Pasya tersenyum menatap kedua orang tuanya secara bergantian.“Aku kan sejak awal sudah bilang, kalau aku akan memaafkan setiap kesalahan. Tapi, tidak dengan perselingkuhan! Jadi jawabannya sudah jelas, kalau aku nggak akan pernah merujuk Irene. Sekarang ini aku memberikan perhatian padanya, karena dia sedang mengandung anakku. Aku nggak ingin terjadi sesuatu yang buruk pada bayiku, Pa, Ma. Aku nggak akan pernah memaafkan diriku sendiri andaikan terjadi sesuatu yang buruk pada bayiku, kalau aku abai pada Irene,” papar Pasya.Amanda dan Haikal saling tatap. Keduanya kini hanya bisa menghela napas panjang, mendengar penjelasan anak sulung mereka.“Sya, apa nggak ada kesempatan kedua yang bisa kamu berikan untuk Irene? Apa kamu nggak kasihan pada bayi kamu, yang pastinya akan kurang kasih sayang dari papanya? Mama juga dulu pernah merasakan sakit hati seperti yang kamu alami sekarang. Tapi, akhirnya Mama memberikan kesempatan papa kamu untuk rujuk. Jujur sih, kalau dulu Mama juga punya p
Pasya tersenyum tipis menatap Irene. Dia juga sebenarnya ingin berlama-lama bersama wanita itu. Bukan karena cinta pastinya, karena sudah tak ada lagi rasa tersisa untuk sang mantan. Tapi, karena ada keterikatan antara dirinya dengan bayi yang dikandung mantan istrinya, Pasya bersedia bersama dengan Irene. Namun, karena status sudah berbeda, maka tak elok rasanya mereka berada di tempat yang sama dalam waktu yang cukup lama. Pasya tak ingin ada fitnah nantinya.“Ren, aku kan sudah bilang kalau akan sering datang berkunjung. Maafkan aku kalau nggak bisa berlama-lama di sini,” ucap Pasya lembut.Air mata Irene kini sudah tak terbendung lagi. Dia menangis sesenggukan sambil mengusap perutnya.“Apa nggak ada pintu maaf untukku, Mas? Apa nggak bisa kita rujuk demi anak kita?” rengek Irene terdengar pilu. Dia tak lagi memikirkan gengsi yang selama ini dia kedepankan. Dia saat ini bersedia apabila Pasya mengajukan permintaan agar dirinya bersujud di kakinya, sebagai syarat rujuk. Namun, dia
“Ma, kita pindah restoran saja deh. Aku nggak jadi makan di sini,” ucap Irene. Dia lantas membalikkan tubuhnya dan melangkah ke arah pintu.“Ren...”Irene tak menyahut. Dia tetap melangkah menuju keluar restoran sambil bercucuran air mata.Diah yang melihat Pasya sedang bercengkerama bersama seorang wanita, merasa kesal juga. Tapi, dia tak bisa berbuat banyak karena status Pasya kini bukan suami Irene lagi. Sehingga yang bisa dia lakukan saat ini adalah menyusul anaknya yang berjalan mendahuluinya.“Tunggu dulu, Ren! Kamu mau makan di mana sekarang?” tanya Diah setelah dapat menyejajarkan langkahnya dan kini berada di samping Irene.“Di mana saja, asal aku nggak melihat Mas Pasya dan perempuan lain. Dadaku sesak ini, Ma. Dia nggak mau mengantar aku beli perlengkapan bayi, tapi sekarang malah asyik sama perempuan lain. Mungkin itu pacarnya. Padahal dia sudah tahu kalau bayi yang di perutku ini adalah anaknya. Keterlaluan kan si Mas Pasya itu, Ma. Katanya mau tanggung jawab sama anak in
