"Baiklah, Bu. Saya permisi dulu ya," ucap Rangga lalu pulang dan kembali keluar dengan memacu motornya ke jalan besar.Masih ada rasa khawatir di hati Rangga. Pria itu takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadap Kinan seperti tempo hari.Dipacu kuda besi miliknya menuju klinik milik Radit. Saat dia fokus menyetir, dilihatnya sebuah mobil yang dikenalnya berjalan berlawanan arah dengannya.Dia yakin itu mobil milik Radit, dia memberhentikan motornya dan melihat ke arah mobil yang berjalan dengan kecepatan rendah itu. Terlihat Radit dan Kinan sedang bercanda, tampak senyum bahagia dari bibir kedua insan itu. Hati Rangga mencelos, seperti ada yang tergores di hatinya, perih. Menyaksikan kemesraan wanita yang pernah dicintainya bersama lelaki lain membuat hatinya kembali terluka."Bodoh sekali kamu, Rangga! Kenapa masih saja mengkhawatirkan Kinan, sementara dia sudah bahagia." Rangga membatin merutuki kebodohannya sendiri.Ponselnya berdering, ada tanda panggilan masuk di sana. Saat
"Sial, malah main drama!" seru Rangga nyalang.Rangga berjalan dengan langkah lebar meninggalkan Risa yang menangisi Dion. Dewa mengikutinya, pria itu khawatir jika Rangga akan melakukan sesuatu hal yang membahayakan dirinya.Risa yang menyadari suaminya pergi, lantas memanggil dan mengejarnya. "Mas ... Mas Rangga, tunggu aku!" Risa berteriak.Rangga tak mempedulikan istrinya, dia tetap melanjutkan langkahnya. Harga dirinya sebagai laki-laki telah terluka. Perih, itu yang dirasakannya. Namun, sebisa mungkin dia tak menunjukkan luka yang menganga itu.Demi putranya, dia mencoba untuk memupuk kembali rasa cintanya pada Risa. Demi rumah tangganya, dia mencoba membuang jauh-jauh rasa cintanya pada Kinan dan egonya tapi justru sakit yang ia dapatkan."Bro, kamu mau ke mana?" tanya Dewa saat mengejar Rangga."Pulang ... Emang mau ke mana?" jawab Rangga."Eh kirain, kamu bakal nekad terjun ke sungai atau menabrakkan diri ke—." Belum sempat Dewa melanjutkan ucapannya Rangga sudah menyela pem
"Mas, kamu mau ke mana?" tanya Risa saat melihat Rangga hendak keluar rumah."Aku mau ke rumah, Bu Rina. Ada acara melekan di sana.Sudah menjadi tradisi di jawa, jika ada yang punya hajat maka saudara dan tetangga dari pihak calon pengantin akan mengadakan acara nguri-nguri (melek bengi). "Bilang aja kalau kamu mau nemuin Kinan, Mas?" tanya Risa tak percaya."Emang kenapa kalau aku nemuin Kinan? Apa kamu meminta ijin dariku saat ingin bercinta dengan Dion?" tanya Rangga dingin.Risa tak bisa berkata-kata lagi setelah Rangga kembali menyindirnya. Perempuan itu hanya diam memaku dengan mata berkaca-kaca melihat suaminya pergi.Bu Rina memang meminta kepada semua tetangga untuk ikut berpartisipasi dan bantu-bantu di acara pernikahan Kinan.Diam-diam Risa pun menyusul Rangga ke rumah Bu Rina. Di sana juga banyak ibu-ibu yang berkumpul, mereka sekedar mengobrol atau membantu mempersiapkan pernak pernik pernikahan."Beruntung sekali Kinan dapat suami dokter, ganteng dan baik hati pula," u
Telepon selular itu jatuh begitu saja setelah Kinan mendapatkan kabar buruk dari Alya, kakak Radit."Kinan, ada apa ini? Siapa yang menelponmu, Nak," seru Bu Rina cemas.Ranti mengambil telepon yang masih terhubung itu, dia mencoba berbicara dengan si penelpon dan masih ada Alya yang menunggu tanggapan dari keluarga Kinan.Wajah Ranti berubah pias begitu mendengar keterangan dari Alya. Sedangkan saat ini semua orang menunggu penjelasan dari Ranti."Ada apa, Ran?" tanya Pak Abdul.Bu Rina bersender di tembok, hatinya terlalu lemah untuk mendengarkan kabar buruk. Sedangkan Kinan masih mematung dengan wajah dingin, tak bersuara dan tatapan matanya kosong."Radit kecelakaan, dia terluka parah dan saat ini ada di rumah sakit," terang Ranti.Semua ternganga, suasana berubah menjadi gempar, setiap orang berbicara dengan pendapatnya masing-masing."Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, semoga Radit baik-baik saja," ucap Pak Abdul memberi komando."Kinan! Hei, Kinan ada apa denganmu?!" teri
