Share

Rumah Penuh Cinta

Penulis: Rahmi Aziza
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-14 05:55:03
Aku menghela napas panjang, memandang rumahku dan Mas Arya yang akan kutinggalkan. Hari ini aku datang ke rumah untuk mengemasi barang, lalu membawanya ke rumah baru yang sudah dipersiapkan Arman untuk tempat tinggal kami.

“Kenapa, Sayang?” Arman mengelus pundakku.

“Man, aku kok sedih mau meninggalkan rumah ini.” Aku menjawab jujur.

“Apa kau ingin kita tinggal di sini saja?”

Aku menoleh menatap wajah tulus suamiku “Nggak Man. Kita tetap tinggal di rumahmu.” Tinggal di rumah ini bersama Arman kurasa bukan keputusan yang bijak. Disamping aku harus menghargainya yang sudah mempersiapkan tempat tinggal kami, di rumah ini terlalu banyak kenangan bersama Mas Arya. Aku takut malah tak bisa move on.

“Rumah kita sayang, bukan rumahku.” Arman meralat.

“Iya rumah kita.” Aku tersenyum seraya mengusap pipinya. “Lalu bagaimana rumah ini. Masa kita biarkan saja. Mau dikontrakkan atau dijual, kok aku berat ya. Kamu juga punya hak atas rumah ini Man, sebagai salah satu ahli waris Mas Arya.”

“Ak
Rahmi Aziza

Komennya sepi, hiks. Ditamatkan sampai sini saja lah yaaa...

| 7
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (36)
goodnovel comment avatar
misri.adja
cerita nya makin manis
goodnovel comment avatar
Rubiah Rahman
lanjut dong,ceritanya bagus
goodnovel comment avatar
Salwa Eyelash
kurng puas lanjut dung kk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Malam Pertama yang Tertunda

    Aku terkejut ketika seseorang tiba-tiba memeluk pundakku dan mencium pucuk kepalaku dari belakang. "Eh, A-Arman," ujarku gugup saat menoleh. Bikin malu saja, memperlihatkan kemesraan di depan umum, apalagi ini di depan Galang. Ehm. "Pak Galang habis ada acara di Solo terus mampir nengok kafe." Aku menjelaskan tanpa diminta. Rania yang semula duduk di pangkuan Galang melompat turun. Berlari kecil menuju papinya, gadis kecil itu menunjukkan boneka dino berwara hijau. "Papiii, boneka Lan baluu. Bagus nggak? Dari Om Alang!" Kulihat Arman tersenyum samar. "Bagus," jawabnya lalu melirik ke arahku. "Pulang sekarang, Sayang?" "Oh, iya acaranya udah selesai, kok." Aku beranjak dari kursiku. "Pak, saya pulang." Galang yang kupamiti tersenyum lalu ikut berdiri. "Silakan Nadia, weekend memang seharusnya waktu bersama keluarga, terimakasih sudah meluangkan waktumu untuk kafe ini." "Salim Om, salim!" Rania mengulurkan tangannya lalu mencium punggung tangan Galang. "Anak pintar." Galang meng

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-24
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Honey

    Mataku masih terasa berat ketika samar kudengar Arman berbisik di telingaku, "Sudah Subuh, Sayang." "Hmmm," jawabku yang masih enggan membuka mata. "Ayo mandi, terus salat berjamaah." "Kamu duluan aja, Sayang, yang mandi. Aku masih ngantuk." Arman terkekeh lantas mencium kepalaku. "Bagaimana mau mandi, kalau aku jadi tawananmu seperti ini." Hah? Mendengar ucapannya rasa kantukku hilang seketika. Saat membuka mata, aku baru sadar kepalaku tengah terbenam nyaman di dadanya lalu kedua tanganku melingkar sempurna di tubuhnya. "Eh sorry!" kataku seraya melepaskan pelukan. Sedikit bergeser mundur menjauhinya, selimut yang menutupi tubuhku kugenggam erat. Namun Arman malah kembali menarikku dalam dekapannya. "Kok sorry, sih. Aku betah aja dipeluk kamu seharian, kayak gini, Sayang, tapi kita salat dulu ya," ujarnya membuatku tersipu malu. "Sayang, ih nggak usah ngeledek, deh." Aku mendorong tubuhnya. "Tadi kupikir kamu itu guling, makanya kupeluk-peluk." "Eh, ternyata suami," samba