Diah tergopoh menghampiri suaminya. Kedua orang tua Irene tampak panik saat ini. Mereka lalu segera membawa Irene ke rumah sakit.Beberapa menit kemudian, mobil yang dikemudikan Seto tiba di depan UGD. Petugas medis lantas membantu dengan memindahkan tubuh Irene ke atas brankar, dan membawanya ke ruang pemeriksaan.Seto dan Diah dengan harap-harap cemas, menunggu anak mereka di depan pintu ruang pemeriksaan.“Apa kita telepon si Pasya sekarang ya, Mas?” tanya Diah setelah mereka terdiam beberapa saat.“Nggak usah! Kita masih bisa menjaga Irene di sini. Andaikan diperlukan tindakan, aku sebagai papanya Irene masih bisa membiayai dia. Aku sudah kecewa saja dengan perilaku Pasya, yang nggak menjaga perasaan anak kita. Aku tahu Irene bersalah, tapi setidaknya temanilah Irene membeli peralatan bayi. Itu kan untuk keperluan anaknya juga. Eh, dia malah asyik kencan dengan perempuan lain. Jujur saja kalau aku emosi saat kamu cerita kejadian di mall tadi. Tapi, aku nggak bisa berbuat banyak la
Dokter tersenyum menatap ketiga orang yang kini menatapnya dengan tatapan cemas.“Baik, saya jawab satu-satu ya, Pak, Bu. Kondisi bayi dalam keadaan sehat. Tapi, harus dimasukkan ke dalam inkubator karena berat badannya yang rendah, sebab lahir prematur. Bayi Bapak baru bisa keluar dari dalam inkubator, setelah nanti berat badannya mulai normal. Sedangkan untuk ibunya...” Dokter tak melanjutkan kalimatnya ketika Diah menginterupsi.“Bagaimana dengan kondisi ibu si bayi, Dok? Bagaimana dengan kondisi anak saya, Dokter?” cecar Diah dengan kedua kelopak mata yang mulai basah.“Kondisi ibu si bayi dalam keadaan kritis. Oleh karenanya akan ditempatkan di ruang ICU. Semoga setelah mendapatkan perawatan intensif di sana, kondisinya bisa berangsur-angsur membaik. Bantu doanya ya, Ibu, Bapak,” sahut dokter.Pasya hanya diam saja, dan tampak syok juga mendengar kabar mengenai mantan istrinya. Bagaimana pun Irene adalah ibu dari bayinya. Wanita itu sudah berjuang agar bayinya terlahir ke dunia i
Pasya dan kedua orang tuanya kini berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tujuan mereka pertama kali adalah ke ruang bayi, di mana bayi Pasya berada.“Mama sudah nggak sabar mau melihat cucu Mama, Sya,” ucap Amanda dengan senyuman ketika di jarak beberapa meter dari posisi mereka saat ini, sudah terlihat ruangan bayi.“Iya, tapi Mama untuk sementara ini hanya bisa melihat Ayesha dari balik kaca saja. Bantu doanya ya, Ma, supaya bayiku bisa segera keluar dari inkubator. Jadi kita bisa menggendongnya nanti,” sahut Pasya, yang diangguki oleh Amanda.“Tentu dong, Sayang. Kamu nggak minta pun, Mama sudah pasti akan mendoakan cucu Mama,” sahut Amanda masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.Tak lama, langkah mereka terhenti di depan ruang bayi. Amanda dan Haikal yang ingin melihat cucu mereka, segera menghampiri suster jaga.“Sus, kami ingin melihat cucu kami yang baru lahir kemarin, boleh kan?” ucap Amanda dengan nada suara memohon.Suster itu terdiam sejenak, sebelum dia akhirnya
Amanda yang dari tadi diam, kini merasa kesal juga dengan ucapan mantan besannya. Dia menatap Diah seraya berkata, “Bu, tolong jangan begitu. Pasya ini kan orang tuanya Ayesha. Ada mantan istri dan mantan suami. Tapi, nggak ada mantan anak dan mantan orang tua. Sekarang kondisi Irene sedang tak memungkinkan untuk mengasuh anak. Jadi sudah seharusnya Pasya mengambil alih. Apa salah seorang ayah mengasuh anaknya? Saya rasa nggak juga, Bu. Apalagi Ibu dan Bapak pernah datang ke rumah kami, untuk sekedar memberitahu kalau Irene hamil anaknya Pasya. Nah, sekarang kenapa dipersulit saat Pasya hendak mengasuh anaknya?”Hening. Tak ada sepatah kata lagi yang terucap dari bibir Diah maupun Seto. Hanya hembusan napas kasar yang terdengar dari mulut keduanya.Akhirnya Seto mengeluarkan kata setelah sesaat terdiam.“Tapi, Pasya kan nggak setiap waktu ada di samping...siapa tadi nama cucuku?” ucap Seto dengan tatapan pada Amanda serta Pasya secara bergantian.“Ayesha,” sahut Pasya.“Iya, Ayesha. P
