"Gak mau!"Penolakan itu lantang terdengar, sudah berapa kali Meta dibujuk tapi tetap tidak mau. Bapak dan ibunya jelas kesengsem dengan tampilan Pras. Tampan, keren, pasti kaya, itu yang ada di pikiran orang tua Meta. Siapa yang bakal menolak mantu modelan Prasetya Pramudya.Kecuali Meta tentunya. Dia geram, bagaimana mereka malah memintanya untuk menikah dengan berandalan elit pangkat tiga itu. Iya, dia ganteng, kaya, tajir tapi kelakuannya itu loh, amit-amit jabang bayi."Yang kamu cari model apa sih. Sudah jelas dia bapaknya anakmu, masih juga gak mau dinikahi. Aneh kamu, Ta," gerutu si bapak.Meta tambah manyun mendengar desakan ayahnya. Mereka tidak tahu saja Pras itu seperti apa. Andai mereka tahu kalau Pras itu tukang tidur dengan banyak perempuan, apa mereka masih mau memaksa dirinya untuk menikah dengan Pras. "Bapak sama ibu itu tidak tahu dia itu seperti apa. Dia itu brengsek, kurang ajar!""Memang dia brengsek, kurang aja, berani menghamili anak perawane bapak, tapi opo
"Oh ayolah, Nad. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, suer aku cuma kasihan sama dia. Kamu harus lihat bagaimana wajah Meta waktu itu. Aku saja ngeri."Bujuk Rafael saat Nadine ngambek karena pria itu membantu Meta. Sang istri tidur membelakangi Rafael, padahal dia ingin memeluk tubuh Nadine."Jadi selama aku gak ada, kamu main-main sama dia?" Judes sekali ucapan Nadine.Alamak, cemburu lagi. Perasaan Nadine cemburuan sekali akhir-akhir ini."Mana ada aku main sama dia atau sama cewek lain, kagak napsu aku. Emangnya kamu, ngaku sendiri kalau sering dipeluk Bram. Kalau dia tidak penting sudah aku pites sampai mampus. Lagian dari pada main sama Meta, mending aku ngebolang sama Lyli. Lebih seru."Gantian Nadine yang kaget dengan omelan panjang Rafael. Perempuan itu membalikkan badan, menghadap punggung Rafael. Giliran Rafael yang cemburu."Kamu cemburu?" tanya Nadine. Entah kenapa senang rasanya Rafael cemburu pada Bram.Sejak kembali ke ibu kota, kehidupan Nadine dan Rafael memang lebi
"Tapi syaratnya begitu. Penjara seumur hidup," keluh Meta pada Rafael."Apanya yang dipenjara. Aku kasih tahu ya total aset Pras segini .... Kau bakal jadi kaya raya. Nyonya muda, kau bisa mengendalikan dia. Aku jamin itu."Meta melotot untuk kemudian menggigit bibir. Dia terkejut karena mendengar jumlah kekayaan Pras. Meski setelahnya dia sadari kalau dia tergoda untuk membuat Pras tunduk di bawah kakinya."Tapi Raf ....""Apalagi Ta, bukankah tujuanmu itu.""Enak saja, itu tujuanmu!"Rafael meringis lirih, iya itu idenya untuk membuat Pras menyerahkan hartanya sebagai jaminan. "Iya deh iya, tujuanku.Terus kau bagaimana, mau atau tidak?"Meta beralih nggigiti kuku jarinya. Dia ragu untuk bercerita. Tapi selain Rafael siapa lagi yang dia punya sebagai tempat curhat."Em, sebenarnya ada alasan lain kenapa dia ingin segera menikahiku. Selain ingin kembali ke kota, menemuimu.""Apa itu?" Rafael mengubah cara menerima panggilan telepon Meta menggunakan headset bluetooth, agar dia bisa sam
