Kini giliran Asha yang merasa bimbang, padahal ia juga setuju untuk menikah secepatnya. Apa lagi setelah mendengar permintaan calon mertuanya yang mau dibuatkan cucu yang banyak. "Aaaakkkkkkk!!" Asha berteriak, ia membayangkan nanti jika sudah menikah dan tinggal bersama dengan makhluk kulkas itu. "Nggak, aku nggak mau. Pokoknya aku harus segera membuat kesepakatan itu!" Asha berbicara sendiri. Jika kebanyakan orang yang akan menikah pasti bahagia, beda dengan Asha yang mana ia memang terpaksa menerima perjodohan ini. "Sha! Asha! Buka pintunya! " Ketukan pintu dan suara panggilan dari Ibu membuyarkan lamunan Asha. Pintu kamar dibuka, Asha hanya melongok saja "Ada apa sih, Bu?" Asha bertanya tanpa keluar dari kamarnya. "Itu calon suami kamu datang, temuin sana gih!"Rupa-rupanya Damian yang datang dan kebetulan sekali, Asha ingin membahas tentang perjanjian mereka sebelum menikah. Semua sudah ia ketik di kertas dan harus ditandatangani oleh kedua belah pihak. Asha bahkan merinci
"Menyebalkan sekali dia! " ucap Asha lirih. "Calon suami Kakak ganteng sekali, beruntung sekali jadi Kakak! "Setelah selesai semua urusan, mereka berdua keluar dari butik. Tak seperti kebanyakan pasangan lain yang akan menikah, Asha dan Damian tak nampak mesra. Ketika baru saja mau masuk ke dalam mobil, rupanya Mama Sulis menelpon. (Baik, Ma.... Aku segera pulang.) Telepon ditutup, lantas Damian menyuruh Asha masuk ke dalam mobil. "Kita ke rumah sekarang, Mama sudah menunggu!""Eh tapi ada apa?"Akan tetapi, Damian tak menjawab pertanyaan Asha, rupanya ia sudah kembali kerasukan roh kulkas 7 pintu, jika begini sudah pasti Asha akan dicueki olehnya. Daripada bosan, Asha memilih mendengarkan musik menggunakan headset miliknya, lagu dari Boyband Korea kesayangannya. 'Daripada lihat makhluk aneh itu, mending dengerin lagu aja!'Diputarnya lagu favorit, saking asyiknya, Asha ikut bernyanyi dengan suara yang bisa dibilang tak enak didengar itu. "Aish! Berisik sekali! " Damian lantas
Setelah masuk ke dalam rumah, Asha kembali dibuat kagum. Bagaimana tidak, ternyata rumah Damian semewah ini, bahkan lantainya saja biasa untuk bercermin saking kinclongnya. "Ah, calon menantuku sudah datang rupanya!" Mama Damian menyambut Asha dengan wajah yang ceria, sungguh jauh berbeda dengan wajah Damian yang datar dan tanpa ekspresi itu. "Selamat siang, Tante!" Asha mengulurkan tangan, menyalami Tante Sulis. "Mama, Ma-ma ya cantik, sebentar lagi kan kamu akan menjadi anak Mama juga. Rasanya sudah tak sabar ingin menggendong cucu, bagaimana tadi? Apa sudah menemukan baju yang cocok?""Ah sudah Tan eh Mama," jawab Asha canggung. Mama Damian sangat baik, ia memperlakukan Asha seperti anak sendiri, beda jauh dengan anaknya yang kadang super dingin dan juga cuek. Asha tak bisa mundur lagi, ia sudah terlanjur menerima perjodohan bersyarat ini. Hanya saja, Asha merasa sangat berdosa sebab seperti membohongi kedua orang tua, apa lagi Mama Sulis sudah berharap banyak dan bilang ingin
Rupanya Asha ingin meminta penjelasan akan hal ini, jika tinggal hanya berdua saja dengan cowok dingin itu malah membuat Asha khawatir jika Damian akan melakukan sesuatu yang tidak-tidak kepadanya nanti walau status mereka sudah menjadi suami istri. "Kenapa? " Bukannya menjelaskan, Damian malah memberikan pertanyaan yang cukup singkat. "Apa? Jangan macam-macam ya! " Asha menjawab sambil memperlihatkan wajah kesal, dari segi mana pun Damian memang menyebalkan baginya. 'Oh Tuhan bagaimana bisa aku menerima perjodohan dengannya? Belum menikah saja dia sering kali membuatku naik darah.'Sebetulnya Damian tau apa yang ada di pikiran Asha, hanya saja ia sengaja membuatnya kesal. Entah kenapa melihat wajah kesal calon istrinya itu membuatnya senang. "Aku nggak mau tinggal berdua sama kamu! Ingat, perjanjian kita! Jangan aneh-aneh ya! Pasti kamu punya niat terselubung kan dengan mengatakan pada Mama kalau nanti kita tinggal hanya berdua, ayo ngaku!""Memangnya ada yang salah? Bukankah kita
