Share

Part 2 Tuduhan

Author: Li Na
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah berpakaian utuh Harlan dan Safea digiring warga ke luar rumah. Rahma yang masih belum bisa mengendalikan diri mengikuti gerombolan itu, tangannya menyambar sepatu entah milik siapa di lantai teras.

Bukk!!

“Aduhh!!” Lemparannya tepat mengenai sisi kepala Harlan.

“Rasakan itu, Mas!” ujarnya puas sambil mengibas pasir dari telapak tangannya.

Rasa sakit hati Rahma sedikit berkurang melihat dua orang itu terluka dan dipermalukan. Sangat setimpal dengan perbuatan kotor yang mereka lakukan barusan di dalam rumahnya.

“Sabar, Mbak Rahma ... Mbak harus banyak sabar. Kalau dibalut emosi begini bisa merugikan diri Mbak sendiri,” tegur seorang wanita berhijab lebar sambil menariknya menjauh dari sana, membiarkan orang-orang membawa Harlan dan Safea, entah kembali ke keluarganya ataukah ke puskesmas terdekat.

“Mbak istirahat di rumah saya dulu sampai tenang.”

“Ya, Bu Ida.” Kalimat itu diangguki Rahma lemah, sembari mengikuti langkah sang tetangga belok ke arah jalan Manggis.

“Azka tadi di mana ya, Bu?” tanya Rahma begitu teringat akan putranya.

“Ada di rumah saya. Tadi tak suruh Wiwin bawa ke sana.”

Rumah Bu Ida tak sampai seratus meter dari rumah Rahma, hanya sedikit belok ke kanan. Beliau punya warung cukup besar di jalan kompleks buah-buahan ini.

*

Tak berapa lama istirahat di rumah Bu Ida, ada suara melengking perempuan di depan warung.

“Mana Rahma?! Mana?! Suruh keluar perempuan set*n itu!”

Suara yang menggelegar membuat beberapa tetangga sekitar mengintip keluar.

“Rupanya mereka tahu Mbak Rahma di sini,” desah Bu Ida yang baru saja menemani Rahma dan Azka duduk di ruang keluarga.

"Mungkin ada yang kasih tau, Bu." Rahma berdiri.

“Eh, Mbak Rahma ajak Azka ke belakang saja, nanti ibu yang temui mereka. Tenangkan diri kamu, jangan sampai dikuasai emosi lagi, ya, Mbak."

“Ya, Bu.” Rahma gegas menggendong tubuh kurus Azka ke dapur.

Bu Ida keluar melewati warung, ternyata tiga orang tamu tak diundang itu sudah berdiri di dekat meja kasir. Sang keponakan Bu Ida yang bantu menjaga warung tadi sedang sakit perut, jadi di sini tak ada orang.

“Mana Rahma? Kenapa disembunyikan set*n itu!”

“Di mana sopan santun kalian masuk rumah orang tanpa salam?” tegur Bu Ida dengan wajah tidak suka.

“Kami ke sini cari perempuan set*n yang nusuk anak laki-lakiku! Mana ibli* itu?!” Wanita paruh baya dengan dandanan cetar membahana bersuara.

Mira, ibu mertua Rahma, dan dua perempuan muda yang tak lain adalaj adik ipar Rahma turut sambung menyambung bicara dengan wajah berapi-api. Mereka seakan tak sabar menyerang masuk ke dalam rumah dan mencabik orang yang mereka cari.

“Kalian tahu berapa lama kurungan, dan denda kalau mengganggu ketentraman orang lain? Saya terganggu kalian ribut memasuki rumah saya." Bu Ida sengaja melihat foto yang terpajang di dinding, belakang kasir. Foto keluarga lengkapnya. Di sana suami memakai pakaian dinas tentara lengkap.

"Anu, emm, kami cuma cari Rahma. Mana dia?” Tampang suami Bu Ida yang sangar, dengan bodi tinggi besar, berkumis tebal, dan mata seakan melotot penuh membuat ibu mertua Rahma sontak menelan air liur yang mendadak kering. Ia lupa Bu Ida bisa saja bertindak tegas padanya.

Wanita berpakaian tabrak warna terang ; merah kuning hijau biru bercampur jadi satu itu jadi menahan diri bicara lagi. Ia juga menyikut dua anak gadisnya yang masih menggerutu.

"Kalau mau bicara baik-baik silakan duduk dulu. Kalau tidak, silakan pulang.”