Mega terkesiap ketika ponselnya direbut tiba-tiba. Dia tidak tahu kalau David sudah pulang. "Jadi kalian mau ketemuan?" ledek David."Kembalikan Dave, aku punya urusan sama sepupumu," balas Mega.Dengusan mengejek terdengar. David tidak suka, ketika tahu Mega kerap bertemu Rafael. Pria itu menduga kalau Rafael dan Mega ada main di belakangnya. "Urusan apa? Menghangatkan ranjang satu sama lain. Kasurmu masih kurang panas?"Pria itu mengitari Mega, jemarinya menelusup di antara helaian hitam legam milik Mega. Perempuan itu sedang berada di kamar, jadi sedang tidak memakai hijab. Rambut panjangnya tergerai bebas. Lembut juga berkilau. David hirup aromanya, pria itu menyukainya, harum. "Kalau dia pantas kesepian. Istrinya pergi meninggalkannya.""Gosip dari mana itu. Nadine sudah pulang. Karena itu aku bertanya padanya. Ponsel Nadine tidak bisa aku hubungi," balas Mega. Dia sendiri tidak tahu kenapa Rafael tiba-tiba menghubunginya. Lelaki itu akan mencarinya jika berhubungan dengan "h
"Kau menipuku! Katakan siapa kau sebenarnya? Apa tujuanmu mendekatiku?" cecar Adi.Sungguh mengejutkan ketika pria itu mencari tahu soal Casey yang kemarin memaksanya untuk dia tiduri. Casey ternyata bukan orang sembarangan. Adi pikir, Casey hanya perempuan tidak waras yang sedang stres dengan hidupnya.Tidak tahunya perempuan itu adalah putri pengusaha terkenal, Adolfo Casey yang berdarah blasteran. Kali ini Adi bertanya untuk mengkonfirmasi kebenaran soal perempuan itu."Aku tidak menipumu. Memangnya kau pernah bertanya siapa aku," ejek Casey. Meski dalam kesempatan ini, perempuan itu tampak ketakutan dengan sosok Adi.Adi yang biasa dia takhlukkan di ranjang. Kini tampak berbeda. Pria itu punya aura dominasi yang membuat Casey tidak berkutik."Kau wanita licik. Kau membuatku tidak punya harga diri. Kau mengambil milikku yang aku persiapkan untuk istriku kelak."Casey meledakkan tawa. "Jadi kau masih perjaka. Wah beruntungnya aku. Hhkkk."Casey melotot ketika Adi menekannya ke tembo
"Namanya Bramantyo. Usia dua puluh enam tahun, masa tugas tiga tahun. Itu terhitung cepat untuk mendapatkan pangkatnya yang sekarang," ujar seorang pria pada Rafael. Lelaki itu menoleh pada Pras dan Syarif yang berdiri di belakangnya. Menunggu pintu di buka. Tak berapa lama, benda persegi di depan mereka terbuka menampilkan Bram yang duduk menunggu di sebuah kursi. Pria itu tampak baik-baik saja fisiknya. Tapi tidak dengan mentalnya. Dikurung sepanjang waktu membuat Bram mulai oleng kesehatan mentalnya. "Keluarkan aku dari sini. Akan kukatakan semua yang aku tahu," mohon Bram begitu melihat Rafael. "Tidak sekarang Bram, kecuali kau ingin mati seperti Pram." Begitu nama Pram disebut, bola mata Bram bergerak gelisah, dia seperti ketakutan. Pria itu sibuk melirik ke kanan dan ke kiri. Seolah ada yang mengawasi. Gejala yang menunjukkan kalau kejiwaan Bram mulai terganggu. "Kami duga ada kasus besar yang tersembunyi di balik kematian Pram. Mungkin Bram tidak tahu, tapi pria ini kemung
Tidak ada yang lebih indah selain dari kedamaian. Saat kata maaf terucap, semua masalah sirna seketika. Rafael sejatinya tidak gila maaf, yang dia lakukan sesungguhnya untuk menunjukkan fakta pada Pras. Bahwa dia dan keluarganya tidak pernah sekalipun bermaksud menyakiti keluarga Pras. Dimulai dari ibunya, Eki, lalu Pram sendiri. Rafael ingin membuktikan kalau dia tidak bersalah. Dia tidak mau dituduh sudah membunuh orang terus-terusan."Kau serius minta maaf?" goda Rafael.Pras mendengus kesal. Meski dia brengsek, tapi dia terhitung gentleman. Berani mengakui kesalahan dan meminta maaf."Aku serius, tapi terserah jika kau tidak mau terima. Yang penting aku sudah melakukan bagianku." Pras ingin beranjak pergi. Baru membalikkan badan, Rafael sudah kembali bicara. "Aku maafkan. Hiduplah dengan baik mulai sekarang. Ingat, kau punya anak dan istri."Sudut mata Pras basah, benda bening itu ingin sekali menerjang keluar tapi Pras jelas gengsi untuk menunjukkannya. Akhirnya pria itu hanya