Singkat cerita, hari pernikahan itu digelar di rumah orang tua Asha. Teman-teman Asha bahkan banyak yang tidak percaya, Asha yang sering mereka ledek karena belum punya pasangan akhirnya melepas masa lajangnya. Dikenalkan dengan Damian, belum saling mengenal satu sama lain lantas sekarang mereka melangkah ke jenjang pernikahan. Jika saja gadis lain pasti tak sabar dan berbahagia di hari pernikahannya, maka lain halnya dengan Asha. Mood nya pagi ini kurang baik, sebab pagi-pagi buta ia sudah dibangunkan, harus mandi dan bersiap untuk di rias wajahnya. "Bu, bisa nggak kalau nggak usah mandi? Dingin banget, Bu! ? Mana masih ngantuk pula, atau bisa nggak sih tukang make up nya suruh datang aja nanti jam 7, ini baru jam 4 pagi Bu, mata masih ngantuk habis begadang nonton drakor semalam!" Asha melontarkan kalimat protesnya, sebab ia dipaksa bangun lebih awal dan harus mandi saat itu juga. Ia yang memang paling susah mandi tentu saja merasa harus protes, sebab menurutnya akad nikah dilaks
Wajah Asha menjadi pias, ia harus satu kamar dengan Damian. Sedangkan kamar miliknya tak luas, hanya ada satu tempat tidur, itu pun ukuran 140x200 cm. "Loh kok maksudnya, oh iya pasti kamu lupa ya Sayang, kalian kan sudah resmi menikah, jadi nanti kalian satu kamar.""Maaf Jeng, anakku memang kadang lola, mungkin dia lupa kalau sekarang sudah jadi istri!"Setelah rangkaian acara yang cukup melelahkan, ingin rasanya merebahkan badan, menonton video bias atau sekedar melihat drama Korea yang kemarin belum sempat Asha tamatkan. Acara sudah berakhir, para tamu undangan sudah pulang. Begitu pun dengan teman-teman Asha, tak terkecuali dengan Jenny. Jika kemarin ia sempat menginap demi menemani sahabatnya, maka kali ini ia pun pamit pulang ke rumah. "Sha gue pamit ya, oh iya ini ada kado spesial dari gue. Jangan lupa ya dipakai, ok!""Yah Jen, kok lu pulang sih? Nginap lagi lah, plis temenin gue, masa lu tega sih?"Asha sungguh tak mau jika harus satu kamar dengan Damian, pada dasarnya ia
Lupa jika sekarang statusnya sudah menikah dan menjadi seorang istri, Asha terkejut bukan main ada laki-laki di kamar tidurnya dan ternyata mereka satu ranjang. "Aaaakkkk !!! Kenapa kamu ada di sini? Pergi nggak! " bentak Asha. Damian juga tak kalah terkejut, bahkan Asha secara reflek mendorong tubuhnya sampai terjungkal ke lantai. "Ah, sakit! Dasar cewek bar-bar!" Damian mengaduh, selama ini baru Asha saja yang berani memperlakukannya begitu. "Kenapa kamu bisa ada di sini? Dan apa ini? Kita satu kamar dan satu ranjang, apa yang sudah kamu lakukan, huhu Ibu!" Asha memanggil sang Ibu, ingin mengadukan perilaku Damian. Sedangkan Ibu sekarang berada di luar kamarnya, ia hanya mendengar keributan di kamar Asha dari luar. Mau masuk pun sekarang Ibu sudah enggan karena ada suami Asha. Asha lantas membuka pintu kamarnya, dan yang terjadi adalah sang Ibu ada di balik pintu. "Ibu! Kenapa ada di sini? Ibu nguping ya?"Terlihat Bu Hani salah tingkah sendiri, ia tak tau jika Asha akan memb
"Ini rumah kita?" Asha merasa takjub karena rumah ini juga tak kalah bagusnya dengan rumah Mama Sulis, namun setelahnya ia memaklumi karena memang Damian berasal dari keluarga yang tajir melintir dan cowok seperti dia seharusnya menjadi idaman para cewek-cewek. Dalam hati Asha berkata 'Buset ini sih udah kayak yang ada di film-film.'Tanpa mengucap sepatah kata pun, Damian keluar dari dalam mobilnya, sedangkan Asha masih terdiam di tempatnya. Mengagumi kemegahan rumah ini, rumah yang akan ia tinggali nanti selama beberapa bulan dengan Damian, karena setelahnya, mereka sepakat untuk berpisah. Meski Asha bukanlah golongan cewek yang materialistis, tetap saja ia tetap kagum dengan rumah megah ini, tanpa ia sadari mulutnya pun terbuka lebar, mungkin saja jika ada lalat yang lewat sudah tersedot masuk ke dalamnya. "Apakah kau akan terus diam di situ? Tutuplah mulutmu itu, takutnya ada kecoak yang masuk!" Seperti biasanya ucapan savage dari Tuan muda Damian berhasil membuyarkan lamunan A