"Aku tidak menyangka kamu bahkan lupa bagaimana cara menyambutku."Selena menatap Leon tidak percaya.Leon bersandar di kursi kulitnya dan menyilangkan kakinya, menatap perempuan yang pernah ia cintai itu tanpa kelembutan sama sekali."Kita sudah sepakat soal ini."Selena mendengus dingin saat dia mengingatkan Leon. "Tapi aku tidak mau putus denganmu, Leon." Leon tersenyum mencemooh. "Aku tidak peduli, aku memiliki istri atas idemu dan dia hamil anakku sekarang."Selena mengalihkan pandangannya saat hatinya tiba-tiba tertusuk ribuan belati tajam dan rasanya sakit luar biasa. Dia mengerjapkan matanya berkali-kali saat dia berusaha menahan bulir air matanya agar tidak jatuh."Aku sudah melakukan yang terbaik untukmu."Leon berbicara dengan santai, tapi semua itu justru semakin menikam hati Selana.Ya, dia sendiri yang mendorong Leon untuk menikah dengan perempuan lain karena dia terlalu mencintai karirnya sebagai desainer perhiasan yang dia raih dengan tidak mudah, jadi dia tidak i
Leon menerima kunci cadangan dari Bibi Jossie dan memasukkannya dengan tangan gemetar, dia panik luar biasa begitu menerima panggilan dari kepala pelayannya itu saat di kantor tadi, bahkan untuk pertama kalinya dia melajukan mobilnya sendiri dengan kecepatan penuh tanpa Grant. "Natasha!" teriak Leon begitu mendapati tangan Natasha berdarah. Dia mengedarkan pandangannya ke sekeliling saat menyadari bahwa foto pernikahannya dengan Natasha pecah dan kamar menjadi sangat berantakan."Natasha, apa yang terjadi? kenapa kamu memecahkan foto pernikahan kita?"Natasha yang kesakitan karena sejak tadi merasakan kram hebat di perutnya menatap Leon sendu dan dia tersenyum mencemooh."Natasha, tanganmu berdarah."Leon mengulurkan tangannya untuk meraih tangan Natasha, tapi Natasha menepisnya. "Brengsek kamu Leon!"Teriak Natasha sekuat tenaga di sela isak tangisnya.Leon yang berjongkok di depannya semakin bingung, sementara Bibi Jossie kaget luar biasa saat Natasha berani mengatakan itu pada o
"Natasha, apa yang kamu lakukan?" Entah siapa yang memberitahunya. Yunka dan Mauren tiba-tiba datang dan menghentikan Natasha. Salah satunya kemudian memeluknya. "Natasha, tenanglah!" Natasha justru semakin menumpahkan semua kesedihannya dalam pelukan Yunka, seperti anak kecil yang menumpahkan semua tangisannya pada ibunya. Yunka mengelus punggungnya dan membiarkan Natasha seperti itu sedikit lama. "Berhentilah menangis Nat, itu tidak baik untukmu." Mauren juga mencoba menenangkannya. Natasha melepas pelukannya dan menghentikan tangisannya. "Siapa yang memberitahu kalian?""Pak Leon." Natasha merasa tak percaya. "Benarkah?" Mereka berdua kompak mengangguk. "Kami sampai diijinkan pulang cepat untuk ke sini." Natasha sedikit terharu dengan tindakan Leon, meski tetap saja dia masih sangat marah. "Maaf jadi merepotkan kalian." Mereka berdua menggeleng cepat.Natasha tersenyum haru sambil merentangkan kedua tangannya agar kedua sahabatnya kembali memeluknya. "Ehem." Yunka
Tiga tahun menjalani hubungan dengan Leon, baru kali ini Leon benar-benar sangat murka padanya dan entah apapun alasannya, dia sangat tidak terima.Selena kemudian menghubungi Angel untuk mengatur rencana balas dendam. "Angel, kamu dimana sekarang?" "Aku lagi shopping, kenapa?" "Pergi ke apartemenku sekarang!" Angel langsung mengiyakannya. Tak lama, Angel datang ke apartemen mewah Selena. "Ada apa? Kamu mengganggu kencanku hmm." "Leon baru saja mencekikku Njel." Air mata buaya Selena pecah seketika. Dia memang sengaja menarik perhatian Angel. "Serius kamu?" "Kamu pikir aku bohong?" Tangisan Selena menjadi-jadi. "Lihatlah leherku sampai merah!" Angel langsung memeriksanya dan memang benar leher Selena merah seperti bekas cengkeraman kuat. "Njel, aku tidak terima Leon memperlakukanku seperti itu! Hanya karena dia membela istrinya kenapa dia begitu tega padaku?" Angel tidak tahu harus berkata apa. Lagipula apa yang harus dia lakukan? Hidup Angel juga sangat be