“Yang pasti kami tidak mau pulang sebelum lihat muka orang yang sudah melukai Harlan, Bu. Coba Ibu ada di posisi saya. Ibu dari anak laki-laki yang ditusuk," suara Bu Mira sedikit tertekan.

“Baik. Kalau begitu kita buatkan janji pertemuan saja, kapan bisa bicara antar keluarga. Saya akan menjadi pihak yang turut mewakili Mbak Rahma,” kata Bu Ida dengan suara tenang.

Hesti, salah satu adik perempuan Harlan tak terima kalimat Bu Ida. “Kenapa Ibu mau membelanya? Apa Ibu tau, masku ditusuk sampai luka dalam loh.”

“Hu’uh, nih, aneh banget warga sini kok mau-maunya melindungi pembunuh!" tambah Hasna, adik bungsu Harlan.

"Apa maksudnya dengan pembunuh? Kalian pasti tau, Mbak Rahma melakukan itu karena ada alasannya."

"Lah, alasan apa Bu? Si Rahma itu sudah pasti mau bunuh Harlan, anak saya! Apa maksud coba nusuk orang kalau bukan mau bunuh?" Bu Mira mendukung ucapan kedua putrinya.

"Ya, bener tuh! Katanya istri tentara, masa gitu aja nggak tau!" desis Hesti pelan sambil membuang muka.

“Panggil aja keluar tuh si Rahma. Panggil juga RT sini, biar sekalian bantu tangkap warganya yang jahat itu!” Bu Mira melihat ke arah pintu dalam, sengaja memperbesar suaranya lagi berharap Rahma keluar karena takut.

Keponakan Bu Ida tergopoh kembali ke depan, langsung melayani tiga orang pembeli yang menunggu karena dengar keributan di dalam. Bu Ida tak mungkin menyuruhnya memanggil ketua RT ke sini, maka ia pun beranjak mengambil ponsel.

“Sebentar lagi RT datang, silakan nanti bicara,” ujarnya setelah menutup panggilan.

Kalimat itu hanya dijawab gemerincing gelang di tangan Bu Mira.

Bu Ida meninggalkan mereka, membantu melayani pembeli setelah menaruh suguhan air minum kemasan di meja tamu. Bagi Bu Ida, ia sangat tidak setuju jika Rahma dituduh sebagai pembunuh, apalagi mau diproses hukum. Tindakan Rahma spontan, akibat rasa sakit hati luar biasa melihat perbuatan suami dan adiknya. Ia yakin itu, dan siap jadi saksi jika benar kasus ini masuk ke pengadilan.

Ia amat mengenal pribadi Rahma yang baik, ramah, dan pekerja keras. Meski penampilan memang terkesan cuek apa adanya, tapi jiwa keibuan Rahma tinggi.

Rahma rela menggowes sepeda jarak jauh di Kota ini, terkadang malah sambil gendong Azka, buat apa? Ya, demi bantu mencari rupiah. Apalagi setelah Harlan menganggur. Tetangga sekitar, termasuk Bu Ida menjadi saksi beratnya hidup Rahma.

Rahma dan Harlan menempati rumah jalan Salak nomor 17 itu sejak awal menikah—sekitar enam tahun lalu. Harlan awalnya bekerja di sebuah perusahaan swasta, sementara Rahma jualan pakaian dari rumah ke rumah, juga ke kantor-kantor. Setelah punya anak Rahma sambil buka warung kecil-kecilan, dan beberapa bulan terakhir karena kurangnya modal warung Rahma pun menjadi pembantu.

Kesusahan Rahma dimulai saat toko emas milik Bu Mira di Pasar Besar bangkrut, bersamaan itu bapak mertua juga meninggal. Lantas keuangan Harlan mulai diminta sang ibu dan adik-adiknya. Padahal uang yang ada adalah hasil kerja Rahma.

Rahma belum pernah mengeluh banyak, Bu Ida tahu semua dari teman-teman, juga melihat sendiri kerasnya perjuangan hidup perempuan muda itu.

Setelah rela menahan rasa tertekan, dan berjuang keras untuk beli susu dan makan anaknya, pastilah kekecewaan Rahma berlipat-lipat mendapati perselingkuhan menghebohkan tadi siang.

“Ya ampuuun, sampai kapan kita dikacangin gini, sih? Mana si Rahma itu, biar keluar sini! Sembunyi aja beraninya!”