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-03
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Prasangka

    "Mas ... Mas Arman, kok nggak ada suaranya sih. Halo, Mas!" Perempuan itu terus saja memanggil nama Mas Arman. Sementara lidahku terasa kelu sehingga tak sepatah katapun sanggup kuucapkan. Cepat-cepat kumatikan sambungan telepon dan meletakkan ponsel di tempat semula ketika kudengar suara flush, lalu tak lama Arman keluar dari kamar mandi. "Sudah siap, Sayang?" tanyanya sembari tersenyum. Cukup lama aku terpaku mencoba menemukan apakah ada yang ia sembunyikan di balik senyumnya? "Honey-mu sudah menunggu di rumah." Tiba-tiba terngiang lagi suara perempuan dari ujung telepon tadi. Rumah? Rumah siapa? Aku bertanya-tanya dalam hati. "Hmm, sayang, nanti aja deh kita check outnya, aku masih ingin di sini dulu sama kamu." Kucoba mengulur waktu, ingin tahu bagaimana responnya. "Kenapa, Sayang?" Arman berjalan mendekatiku. "Masih ingin berdua-duaan sama aku, ya?" Tangan kanannya mencubit pelan daguku. Sejenak ia melihat jam tangannya. "Sampai jam sebelas, ya. Habis Zuhur aku ada janji sam

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-07
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Anak Magang Meresahkan

    "Ommu beberapa bulan lagi akan pindah ke Jakarta, Man, jadi dia ingin Hani cari kerja di Indonesia saja." Arman manggut-manggut mendengar penjelasan tantenya. "Adikmu kan kuliah desain interior, Tante rasa cocok bekerja di kantormu," ujar Tante Sovia lagi. "Iya, Tante, tapi ..." "Kalau misal nggak ada lowongan, magang juga nggak apa-apa," sambar Tante Sovia. "Biar Hani latihan dulu sebelum memasuki dunia kerja yang sesungguhnya. Iya kan, Sayang?" "Iya, Ma. Dari dulu kan Hani paling cepet paham kalau diajarin sama Mas Arman. Apalagi Mas Arman orangnya sabaaar banget." Hani memeluk lengan Arman dan tanpa canggung menyandarkan kepalanya. Tante Sovia tertawa. "Hani sama Arman itu udah seperti saudara kandung saja." Ia menepuk pelan pahaku. "Mereka memang akrab sejak kecil." Aku tersenyum miris seraya menganggukkan kepala. "Mamaaa." Aku menoleh ketika mendengar suara gadis kecilku dari ujung pintu. "Dari mana, Sayang?" Kurentangkan tangan menyambut Rania yang berlari kecil ke arahk

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Shopping Time

    "Han, pakai ini!" Arman mengangsurkan jaketnya pada Hani, sesampainya kami di parkiran departement store. Kami memilih datang ke sini karena pilihan pakaiannya cukup banyak, namun bangunannya tidak seluas mall dan parkirnya juga dekat, sehingga bisa lebih mempercepat waktu belanja. "Di luar gerimis, payungnya ketinggalan di rumah," terang Arman. "Oh, makasih Mas Arman." Hani mengenakan jaket itu lalu turun dari mobil. Kulihat ia cepat-cepat berlari ke tepi bangunan departement store agar tak kehujanan. "Mas, kok jaketnya kamu kasih dia, sih!" protesku yang masih duduk berdua bersama Arman di dalam mobil. "Sayang, kamu lihat, kan pakaiannya Hani. Kasihan kalau sampai kehujanan." "Jadi, kalau aku yang kehujanan, kamu nggak kasihan?" "Bukan gitu, Sayang. Bajunya itu warnanya putih, ketat lagi, kalau basah karena air hujan nanti kan ...." Arman terdiam melirikku, tak melanjutkan kalimatnya. "Kamu mau aku melihatnya?" tanyanya lagi. "Iiih." Aku mencubit pinggang Arman kesal, sampai