"Apa maksudnya, Mbak? Coba jelaskan dan tolong jangan bertele-tele." Bu Niken penasaran.Rangga mulai merasa ada yang aneh dengan ucapan Risa, namun dia tak dapat mencegah karena Risa jauh dari jangkauannya."Radit terlalu baik untuk seorang Kinan. Kalian belum tahu sepenuhnya siapa perempuan itu, dia wanita perusak rumah tangga orang, dia merebut suami saya dan kini pernikahan saya sudah diujung tanduk. Suami saya menceraikan saya karena Kinan dan kini saya tinggal menunggu surat gugatan cerai darinya," Risa berkata dengan mata berkaca-kaca.Sebisa mungkin Risa ingin membuat mereka percaya, dia memasang wajah sendu seolah dia memang pihak yang terdzalimi.Rangga segera menghampiri Risa dan menarik tangannya."Hentikan, Risa! Pergi dari sini sekarang juga!" ucap Rangga seraya menarik tangan Risa."Tidak, Mas. Biarkan aku bicara, aku ingin mengungkapkan kebenaran ini di depan mereka semua, Kinan pantas mendapatkannya," teriak Risa seraya melepaskan tangan Rangga.Kinan tertunduk malu,
"Tolong! Kinan!?"Bu Rina berteriak kala melihat api yang membakar beberapa perabotan rumah tangga dan sebagian dapurnya.Kinan terlonjak!Wajahnya pucat pasi dan baru menyadari keadaan sekitarnya. Dengan wajah panik, Kinan mencoba menyiramkan air ke arah api yang mulai membesar.Dinda yang semula di kamar ketakutan, dia ikut membantu Kinan mengambil air di kamar mandi."Din, kamu bawa Caca keluar, banyak asap di sini!" perintah Kinan pada adiknya.Lantas Dinda menghampiri Caca yang masih tertidur dan membawanya ke depan rumah.Alih-alih padam, api itu semakin besar dan merembet.Bu Rina berlari keluar dan meminta pertolongam kepada para tetangga."Tolong! Tolong kebakaran!"Karena hari masih pagi, masih banyak orang yang ada di rumah dan belum berangkat bekerja.Para lelaki yang ada di sana segera berlarian ke rumah Kinan, ada Pak Abdul dan Rangga juga yang turut membantu.Mereka bekerja sama memadamkan api itu hingga tak lama kemudian api bisa dipadamkan.Semua merasa lega, setidakn
Hari itu Bu Rina meminta bantuan Ranti dan Dinda serta beberapa tetangga lainnya. Pak Abdul dan istrinya juga secara khusus diminta bantuannya.Sementara ada orang suruhan Bu Niken yang membantu Kinan agar tampak lebih cantik."Kenapa aku mesti dirias seperti ini, Mbak?" tanya Kinan heran."Ini atas perintah Bu Niken. Dia ingin mengunjungimu dan dia tak ingin melihatmu pucat seperti ini." ucap perempuan itu.Kinan pun akhirnya menurut dan membiarkan dirinya dirias oleh orang suruhan Bu Niken."Aku juga bawain baju yang cantik buat Mbak Kinan. Setelah ini Mbak ganti baju juga ya," ucap perempuan itu.Kinan mengangguk kecil, sebenarnya dia ingin menolak untuk berhias apalagi jika dia mengingat Radit masih terbaring lemah. Tapi karena semua atas permintaan Bu Niken, maka Kinan tak dapat menolaknya.Sementara Bu Rina dengan wajah sumringah, membersihkan rumahnya dengan bantuan Ranti, seolah akan ada acara di rumahnya. Dinda lebih memilih untuk menjaga Caca."Bu, ini bunga pesanan Ibu, say
Radit duduk di samping Ayahnya. Pak Penghulu mengambil tempat di depan Radit bersama wakilnya.Paklik dari Radit kemudian memberi sambutan untuk tamu yang sudah hadir. Setelah mengucapkan salam dan basa-basi kecil, dia mengungkapkan tujuannya datang ke rumah Kinan bersama keluarga."Saya rasa Bapak/Ibu sekalian tahu apa maksud kami datang ke sini ya ... karena ada Pak Penghulu bersama kami. Benar kami ingin menikahkan putra kami Radit Mahesa bersama Kinan Wulandari yang tempo hari sempat tertunda karena suatu hal." tutur Paklik Radit.Suasana kembali riuh saat Paklik dari Radit memperjelas maksud dan tujuannya."Dan untuk mempersingkat waktu, kami ingin segera memulai acara akadnya, silakan, Pak bisa dimulai ...." Paklil Radit mempersilakan.Kinan yang ada di dalam akhirnya disuruh keluar oleh adiknya, Dinda."Mbak, udah ditungguin, cepetan keluar," ucap Dinda."Eh, bentar Mbak. Ganti baju, gih. Ini ada kebaya cantik dan kerudungnya," ucap MuA itu bergegas."Bu Niken dan keluarganya