Suara Hesti yang cukup keras mengembalikan ingatan Bu Ida akan ketiga tamunya di dalam. Beruntung hal itu bertepatan dengan datangnya dua motor yang membawa Pak RT dan dua bapak lain masuk pekarangan.

Bu Ida langsung persilakan mereka masuk.

Suasana kembali panas saat tiga wanita bermulut bebek itu protes, merasa warga tidak memihak Harlan yang menjadi korban.

“Harusnya pengurus RT ini langsung lapor polisi untuk tangkap Rahma itu! Bukannya disembunyikan!”

"Sekali lagi saya katakan, Mbak Rahma lakukan itu karena refleks, Bu Mira. Kenapa tidak Ibu sekalian yang lapor? Biar jelas di sana nanti bagaimana runut kejadian tadi?” tantang RT yang membuat mulut Bu Mira ternganga.

Sebenarnya ia takut juga kalau berhubungan dengan pihak berwajib. Karena menurut orang-orang putranya itu tertangkap basah di kamar bersama Safea. Salah-salah bisa malah berbalik menjerat Harlan nantinya.

“Tetap aja yang salah perempuan jelek itu, Pak. Nggak becus jaga laki! Makanya Mas Harlan mau lirik cewek lain! Ya, semua salah di dia lah!” Hesti tak terima mamanya dibuat mati kutu.

“Kan saya bilang, kalau Ibu dan mbak-mbak ini mau bawa ke ranah hukum ya silakan sekarang saja laporkan. Biar pihak berwajib bertindak. Nanti akan kelihatan siapa yang paling bersalah."

Bu Mira dan dua putrinya jadi saling pandang.

“Jangan dulu deh, Pak.” Wanita bertubuh gempal itu melunak. “Maksud kami ke sini cuma mau si Rahma itu minta maaf, ganti rugi biaya berobat! Warga tidak perlu ikut campur dengan menyembunyikannya. Keributan kami ini karena warga juga yang membela Rahma itu!”

“Nah, jika memang mau diselesaikan secara kekeluargaan artinya Ibu dan mbak-mbak tidak boleh mau main hakim sendiri di lingkungan kami, karena saya pasti bisa bertindak melaporkan kalian."

“I-iya, Pak ... selesaikan kekeluargaan saja.” suara Bu Mira melunak.

“Baik. Kalau begitu, kita sepakati buat pertemuan keluarga dulu, bicara antara keluarga Ibu dan keluarga Mbak Rahma. Bagaimana, Bu Mira? Mbak?"

“Setuju aja lah, Pak. Tapi warga harus ingat anakku luka. Mereka harus diceraikan! Rahma juga harus ganti rugi semua biaya pengobatan Harlan! Itu tuntutan kami, Pak. Bapak harus dukung kami sebagai korban,” pungkas Bu Mira panjang lebar.

"Itu kita bicarakan bersama nanti, Bu Mira."

"Saya juga mau warga sini jangan memihak dengan satu orang saja. Harlan pasti juga ada alasannya begitu. Bukan cuma si Rahma yang berbuat ada alasan!" ulang Bu Mira yang berharap putranya dianggap sebagai korban.

"Bener tuh, Pak. Yang korban siapa yang sehat-sehat saja siapa? Kan kelihatan." Hesti menyibak rambut panjang licin yang jatuh ke wajahnya.

"Hum, masa pada nggak lihat? Punggung Mas Harlan luka parah, tuh. Awas aja kalo pada pura-pura nggak tau?"

"Sudah. Ayo kita pulang!" Bu Mira berdiri memutuskan kalimat Hasna. Wanita berperhiasan banyak itu menarik tangan dua putrinya keluar rumah tanpa salam. Menyisakan tarikan napas panjang, dan gelengan kepala empat orang yang masih duduk di kursi tamu, termasuk Bu Ida.

"Ternyata ada manusia yang merasa paling benar sendiri?" gumam Pak RT tak habis pikir.

Gaya bicara dan sikap Bu Mira tampak nyata menjadi contoh buruk yang diikuti anak-anaknya. Benarlah ternyata, kualitas tanggung jawab Harlan sebagai lelaki dan suami terbentuk dari cetakan pertama yang membentuk. Ibunya.

Bersambung ….

