Pagi menjelang di Blue Paradise. Nadine turun dari kamarnya untuk mencari makanan. Dia lapar. Rafael tidur tengkurap setelah ibadah fajar. Lelaki itu lelah luar biasa. Langkah riang Nadine perlahan melambat saat dia kembali mendapati Arya duduk di meja dekat dapur sambil menikmati secangkir kopi. "Kenapa juga pagi-pagi sudah nongki di sini. Memangnya tidak ada kopi apa di rumah," gumam Nadine. Mencoba acuh saat tatap matanya bersua dengan Arya. Pria itu terus memandang Nadine sementara Nadine berusaha tak peduli. Masalahnya Arya justru terpancing dengan outfit yang Nadine kenakan. Sang mantu hanya memakai kemeja yang Arya yakin milik putranya. Meski dia juga tahu kalau Nadine masih memakai celana sebagai bawahannya. Nadine sendiri berpikir kalau belum ada yang stay di dapur sepagi ini. Siapa sangka kalau Arya sudah melakukannya. Nadine beranjak pergi setelah dia selesai dengan keperluannya. Lea baru akan keluar dari dapur ketika melihat ibu mertuanya berjalan ke arahnya. "Kamu sud
"Tung-tunggu dulu. Ini apa-apaan?" Pras yang emosian jelas meregang marah ketika dia didorong masuk ke sebuah mobil, saat dirinya keluar untuk beli bakso, sesuai pesanan nyonya besar alias Meta, yang lagi nyidam pengen makan bakso beranak."Penculikan ini mah! Lepasin gak! Gue siram kuah bakso juga kalian!" ancam Pras."Sorry, Sir. Kalau mau istrinya selamat nurut saja sama kita," kata seorang pria yang tampangnya underrate banget kata Pras."Elu gangguin bini gue, gue tebas perabot kalian!" sekali lagi Pras mengancam. Tapi mereka semua cuma tersenyum."Weladalah, ni bule ngarti kagak ya yang gue omongin barusan. Kalau miss komunikasi kan sama aja bohong, gue ngoceh dari tadi," gumam Pras ragu."Tenang saja, Sir. Kita paham kok sama bahasa Mister, cuma susah jawabnya.""Terus ini mau kemana? Kenapa jauh gini, bini gue kalian apain?"Kali ini tidak ada yang menjawab, Pras mulai dilanda frustrasi saat dia diabaikan. Yang dia pikirkan jelas nasib Meta, takut sang diperlakukan buruk. Ata
"Black chimaera, seri pertama adalah virus, efeknya seperti yang pernah meledak empat tahun lalu. Black Chimaera versi terbaru adalah jenis narkotika yang efeknya selain bikin nge-fly, kecanduan adalah hyper ... you knowlah." Pras menutup penjelasan ringkas mengenai nama Black Chimaera yang baru Rafael dengar dari Keenan."Dan kita disuruh nyolong itu. Yang benar saja. Di mana coba mereka nyimpannya." Belum-belum Rafael sudah stres duluan."Bikin penggunanya kecanduan anu, sudah jelas kalau mereka ingin merusak negara ini. Kok masih dikasih izin edar," heran Pras."Bukannya dikasih izin, tapi mereka main terabas saja. Untung banyak ma."Pras mendengus kesal. Iya, untung banyak. Tapi mereka itu apa peduli dengan keadaan bangsa ini. Mereka lebih suka memperkaya diri dibanding membenahi keadaan negara yang sudah kacau."Karena itu, Keenan mau barangnya balik. Dia dulu kasih jual sebab alasannya untuk penelitian. Betul dibuat penelitian untuk kemudian digandakan lalu diperjualbelikan, di
Paramita tambah terkejut, dia tidak menyangka kalau Nadine akan bertanya terus terang padanya. Sang menantu memang punya karakter yang kuat. Tidak semua wanita punya keberanian untuk melakukannya. Kebanyakan menantu hanya akan diam saja, saat mendapati mereka diperlakukan tidak adil.Tapi itu orang lain, bukan Nadine. Istri Rafael jelas bukan wanita yang mungkin ditindas. Kalau tidak, mana mungkin dia bertahan menghadapi Rafael yang terkenal otoriter dan posesif.Jika Nadine tidak punya karakter yang kuat, sudah lama rumah tangga mereka kandas. Kali ini Paramita menemukan kalau semua yang dia perkirakan adalah benar. Nadine bukan wanita yang bisa diserang sembarangan."Nadine akan berusaha perbaiki sikap jika Mama menemukan kekurangan dalam diri saya."Paramita menggeleng. Perempuan itu lantas menatap dalam wajah sang menantu. "Boleh Mama bicara. Maaf sebelumnya jika ini sedikit menyinggung kamu. Tapi sungguh, mama tidak menuduhmu. Mama hanya ingin memastikan.""Apa itu, Ma?" Nadine