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Status WA Hani

    Aku mengernyit risih ketika melihat status WA Hani. Ia wefie dengan gayanya yang centil dan ada suamiku duduk di sebelahnya. Arman memang tidak menghadap ke kamera. Dari gesture-nya ia nampak sedang bicara dengan seseorang di hadapannya. Mencoba mengabaikan status itu, aku kembali fokus pada pekerjaanku. Mengupdate sosmed kafe juga membalas beberapa komentar yang masuk. Namun tak bisa lama. Sepuluh menit kemudian kembali aku membuka WA dan sengaja mencari status milik Hani. Kini perempuan muda itu mengunggah status yang hanya berupa tulisan. "Katanya segala sesuatu itu titipan. Mungkin saat ini Tuhan sedang ingin menitipkannya padamu, suatu hari bisa saja Tuhan mengambilnya darimu lalu menitipkannya padaku." Lalu status setelahnya kembali nampak foto suamiku yang kupikir ia ambil secara diam-diam. Tentu saja pikiranku lantas mengaitkan dengan status yang sebelumnya ia tulis. Apakah itu ditujukan untuk Arman? Argh. Aku meletakkan ponsel dengan kasar di atas meja, sehingga membuat Fa

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Si Paling Mengenal

    "Mas Arman, kalau sepupuan itu boleh menikah nggak, sih?" Aku yang tengah berkutat di dapur terkejut mendengar pertanyaan Hani. Gadis itu duduk di samping Arman yang sedang membuka laptop mengecek file presentasi di meja makan. Setelah diskusi yang cukup panjang dan alot akhirnya aku mengijinkan Hani ikut kami ke rumah. Nanti kalau Mama sudah pulang, Hani akan diantarkan oleh ojek ke rumah Mama. "Aku tuh, habis baca novel gitu, Mas. Ceritanya si cewek jatuh cinta sama sepupunya sendiri. Makanya aku tanya," terang Hani yang sama sekali tak mengurangi kecurigaanku kenapa dia sampai terpikir bertanya seperti itu. "Boleh. Sepupu itu bukan mahram." Arman menjawab dengan tenang. Saat aku menoleh, kulihat suamiku itu sama sekali tak mengalihkan pandangan dari laptop di hadapannya. "Makanya, meskipun di depan sepupu sendiri tetap harus menutup aurat." "Juga tidak boleh menyentuh, tidak boleh berkhalwat. Hukumnya sama dengan antar perempuan dan laki-laki tanpa hubungan kekeluargaan." Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Hani Pergi

    "Sayang, siap-siap ya, sebentar lagi aku jemput," ucap suamiku dari sambungan telepon. "Mau ke mana, Mas?" Aku menengok jam di dinding. Baru pukul sembilan, kami juga tidak ada rencana mau ke mana-mana sebelumnya. "Antar Hani." Hani lagi! Geram rasanya. Hampir satu bulan dia di rumah Mama, selalu saja ada alasannya untuk merepotkan Arman. Seperti kemarin, baru saja ia merengek minta diajak ke Kota Tua yang sedang hits. Aku yang sebenarnya sedang lelah, malas ke mana-mana terpaksa ikut, daripada dia hanya pergi berdua dengan suamiku, tentu aku lebih tak rela lagi. "Tante Sovia baru saja menghubungi, papanya Hani tiba-tiba kena serangan jantung," terang Arman, tepat saat baru saja aku hendak meluapkan kekesalanku. "Aku sudah cari tiket pesawat ke Singapura, sayangnya tinggal tersedia satu, jadi aku tidak bisa ikut mengantarnya." Aku bernapas lega. Untunglah. Ops bukan untung papanya sakit, tapi aku tak mau kalau Arman sampai harus mengantar Hani pulang, apalagi hanya berdua saja.