Related chapters

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Part 3 Pertemuan Berujung Tragis

    Rahma kembali bekerja tadi pagi, ia harus menjalani hari seperti biasa untuk bertahan hidup. Pekerjaan lancar dan tetap bisa mendapat gaji. Ia tidak bisa membawa serta Azka yang masih tidur, tapi jadi sedikit tenang saat Bu Ida dan Wiwin mengatakan akan bergantian menjaga putranya sementara."Maaf Mbak, tadi Azka dibawa sama mertuamu. Ibu tidak bisa menahan,” tutur Bu Ida dengan raut menyesal. Namun senyum lembut Rahma membuat wanita itu menarik napas lega. “Gak apa, Bu Ida. Sekarang saya juga belum tahu harus apa dan ke mana, biar Azka tenang dulu sama neneknya.” Rahma mengusap keringat usai bersepeda di tengah hari yang panas.“Iya, ibu pikiran logis begitu yang harus kamu pertahankan. Hadapi dulu urusan ini sampai selesai. Sana istirahat, kalau belum makan makan dulu, masih ada lauk di bawah tudung saji.” Bu Ida menganggapnya sudah seperti saudara, Rahma bahkan diminta tak segan, dan menganggap ini di rumah sendiri.“Terima kasih banyak, Bu.” Hati Rahma dipenuhi haru. Di saat or

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Part 4 Masih Ada Orang Baik

    Masalah bertubi-tubi hadir, bertambah besar sampai menelan nyawa sang bapak.“Semua ini ya salah kamu! Ibu tidak sudi lihat mukamu itu lagi!"Wajah menua dengan kantung mata bengkak itu menunjuk kening Rahma, terus menyalahkan Rahma atas kematian suaminya. Serangan jantung tiba-tiba telah merenggut nyawa kepala keluarga ini. Orang yang paling disalahkan adalah Rahma, karena semua bermula dari kasus rumah tangganya.“Harusnya kamu tenang dulu, bukan gegabah ngundang warga. Begini ‘kan jadinya. Toh kamu bisa bicara dengan Harlan, Safea, biar diselesaikan baik-baik.” Kakak lelaki tertua Rahma menyampaikan pendapatnya.Dua kakak lelaki yang tinggal di luar kota datang, dan pulang tadi, dua hari setelah pemakaman bapak. Mereka pergi meninggalkan kesan kata yang juga menekan letak kesalahan juga ada pada Rahma. Sungguh, tidak ada yang peduli sakit yang Rahma rasakan.Ini bukan perselingkuhan biasa, Mas! jerit batin Rahma. Seberapa keras ia membenarkan tindakannya melabrak dua orang mes*m i

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Part 5 Niat Busuk Harlan

    'Kakaknya gampang dibodohin. Apalagi adeknya mudah banget dikibulin. Goyang dumang dikit aja udah mangap-mangap dia, hahaa.'Kikik geli lelaki berwajah bopeng mengingat perbuatan mesumnya. Merasa diri paling tampan sedunia bisa mendapat gadis secantik Safea. Hubungan mereka berawal dari aroma badan wangi Safea. Gadis yang suka berpakaian ketat menyesakkan dada itu selalu wangi saat ke rumah, itulah awal ia melancarkan pendekatan.Harlan coba ngobrol mepet-mepet, atau sentuhan sedikit berpura tak sengaja. Melihat Safea merespon hanya dengan senyum, mulailah aksi colekan disengaja, kontak yang perlahan meningkat ke kontak fisik lebih dalam.Hubungan sembunyi-sembunyi dan sedikit sandiwara di belakang istri, ternyata memacu adrenalin Harlan naik level paling tinggi. Membuatnya candu hingga hubungan lebih terjadi.Bukannya menghindar, Safea justru datang lagi datang lagi. Seakan memancing hasratnya melihat pakaian serba kurang bahan.Senyum tipis khas Harlan Wijiyono tertarik ke sudut."

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Selalu Dipersalahkan

    Telah resmi ketuk palu perceraian tidak membuat Rahma lepas dari bayang buruknya sikap mantan suami.'Asal kamu tau, adikmu itu gak sebaik yang kalian kira. Coba mikir, mikiir, masa baru sebulan sama aku perutnya sudah mblendung buncit? Gobl*k memang kalian semua!'Di hari putusan sidang, malam-malam Harlan menelepon Rahma hanya untuk bilang itu. Manusia tidak punya hati! Sudah menghancurkan Safea dia juga merendahkannya seolah sampah tidak berguna.Rahma menyampaikan perkataan buruk dan sikap lelaki itu pada ibunya, tetapi justru tak mendapat respons. Tami malah membela Harlan yang berniat baik, mau bertanggungjawab atas kehamilan Safea.“Sebaiknya Ibu pikir lagi melanjutkan pernikahan Safea-” "Kenapa kamu yang repot Rahma?! Urus saja hidupmu sampai benar dulu!"“Bu, selain ini memalukan. Safea masih ada kesempatan perbaiki kesalahannya agar lebih baik. Menikahi Mas Harlan justru akan membuatnya makin nggak bener.”“Kamu yang sudah buat semua ini lebih tidak benar! Coba pikir, ini a