Pasya masih berada di ruang keluarga menemani Amanda, ketika sebuah suara membuatnya tertegun dan menoleh ke arah sumber suara itu.“Assalamualaikum.”“Wa’ alaikumsalam,” sahut Amanda dan Pasya secara bersamaan.“Wah, tamu jauh ini yang datang. Sini duduk, Kia,” sapa Amanda dengan senyum mengembang di bibirnya.“Apa kabar, Tante? Ini aku bawain kado untuk Ayesha. Semoga suka.” Saskia berkata sambil meletakkan paper bag berukuran besar di atas meja. Setelahnya, dia mengecup pipi Amanda karena tangan wanita paruh baya itu sedang memegang botol susu.“Yesha, ada Tante Kia datang. Dia bawa kado untuk kamu tuh,” bisik Amanda pada cucunya yang sedang asyik menyusu.Ayesha seketika menghentikan aktivitasnya menyusu, dan sontak menoleh ke arah Saskia yang kini sudah duduk di sebelah Amanda. Bayi itu seolah tahu kalau wanita yang ada di sebelah neneknya, adalah wanita yang sedang dekat dengan papanya. Setelah itu, Ayesha kembali lagi menyusu.“Kamu tadi berhenti menyusu sebentar karena mau men
Seto yang tak ingin keadaan menjadi memanas, lantas tampil sebagai penengah.“Irene, Papa rasa yang diucapkan Pasya itu benar. Kamu sabar dulu untuk sementara waktu. Video call adalah cara yang tepat. Tapi, kamu juga harus rutin mengunjungi Ayesha, dan pelan-pelan mendekatinya. Nanti juga lama-lama dia akan luluh sama kamu,” ucap Seto lembut. Dia lalu mengalihkan tatapannya pada Pasya. “Kamu nggak masalah kan kalau Irene nantinya akan rutin datang kemari untuk menemui Ayesha?”“Tentu saya nggak akan keberatan. Irene adalah ibu kandungnya Ayesha, Pak. Saya nggak mungkin memisahkan Ayesha dan ibu kandungnya. Jadi silakan Irene datang kapan pun dia mau. Hanya satu pesan saya, jangan memaksakan kehendak yang bikin Ayesha nggak nyaman. Itu saja sih permintaan saya, dan saya berharap kalau Irene bisa mengerti,” sahut Pasya.Seto lalu kembali menatap anaknya seraya berkata, “Ren, itu Pasya sudah bilang kalau dia sama sekali nggak keberatan, kalau kamu rutin datang kemari. Jadi solusinya begi
Tak lama, Saskia datang sambil menggendong Ayesha. Dia tampak sedang mengajak bercanda Ayesha sambil berjalan menuju sofa tempat Irene duduk.“Nah, ini ada mama, Sayang. Yesha sekarang dipangku sama mama, ya,” ucap Saskia dengan suara lembut.Ayesha yang sebelumnya tertawa, tiba-tiba merengek ketika Saskia meletakkannya di atas pangkuan Irene. Dia juga berpegangan pada blus Saskia, kode kalau dia tak ingin dilepaskan dari pelukan Saskia.“Ayesha, Sayang. Ini Mama, Nak. Mama kangen sama kamu. Semenjak kamu lahir, Mama belum peluk kamu,” ucap Irene lirih dengan kedua bola mata yang mulai berkaca-kaca, karena sedih mendapat penolakan dari anak kandungnya sendiri.Pasya yang melihat itu pun jadi tak tega. Dia membantu membujuk Ayesha.“Yesha...ayo, mau ya dipangku sama mama. Nanti mimik susu lagi sama mama,” ucap Pasya, yang membuat Saskia serta Irene kompak menoleh padanya.‘Mas Pasya kenapa ngomongnya soal menyusu sih? Apa memang itu yang sekarang ada di kepalanya. Mentang-mentang Irene