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-28

Bab terbaru

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 12

    "Serius, Ra, kamu mau berhenti kuliah?" Mata Andini membulat. Apalagi setelah Kinara menjawabnya dengan sebuah anggukan. "Ra, kita baru beberapa bulan kuliah, sayang tauk uang masuknya. Galang yang suruh?" Kinara menggeleng. "Nggak, Ndin." Memang bukan karena permintaan Galang. Justru lelaki itu sama terkejutnya dengan Andini saat Kinara mengutarakan niatnya berhenti kuliah. "Kenapa, Flo?" Galang mengusap mulutnya dengan serbet, menjauhkan piring makan yang telah kosong di depannya. "Bukannya kuliah itu cita-cita kamu dari dulu?" "Hmm, bukannya kamu seneng kalau aku nggak kuliah, nggak ketemu Mas Jagad lagi di sana." "Iya, aku memang cemburu, tapi nggak usah sampai berhenti juga, Sayaang." Galang mencubit gemas pipi Kinara. Aww. "Setelah kupikir-pikir, Lang." Kinara mengusap-usap pipinya yang dicubit Galang tadi. "Aku hanya ingin fokus belajar fotografi, di kuliahan pelajarannya macam-macam." "Nah, kalau alasan ini masuk akal. Oke, aku akan carikan sekolah fotografi terbaik bua

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 11

    Otak Kinara memerintahnya untuk berlari kencang namun otot kakinya menegang, sulit bergerak. Ia hanya mampu berjalan mundur, selangkah demi selangkah, lalu ... "Astaghfirullah." Tiba-tiba kakinya menginjak genangan air hingga ia jatuh terduduk. Kinara menoleh ke kanan dan ke kiri. Kenapa jalanan ini sepi sekali. Ditambah lagi hujan mulai turun rintik-rintik, membuat suasana semakin mencekam. "Oh, kamu rupanya. Sepertinya kita pernah berjumpa, ya." Hendri mengulurkan tangan, seolah mau membantu Kinara bangun dari jatuhnya. Namun Kinara menggeleng. Sedikit pun ia enggan menyentuh lelaki itu. "Mau terus-terusan di sini? Ayo ...." ujar lelaki itu, lembut tapi terdengar menyeramkan. "Kenapa, ha?" Ia mulai membentak, satu tangannya mencengkram kuat pipi Kinara. "Apa yang kau dengar?" Lagi-lagi Kinara hanya sanggup menggeleng tanpa suara. "Biarkan dia, kita bicara di tempat lain!" seru Malya yang nampak gusar. Ia tak mau berada di tempat ini berlama-lama namun merasa perlu menyelesaik

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 10

    "Kamu tahu dia siapa?" bisik Arash ketika Hendri sudah jalan menjauh. "Hah, siapa, Kak?" Kinara sedikit mencondongkan badan mendekat pada Arash. "Dia produser yang disebut Marini." "Ma-maksudnya yang menghamili Marini?" Arash mengangguk. "Hem, begitu menurut pengakuannya." "Tuntutannya belum diajukan, Kak?" Kinara ingat beberapa waktu lalu saat ke rumah sakit tempat Marini dirawat, perempuan itu sempat menunjukkan surat tuntutan. "Para korban pelecehan menolak menandatangi surat tuntutan. Marini pun akhirnya berubah pikiran. Aku tidak bisa memaksa." Kinara menelan ludah. Tak semudah itu memang mengakui kasus pelecehan seksual meski kita sebagai korban. "Tapi aku masih tetap berusaha. Ada seorang korban lagi yang sedkit demi sedkit mulai menguak kebusukannya." "Siapa, Kak?" "Ada, seorang aktris pendatang baru. Maaf, aku tidak bisa sebut nama. Tapi kemungkinan kamu pun tidak tahu. Debutnya baru sebatas pemeran figuran. Ia ditawari casting untuk sebuah film dan dilecehkan ketika