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Kenalan

    “Syukurlah kakinya gak apa-apa ya Bos. Aku sempat kira patah semalam.” Lelaki gemuk bicara sambil melihat pria gondrong di sebelahnya yang tengah mengusap wajah.“Motornya enggak rusak parah, kan?” Pria bernama Dimas itu menepuk bahu pegawai sekaligus temannya.“Gak sih, langsung ke bengkel tadi. Sudah bisa hidup, tapi nanti cek lagi.”“Ya sudah, tinggalin aja aku, thanks udah bawa baju gantinya. Biar aku urus semua sampai beres dulu di sini.”“Siap, Bos.” Lelaki itu memberi hormat layaknya pada komandan, tapi sudut bibirnya terangkat. “Perhatian banget, awas pake hati loh.”Ucapannya segera mendapat hadiah toyoran di dahi. Bukannya marah lelaki berwajah jenaka itu malah terkikik geli.“Mbaknya manis banget kayak gula,” desisnya sebelum beranjak. Lalu tawa lebar tanpa suara sembari gesit menjauh begitu melihat reaksi pria berjaket kulit mengepalkan tangan ke arahnya.Sepeninggal temannya Dimas pun masuk rawat. Sedikit terkejut ia melihat wanita di bed sudah duduk sambil melihat baluta

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Urusan Kita Selesai

    Setengah sepuluh dokter masuk ke ruangan, perbolehkan Rahma pulang dengan terlebih dahulu menebus resep untuk diminum selama masa penyembuhan.Dimas membayar semua, sekalian biaya rawat.Rahma pasrah, uang gaji kemarin sudah ia masukkan ke rekening, di dompet hanya tiga lembar merah.“Berapa semua?”Lelaki itu terpaksa perlihatkan jumlah tertera, karena Rahma memaksa. "Ini saya simpan ya, Pak. Terima kasih banyak atas bantuannya.""Tolong jangan formal sama aku, Rahma. Kamu ngejek karena aku kelihatan tua, kan?""Bukan begitu, Pak-""Aku belum menikah dan merasa insecure kalau dipanggil begitu. Tolong sebut Dimas saja. Ok?"Mengernyit kening Rahma pun akhirnya mengiyakan. Mereka meninggalkan rumah sakit menggunakan mobil Dimas. Rahma menyebut jalan arah rumah yang akan dituju. Dia akan mampir sebentar mengabarkan musibah ini pada majikan, sekaligus menyelesaikan urusannya dengan Dimas.“Tunggu sebentar ya, Dimas,” kata Rahma saat mobil berhenti di depan rumah luas berpagar besi warna

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Diusir

    Dari sedan merah itu turun seorang lelaki berkacamata hitam, lalu gadis berambut sebahu bersamaan dari pintu sebelahnya. Dua orang tersebut langsung melihat Dimas dari atas sampai bawah. Penampilan sekilas urakan membuat dua pasang mata itu menyipit. Sinarnya meremehkan orang yang sedang dipandang.Dimas melangkah mendekat dengan sikap santun. “Maaf, apa Mas sama Mbak keluarganya Rahma?” Pertanyaan itu dibalas tatapan sinis dua orang yang langsung melihat arah Rahma, terhenti pada kaki dan tangan wanita itu yang terbalut perban.Tak mau membiarkan sesuatu terjadi, Rahma segera mendekat, mengabaikan nyeri kakinya yang dipaksa melangkah cepat.“Ngapain ke sini?” tanyanya pada lelaki bopeng yang tak lain adalah Harlan.“Ngapain, kamu bilang? Cih! Ini rumahku!” sergah Harlan kasar.Dimas terdiam, memerhatikan konflik itu. Ia merasa tidak nyaman berada di tengah mereka yang sepertinya punya masalah pribadi.“Kamu itu sudah bukan istri kakakku lagi, nggak malu apa tinggal di rumah orang?”

