginannya untuk dapat terus mendampingi Ryuji hingga ia pulih pun sirna sudah, dikarenakan keputusan keluarga Sato."Sof, kami akan
Hari kepergian Ryuji ke London pun tiba. Dengan menggunakan pesawat carter, semua perangkat kesehatan pendukung telah terpasang di dalam pesawat. Selain Ryuzaki dan Harumi dan tiga orang pengawalnya, seorang perawat dan dokter ikut serta dalam penerbangan yang akan ditempuh selama hampir enam belas jam, dengan satu kali transit di Turki untuk pengisian bahan bakar. Layaknya penerbangan-penerbangan komersial ke Eropa atau Amerika yang banyak dilakukan di malam hari, sama halnya dengan penerbangan khusus ini. Pesawat ini akan lepas landas pada pukul enam tiga puluh malam dan diperkirakan akan tiba di London pada pukul lima sore waktu setempat. Waktu telah menunjukkan pukul lima sore dan Sofie masih berjibaku dengan proyeknya di kantor. Ryan pun menemui Sofie langsung di mejanya. "Sof, sebaiknya kamu segera ke bandara. Abe sudah menunggu kamu di bawah. Ini adalah hari Senin, hari tersibuk dan termacet. Jangan sampai kamu terlambat sampai di bandara dan tidak sempat untuk ..."
Sepekan pun berlalu dan Sofie tetap menjalani rutinitasnya seperti hari-hari biasa. Tetapi, kekosongan hati karena ketiadaan sang asisten semakin berat dirasa.Jika pada pekan-pekan sebelumnya, ia akan bersemangat menyambut akhir pekan karena dapat menjenguk Ryuji, tetapi kini ia hanya dapat menatap kenangan itu melalui foto dan video di dalam gawainya.Di tengah kekosongan itu, Ryan mengajaknya untuk bertemu di sebuah area perbelanjaan yang dilengkapi dengan foodcourt dan taman bermain outdoor.Sofie datang bersama dengan Raffa dan membiarkan Raffa bermain bersama dengan putra dan putri Ryan di area bermain anak."How are you, Sof?" tanya Anita, istri Ryan."Alhamdulillah Mbak," jawab Sofie tak bersemangat.Ryan dan Anita pun tersenyum melihat Sofie yang terlihat muram, tidak seperti biasanya. Untuk itu, Ryan berusaha menebak penyebab kemuraman adik kelasnya saat masih kuliah dahulu."I don't think you're okay. I think, you miss him. Am I right?"Sofie menjawabnya dengan senyuman ge
Tiga bulan berlalu semenjak kepergian Ryuji dan kini Sofie telah mengundurkan diri dari Chokusen, setelah ia menyelesaikan semua proyek yang tangani.Sementara proyek baru, menerjemahkan semua buku harian Ryuji juga telah selesai dilakukan oleh tim pengawal."Mbak, saya sudah kirimkan file terjemahan diary-nya," ucap Abe."Waaah, syukron Ab! Can't wait to read it!" seru Sofie girang."Oiya Mbak, ada beberapa tambahan keterangan dari kami dan pengawal yang sebelumnya. Saya pisahkan file-nya, nama file-nya, Ryuji-san versi pengawal," tambah Abe."Ah Abe, arigatou gozaimasu, syukron jazakallah khayr," ucap Sofie yang membuat Abe terkekeh."Terima kasihnya diborong, ya Mbak?" canda Abe.Sofie pun menyahutinya, "Kalau diborong, aku tambahin xie-xie, danke, gomawo, hmm trus apa lagi yaa?""Ah sudahlah, nggak kelar-kelar jadinya," tambah Sofie.Beberapa saat kemudian, Sofie telah berkonsentrasi di depan laptopnya, membaca buka harian Ryuji. Air matanya tak terbendung kala Ryuji menuangkan ke