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 9

    Meski sudah kembali ke ibu kota, bukan berarti kesibukan Kinara berkurang. Jadwal syuting yang berbenturan dengan jam kuliah membuatnya terpaksa membolos lagi dan lagi. Saat hanya menjadi asisten, asalkan sudah mempersiapkan segala keperluan Galang, ia santai saja ijin barang beberapa jam untuk mengikuti perkuliahan, lalu setelahnya akan menyusul kembali ke lokasi syuting. Ah, ia jadi paham kenapa Galang sampai sekarang belum juga lulus kuliah. "Kinara, ntar sore jam empat, jangan lupa, lu dan Galang ada talkshow di podcast." Nah, belum lagi undangan wawancara sana-sini. Bagi Kinara sebagai artis pendatang baru, undangan wawancara terdengar mengerikan, bagaimana kalau dia sampai salah bicara. "Datang tepat waktu, promosikan sinetron kita, dan kalau ditanya soal Malya, jawab aja nggak tahu." "Oke, Bang, siap!" Karena Kinara diam saja, akhirnya Galang yang menjawab arahan Bang Sut. "Sayang, santai aja," bisik Galang begitu melihat wajah Kinara yang berubah tegang. "Hah, santai?" Ki

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 8

    "Cut!" teriak Sutradara. Namun Galang bergeming. Bahkan ia memeluk Kinara erat dan semakin erat. "Woy, cut! Selesai! Udah! End!" Bang Sut mengulangi instruksinya hingga membuat Galang sadar dan melepaskan pelukan. "Eh, udah? Gini aja?" Galang menoleh. "Ya, emang udah, lo nggak baca naskahnya?" "Maksud gue, kaya ... nanggung gitu, Bang. Kan bisa diimprove, ditambah adegan kissing mungkin!" "Edan!" Bang Joel yang baru datang menoyor kepala Galang. "Mau merusak moral anak bangsa, lo?" "Jangan didengerin, Bang!" Bang Joel menoleh pada Sutradara. "Otaknya lagi rada-rada korslet!" Lelaki itu menempelkan telunjuk dengan posisi miring di dahinya. Bang Sut tertawa sembari geleng-geleng kepala. Setelahnya ia memberi instruksi untuk break syuting. "Jam setengah tujuh tet kita ganti lokasi, siap-siap, ya!" Mendengar perintah sang sutradara, para kru segera membereskan peralatan, sementara talent kembali ke kamar masing-masing. Ini hari ketiga mereka di Bandung. Revisi naskah membuat merek

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 7

    "Dia, asisten lo kan, Lang? Kita pakai dia!" "Pakai? Saya?" Kinara menunjuk dirinya sendiri dengan raut wajah bertanya-tanya, menoleh pada Galang dan Bang Sut si sutradara secara bergantian. "Maksudnya, Bang?" "Elo jadi artis." Ucapan Bang Sut lebih seperti perintah yang harus disetujui daripada sebuah tawaran. "Cup! Urus dia!" katanya pada sang asisten. "Siap, grak!" "Eh, eh, kita mau kemanaa?" teriak Kinara ketika Ucup si asisten sutradara menarik tangannya. "Heh, Cup! Lu main tarik is-ehm asisten gue sembarangan aja!" Galang pasang badan menghadang langkah sang astrada. "Emangnya dia bersedia?" "Gini, ehm. Ki ... Kinara." Bang Sut maju menengahi. "Bener nama lo Kinara, kan?"Kinara mengangguk. "Karena Malya ngilang dan ntah kapan bisa syuting lagi, sementara sinetron kita kejar tayang, kita terpaksa mengubah jalan ceritanya. Jadi Malya bakal dibuat mendadak mati karena kecelakaan. Terus Galang yang ada di mobil yang sama dengan Malya saat kecelakaan diselamatkan orang. Nah,

