Setelah keduanya berada di dalam mobil, Sofie mulai mengungkapkan unek-uneknya. "Dari pertama kamu baru interview, cewek-cewek itu sudah pada heboh. Kayak nggak pernah lihat yang bening aja. Makanya bener, jaman now itu adalah jaman dimana manusia sudah kehilangan rasa malunya, terutama perempuan. Padahal perempuan itu dinilai kebaikan akhlaknya dari rasa malu yang ia miliki. Nggak sembarangan SKSD sama laki-laki." "Dan sebenarnya aku pun terpaksa untuk kembali bekerja karena hanya kemampuan ini yang aku miliki yang dapat menghasilkan dollar perbulannya. Kalau aku punya pilihan lain, aku akan memilih bekerja dari rumah dan fokus pada pendidikan Raffa," jelas Sofie panjang lebar. "Yowes kalau begitu, Mbak Sofie kembalilah ke rumah, aku yang akan membiayai kehidupan Mbak dan Raffa," ucap Rakha. "Eh mana bisa begitu? Kamu bukan siapa-siapaku, kamu tidak mempunyai kewajiban atasku," tolak Sofie dengan halus. "Mbak, jadikan aku siapa-siapamu kalau begitu," ucap Rakha. "Ini masih sore
Di malam yang hening, Sofie masih terjaga walaupun rasa kantuk telah menghampiri, tetapi ia masih belum dapat memejamkan matanya. Rasa penasaran akan asistennya itu yang berhasil membuatnya terjaga.Tadi ketemu sama kakaknya, trus setelah itu kenapa dia jadi aneh? Kenapa jadi dingin banget? Ah, anak ini memang penuh misteri! Apa aku harus jadi detektif, biar bisa menguak siapa identitas Rakha?Lagian, Rakha juga nama yang nggak umum dipakai sama blasteran Jepang dan Inggris, sama orang Indonesia aja nggak banyak dipakai. Aku yakin, itu bukan nama aslinya. Aku yakin dia nutupin sesuatu!Batin Sofie yang terusik akan asisten tampannya ini semakin menjadi, sehingga ia mulai mencarinya di internet, dengan mengetik nama lengkap Rakha. Sayangnya, setelah mengetik nama lengkap Rakha pada laman pencarian, Sofie tidak ditemukan apapun tentangnya."Kok aneh? Sampai medsos juga nggak ada? Emang masih ada orang yang nggak eksis di medsos?" lirih Sofie."Nggak bener nih anak! Siapa sih kamu, Kha?"
"Belum selesai, baru sekitar tujuh-delapan puluh persen," sahut Rakha."It's okay, I wanna see it," pinta Ryan dan Rakha segera menunjukkan gambar tiga dimensi proyek Mitsuno.Beberapa saat kemudian, dengan wajah berseri dan penuh kepuasan, Ryan memberikan tepukan tangan untuk hasil kerja Rakha, seraya berseru, "Very good, absolutely good. I love it! So, hurry up! Can't wait to see the whole design!" "Give me three days, in syaaAllah saya akan menyelesaikannya dalam tiga hari," ucap Rakha dengan penuh percaya diri."All right! Keep up your good work, well done! Ugh, love this team so much!" seru Ryan."Ryan pilih kasih, masa' timnya Sofie aja yang disukai?!" sahut Melisa."Hold a second! Bukan itu maksudnya, saya menyukai semua tim desain yang ada, but kalian kan tahu, setiap saya puas dengan hasil kerja kalian, saya nggak setengah-setengah untuk memberikan pujian," jelas Ryan."So, tidak ada anak tiri dalam tim kita. You are all my precious. So, let's keep up the good work!" tambah