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Kebusukan Harlan

    Harlan ribut menuding Rahma berselingkuh dengan Dimas.“Maaf bapak-bapak, omongan orang ini kacau. Jangan percaya. Saya ini bertanggung jawab setelah mobil saya menabrak Mbak Rahma, kami baru kenal,” jelas Dimas.Bagaimana tidak, alasan Harlan mendua karena membalas sakit hati Rahma yang lebih dulu mengkhanatinya dengan Dimas, lelaki yang dijulukinya si Gembel atau si Preman. Mungkin melihat penampilan lelaki gondrong itu yang membuatnya menilai demikian.“Tenang aja, Mas. Kita tau kok gimana suaminya Rahma itu.” Seorang bapak menenangkan Dimas, lalu sedikit bertanya mengenai kejadian kecelakaan yang dimaksud.“Syukurlah mas bertanggungjawab, Mbak Rahma ini sedang banyak masalah. Kasihan. Dalam waktu berdekatan dia itu kena musibah berturut-turut, Mas,” timpal ibu lain sembari ceritakan masalah Rahma beberapa waktu ke belakang.Dimas tercekat mendengarnya. Hati nuraninya bergetar.'Inilah jawaban dari tatapan kosongnya …?'Di balik itu, ia merasa kagum. Tergambar jelas betapa sosok R

Latest chapter

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akhir Tragis

    "Ada apa?" Dimas mendorong dua pundak Safea untuk melepaskan diri."Ada orang ngejar aku, Mas ... makanya aku lari ke sini ...." Safea kembali memeluknya.“Sebentar, sebentar.” Merasa risi, Dimas menjauh sambil memanggil Rahma. “Sayang, ini ada adekmu,” ujar Dimas pada istrinya di kamar.Rahma langsung keluar, menghampiri Safea dengan wajah terheran-heran.“Safea? Ngapain kamu sampai ke sini?”“Mbak ... aku diganggu orang, makanya tau Mbak Rahma nginap di sini aku lari ke sini. Tolong aku, Mbak … biarkan aku di sini malam ini aja ....” Safea meminta tumpangan nginap sampai pagi, karena merasa diri sedang tidak aman keluar. Mendengar itu tubuh Rahma langsung membatu. Hatinya memang tersentuh, takut Safea benar dalam bahaya, tapi sisi lain ia juga tak ingin kembali dibodohi. Sebelum pernikahan ini terjadi Safea pernah datang ke rumah Dimas, merayu pria itu dengan sangat murahan dan memalukan dirinya sebagai kakak. Untunglah Dimas tahu kelakuan adiknya itu, ia langsung menegur keras a

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Bahagia

    Besok akad nikah Rahma-Dimas akan dilaksanakan. Malam ini dua calon pengantin itu merasakan gugup teramat sangat.Rahma merasa terus ada yang geli merayap di perut, seperti baru pertama menjadi calon pengantin saja. Bibirnya senyum-senyum sendiri membayangkan akan menjadi istri seorang Dimas Jayadi. Ia berbaring di kasur sudah sejak tadi, tapi sulit memejamkan mata. Kesendiriannya karena Azka memilih tidur bersama sang nenek membawa seraut wajah Dimas menari-nari di pelupuk mata. Geli mengingat peristiwa sore kemarin, di hari terakhir pertemuan mereka sebelum resmi besok. Saat ia minta waktu bicara berdua dengan Dimas.“Sebelum semua terlanjur, apa kamu nggak akan nyesal akan menikahiku, Mas?”“Kenapa? Kamu masih ragu?” Dimas langsung menanggapi serius, dengan menatap manik mata Rahma dalam-dalam.Terdiam sesaat, perempuan kuat ini menata kata yang tepat untuk mewakili sedikit ganjalan di hati.“Aku hadir dalam hidupmu bersama Azka, dua orang yang nggak mungkin terpisah. Apa hati Ma

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Akibat Ambisi

    Sekilas Rahma melirik dua orang pengunjung di belakang Harlan, yang langsung memberi kode anggukan kepala padanya."Baiklah, Mas. Nggak usah lama-lama. Ini uangnya." Rahma merogoh tas, seolah akan mengambil uang. Harlan pun tersenyum-senyum tak sabar."Aaagg!" Bukan uang yang diberikan tapi tempelan senjata kejut listrik pada tangan membuat Harlan sontak memekik.Di saat terkejut dan lengah itulah dua orang petugas yang menyamar jadi pengunjung tadi langsung mudah menyergap, dan mengunci tangan Harlan ke belakang. Borgol besi segera menyatukan dua pergelangan di belakang punggungnya. “Apa-apaan ini! Rahma!” bentak lelaki bopeng itu.“Anda ditangkap dengan tuduhan melakukan penipuan, dan pemerasan.” Petugas menyebut singkat kasus yang dilaporkan belakangan ini.Harlan mengelak, tapi dua petugas itu tetap tegas akan mendengar penjelasannya nanti di kantor polisi saja. Tim lain masuk bantu menyeret Harlan keluar.Lelaki yang pernah merasa hitup di atas angin itu segera menembakkan ka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rencana

    Rahma mulai menjalankan rencana yang menjadi bagiannya. Ia harus negosiasi dengan Harlan yang menuntut segera ditransfer. Sudah Rahma minta mereka bertemu di suatu tempat. Namun ternyata bukan hal mudah, lelaki itu malah mencurigai maksudnya.“Jangan banyak omong! Cepat transfer ke rekeningku!” pekik Harlan dalam sambungan telepon. Setelah berulang kali dihubungi baru sekarang panggilan Rahma diterima.“Mas, aku sudah berbulan-bulan nggak ketemu Azka, biarkan kami ketemu sebentar aja. Kali ini aja, Mas, skalian aku kasih uangnya.” Tak ingin kalah licik, Rahma membuat suara sesedih mungkin. “Aku ... akan tambah sepuluh juta kalau Mas Harlan bolehkan. Mas Harlan, tolong ya ... aku ngerasa bersalah sudah lama nggak ketemu Azka ...." Hening sejenak. Harlan tergiur tambahan 10 juta yang sangat sulit didapatnya akhir-akhir ini.Harlan menggaruk dahi. “Baiklah, ketemu di mana?” jawabnya kemudian.Rahma langsung menyebut tempat yang pernah direkomendasi Dini kalau mereka bertemu, tapi Harl

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Restu

    Menghela napas sejenak Dimas tersenyum kemudian menjawab, “Jay nurut saja, asal Mami bahagia.” Ia mengecup punggung tangan maminya. “Jay mau nengok kerjaan di kantor dulu, Mi, nanti ke sini lagi.”“Ya, Nak. Hati-hati di jalan.” Dimas mencuci muka di kamar mandi, lalu keluar sambil menguncir rambutnya. “Sebentar.” Bu Hakim menarik tangan Dimas keluar kamar. “Kenapa, Mi?” Pria tersebut kulitnya lebih legam bekas berjemur di pantai selama dua hari pergi, ia tampak bingung maminya menarik ke dapur seperti mencari seseorang, tapi kembali lagi ke ruang tengah.“Itu.” Langkah Bu Hakim terhenti melihat Rahma keluar dari kamar dengan pakaian rapi, sepertinya akan keluar rumah. “Dimas? Alhamdulillah, syukurlah kamu sudah pulang,” ujar Rahma cepat menguasai diri dari rasa terkejut melihat pria itu.Karena Dimas malah terpaku memandangnya Rahma langsung pamit pada Bu Hakim. “Saya mau keluar sebentar, Bu.” Ia menangkup tangan sebelum berbalik. Tak nyaman terjebak canggung antara dirinya, Bu

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Asal Mami Bahagia

    Lelaki berambut gondrong itu duduk selonjoran pasir, mengatur napas yang ngos-ngosan usai lari tanpa henti di bibir pantai. Ia membuang energi negatif dalam dirinya dengan berolah raga begini.“Mau sampai kapan di sini, Bos? Kasihan tuh yang pada nyariin.” Anto menghampirinya.“Gimana kerjaan, An?”“Masalah kerja brebes, Bos. Anto ini sudah pasti bisa dipercaya,” sombongnya menepuk dada.Senyum yang diharap terbit di bibir Dimas tak didapat jua. “Kenapa sih tiap tertekan harus pergi? Mbak Dini bilang mami Bos kurang sehat, tuh, titip pesan kalau ketemu disuruh pulang.”Dimas menatap teman sekaligus assistennya itu sebentar. Ini salah satu risiko memutuskan pergi, pasti maminya sedang kalut sekarang. Acara tinggal dua hari.Dimas beranjak berdiri, menepuk bahu sobatnya itu. “Ayo!” ujarnya membuat lelaki di sebelahnya menganga.“Maksudnya, pulang nih?” goda Anto. “Hm, kamu mau gantian di sini?” balas Dimas cuek sambil melangkah cepat.Anto tersenyum geli, ia bersusaha menjajari langka