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 6

    "Ayok, Lang, kita main!" Kinara menarik tangan Galang usai mengunci pintu penghubung dengan kamar Bang Joel. "Main?" Galang takjub dengan ajakan Kinara, frontal juga dia, ya. "Sekarang? Langsungan, nih?" "Iya lah, keburu Bang Joel berubah pikiran ntar, kita harus manfaatkan waktu berdua." "Okee, siapa takut." Sebenarnya sempat terlintas ancaman Bang Joel tentang uang dua milyar, tapi ah, bodo amat. Ada kesempatan kenapa disia-siakan. Soal yang lain pikir belakangan. Tanpa menunggu lama, Galang membuka baju atasannya, tapi ... "Laaang, ngapain buka bajuuu?" "Lah kata kamu tadi ... main, kan?" Galang mulai ragu-ragu. "Main ini!" Kinara melemparkan papan catur ke atas tempat tidur. "Kamu tahu nggak, pas SD, semua teman udah pernah kutantangin main catur dan tidak ada yang bisa mengalahkanku. Bahkan pak guru olahraga aja kalah tanding catur denganku," ucapnya bangga. "Cuma sama kamu aja aku belum pernah main, karena terlalu gengsi mau ngajakin." Astagaaa .... Galang berdecak. "F

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 5

    "Dua puluh satu ribu lima ratus, Kak," ucap seorang kasir setelah menghitung menu yang dibawa Kinara di hadapannya. "Oh, iya." Kinara tengah membuka dompetnya ketika suara seorang lelaki terdengar dari arah belakang seraya menyerahkan selembar uang lima puluh ribuan. "Ini, Mbak. Sekalian punya saya." Tentu saja hal itu spontan membuat Kinara menoleh. Mas Jagad? Udah sengaja Kinara makan di kantin fakultas sebelah, eh, masih bertemu mantan juga. Heran. "Nggak-nggak, ini aja," tolak Kinara. Cepat-cepat ia mengambil uang dari dalam dompetnya. "Uang pas," ucapnya seraya tersenyum. "Sudah, Mbak, cepetan dihitung. Uangnya sudah ada di tangan Mbak, kan." Jagad tak mau kalah. Lelaki itu merasa menang langkah karena uang lima puluh ribunya sudah di tangan si embak kasir. "Pak!" Kinara melotot. Tapi demi tidak membuat keributan di depan umum, perempuan itu memilih untuk mengalah. Ia berjalan meninggalkan meja kasir dan duduk di salah satu bangku kosong. "Gimana Ibu, Ra?" tanya Jagad y

  • Dijodohkan dengan Ipar Posesifku   Musuh Tapi Menikah - Ekstra Part 4

    "Mbok, biar saya yang masak." Hari ini Kinara datang lebih pagi dan langsung menuju dapur rumah Galang. Mbok War yang sedang asik mengupas bawang putih menoleh heran."Kenapa, Mbak? Masakan Mbok selama ini nggak enak, ya?" "Enak, Mbok. Saya cuma, cuma ...." Kinara mencoba mengarang-ngarang alasan. Sebenarnya dia hanya ingin seperti suami istri pada umumnya saja. Pagi-pagi menyiapkan sarapan untuk suami sebelum berangkat kerja. So sweet sepertinya. Tapi, tak mungkin ia mengutarakan itu pada Mbok War, bukan? "Kangen masak sendiri ajah," ucapnya akhirnya. "Oh ... Mbak Kinar pengen masakkin yang spesial buat Mas Galang, ya?" goda Mbok War. Sudah sejak lama perempuan tua itu merasa ada sesuatu antara majikannya dengan sang asisten. Memang sih, yang terlihat di depannya, kedua muda-mudi itu lebih sering beradu argumen. Tapi seperti ada yang beda saja, setidaknya feeling seorang ibu mengatakan demikian. Apalagi ia membersamai Galang bukan baru setahun dua tahun, melainkan semenjak majikann

DMCA.com Protection Status