Suasana makan siang tim desain Chokusen nampak meriah dengan senda gurau dan canda tawa. Momen yang jarang mereka nikmati bersama itupun diabadikan dalam gadget masing-masing. Berfoto bersama dan merekam video menambah kemeriahan suasana. Pertanyaan akan nama Rakha pun kembali muncul dari rasa penasaran beberapa desainer. "Kha, boleh nanya?" "Silahkan, Mbak," jawab Rakha. "Nama kamu itu beneran asli, bukan nama samaran gitu?" Mendengarkan pertanyaan yang dilontarkan, membuat Rakha terbahak hingga matanya menyipit. Berbeda dengan Sofie yang segera menjawabnya, sesuai dengan apa yang pernah Rakha katakan padanya. "Itu bukan nama lahirnya, tapi dia nggak mau kasih tahu nama aslinya. Katanya kalau dia kasih tahu, setelah itu hidup kita nggak akan selamat." Alhasil, tawa Rakha semakin menjadi, tetapi tidak dengan rekan desainer lainnya yang tidak mengerti akan maksudnya. "Kok berasa kayak di film thriller," celetuk Felix. "Emang," sahut Sofie. "Kalian belum tahu aja, anak ini jag
Acara makan siang departemen desain Chokusen telah merekatkan hubungan antara desainer, sehingga membuat gesekan yang terjadi diantara mereka, luruh begitu saja.Foto-foto keakraban mereka juga tak lupa diposting ke laman jejaring sosial pertemanan dan dengan cepat mendapatkan likes dari para penggunanya. Tetapi ada seseorang yang tidak menyukai keakraban yang terjalin di antara Sofie dan Rakha, yang terlihat jelas dalam dokumentasi yang tersebar di jejaring sosial."Ternyata kamu sudah bisa senyum lagi dan sepertinya kamu sangat nyaman bersama pria yang di sampingmu," lirih Adrian sambil tersenyum kecut."Belum sampai enam bulan kamu kembali bekerja, ternyata sekarang kamu sudah bisa tertawa bersama dengan teman-temanmu."Adrian terus memandangi foto-foto kedekatan Sofie dengan rekan kerjanya, hingga ia merasa sedikit perbedaan pada salah satu pria yang berada di dekat Sofie "Siapa laki-laki ini? Kenapa dia melihat Sofie seperti itu?" lirihnya sambil terus memperhatikan Rakha yang d
Di tengah kepadatan lalu lintas ibukota, dengan kepiawaiannya mengemudi, Rakha berulang kali menghindar dari sebuah kendaraan SUV berwarna merah, yang kerap mengikutinya."Dare?" lirih Rakha.Sofie yang mendengar pertanyaan Rakha itupun segera menjawabnya, "Itu sepertinya mobil Adrian.""Adrian dare?" "My ex," jawab Sofie."Hee? Ngapain dia ngikutin?" tanya Rakha."Wakaranai," jawab Sofie."Hmm Mbak, nanti kita berhenti dulu ya," ucap Rakha kemudian."Mau apa?""Kita makan malam dulu, yuk. It's my treat, I'm starving," jawab Rakha.Gomennasai, I had to lie. Sebenarnya aku nggak lapar, tapi aku nggak mau mantan Mbak ngikutin terus, gumam Rakha dalam hati."Oke, dinner yang cepat ya, Kha," ucap Sofie."Hai'," jawab Rakha cepat.Rakha segera mengarahkan kendaraannya ke sebuah area kuliner outdoor bernama The Village in Town, sebuah pujasera menjajakan aneka ragam kuliner, baik Timur maupun Barat. The Village in Town merupakan surganya penikmat kuliner karena memiliki variasi kuliner dun
