"Jadi menurutmu, mereka boleh menindas kami, tapi kami nggak boleh melawan? Memangnya orang nggak berkuasa seperti kami harus menerima penindasan dan penghinaan kalian begitu saja? Kami bahkan berdosa karena melindungi diri sendiri?" ejek Luther.Meskipun Ariana hilang ingatan, sikapnya sama sekali tidak berubah. Wanita ini tetap merasa diri sendiri paling benar dan tidak bisa membedakan mana yang benar dan salah."Aku nggak ngerti ucapanmu. Kami datang untuk membahas bisnis. Kalau kamu pemegang saham Perusahaan Farmasi Chuwardi, kamu seharusnya memperlakukan kami dengan sopan, bukannya mengancam seperti ini," ujar Ariana sambil mengernyit."Kami tentu menyambut para tamu. Tapi kalau musuh yang datang, jangan salahkan kami bertindak kejam," sindir Luther."Kamu sudah salah dan membuat masalah, tapi masih nggak merasa menyesal?" tanya Ariana yang masih mengernyit."Nona, semua ini salah paham." Berry akhirnya maju untuk mencairkan suasana. "Nona Roselyn ini ngotot memotong barisan, bahk
"Luther, kamu dengar itu? Segera berlutut dan meminta maaf, lalu bayar kompensasi 600 miliar. Kalau nggak, aku akan membuatmu dipenjara seumur hidup!" seru Roselyn yang berkacak pinggang dengan angkuh.Dengan sokongan Ariana, Roselyn tidak takut pada apa pun. Dia memang bukan siapa-siapa, tetapi kakak sepupunya ini adalah putri angkat Ernest. Di kediaman Keluarga Luandi, Ariana yang paling dimanjakan. Sebagian besar aset Ernest bahkan telah diserahkan kepada Ariana.Bisa dibilang, status Ariana ini tidak ada bedanya dengan tuan putri Negara Drago. Siapa pun yang melihatnya pasti harus memberi hormat. Meskipun Luther punya kemampuan, dia tidak akan bisa dibandingkan dengan Ariana."Luther, Kak Ariana sangat dekat dengan Keluarga Luandi sekarang. Sebaiknya kamu pertimbangkan statusmu!" bentak Gretel sambil tersenyum sinis. Dia merasa sangat senang atas penderitaan Luther.Jika Luther mengaku salah dan meminta maaf, Gretel akan memanfaatkan kesempatan ini untuk mempermalukannya. Namun, ad
Glek! Roselyn tanpa sadar menelan ludah. Sesudah tersadar, dia segera menjulurkan tangannya untuk mengorek tenggorokannya, berharap pil tersebut bisa dimuntahkan.Alhasil, setelah muntah beberapa kali, tidak ada hasil apa pun. Pil itu telah meleleh dan larut dalam tubuhnya.Saat ini, ekspresi Roselyn berubah drastis. Dia bertanya dengan suara bergetar, "A ... apa yang kamu berikan kepadaku?""Bukan apa-apa, hanya suplemen," jawab Charlotte sambil tersenyum."Kamu bohong! Itu jelas-jelas racun!" Roselyn sungguh panik sekarang."Eh, tertebak, ya? Maaf sekali," balas Charlotte dengan senyuman yang masih tidak berubah."Dasar siluman! Cepat berikan obat penawarnya kepadaku!" pekik Roselyn."Kusarankan kamu jangan emosional karena itu hanya akan membuatmu cepat mati. Omong-omong, racunnya nggak akan bekerja secepat itu. Kamu akan disiksa dengan perlahan sampai organ dalammu membusuk," jelas Charlotte."Apa?" Begitu mendengarnya, kedua kaki Roselyn sontak melemas. Dia memohon kepada Ariana,
Luther menarik napas dalam-dalam sambil menatap wajah familier itu. Kemudian, dia berucap dengan dingin, "Bukan aku yang keras kepala, tapi kamu terlalu percaya diri. Atas dasar apa kamu merasa semua ini salahku? Atas dasar apa kamu merasa aku berada di bawah kalian?""Masalah sudah seperti ini, tapi kamu masih mau berdalih?" Ariana mengernyit sambil membalas, "Aku sudah bertanya tadi, orang itu jelas mengatakan kamu yang bersalah. Jangan kira kamu bisa semena-mena di Midyar karena ada yang menyokongmu. Asal kamu tahu, ada banyak orang hebat yang bersembunyi di sini!""Sudahlah. Aku malas berbasa-basi denganmu, terserah kamu saja." Luther menggeleng, tidak ingin berdebat dengan Ariana lagi. Sifat wanita ini tidak ada bedanya dengan sebelum hilang ingatan. Dia tidak punya tenaga untuk berbicara panjang lebar lagi."Luther, sikap macam apa ini? Aku berniat baik menasihatimu, tapi kamu malah nggak mau dengar. Kalau sampai terjadi masalah, kamu baru akan menyesal!" Ariana seperti seorang i
"Tampan, sepertinya kita dalam masalah besar." Berry menatap orang-orang yang pergi itu, lalu berucap dengan cemas, "Keluarga Fabiano dan Keluarga Ghanim masih mending karena ada Tuan Hemdar yang membantu. Tapi, Keluarga Luandi nggak mudah untuk diusik. Ariana ataupun Daniel, mereka bukan orang yang bisa kita singgung."Sebenarnya, Berry tidak terlalu takut pada Ariana karena wanita ini punya reputasi yang baik. Ariana seharusnya tidak akan bersikap perhitungan pada mereka.Namun, hal ini tidak berlaku untuk Daniel. Pria ini memiliki reputasi yang buruk di dunia bisnis. Dia terkenal pendendam. Selain itu, dia selalu menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuannya."Nggak perlu cemas. Mereka pasti akan mencariku kalau ingin membalas dendam. Masalah ini nggak akan melibatkan perusahaan," sahut Luther."Tampan, aku bukan takut kamu melibatkan kami. Maksudku adalah kamu harus bersembunyi dulu untuk sementara waktu ini supaya nggak terkena masalah," nasihat Berry."Bersembunyi nggak akan
Kring, kring, kring .... Luther menjawab panggilan dari Simon. Simon langsung berbicara ke intinya, "Yang Mulia, aku sedang berada di depan Perusahaan Farmasi Chuwardi. Ada hal penting yang ingin kulaporkan. Apa kita bisa bertemu?""Oke, aku akan segera keluar." Luther mengangguk. Tanpa bertele-tele, dia mengakhiri panggilan dan berkata kepada Berry, "Nona Berry, kamu bawa Charlotte jalan-jalan dulu. Ada yang harus kuurus."Kemudian, Luther segera berjalan ke luar. Dia hanya menyuruh Simon melakukan 2 hal, yaitu mencari obat spiritual untuk mengobati penyakit dan mencari tahu kebenaran tentang insiden 20 tahun lalu. Kedua hal ini sama pentingnya bagi Luther.Sesudah keluar, Luther langsung melihat mobil sedan hitam biasa yang terparkir di seberang sana. Jendela mobil itu diturunkan sedikit sehingga terlihat setengah wajah Simon. Pria ini memberi isyarat mata pada Luther.Luther melirik ke kiri kanan. Setelah mendapati tidak ada yang memperhatikan, dia baru mendekati dan masuk. Jendela
Sepuluh tahun telah berlalu, banyak hal yang mengalami perubahan. Tanpa bimbingan Keluarga Bennett, Simon merasa pertumbuhan Luther akan terbatas sekalipun pria ini berbakat.Akan tetapi, hal ini berbeda untuk Roman. Roman memiliki sumber daya yang berlimpah, mendapat bimbingan tingkat atas, bahkan melewati berbagai pelatihan khusus. Jelas, segala aspeknya jauh di atas Luther.Seiring berjalannya waktu, kesenjangan ini tentu menjadi makin besar. Luther yang sekarang masih bisa disebut sebagai genius, tetapi pasti kalah jauh dari Roman. Sepuluh tahun yang telah disia-siakan oleh Luther tidak mungkin bisa ditebus semudah itu."Aku mengerti maksudmu, tapi aku nggak ingin bertarung dengan Roman. Aku hanya ingin Sumsum Giok yang dimilikinya," ujar Luther dengan tidak acuh."Yang Mulia, Sumsum Giok adalah harta karun bagi Roman. Nggak semudah itu untuk memintanya." Simon menggeleng. Dia sempat mencari tahu tentang Roman, tetapi malah diusir."Kalau nggak bisa diminta, kita bisa mencurinya,"
"Tuan Simon begitu berwaspada. Pantas saja, kariermu begitu mulus," goda Luther."Yang Mulia, berhenti mengejekku. Aku benar-benar nggak bisa tenang sekarang," balas Simon yang tersenyum getir.Kalau orang luar tahu Simon membantu kediaman Raja Atlandia, dia pasti akan dipecat atau seluruh keluarganya akan dibunuh. Tidak peduli seperti apa hasilnya, semua itu adalah kematian bagi Simon. Dia sudah menjadi pejabat selama bertahun-tahun dan sudah menyinggung banyak orang. Tanpa kekuasaan, entah berapa banyak orang yang ingin menjatuhkannya."Kalau aku berhasil, berarti aku berutang budi pada Keluarga Lambert. Kelak, aku akan membantu kalian sebisa mungkin kalau ada masalah." Luther memberi sebuah jaminan."Terima kasih banyak, Yang Mulia." Wajah Simon tampak berseri-seri. Dia membatin, 'Syukurlah, ini termasuk balik modal. Dengan mendapatkan bantuan dari keluarga Raja Atlandia, berarti Keluarga Lambert masih memiliki jalan mundur.'"Tuan Simon, aku mau peta itu secepat mungkin. Waktuku su