Rafael masih dirawat di rumah sakit. Sejatinya fisik Rafael sudah membaik, hanya saja dia masih merasa nyeri di tenggorokan, gegara nasogastric tube yang berada di kerongkongannya selama proses bilas lambung.Mereka juga masih perlu Rafael untuk diobservasi. Tentu saja, Reva tidak mau sang kakak kenapa-kenapa. Meski akhirnya Reva jadi ikut kelelahan, hingga mengakibatkan kram pada kandungannya.Semua orang pastinya jadi tahu kalau Reva hamil, padahal perempuan itu belum mau spill kehamilannya. Ucapan selamat pun mengalir pada Reva dan Rion, bahkan Paramita langsung menghujani sang putri dengan ciuman begitu sampai di rumah sakit.Satu hal yang membuat Nadine merasa rendah diri. Reva kembali hamil, kali ini mereka jelas akan ekstra hati-hati menjaga kandungan Reva. Nadine tidak iri! Tidak, dia hanya merasa tidak beruntung. Sungguh, dia akan selalu berdoa untuk kebaikan Reva."Masih sakit?" Nadine bertanya ketika Rafael memejamkan mata saat minum. "Sedikit. Kayaknya bener ada luka di
"Sah?" "Sah!" Ucapan syukur terdengar melaung di ruang luas kediaman Rafael yang kini disulap jadi sebuah tempat berhias penuh bunga. Area di mana Rionald akhirnya bisa menikahi Dewi kembali. Pria itu tak bisa menahan haru kala melihat Dewi muncul diantar Paramita. "Ingat, Bang. Jangan sia-siakan kesempatan kedua yang sudah diberikan. Jangan sampai kamu sakiti dia lagi. Malu sama cucu yang sudah seabrek dan masih mau nambah lagi." Paramita memperingatkan Rionald yang langsung mengangguk. Diraihnya tangan Dewi, dipandanginya paras perempuan yang kini kembali jadi istrinya. Dalam pandangan Rionald, wajah Dewi masih sama cantiknya seperti tiga puluh tahun lalu. "Ingatkan aku jika aku berbuat salah, pukul kalau perlu." Rionald sungguh ingin memperbaiki semua. Dia hanya ingin menghabiskan sisa hidup bersama Dewi sambil merawat cucu kandung mereka yang lima bulan lagi akan lahir. Dewi mengangguk, dia sangat terharu juga tersentuh, setelah melihat kesungguhan Rionald yang ingin ber
"Cedric Laurent De Angelo dan Celine Laura De Angelo. Intinya mereka adalah sumber kebahagiaan, bukankah surga itu tempat di mana semua orang merasa bahagia. Nama mereka juga bermakna pemenang. Walau perjalanan mereka sejujurnya baru saja dimulai." Nadine tak bisa berhenti tersenyum, menatap dua buah hatinya yang sedang tidur pulas, setelah tadi menjerit karena lapar. Seperti kata Rafael, ASI Nadine memang keluar lebih awal, hingga perempuan itu tak kesusahan pasal ASI. Anugerah lain yang tidak semua perempuan dapatkan. Sita contohnya, ASI-nya baru keluar di hari keempat, dan mulai lancar setelah satu minggu. Nadine sendiri langsung bisa duduk dan berjalan ke kamar mandi, persalinan normal memang lebih cepat pulih. Terlebih perempuan itu melahirkan tanpa jahitan sama sekali. Yang Nadine rasakan tinggal rasa perut yang masih tidak nyaman dan kesulitan jika akan ke kamar mandi. Langkahnya juga masih pelan, belum secepat keadaan normal. Karenanya dia masih memakai kursi roda jika
"Bayinya tidak menangis," gumam seorang staf tanpa sadar. Dirinya baru menyadari kesalahannya saat sang rekan menyenggol lengannya, dan reflek menutup mulutnya.Sementara Reva serta sang dokter langsung memeriksa, dan wajah keduanya seketika berubah pucat berbalut panik. Leher bayi laki-laki Nadine terlilit tali pusat. Bagaimana bisa, padahal USG terakhir tidak menunjukkan hal tersebut.Pertolongan lekas dilakukan . Tali pusat dipotong dengan oksigen segera diberikan. Namun bayi mungil itu tak jua memberi respon, sedangkan saudarinya terus menjerit melengking.Suaranya terdengar sampai ke ruang tunggu di mana hampir semua anggota keluarga De Angelo plus Hermawan dan Heni ada di sana."Pak, kenapa cuma satu yang menangis?" Heni bertanya dengan kecemasan level tinggi pada sang suami. "Berdoa ya, Bu. Semua mohon doanya. Semoga Nadine dan bayinya diberi keselamatan."Semua orang lantas menundukkan, berdoa dalam hati masing-masing. Bahkan David, orang yang tak kenal kata doa ikut trenyuh
"La? Malah sudah pecah. Bukaan baru empat.""Kita masih bisa tunggu, Dok." Reva mengangguk paham, sebagai dokter dia tahu kalau mereka punya waktu dua puluh empat jam setelah ketuban pecah untuk melahirkan bayi, tanpa ada efek samping yang membahayakan bayinya.Meski kehamilan Nadine lemah di awal tapi semakin ke sini, kandungan Nadine menunjukkan kekuatannya. Hingga tidak ada masalah jika mereka harus menunggu lagi, tanpa perlu tindakan sesar."Sabar ya, aku tahu rasanya sakit. Tapi percaya deh, yang sedang kamu perjuangkan melalui rasa sakit ini adalah hal yang tak ternilai harganya."Nadine mengangguk mendengar ucapan Reva. Selang oksigen dan infus sudah terpasang, sebab tadi Nadine mengeluh sesak. Saat itulah ponsel Reva berdering. Perempuan itu melihat siapa penelponnya. Hingga dia menjawabnya di situ, tanpa berpindah tempat."Kenapa, Re?" Tanya Rafael dari ujung sana."Abang cepet ke rumah dah, anakmu tidak sabar ingin segera melihat dunia," balas Reva bersamaan dengan Nadine
"Kok makin kenceng, Re. Aduh sorry." Sita melotot melihat tangannya diremas reflek oleh sang kakak. Suasana mobil berubah panik. Reva yang menyetir bak orang gila turut menambah atmosfer Too Fast Too Furious di dalamnya."Re, slow, Re! Banyak nyawa di dalam sini." Paramita memperingatkan. Perempuan itu mendekap erat dua cucunya. Takut kalau Reva membuat kesalahan fatal."Tenang Ma, Reva punya lisensi balapan F1," Reva menjawab asal. Sebuah wireless blue tooth terpasang di telinganya. Perempuan itu tengah berkoordinasi dengan dokter di rumah sakit."Jangan ngaco kamu. F1 cuma buat kamu doang penumpangnya, ini se-erte penumpangnya." Paramita masih bisa berteriak di sela desis kesakitan Nadine. Perempuan itu dengan cepat kehilangan rona merah di parasnya."Santai Ma. Santai Nad. Jangan jejeritan. Nanti tenaganya habis. Kalau betul kontraksi mungkin itu baru satu atau dua. Aku bisa periksa tapi gak mungkin kan aku lakukan di sini, depan anak-anak pula. Jadi tahan ya, kita cus ke rumah s
Meski bahasanya masih belepotan, belum jelas pengucapannya, tapi Maira yang tadinya ditindih Laiv sampai menjerit melengking, bisa paham apa yang Nadine perintahkan. Bocah yang masih memakai baju tidur itu lekas berlari ke arah dapur, di mana Paramita tadi berada. Tak berapa lama perempuan itu datang dengam seorang ART mengikuti. "Bukan kontraksi kan?" Tanya Paramita. Dia dan sang ART memapah Nadine untuk duduk di sofa."Kayaknya bukan, Nadine cuma kaget, Maira di-smack down Laiv."Paramita melotot pada sang cucu sementara yang dimarah malah pasang muka innocent, tidak bersalah. Laiv kadang bisa kalem, kadang bisa ikutan tantrum macam Maira yang memang hobi ngereog."Maira, bisa tolong panggilkan Tante Reva di kamar. Bilang Tante Nadine perutnya sakit. Laiv tunggu di sini.""Peyut atit," kutip Maira sambil melangkah pergi seraya melompat kegirangan.Sepeninggal Maira, giliran Laiv yang ditatar Paramita. "Laiv, Sayang. Lain kali gak boleh kayak gitu lagi. Maira nanti bisa terluka. Bi
