"Lah kamu ngapain disini?" "Koprol!" seru Sofie dan Rina bersamaan, hingga membuat keduanya terkekeh."Dasar penyakit!""Eh udah lama nggak ketemu. Wait, don't say anything, gue lagi mikir," sahut Rina kemudian ketika menyadari siapa pria yang bersama sahabatnya.Felix terkekeh melihat gaya Rina yang tidak pernah berubah sejak keduanya dikenalkan oleh Sofie, saat keduanya masih duduk di bangku perkuliahan."Fe...Felix! Iya bukan?""Iya, gue Felix.""Ngapain Lo berdua? Tumbenan amat?" tanya Rina lagi."Rakha hilang," jawab Sofie singkat."Rakha hilang? Hilang gimana?" tanya Rina."Aku juga nggak tau, yang jelas dia nggak bisa dihubungi, trus tiba-tiba cuti dadakan padahal tadi siang masih sempat lunch bareng," jawab Sofie.Sambil mengerutkan keningnya, Rina berkata lirih, "Something fishy.""Nah, iya kan? Lagian emang bisa ya, cuti dadakan? Perasaan dari dulu peraturan cuti itu, surat permohonan cuti harus diserahkan minimal tiga hari sebelum tanggal cuti," tambah Sofie."Hmmm eh gini
Di malam yang semakin larut, Sofie belum juga sampai di rumahnya. Kedua orangtuanya pun bertanya-tanya karena hal ini tidaklah biasa. Walaupun Sofie telah memberi kabar melalui pesan singkatnya, tetapi tetap saja kekhawatiran kedua orang Sofie tak berkurang. Terlebih dengan adanya Raffa yang terus menanyakan keberadaan sang bunda. "Yangti, ibu dimana? Kok belum pulang? Kan sudah hampir jam sebelas." "Yangti juga nggak tahu. Tadi yangti sudah coba telpon ibu, tapi nggak diangkat. Raffa bobok aja, ini kan sudah malam. Besok kan Raffa sekolah. Yuk, yangti temenin boboknya. Yuk," ucap ibu Sofie sambil membelai rambut cucunya. Bocah mungil berusia tujuh tahun itupun mengikuti sang nenek berjalan ke kamarnya. Setelah menyikat giginya, Raffa pun tertidur. Tetapi, ibu Sofie belum juga dapat menghubungi putrinya. Hingga sebuah pesan WA masuk, [Bu, nggak usah nungguin aku. Aku kan bawa kunci. Bu maaf, aku pulang terlambat. Ada masalah yang harus aku beresin. Maaf ya Bu. Ibu tidur aja, ak
"Rakha?" lirih Sofie.Dengan cepat ia membuka pesannya yang berisikan, [Mbak, I'm okay. Aku sedang istirahat di rumah dan kemungkinan besar akan lanjut dengan beberapa terapi, makanya aku cuti mendadak. Oiya, selama istirahat dan terapi nanti, aku dilarang menggunakan HP dan perangkat elektronik lainnya. Hiks hiks aku seperti di hukum. Maaf ya Mbak, kalau nanti aku nggak bisa ngirim kabar, tapi nanti setelah semuanya selesai, aku pasti akan segera kirim kabar. Baik-baik ya, Mbak. Don't miss me, but I miss you already. See you soon. PS: sepertinya Inggris masih ada hubungannya dengan Korea. Nyatanya dia pakai bahasa yang merupakan marga orang Korea. (Soon)] Tangan Sofie pun bergetar dan matanya basah membaca pesan Rakha. Sofie segera menekan tombol dengan ikon telepon, tetapi nada tidak aktif yang ia dapatkan. "Kenapa kamu langsung matikan handphone-nya, Kha? Kamu kenapa? Kenapa harus terapi? Kamu sakit apa? Trus, proyek kita gimana?"Kini air mata kembali jatuh membasahi pipinya da
Pagi menjelang tengah hari itu, dikejutkan dengan kedatangan istri dari pemimpin mereka, yaitu Harumi Sato. Bagaimana tidak? Harumi Sato hampir tidak pernah menunjukkan keberadaannya tanpa didampingi sang suami, Ryuzaki Sato, kini muncul di hadapan karyawannya seorang diri. Kedatangannya di kantor Chokusen tentu saja membuat jajaran manajemen cukup panik. Secepat kilat Michael dan Alex berjalan menuju pintu lift khusus yang diperuntukkan para petinggi-petinggi di gedung BSC. Tak menunggu lama, pintu lift pun terbuka. Para pengawal segera menahan pintu untuk Harumi. Salam selamat datang dan protokol lainnya tak luput dari Michael, Alex serta jajaran manajemen lainnya. "Dimana kantor desain?" tanya Harumi tanpa basa-basi. "Oh lewat sini, Nyo.." "Jangan panggil aku nyonya, aku bukan tokoh dalam telenovela!" "Baik Bu, maafkan kesalahan kami," ucap kompak Michael dan Alex. "Ah sudahlah, kalian jangan terlalu kaku. Jadi dimana kantor desainnya?" tanya Harumi lagi. "Silakan, B
Di sebuah ruangan privat di dalam rumah makan khas Jepang yang menyajikan makanan-makanan otentik yang disajikan secara eksklusif, Harumi menjamu Sofie makan siang. Dada Sofie bergemuruh hebat karena ketidakpastian akan apa yang Harumi hendak bicarakan. Tetapi bukanlah Sofie, jika ia tidak dapat menutupi kegugupannya. Kepala dan badan yang tegak tetap ia tunjukkan, untuk menunjukkan kepercayaan dirinya. Sementara itu, Harumi terus mengamati Sofie dengan melihat bahasa tubuh Sofie yang tidak memperlihatkan adanya perasaan terintimidasi. "Sofie Anastasya, tiga puluh dua tahun, ibu tunggal yang memiliki seorang putra bernama Raffa Attila berusia enam tahun." "Bu, saya tahu biodata saya. Ibu tidak perlu membacanya. Saya janda, bercerai hampir setahun yang lalu. Setelah bercerai, saya kembali bekerja di Chokusen, setelah sebelumnya saya sempat empat tahun menjadi desainer di Chokusen." "Setelah sekitar enam bulan bekerja, putra ibu, Rakha masuk dan ditunjuk untuk menjadi asisten s
Keheningan pun tercipta, baik Harumi maupun Sofie terdiam, hanya terdengar suara gemericik air dari pancuran mini di salah satu sisi ruangan.Harumi terdiam beberapa saat, seperti terdapat beban berat di dalam dadanya. Ia menutup matanya, menundukkan kepala lalu menarik nafasnya dalam-dalam dan membuangnya perlahan, sebelum ia melanjutkan kisahnya."Tepat pukul sembilan malam, akhirnya kami mendapatkan kabar dari para penculik. Iya, mereka berdua diculik saat berjalan kaki bersama. Tidak ada saksi mata karena Ryuji yang menyukai tantangan, mengajak Haruka untuk melewati jalan yang tidak biasa mereka lewati, dimana jalan itu merupakan jalan yang sepi tanpa banyak orang atau kendaraan yang melintas.""Kami harus menyediakan uang tebusan sebesar lima juta yen untuk satu anak, yang artinya kami harus menyediakan sepuluh juta yen dalam waktu dua jam atau mereka tidak akan menjamin keselamatan Haruka dan Ryuji."Kemudian Harumi kembali terdiam, ia tidak melanjutkan ceritanya. Dengan wajah t
Hari yang kian larut, tak membuat Sofie kehilangan semangatnya. Terlebih setelah mengetahui permasalahan sebenarnya. Keinginan Sofie untuk belajar ilmu beladiri, bukan keinginan yang tiba-tiba. Tetapi merupakan keinginan terpendamnya sejak kecil, tetapi selalu digagalkan oleh sang ayah, yang memiliki pemikiran kolot. Dimana seorang wanita tidak seharusnya memiliki kemampuan beladiri, itu adalah tugas lelaki untuk melindunginya.Tetapi, kini adalah kesempatan untuknya berlatih karena tidak ada kata terlambat, walau pun harus dilakukannya secara diam-diam.Untuk itu, di akhir pekan, Sofie berlatih di gudang, tempat dimana biasa Ryuji berlatih. Sementara itu, Abe telah mempersiapkan program latihan beladiri yang cepat dan mudah untuk Sofie."Rakha, Ryuji atau siapapun dirimu, aku akan menemuimu dan semoga saat kamu sadar nanti, kamu akan menemukan aku bukanlah Sofie yang dulu. Aku akan berusaha mengobatimu. Akan ku kembalikan Ryuji yang hilang, watch for it!"Setelah berlari mengelilingi
Di sebuah kamar berukuran enam kali delapan meter, tergolek lemah Rakha di atas pembaringan, dengan salah satu lengannya terpasang selang infus.Seorang dokter baru saja selesai memeriksa kondisinya dan memberikan pernyataan yang sama dengan sebelumnya."Putra Anda masih belum menunjukkan perubahan, dia masih dalam kondisi stupor, masih sama seperti kemarin," jelas sang dokter."Apa tidak ada cara untuk memberikan rangsangan supaya Ryu bisa bangun?" tanya Harumi.Dokter pun menjelaskan beberapa rangsangan yang dapat diberikan, "Ada beberapa jenis rangsangan yang dapat diberikan untuk menstimulasi otaknya, dengan membacakan cerita, mungkin menceritakan memori-memori masa lalunya atau ya seperti kita berbicara langsung dengan Ryuji dalam keadaan normal.""Bisa juga dengan diperdengarkan musik klasik atau murottal Al Qur'an, beberapa studi membuktikan keefektifan dalam merangsang keaktifan kerja otak," tambah sang dokter."Butuh tingkat kesabaran yang tinggi bagi keluarga untuk menghadap
"Mbak, ingat Rain nggak?" tanya Shafa.Sambil mengernyitkan keningnya, Sofie balik bertanya, "Rain Korea suaminya Kim Tae Hae?""Mbaaaak, sejak kapan aku kenal sama Rain yang ono? Rain, temen SMP aku itu lho, yang blasteran ...""Oh yang ganteng itu! Yang kamu suka tapi dianya jual mahal itu, kan?" goda Sofie sambil terkekeh."Idih, bener," sahut Shafa yang membuat Sofie terbahak."Keknya puas banget nih kakak satu," tambah Shafa."Sorry, sorry. Anyway, ada apa sama Rain ganteng?" goda Sofie lagi."He's a lawyer, mungkin mbak Sof butuh jasanya, maybe someday gitu?""Hmmm dia sudah nikah belum, kamu lamar gih, biar kamu segera pindah dari sini," goda Sofie lagi sambil terbahak."Sungguh menyesal aku bertanya," sungut Shafa.Shafa pun beranjak dari hadapan Sofie untuk kembali ke kamarnya, tetapi Sofie menahan pintunya sambil berucap, "Iya deh, maaf. Jangan ngambek dong, duduk lagi sini, sok cerita.""Udah nggak mood," sahut Shafa datar."Aduh, adik manis jadi ngambek. Cini-cini, mbak m
Matahari pagi menjelang siang di kota Bogor telah bersinar terang, tetapi udara dinginnya masih terasa menerpa kulit. Keheningan di salah satu sudut kota, dimanfaatkan oleh Rain dan Shafa untuk menikmati hidangan ringan khas kota Bogor. Keduanya pun larut dalam perbincangan yang telah lama tidak mereka lakukan. "Jilbab kamu tambah panjang aja, Shaf and you look great," puji Rain. "Kamu tambah makmur ..." "Hei, aku cuma nambah beberapa kilo ..." "Aku nggak bilang kamu gendutan, cuma bilang tambah makmur, it's compliment," jelas Shafa. Sambil menyeruput kopi hangatnya, Rain bertanya, "Well thanks, but anyway, kamu ngapin disini?" "Belanja," jawab singkat Shafa, sambil menunjukkan tas belanjaannya. "I can see that, tapi kok disini? Sejak kapan kamu pindah ke sini?" "Pingin tenang aja, capek di Jakarta. Macet, panas, apa-apa mahal, dimana-mana belanja harus pakai kris," jawab Shafa. "Padahal kalau pakai pisau dikira mau ngerampok ..." "Shafaaa! Aku tuh serius, eh k
Dua puluh empat jam setelah Ryuji sadar, ia telah dijadwalkan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit oleh tim dokter yang menanganinya. Pemeriksaan MRI kepala, darah lengkap dan prosedur pemeriksaan kesehatan lengkap lainnya dilakukan secara bertahap dan menyeluruh. Sementara itu, Harumi dan Ryuzaki menunggu dengan penuh harap akan hasilnya. Keduanya mendampingi Ryuji dalam setiap pemeriksaan, termasuk saat pemindaian otak menggunakan MRI yang memakan waktu sekitar empat puluh lima menit. Setelahnya, mereka masih harus menunggu sekitar setengah jam untuk mendapatkan hasilnya. Dokter radiologi harus membacanya dengan seksama, sebelum memberikan kesimpulan atas apa yang terpindai pada otak Ryuji. Jauh di bagian timur bumi, angin dingin berhembus perlahan di kaki gunung Salak, Jawa Barat. Gemericik air terdengar jelas dari aliran curug Ngumpet dengan kolam alami di bawahnya. Langit lembayung senja, tampak syahdu dengan kehadiran burung-burung yang berterbangan dan