Saskia lalu beringsut menjauhi suaminya dengan wajah tertekuk. Dia mendadak diam seribu bahasa.Pasya yang mengetahui perubahan sang istri, lantas tersenyum dan meraih tangan Saskia.“Cemburu?” tanya Pasya dengan tatapan menggoda.Hening.Saskia sepertinya malas memberi tanggapan. Dia malah sibuk merapatkan selimut di tubuh Ayesha, yang terbaring di sebelahnya duduk.“Irene sudah pulih dari koma, Kia. Dia menanyakan tentang bayinya. Tadi papanya telepon saat kita masih di bandara. Kamu sedang sibuk sendiri dengan Ayesha, makanya nggak tahu kalau aku menerima telepon dari mantan mertua,” jelas Pasya dengan nada lembut.Saskia sontak menatap sang suami. “Irene mau mengambil Ayesha ya, Mas?”Pasya mengangguk seraya berkata, “Iya, Sayang. Dia kan ibunya. Dia juga taruhan nyawa saat melahirkan Ayesha. Lagi pula aku dan Irene sudah berkomitmen untuk mengasuh anak kami, meski di tempat yang berbeda.”Saskia tampak muram. Meskipun dia hanya sebatas ibu sambung, namun dia sangat menyayangi Aye
“Pa, kok diam saja?” tanya Irene lagi dengan nada mendesak.“Eh, kamu kan masih harus banyak istirahat, Ren. Nanti dilanjut lagi ngobrolnya, ya,” sahut Seto sedikit gugup. Membuat Irene curiga.“Pa, Ma, sebenarnya ini ada apa sih? Kok aku merasa kalau Mama dan Papa sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu dariku. Ngomong saja sih terus terang. Ada apa?” desak Irene dengan wajah memelas.Seto dan Diah saling tatap. Mereka seolah sedang berdiskusi melalui tatapan mata. Hingga akhirnya Diah menganggukkan kepalanya pada sang suami.“Ren, kamu kan baru saja pulih dari koma. Lebih baik nanti saja Papa beritahunya. Papa khawatir kalau nanti kamu...” Seto menghentikan kata-katanya ketika Irene menyela ucapannya.“Ini ada hubungannya dengan Ayesha dan Mas Pasya? Kalau iya, nggak apa katakan saja sekarang. Aku merasa sudah lebih baik kok sekarang, Pa,” ucap Irene yakin.“Ya sudah, kamu kasih tahu saja sekarang, Mas,” timpal Diah.Seto mengangguk. Dia lalu menatap wajah cantik Irene yang terliha
Kini kedua bola mata Irene mulai membuka secara perlahan. Tatapan wanita itu menyisir ke sekitarnya.“Selamat malam, Bu Irene,” sapa dokter dengan suara perlahan. Pria itu memperhatikan setiap respons pasiennya, untuk mengetahui sejauh mana perkembangan Irene.“Ma-malam,” sahut Irene lirih dan terbata.“Ibu baru saja siuman setelah tak sadarkan diri selama empat bulan lamanya. Selamat datang, Bu Irene. Semoga kondisi Ibu semakin membaik,” ucap dokter dengan senyuman.“S-saya ta-tak s-sadar kan di-ri s-selama em-pat bu-lan?” sahut Irene masih dengan suara terbata-bata.“Iya dan alhamdulillah, sekarang Ibu sudah melewati masa kritis. Tapi, setelah ini tolong jangan banyak bicara dulu. Ibu istirahat dulu yang cukup supaya kesehatannya lekas pulih,” ucap dokter, yang diangguki oleh Irene.Setelah selesai memeriksa Irene, dokter lalu mengalihkan tatapan pada suster. “Sus, satu jam lagi kalau nggak ada keluhan dari pasien, silakan pasiennya dipindahkan ke ruang perawatan. Masa kritisnya sud
Empat bulan berlalu, kini saatnya pernikahan Pasya dan Saskia digelar. Acara akad nikah dilangsungkan di kediaman orang tua Saskia. Sedangkan resepsinya nanti akan dirayakan di salah satu hotel berbintang lima.Saskia tampil cantik dan anggun dengan kebaya putih dan kain jarik coklat tua. Wajah Saskia dipoles dengan riasan yang natural, tapi tetap terlihat cantik dan elegan.Sedangkan Pasya sendiri tampil gagah dengan setelan jas warna hitam dan kemeja putih, lengkap lengan peci hitamnya. Pasya juga sudah menyiapkan mahar berupa satu set perhiasan emas berhiaskan berlian. Meski ini bukan yang pertama, tapi tetap saja Pasya merasa gugup. Hal itu diketahui Haikal.Haikal berpindah duduknya di sebelah anak sulungnya. Mumpung Saskia belum tiba di ruangan itu. Begitu menurut pemikiran Haikal.“Sya, tenang saja kenapa sih. Jangan gugup begitu! Kayak yang baru pertama kali saja,” bisik Haikal.Pasya menghela napas panjang dan melirik pada papanya. “Namanya pengantin, mau pertama kali atau ke
Pasya masih berada di ruang keluarga menemani Amanda, ketika sebuah suara membuatnya tertegun dan menoleh ke arah sumber suara itu.“Assalamualaikum.”“Wa’ alaikumsalam,” sahut Amanda dan Pasya secara bersamaan.“Wah, tamu jauh ini yang datang. Sini duduk, Kia,” sapa Amanda dengan senyum mengembang di bibirnya.“Apa kabar, Tante? Ini aku bawain kado untuk Ayesha. Semoga suka.” Saskia berkata sambil meletakkan paper bag berukuran besar di atas meja. Setelahnya, dia mengecup pipi Amanda karena tangan wanita paruh baya itu sedang memegang botol susu.“Yesha, ada Tante Kia datang. Dia bawa kado untuk kamu tuh,” bisik Amanda pada cucunya yang sedang asyik menyusu.Ayesha seketika menghentikan aktivitasnya menyusu, dan sontak menoleh ke arah Saskia yang kini sudah duduk di sebelah Amanda. Bayi itu seolah tahu kalau wanita yang ada di sebelah neneknya, adalah wanita yang sedang dekat dengan papanya. Setelah itu, Ayesha kembali lagi menyusu.“Kamu tadi berhenti menyusu sebentar karena mau men
Amanda yang dari tadi diam, kini merasa kesal juga dengan ucapan mantan besannya. Dia menatap Diah seraya berkata, “Bu, tolong jangan begitu. Pasya ini kan orang tuanya Ayesha. Ada mantan istri dan mantan suami. Tapi, nggak ada mantan anak dan mantan orang tua. Sekarang kondisi Irene sedang tak memungkinkan untuk mengasuh anak. Jadi sudah seharusnya Pasya mengambil alih. Apa salah seorang ayah mengasuh anaknya? Saya rasa nggak juga, Bu. Apalagi Ibu dan Bapak pernah datang ke rumah kami, untuk sekedar memberitahu kalau Irene hamil anaknya Pasya. Nah, sekarang kenapa dipersulit saat Pasya hendak mengasuh anaknya?”Hening. Tak ada sepatah kata lagi yang terucap dari bibir Diah maupun Seto. Hanya hembusan napas kasar yang terdengar dari mulut keduanya.Akhirnya Seto mengeluarkan kata setelah sesaat terdiam.“Tapi, Pasya kan nggak setiap waktu ada di samping...siapa tadi nama cucuku?” ucap Seto dengan tatapan pada Amanda serta Pasya secara bergantian.“Ayesha,” sahut Pasya.“Iya, Ayesha. P
Pasya dan kedua orang tuanya kini berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Tujuan mereka pertama kali adalah ke ruang bayi, di mana bayi Pasya berada.“Mama sudah nggak sabar mau melihat cucu Mama, Sya,” ucap Amanda dengan senyuman ketika di jarak beberapa meter dari posisi mereka saat ini, sudah terlihat ruangan bayi.“Iya, tapi Mama untuk sementara ini hanya bisa melihat Ayesha dari balik kaca saja. Bantu doanya ya, Ma, supaya bayiku bisa segera keluar dari inkubator. Jadi kita bisa menggendongnya nanti,” sahut Pasya, yang diangguki oleh Amanda.“Tentu dong, Sayang. Kamu nggak minta pun, Mama sudah pasti akan mendoakan cucu Mama,” sahut Amanda masih dengan senyum yang tersungging di bibirnya.Tak lama, langkah mereka terhenti di depan ruang bayi. Amanda dan Haikal yang ingin melihat cucu mereka, segera menghampiri suster jaga.“Sus, kami ingin melihat cucu kami yang baru lahir kemarin, boleh kan?” ucap Amanda dengan nada suara memohon.Suster itu terdiam sejenak, sebelum dia akhirnya