Malam semakin larut, perjalanan mengantarkan pulang Sofie akhirnya telah sampai di tujuan. Dengan wajah yang lelah dan menahan kantuk, Sofie masih berusaha untuk tersenyum ke arah Rakha yang senantiasa mendampinginya."Makasih ya, Kha. I owe you lots!""Don't mention it, Mbak. You owed me nothing," jawab Rakha."Jazakallah khayran. Assalamualaikum," pamit Sofie."Wa jazakillah khayr. Wa'alaikumsalam."Ketika Sofie membuka pintu pagar rumahnya, tiba-tiba sang bunda memanggilnya."Sof, minta Rakha tunggu sebentar!""Eh kenapa, Bu?"Tetapi sang bunda malah kembali masuk ke dalam rumahnya, sebelum sempat mendengar pertanyaan Sofie. Dengan hati penuh tanya, Sofie memukul jendela mobil Rakha yang masih menunggu hingga Sofie masuk."Kenapa Mbak?" tanya Rakha."Disuruh ibu tunggu sebentar. Aku juga nggak tahu kenapa," jawab Sofie dengan memberikan gestur ketidaktahuannya.Untuk itu, Rakha mematikan mesin dan menunggu di luar mobilnya. Dilihatnya jam telah menunjukkan pukul setengah sebelas, l
All right! Sof, are you ready for the presentation?" tanya Ryan."Siap," jawab Sofie dengan tegas."Kalau begitu, saya tunggu di Forum," ucap Ryan, yang kemudian berjalan menuju Forum."Di Forum? Ngapain disana?" tanya Sofie setengah berteriak.Ryan pun menghentikan langkahnya dan membalikkan badannya, lalu menjawab, "Pokoknya saya tunggu di Forum. Oiya, sekalian nanti sama Michael dan Alex, mereka juga mau lihat.""Mateng! Ngapain Michael sama Alex pakai acara ikutan?""Sof, kamu ini memang ya. Ya jelas, mereka mau lihat. Ini kan proyek terbesar tahun ini dan kalau kamu sukses, bonus akan menanti," jawab Ryan."Saya tunggu di Forum in ten minutes," lanjut Ryan dan kembali berjalan menuju Forum.Kaki Sofie pun mendadak lemas, karena ia belum menyiapkan dirinya untuk menghadapi dua petinggi Chokusen. Berbeda dengan Rakha yang tidak mengetahui siapa dua orang yang disebut tadi."Hmm Mbak, memangnya siapa Michael sama Alex?""CEO and COO," jawab Sofie."Yuk buruan. Jangan bikin mereka nu
"Mbak, ingat Rain nggak?" tanya Shafa.Sambil mengernyitkan keningnya, Sofie balik bertanya, "Rain Korea suaminya Kim Tae Hae?""Mbaaaak, sejak kapan aku kenal sama Rain yang ono? Rain, temen SMP aku itu lho, yang blasteran ...""Oh yang ganteng itu! Yang kamu suka tapi dianya jual mahal itu, kan?" goda Sofie sambil terkekeh."Idih, bener," sahut Shafa yang membuat Sofie terbahak."Keknya puas banget nih kakak satu," tambah Shafa."Sorry, sorry. Anyway, ada apa sama Rain ganteng?" goda Sofie lagi."He's a lawyer, mungkin mbak Sof butuh jasanya, maybe someday gitu?""Hmmm dia sudah nikah belum, kamu lamar gih, biar kamu segera pindah dari sini," goda Sofie lagi sambil terbahak."Sungguh menyesal aku bertanya," sungut Shafa.Shafa pun beranjak dari hadapan Sofie untuk kembali ke kamarnya, tetapi Sofie menahan pintunya sambil berucap, "Iya deh, maaf. Jangan ngambek dong, duduk lagi sini, sok cerita.""Udah nggak mood," sahut Shafa datar."Aduh, adik manis jadi ngambek. Cini-cini, mbak m
Matahari pagi menjelang siang di kota Bogor telah bersinar terang, tetapi udara dinginnya masih terasa menerpa kulit. Keheningan di salah satu sudut kota, dimanfaatkan oleh Rain dan Shafa untuk menikmati hidangan ringan khas kota Bogor. Keduanya pun larut dalam perbincangan yang telah lama tidak mereka lakukan. "Jilbab kamu tambah panjang aja, Shaf and you look great," puji Rain. "Kamu tambah makmur ..." "Hei, aku cuma nambah beberapa kilo ..." "Aku nggak bilang kamu gendutan, cuma bilang tambah makmur, it's compliment," jelas Shafa. Sambil menyeruput kopi hangatnya, Rain bertanya, "Well thanks, but anyway, kamu ngapin disini?" "Belanja," jawab singkat Shafa, sambil menunjukkan tas belanjaannya. "I can see that, tapi kok disini? Sejak kapan kamu pindah ke sini?" "Pingin tenang aja, capek di Jakarta. Macet, panas, apa-apa mahal, dimana-mana belanja harus pakai kris," jawab Shafa. "Padahal kalau pakai pisau dikira mau ngerampok ..." "Shafaaa! Aku tuh serius, eh k