Hari berganti, pekan pun dilalui, Ryuzaki belum mendapatkan titik terang akan keberadaan Sofie dan keluarganya, yang seakan hilang ditelan bumi.Tetapi, hilangnya Sofie kemudian tergantikan dengan berita baik mengenai Ryuji, dimana tanda-tanda akan kesadarannya mulai tampak. Dokter pun meminta agar Ryuzaki dan Harumi untuk lebih intensif dalam mengajaknya berbicara dan memberikan semangat untuk pulih, karena pasien dalam kondisi tidak sadar, masih tetap dapat mendengar suara-suara di sekelilingnya."Ryu, bangunlah. Coba buka matamu, papa dan mama ada disini. Ayo nak, buka matamu. Kamu akan kehilangan momen turunnya salju, jika kamu tidak bangun juga," ujar Harumi.Tetapi, tetap tidak ada sedikitpun gerakan dari Ryuji. Hal ini membuat Harumi kembali terduduk pasrah. Kesedihan dan kelelahan hati tampak jelas di wajah Harumi. Wanita di usianya telah lebih dari separuh abad itu biasanya masih nampak segar dan ayu, tetapi dengan cobaan yang menimpa keluarganya, sinar wajahnya perlahan men
"Maaf Tuan, Sofie dan keluarganya melarikan diri, dia menghilang. Semua kamera cctv yang terpasang di teras rumahnya sudah tidak aktif. Kami rasa ia telah mematikannya. Maafkan kelalaian kami!" ujar Ken.Kening Ryuzaki berkerut dan tangannya mengepal kuat. Kemudian ia menarik nafas panjang sambil menutup kedua matanya, seolah ia menahan sebuah emosi yang dalam.Lalu, ia bertanya, "Bagaimana dengan alat detektor yang terpasang di mobilnya?""Itu juga tidak aktif. Maafkan kami!""Hmm ternyata benar dugaanku, dia sangat cerdas, tapi aku tahu satu hal, dia orang baik dan begitu juga dengan keluarganya. Aku percaya dia menghilang karena apa yang Ryuji dan kita semua telah perbuat kepadanya. Biarkan dia menghilang, aku yakin itu tidak akan lama. Kalaupun iya, biarkanlah. Sepanjang Ryuji tidak mencarinya, buat apa kita pusing memikirkannya," ucap Ryuzaki."Kalau begitu, kalian bisa kembali ke Tokyo. Ken, urusi semua kepindahan kalian. Sampai di Tokyo, hubungi Tanaka, dia akan memberikan peke
Suatu pagi di kota London, di dalam sebuah rumah mewah, di kamar yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan, terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut jantung Ryuji per menit. Sementara pemandangan di luar, dipenuhi dengan daun-daun mulai berguguran, menunjukkan telah memasuki musim gugur, dimana suhu udara mulai perlahan menurun ke angka belasan derajat celsius. Perubahan suhu, tidak membuat perubahan dalam kondisi Ryuji, yang masih belum menampakkan perkembangannya. Kekhawatiran Harumi akan kondisi putra tunggalnya membuat dirinya murung dan tak jarang menitikkan airmata. Segala do'a ia panjatkan di sepertiga malam terakhir. Tetapi sepertinya Yang Maha Perencana masih mempunyai rencana lain Ryuji. "Ryu, bangunlah Nak. Kenapa kamu tidur terus? Bukalah matamu sebentar saja, ibu ingin kamu melihat ibu. Ibu ingin kamu melihat kamu tersenyum, bukan diam seperti patung. Ayolah Nak, bangunlah! Apa kamu nggak kangen sama Sofie? Kamu nggak kangen motormu?" Tak peduli berapa kalimat
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Hari berganti, pekan pun dilewati. Setelah berlibur selama sepuluh hari di Danau Toba dan juga ke berbagai daerah di Sumatera Utara, tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta.Sementara itu, kedua orangtua Ryuji juga telah menyelesaikan ibadah umrohnya dan tak lupa untuk membeli buah tangan untuk Sofie dan putranya.Tetapi, dari semua itu, tetap ada satu yang tidak berubah, yaitu kondisi Ryuji yang masih tetap dalam keadaan tidak sadarkan diri. "Selama kami pergi, apakah ada sedikit perkembangan dari kondisi Ryuji?" tanya Ryuzaki kepada dokter yang merawat Ryuji."Maaf, tetapi kondisi Ryuji masih tetap seperti saat ia sampai disini," jawab dr. Smith."Apa tidak ada cara untuk membangunkannya?" tanya Harumi."Sampai saat ini, kami belum mempunyai kemampuan untuk itu. Dari beberapa kasus sadarnya pasien yang mengalami koma, belum ada satupun yang merupakan hasil dari keilmuan kedokteran ini. Hanya benar-benar kuasa Sang Pencipta," jawab dr. Smith."Tetapi jangan patah semangat untuk member