Natasha tiba-tiba merasa sedih dalam pemikiran itu, tapi dia dengan cepat menepisnya dan memutuskan tidur. Pagi harinya, Natasha bangun dan Leon sudah tidak ada di ruangannya. Hanya dua suster kemarin yang kembali menemaninya."Bu Natasha, anda sudah bangun." Sapa salah satu suster. "Hmm, apa Pak Leon sudah pergi?" "Ya Bu, beliau bilang ada meeting pagi ini."Natasha mengangguk dan memakluminya. "Lalu kapan aku diperbolehkan pulang Sus?""Dokter akan memberitahu setelah pemeriksaan pagi ini." "Baiklah!"Siang harinya, Leon baru muncul di hadapan Natasha.“Bagaimana keadaanmu?” “Seperti yang kamu lihat aku sudah sangat baik-baik saja dan aku sangat bosan di sini.” Leon mengerutkan keningnya dengan keras mendengar Natasha yang berubah langsung cerewet setalah ditanya, padahal sedari tadi dia hanya diam saja.“Aku akan menyuruh dokter memeriksamu.” Natasha melenguh nafas panjang dan entah kenapa dia tiba-tiba tidak mau ditinggal sendirian.“Tidak perlu!” “Kenapa?” “Ak
Leon sedikit goyah. Sementara Natasha yang sedari tadi memperhatikan ekspresi Leon yang terlihat bingung, diam-diam menahan tawa. "Bagaimana Leon?"Leon yang saat ini sebenarnya sedang canggung sekaligus bingung, menoleh ke arah Natasha dengan ekspresi tegas. Kemudian, dia bangkit dari duduknya dan menghampiri Natasha. Dia cengkeram dagu Natasha dengan lembut sambil berbisik ke telinganya. "Aku suamimu, jadi aku bisa mendapatkan malamku kapanpun tanpa aku harus menurutimu."Seketika itu Natasha sangat kesal sampai wajahnya memerah karena marah. "Kamu benar-benar ya Leon! Aku sampai merendahkan harga diriku di depanmu, tapi kamu tetap tidak mau mengabulkannya? Apa susahnya sih?" Berbeda dengan Natasha yang meledak-ledak, Leon lebih memilih tenang dan dia dengan serius berkata, "Natasha dengar! Aku hanya ingin menjagamu dan calon anak kita, apa aku salah?" Tiba-tiba, jantung Natasha berdegup lebih kencang saat mendengar Leon mengatakan 'anak kita'. Entah, itu membuat h
"Kamu semakin cantik Nat," puji Keenan sambil membalas pelukan Natasha dengan erat. Lama mereka berpelukan seperti itu sebelum Keenan mengajaknya masuk. "Kamu sudah makan?" Natasha refleks menggeleng karena memang sedari tadi dia tidak bisa makan apapun, dia pikir makan bersama Keenan akan membuat moodnya membaik dan tidak akan mengalami morning sickness lagi. "Kalau begitu ayo kita makan."Natasha dengan senang mengangguk dan dia berjalan beriringan dengan Keenan yang saat ini sedang menggenggam tangannya. Hingga tiba di ruang makan yang super luas dengan menu makanan yang sangat lengkap, Keenan menyeret satu kursi untuk Natasha duduki, tapi baru saja Natasha hendak duduk, perutnya langsung naik begitu melihat makanan yang sangat banyak di depannya. Dia refleks bersuara, "Huek, huek." Sambil menutupi mulutnya. "Keenan, dimana toilet?" Keenan yang tertegun sebentar akhirnya membantu Natasha berdiri dan pergi ke toilet. "Kamu kenapa Nat? Masuk angin?" tanyanya cemas begitu Na
"Sebenarnya tujuan anda kemana Non? Kita sudah melewati patung bundaran ini lima kali." Keluh sopir Keenan yang mulai frustasi dengan Natasha. Natasha yang terisak di kursi belakang masih tak ingin menyahut hingga membuat sopir Keenan menghela nafas lelah sembari menggelengkan kepalanya.Saat itu, ponsel Natasha berdering dan untuk kesekian kalinya, dia merejectnya karena ia tahu itu pasti dari Leon. Sementara panggilan yang ia tunggu-tunggu tentu saja dari Keenan. Namun, begitu ponselnya berdering untuk kesekian kalinya, Natasha mulai kesal dan ingin memarahi Leon, tapi ternyata..."Natasha!" marah Keenan di ujung telepon. Natasha terperangah sejenak sebelum dia kembali sadar siapa yang meneleponnya dan berkata, "Keenan, aku tahu kamu pasti akan meminta maaf karena menyesal telah memarahi dan mengusirku kan...""Tidak!" tegas Keenan bahkan sebelum Natasha menyelesaikan kalimatnya. "Natasha, dengar! Jangan menyulitkan sopirku dan pulanglah!" Bagai ribuan belati tajam yang tiba-