Dua puluh empat jam setelah Ryuji sadar, ia telah dijadwalkan untuk menjalani serangkaian pemeriksaan di rumah sakit oleh tim dokter yang menanganinya. Pemeriksaan MRI kepala, darah lengkap dan prosedur pemeriksaan kesehatan lengkap lainnya dilakukan secara bertahap dan menyeluruh. Sementara itu, Harumi dan Ryuzaki menunggu dengan penuh harap akan hasilnya. Keduanya mendampingi Ryuji dalam setiap pemeriksaan, termasuk saat pemindaian otak menggunakan MRI yang memakan waktu sekitar empat puluh lima menit. Setelahnya, mereka masih harus menunggu sekitar setengah jam untuk mendapatkan hasilnya. Dokter radiologi harus membacanya dengan seksama, sebelum memberikan kesimpulan atas apa yang terpindai pada otak Ryuji. Jauh di bagian timur bumi, angin dingin berhembus perlahan di kaki gunung Salak, Jawa Barat. Gemericik air terdengar jelas dari aliran curug Ngumpet dengan kolam alami di bawahnya. Langit lembayung senja, tampak syahdu dengan kehadiran burung-burung yang berterbangan dan
Hari berganti, pekan pun dilalui, Ryuzaki belum mendapatkan titik terang akan keberadaan Sofie dan keluarganya, yang seakan hilang ditelan bumi.Tetapi, hilangnya Sofie kemudian tergantikan dengan berita baik mengenai Ryuji, dimana tanda-tanda akan kesadarannya mulai tampak. Dokter pun meminta agar Ryuzaki dan Harumi untuk lebih intensif dalam mengajaknya berbicara dan memberikan semangat untuk pulih, karena pasien dalam kondisi tidak sadar, masih tetap dapat mendengar suara-suara di sekelilingnya."Ryu, bangunlah. Coba buka matamu, papa dan mama ada disini. Ayo nak, buka matamu. Kamu akan kehilangan momen turunnya salju, jika kamu tidak bangun juga," ujar Harumi.Tetapi, tetap tidak ada sedikitpun gerakan dari Ryuji. Hal ini membuat Harumi kembali terduduk pasrah. Kesedihan dan kelelahan hati tampak jelas di wajah Harumi. Wanita di usianya telah lebih dari separuh abad itu biasanya masih nampak segar dan ayu, tetapi dengan cobaan yang menimpa keluarganya, sinar wajahnya perlahan men
"Maaf Tuan, Sofie dan keluarganya melarikan diri, dia menghilang. Semua kamera cctv yang terpasang di teras rumahnya sudah tidak aktif. Kami rasa ia telah mematikannya. Maafkan kelalaian kami!" ujar Ken.Kening Ryuzaki berkerut dan tangannya mengepal kuat. Kemudian ia menarik nafas panjang sambil menutup kedua matanya, seolah ia menahan sebuah emosi yang dalam.Lalu, ia bertanya, "Bagaimana dengan alat detektor yang terpasang di mobilnya?""Itu juga tidak aktif. Maafkan kami!""Hmm ternyata benar dugaanku, dia sangat cerdas, tapi aku tahu satu hal, dia orang baik dan begitu juga dengan keluarganya. Aku percaya dia menghilang karena apa yang Ryuji dan kita semua telah perbuat kepadanya. Biarkan dia menghilang, aku yakin itu tidak akan lama. Kalaupun iya, biarkanlah. Sepanjang Ryuji tidak mencarinya, buat apa kita pusing memikirkannya," ucap Ryuzaki."Kalau begitu, kalian bisa kembali ke Tokyo. Ken, urusi semua kepindahan kalian. Sampai di Tokyo, hubungi Tanaka, dia akan memberikan peke
Suatu pagi di kota London, di dalam sebuah rumah mewah, di kamar yang dilengkapi dengan peralatan kesehatan, terdengar suara mesin yang menunjukkan denyut jantung Ryuji per menit. Sementara pemandangan di luar, dipenuhi dengan daun-daun mulai berguguran, menunjukkan telah memasuki musim gugur, dimana suhu udara mulai perlahan menurun ke angka belasan derajat celsius. Perubahan suhu, tidak membuat perubahan dalam kondisi Ryuji, yang masih belum menampakkan perkembangannya. Kekhawatiran Harumi akan kondisi putra tunggalnya membuat dirinya murung dan tak jarang menitikkan airmata. Segala do'a ia panjatkan di sepertiga malam terakhir. Tetapi sepertinya Yang Maha Perencana masih mempunyai rencana lain Ryuji. "Ryu, bangunlah Nak. Kenapa kamu tidur terus? Bukalah matamu sebentar saja, ibu ingin kamu melihat ibu. Ibu ingin kamu melihat kamu tersenyum, bukan diam seperti patung. Ayolah Nak, bangunlah! Apa kamu nggak kangen sama Sofie? Kamu nggak kangen motormu?" Tak peduli berapa kalimat
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Seluruh emosi pun bercampur menjadi satu, kemarahan, ketidakpahaman akan apa yang sebenarnya terjadi, membuat Sofie mencari jawaban melalui sang pengawal."Abe! Abe, cepat kesini!" panggil Sofie setengah berteriak.Mendengar namanya dipanggil, dengan berjalan tergopoh-gopoh, Abe menghampiri Sofie dan bertanya, "Ada apa, Mbak?""Kamu lihat ini! Lihat ini semua!" seru Sofie penuh emosi.Lalu, dengan suara dan tangan yang gemetar, Sofie menunjukkan foto-foto yang tersimpan di dalam laptop Ryuji sembari bertanya, "Ini apa, Be? Kenapa Ryu melakukan ini? Ini kan sama saja dengan menguntit?"Abe tidak segera menjawabnya karena ia tidak menyangka jika Sofie dapat membuka kode rahasia laptop Ryuji. "Be, cepat jawab! Kalian semua pasti tahu akan ini semua, kan? Kalian sendiri yang bilang kalau Ryuji dipantau selama dua puluh empat jam setiap hari. Jadi kalian pasti tahu ini apa?!" Rasa serba bersalah meliputi Abe dan dengan suara yang lirih ia menjawab, "Maaf Mbak, tapi ...""Oke, cukup, cu
Hari berganti, pekan pun dilewati. Setelah berlibur selama sepuluh hari di Danau Toba dan juga ke berbagai daerah di Sumatera Utara, tiba saatnya untuk kembali ke Jakarta.Sementara itu, kedua orangtua Ryuji juga telah menyelesaikan ibadah umrohnya dan tak lupa untuk membeli buah tangan untuk Sofie dan putranya.Tetapi, dari semua itu, tetap ada satu yang tidak berubah, yaitu kondisi Ryuji yang masih tetap dalam keadaan tidak sadarkan diri. "Selama kami pergi, apakah ada sedikit perkembangan dari kondisi Ryuji?" tanya Ryuzaki kepada dokter yang merawat Ryuji."Maaf, tetapi kondisi Ryuji masih tetap seperti saat ia sampai disini," jawab dr. Smith."Apa tidak ada cara untuk membangunkannya?" tanya Harumi."Sampai saat ini, kami belum mempunyai kemampuan untuk itu. Dari beberapa kasus sadarnya pasien yang mengalami koma, belum ada satupun yang merupakan hasil dari keilmuan kedokteran ini. Hanya benar-benar kuasa Sang Pencipta," jawab dr. Smith."Tetapi jangan patah semangat untuk member