Seminggu sejak kasus Dewi masuk ke ranah pengadilan, persoalan itu justru merembet ke pihak berwajib. Ternyata si Jojo ini spesialias menikahi wanita untuk dikuras hartanya.Modusnya sama, pria itu akan menjerat janda yang dia nilai kaya, lalu istrinya akan menuntut si perempuan karena sudah mengganggu rumah tangganya. Jelas-jelas di sini Jonathan adalah seorang penipu, tapi para korbannya tidak mau melaporkan kejadian ini pada aparat keamanan. Dengan alasan malu. Mereka lebih suka menyerahkan harta bendanya, menanggung rugi dari pada aibnya tersebar luas.Sepertinya petualangan Jonathan bakal berakhir ketika dia berusaha menjerat Dewi. Bukannya untung, dia malah buntung. Jangan sangka jika Rafael akan diam saja, melihat tantenya ditipu mentah-mentah oleh lelaki yang tampang saja tak lebih baik dari satpam dirumahnya."Aku heran deh, dia pakai pelet apa waktu menipu, Tante."Itu komen Rafael yang masih tak habis pikir. Bagaimana bisa Dewi terjerat lelaki macam Jonathan."Tante pikir
"Siapa Jonathan?""Rivalnya Om," timpal Rafael cepat atas pertanyaan sang paman.Rionald lekas berdiri untuk mengintip sosok pria yang disebut Rafael sebagai saingannya. Tampak seorang lelaki mengenakan pakaian yang lumayan mahal, melongok dari luar gerbang. Terlihat kepo sekali dengan kediaman Rafael."B aja. Ganas siapa antara aku sama dia?" Selidik Rionald yang seketika membuat Dewi merona. Kenapa juga mantan suaminya malah menyinggung urusan ranjang. Dewi akui, Jonathan tak selihai Rionald, maklumlah, Rionald mantan player, pengalamannya menyenangkan wanita jangan ditanya lagi. Namun ketika membahasnya langsung dihadapan banyak orang, tentu saja Dewi malu setengah mati."Om, itu kan privasi. Tanyanya waktu di kamarlah, jangan di forum terbuka begini. Bikin malu aja," tandas Rafael seolah tahu apa yang Dewi pikirkan."Oke deh, nanti aku tanya kalau kita sudah sekamar lagi. Jadi, apa ni rencana kita?""Kita samperinlah, kita cari tahu apa maunya si Jojo ini."Tak berapa lama, Rafae
Ha? Suami baru? Kapan Dewi menikah lagi? Mereka tidak ada yang tahu. Dan kini mendadak wanita ayu yang masih diuber Rionald ini muncul di pintu kediaman Rafael. Minta bantuan untuk disembunyikan dari suami barunya. Kenapa?"Emang Tante kapan nikahnya?" Ceplos Nadine sambil menyuapi Rafael."Emm, dua bulan lalu," balas Dewi malu-malu."Terus kenapa kamu lari ke sini? Maaf, bukannya kami tidak menerimamu. Tapi akan jadi runyam urusannya kalau kamu sudah punya suami." Atma berujar pelan, penuh kehati-hatian agar tidak menyinggung perasaan perempuan yang bagaimanapun adalah ibu dari cucunya. Bahkan Rionald masih tergila-gila pada Dewi sampai detik ini. Rionald tidak mau menerima perempuan lain selain mama David."Maaf, Yah. Tapi aku sudah bingung harus cari perlindungan ke mana." Dewi mulai menangis dengan Paramita lekas mendekat untuk menenangkan."Jangan menangis, cerita dulu. Nanti kita lihat kami bisa bantu atau tidak."Paramita membimbing Dewi duduk di sebuah sofa, Arya mengulurkan