Aku terbangun di rumah sakit. Mama, aku melihat mama, ada papa juga. Aku mencari oneechan, aku bertanya dimana oneechan, tetapi mama menangis tidak menjawabnya. Papa juga tidak menjawabnya malah bertanya apa yang aku rasakan, dimana yang sakit.Aku bingung, aku tidak ingat apapun hu. Tetapi badanku sakit semua, kepalaku juga sangat sakit. Aaah sakit sekali.Sepertinya tadi aku tertidur, entah berapa lama aku tertidur. Tunggu! Dia siapa? Tiba-tiba, aku melihat seseorang yang sangat mirip denganku, tetapi dia berbeda. Dia sangat berbeda denganku.Dia menatapku, kemudian dia mendekati dan berbisik, "Mulai saat ini, aku adalah Ryuji dan kamu adalah Rakha."Aku merinding mendengar bisikannya. Aku tidak mengenalnya, aku tidak tahu siapa dia, tetapi mengapa ia memakai namaku?Tetapi sungguh aneh, ketika dokter bertanya siapa namaku, aku menjawabnya sesuai apa yang Ryuji minta.Namaku Rakha, nama apa itu? Nama yang sungguh aneh dan tidak pernah aku dengar nama seperti itu.Aku mencari oneech
Hari terus berganti, tetapi kabar dari London tak kunjung Sofie terima. Keputusasaan menunggu kabar membuat Sofie menyerah dengan rasa kecewanya yang membuncah.Pada akhirnya Sofie memutuskan untuk pergi berlibur menenangkan pikirannya yang kacau dan membuatnya tidak dapat berkonsentrasi pada penulisan bukunya."Fa, sekarang kan sudah liburan kenaikan kelas, kita liburan ke Danau Toba, yuk!"Raffa pun mengerutkan keningnya, lalu bertanya, "Danau Toba itu dimana, Bu?""Danau Toba itu di Sumatera Utara, jauh kalau dari Jakarta. Kita harus naik pesawat ke Medan dulu, nanti dari Medan kita masih lanjut naik mobil untuk sampai di Danau Toba," jelas Sofie sambil menunjukkan foto-foto keindahan danau yang terbentuk akibat letusan gunung berapi puluhan ribu tahun yang lalu.Tanpa berpikir panjang, Raffa segera mengiyakan ajakan ibunya.Sementara itu, nun jauh di ujung barat Eropa, di sebuah rumah mewah yang berdiri di atas tanah seluas seribu dua ratus meter persegi, Ryuzaki dan Harumi sedang
"Ibuuu!" teriak Raffa dari kejauhan.Dengan melambaikan tangan ke arah sang bunda, Raffa meneriakkan panggilan kepada sang bunda.Di tepian danau, yang teduh dan sejuk, Sofie dan Raffa berlibur menikmati keindahan alam danau Toba. Matahari bersinar terang tetapi angin membawa udara yang sejuk, sehingga panas itu tidak membakar kulit.Raffa terlihat sangat bahagia, ia berlarian ke sana kemari tanpa lelah. Sementara Sofie menikmati waktunya dengan segelas teh panas dan pisang goreng hangat."Cemilan khas Indonesia itu nggak tergantikan. Aku nggak kebayang harus pindah ke negara yang nggak ada penjual gorengannya," ucap Sofie.Abe pun terkekeh mendengarnya, lalu ia menyahutinya, "Di Jepang ada kok yang jual gorengan di pinggir jalan.""Masa'? Jual gorengan apa? Chicken katsu?" tanya Sofie yang kembali membuat Abe tergelak."Hmm iya, chicken katsu, karage ...""Ya ya ya, gorengan yang ada di hoki-hoki bento. Iyalah, gorengan mihil," potong Sofie."Eh Jepang juga punya bakwan, sama kok, cu
"Mbak, ingat Rain nggak?" tanya Shafa.Sambil mengernyitkan keningnya, Sofie balik bertanya, "Rain Korea suaminya Kim Tae Hae?""Mbaaaak, sejak kapan aku kenal sama Rain yang ono? Rain, temen SMP aku itu lho, yang blasteran ...""Oh yang ganteng itu! Yang kamu suka tapi dianya jual mahal itu, kan?" goda Sofie sambil terkekeh."Idih, bener," sahut Shafa yang membuat Sofie terbahak."Keknya puas banget nih kakak satu," tambah Shafa."Sorry, sorry. Anyway, ada apa sama Rain ganteng?" goda Sofie lagi."He's a lawyer, mungkin mbak Sof butuh jasanya, maybe someday gitu?""Hmmm dia sudah nikah belum, kamu lamar gih, biar kamu segera pindah dari sini," goda Sofie lagi sambil terbahak."Sungguh menyesal aku bertanya," sungut Shafa.Shafa pun beranjak dari hadapan Sofie untuk kembali ke kamarnya, tetapi Sofie menahan pintunya sambil berucap, "Iya deh, maaf. Jangan ngambek dong, duduk lagi sini, sok cerita.""Udah nggak mood," sahut Shafa datar."Aduh, adik manis jadi ngambek. Cini-cini, mbak m
Matahari pagi menjelang siang di kota Bogor telah bersinar terang, tetapi udara dinginnya masih terasa menerpa kulit. Keheningan di salah satu sudut kota, dimanfaatkan oleh Rain dan Shafa untuk menikmati hidangan ringan khas kota Bogor. Keduanya pun larut dalam perbincangan yang telah lama tidak mereka lakukan. "Jilbab kamu tambah panjang aja, Shaf and you look great," puji Rain. "Kamu tambah makmur ..." "Hei, aku cuma nambah beberapa kilo ..." "Aku nggak bilang kamu gendutan, cuma bilang tambah makmur, it's compliment," jelas Shafa. Sambil menyeruput kopi hangatnya, Rain bertanya, "Well thanks, but anyway, kamu ngapin disini?" "Belanja," jawab singkat Shafa, sambil menunjukkan tas belanjaannya. "I can see that, tapi kok disini? Sejak kapan kamu pindah ke sini?" "Pingin tenang aja, capek di Jakarta. Macet, panas, apa-apa mahal, dimana-mana belanja harus pakai kris," jawab Shafa. "Padahal kalau pakai pisau dikira mau ngerampok ..." "Shafaaa! Aku tuh serius, eh k
Dua puluh empat jam setelah Ryuji sadar, ia telah dijadwalkan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit oleh tim dokter yang menanganinya. Pemeriksaan MRI kepala, darah lengkap dan prosedur pemeriksaan kesehatan lengkap lainnya dilakukan secara bertahap dan menyeluruh. Sementara itu, Harumi dan Ryuzaki menunggu dengan penuh harap akan hasilnya. Keduanya mendampingi Ryuji dalam setiap pemeriksaan, termasuk saat pemindaian otak menggunakan MRI yang memakan waktu sekitar empat puluh lima menit. Setelahnya, mereka masih harus menunggu sekitar setengah jam untuk mendapatkan hasilnya. Dokter radiologi harus membacanya dengan seksama, sebelum memberikan kesimpulan atas apa yang terpindai pada otak Ryuji. Jauh di bagian timur bumi, angin dingin berhembus perlahan di kaki gunung Salak, Jawa Barat. Gemericik air terdengar jelas dari aliran curug Ngumpet dengan kolam alami di bawahnya. Langit lembayung senja, tampak syahdu dengan kehadiran burung-burung yang berterbangan dan
Hari berganti, pekan pun dilalui, Ryuzaki belum mendapatkan titik terang akan keberadaan Sofie dan keluarganya, yang seakan hilang ditelan bumi.Tetapi, hilangnya Sofie kemudian tergantikan dengan berita baik mengenai Ryuji, dimana tanda-tanda akan kesadarannya mulai tampak. Dokter pun meminta agar Ryuzaki dan Harumi untuk lebih intensif dalam mengajaknya berbicara dan memberikan semangat untuk pulih, karena pasien dalam kondisi tidak sadar, masih tetap dapat mendengar suara-suara di sekelilingnya."Ryu, bangunlah. Coba buka matamu, papa dan mama ada disini. Ayo nak, buka matamu. Kamu akan kehilangan momen turunnya salju, jika kamu tidak bangun juga," ujar Harumi.Tetapi, tetap tidak ada sedikitpun gerakan dari Ryuji. Hal ini membuat Harumi kembali terduduk pasrah. Kesedihan dan kelelahan hati tampak jelas di wajah Harumi. Wanita di usianya telah lebih dari separuh abad itu biasanya masih nampak segar dan ayu, tetapi dengan cobaan yang menimpa keluarganya, sinar wajahnya perlahan men
"Maaf Tuan, Sofie dan keluarganya melarikan diri, dia menghilang. Semua kamera cctv yang terpasang di teras rumahnya sudah tidak aktif. Kami rasa ia telah mematikannya. Maafkan kelalaian kami!" ujar Ken.Kening Ryuzaki berkerut dan tangannya mengepal kuat. Kemudian ia menarik nafas panjang sambil menutup kedua matanya, seolah ia menahan sebuah emosi yang dalam.Lalu, ia bertanya, "Bagaimana dengan alat detektor yang terpasang di mobilnya?""Itu juga tidak aktif. Maafkan kami!""Hmm ternyata benar dugaanku, dia sangat cerdas, tapi aku tahu satu hal, dia orang baik dan begitu juga dengan keluarganya. Aku percaya dia menghilang karena apa yang Ryuji dan kita semua telah perbuat kepadanya. Biarkan dia menghilang, aku yakin itu tidak akan lama. Kalaupun iya, biarkanlah. Sepanjang Ryuji tidak mencarinya, buat apa kita pusing memikirkannya," ucap Ryuzaki."Kalau begitu, kalian bisa kembali ke Tokyo. Ken, urusi semua kepindahan kalian. Sampai di Tokyo, hubungi Tanaka, dia akan memberikan peke
Suatu pagi di kota London, di dalam sebuah rumah mewah, di kamar yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan, terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut jantung Ryuji per menit. Sementara pemandangan di luar, dipenuhi dengan daun-daun mulai berguguran, menunjukkan telah memasuki musim gugur, dimana suhu udara mulai perlahan menurun ke angka belasan derajat celsius. Perubahan suhu, tidak membuat perubahan dalam kondisi Ryuji, yang masih belum menampakkan perkembangannya. Kekhawatiran Harumi akan kondisi putra tunggalnya membuat dirinya murung dan tak jarang menitikkan airmata. Segala do'a ia panjatkan di sepertiga malam terakhir. Tetapi sepertinya Yang Maha Perencana masih mempunyai rencana lain Ryuji. "Ryu, bangunlah Nak. Kenapa kamu tidur terus? Bukalah matamu sebentar saja, ibu ingin kamu melihat ibu. Ibu ingin kamu melihat kamu tersenyum, bukan diam seperti patung. Ayolah Nak, bangunlah! Apa kamu nggak kangen sama Sofie? Kamu nggak kangen motormu?" Tak peduli berapa kalimat
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Hari berganti, pekan pun dilewati. Setelah berlibur selama sepuluh hari di Danau Toba dan juga ke berbagai daerah di Sumatera Utara, tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta.Sementara itu, kedua orangtua Ryuji juga telah menyelesaikan ibadah umrohnya dan tak lupa untuk membeli buah tangan untuk Sofie dan putranya.Tetapi, dari semua itu, tetap ada satu yang tidak berubah, yaitu kondisi Ryuji yang masih tetap dalam keadaan tidak sadarkan diri. "Selama kami pergi, apakah ada sedikit perkembangan dari kondisi Ryuji?" tanya Ryuzaki kepada dokter yang merawat Ryuji."Maaf, tetapi kondisi Ryuji masih tetap seperti saat ia sampai disini," jawab dr. Smith."Apa tidak ada cara untuk membangunkannya?" tanya Harumi."Sampai saat ini, kami belum mempunyai kemampuan untuk itu. Dari beberapa kasus sadarnya pasien yang mengalami koma, belum ada satupun yang merupakan hasil dari keilmuan kedokteran ini. Hanya benar-benar kuasa Sang Pencipta," jawab dr. Smith."Tetapi jangan patah semangat untuk member