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Rumit

    “Maksudnya apa ini, Mas Harlan?!”[Hei, rindunya aku dengar kata ‘Mas Harlan’ dari bibirmu, Rahma … tapi nggak usah semarah gitu juga. Aku mantan suami sekaligus masih adik iparmu lho. Aku sengaja bawa Azka keluar. Jalan-jalan biar bisa main kayak anak-anak lain, tapi kami kehabisan duit.]“Azka dibawa main ke mana?”[Hm, belum bisa main ini kami masih nepi di jalan …][Kamu kirim uang dulu buat Azka]“Aku akan kirim 200 ribu, tapi habis itu Mas cepat bawa Azka pulang. Mainnya biar diantar Ibu aja.”Terdengar cengengesan tawa Harlan di sana. [Mana cukup segitu, Maniis … aku minta kamu kirim lima juta, Rahma. Kami tunggu!]“Gila! Kamu mau memerasku?!”[Hehehe. Biasa aja, Manis. Kalau kamu nggak kirim, aku sama Azka akan tahan makan sampai kelaparan di jalan. Kamu mau kami ma-] “Awas kau, Harlan! Kalau Azka kenapa-kenapa, aku nggak pikir panjang membalasmu!”[Uww, takut. Hahaa. Cepat kirim uangnya Rahma! Aku serius ini!]Panggilan terputus. Detik kemudian pesan masuk berisi nomor reken

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Azka

    Pentungan besi satpam tepat mengenai jari Nadine, berhasil membuat pisaunya terlempar jauh. Gadis itu mengerang dan meloncat-loncat menahan nyeri.“Tolong mbaknya!” Beberapa orang masuk langsung membantu Rahma bangun, dan diobati lukanya.“Mam-mi …??” Seketika tubuh Nadine membeku melihat ada Bu Hakim di depan pintu, tengah menatapnya kecewa. “Se-sejak kapan Mami di sini?”“Kamu angkat tangan!” Satu dari tiga orang laki-laki membawa borgol meneriakinya. “Bawa dia ke kantor polisi!”“Saya nggak salah, Pak! Dia itu janda gatal! Dia sembunyikan calon suami saya!”“Nanti Mbak jelaskan di kantor saja,” tegas mereka tetap memborgol dan menggiringnya keluar.“Mi, tolong Nadine, Mi! Aku ini calon istri Jay, Mi!”Sayangnya Bu Hakim tak sedikit pun mau melihat wajahnya. “Mi! Ini semua juga gara-gara Mami! Gara-gara Jay!! Kalian semuaa!” pekik gadis itu terus histeris sampai di lantai bawah.Beberapa orang kembali turun usai Rahma mengatakan dirinya baik-baik saja, dan menolak ke rumah sakit. T

  • Dijadikan Ipar oleh Mantan Suami   Jiwa Psikopat

    Harlan datang ke rumah Bu Tami dengan gaya khasnya, seolah lelaki tertampan sedunia.Kehadirannya disambut raut masam dua perempuan yang duduk di ruang tamu.“Woi! Kenapa lihat aku begitu? Mana Azka?” tanyanya sambil celingukan.Safea buang muka lantas gegas ke kamar. Ia sudah lama muak lihat wajah Harlan. Tidak mau lagi berurusan dengan lelaki yang menolak menceraikannya itu.“Azka lagi tidur. Kenapa? Tumbenan ingat rumah ini?” Bu Tami bersedekap.“Lah, lah? Apa maksud Ibu? Oh, pasti Ibu mau halangi aku temui Azka, hum?”Alis lelaki itu naik sebelah. “Aku rindu anakku sekarang. bukan rindu istri cantikku yang hobi manyun itu.”“Kenapa baru sekarang anggap Azka anak? Mana tanggung jawabmu setelah berapa lama hilang?”Seminggu sejak keributan parahnya dengan Safea, Harlan memang tak pernah muncul batang hidungnya, lalu sekarang datang seolah tak bersalah.“Itu urusan pribadi, Bu. Nggak perlu juga kali aku jelaskan.” Ia melewati begitu saja Bu Tami yang melarangnya ke kamar Azka.“Mau ap

DMCA.com Protection Status