Dalam kehidupan, akan selalu ada pasang surut. Semua kejadian berpasangan, susah senang. Sedih bahagia, sehat sakit. Kaya miskin, pun dengan hubungan. Kadang baik kadang buruk. Nadine sadar selamanya tak mungkin menghindari Arya. Dia yakin akan ada satu titik di mana dia akan menemukan momen untuk memaafkan kesalahan pria itu. Dia aslinya belum ikhlas, tapi pengajaran sang ayah soal membenci orang secukupnya saja, membuat Nadine yang notabene hobi sekali menyimpan kenangan buruk, sedikit banyak melembut. Perempuan lebih kurang sama, tapi untuk Nadine porsinya amat berbeda. Dia bakal ingat orang yang pernah jahat sama dia dalam memorinya. Tidak akan dihapus sampai internal memori memerintahkan. Dan kini Nadine melakukannya. Istri Rafael bisa melihat bagaimana beban itu terlepas dari pundak Arya, saat dia bilang sudah memaafkan perbuatan lelaki yang juga ayah mertuanya. "Terima kasih dan maaf sekali lagi. Sungguh, saya khilaf hari itu." "Asal jangan diulangi lagi, Pak. Saya gak
Beberapa waktu sebelumnya, Rama dilanda kepanikan luar biasa. Saat Bram tidak dia temukan di tempatnya ditahan. Dari hasil investigasi ditemukan kalau Bram dipindahkan ke sebuah rumah untuk menjaga kestabilan mentalnya yang mulai terganggu, akibat terlalu lama dikurung.Yang membuat Rama syok adalah surat pemindahan Bran ditandatangani sendiri olehnya. Padahal Rama sama sekali tidak merasa memberi persetujuan apa-apa.Dari rekaman kamera pengawas juga didapati kalau benda itu aktif mereka hanya sampai depan pintu, selebihnya benda itu tidak berfungsi alias kemungkinan diambil alih kendalinya dengan kata lain disabotase.Dari sana Rama langsung mencurigai dua orang. Sosok yang Rama sangat tahu kalau mereka colab, bakal banyak yang bisa dilakukan. Tergantung mood mereka. Baik, no problem, jahat gas saja.Kecurigaan Rama langsung dikonfirmasi oleh seseorang. Figur yang saat ini duduk di hadapannya dengan tenang plus sejak tadi Rafael terus menyunggingkan senyum yang membuat Rama kesal."
"Karena sektor peredaran dan produksi obat masih dikuasai pemerintah, sebagian besar. Ada juga swasta yang diberi mandat untuk membantu kinerja pemerintah. Tapi izin edarnya tetap lewat mereka. Jadi di sinilah nurani manusia diuji. Mereka tahu hal itu tidak benar ....""Tapi kadang mereka tidak punya pilihan. Banyak tekanan yang dihadapi, dan mereka bukan orang yang dilengkapi dengan privilege untuk melawan."Reva mengangguk, setuju dengan pendapat sang kakak. "Lalu untuk Bram ini bagaimana, masih bisa disembuhkan tidak? Katamu produknya masih dalam uji coba."Keduanya bergeser ke ruangan berjendela kaca, di mana dari sana mereka bisa melihat keadaan Bram. Pria itu duduk tenang, saking tenangnya sampai pandangan matanya kosong."Sepertinya bisa. Aku akan terus berhubungan dengan temanku itu. Kebetulan dia minggu depan mau ke sini. Kalau mau dia akan kurekrut untuk kerja di lab. Dia pernah ikut proyek ini waktu di sana, tapi milih mundur ketika dia merasa tidak sreg.""Sipp.Tapi kenap
"Kalian mau ke mana sih?" Meta kepo ketika dia ditinggal di Blue Paradise bersama Laras dan juga Lia. "Ada kerjaan bareng. Itu Adi juga ikut," Pras menjawab sambil menunjuk Adi yang diekori Casey di belakangnya. Hubungan dua orang itu tampaknya mulai membaik. Seiring Casey yang mencoba menerima Adi. Wajah Casey tampak cemas. Sepertinya di antara yang lain hanya perempuan itu yang tahu seperti apa gambaran rencana mereka malam ini."Oke, para ciwi-ciwi, yang bumil, yang emak dan yang calon emak, selamat bersenang-senang. Kalian bebas melakukan apa saja asal tidak keluar area Blue Paradise. No pesen makanan dari luar. Silakan masak sendiri kalau pengen makan di luar menu yang sudah ada. Untuk info kamar sila tanya sama tuan rumah."Pidato Sandy menjadi penutup sebelum para lelaki keluar dari gerbang Blue Paradise. Meninggalkan para perempuan yang seketika saling pandang."Mereka gak lagi rencana nyari cewek lain kan?" celetuk Meta, tetap jadi yang paling ceplas ceplos."Aku buntungin
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan