Pa, aku mohon. Cabut tuntutan untuk Faisal, Pa," pinta Mbak Anggi.
Culas sekali, wanita ini. Menuduhku mencuri dan menyebabkan Dea celaka, hingga rela merogoh kocek agar aku bisa mendekam di penjara. Giliran pelaku aslinya sudah tertangkap, dia mengiba pada suaminya dan meminta Pak Adi untuk mencabut laporannya dengan dalih pelakunya adalah Faisal, adiknya sendiri."Tidak akan! Sudah cukup aku memberi jantung pada keluargamu! Keluarga miskin yang tidak tahu berterima kasih!" cibir Pak Adi sengit.
"Tutup mulutmu, Adi! Berhenti mengatakan keluargaku miskin dan tidak tahu malu! Kami hidup dengan jerih payah kami sendiri, uang pemberian darimu, sudah aku kembalikan pada istrimu, tanyakan saja pada istrimu yang lupa pada ibunya itu! Bahkan ibunya sakit hampir sekarat saja dia enggan menengok, lebih mementingkan suami gila penghormatan seperti dirimu!" ujar Faisal geram. Terlihat sekali rahangnya mengeras.
Mendapa
Sejak pagi aku sudah berkutat di depan laptop. Menyalin data-data yang sudah Krisna kirim tadi malam. Banyak sekali memang kejanggalan pada tiap laporan yang sudah tertulis. Sepertinya aku harus memulai penyelidikan dari bawah, jika langsung pada intinya, bisa saja pelaku mengkambinghitamkan kesalahannya pada orang lain.Semburat mentari sudah mewarnai langit timur. Kulirik jam di atas nakas, sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Sepertinya tukang sayur sudah mangkal di depan.Kulangkahkan kaki menuju dimana para ibu-ibu sudah berkerumun memilih sayuran segar."Pagi, mbak Endang," sapa mbak Hanin ramah."Pagi juga, pagi ibu-ibu," ucapku pada ibu-ibu lainnya.
Setelah mendebat para sekutu mbak Anggi, aku meminta tukang sayur untuk memasukkan barang belanjaku ke dalam kantong. Saat tubuhku berbalik, sosok mbak Anggi baru saja tiba di antara kami."Kok matanya bengkak sih, Jeng, kenapa?" tanya Bu Halimah kepo.Aku masih berdiri menunggu giliran membayar sayuran dan ayam yang baru saja kubeli."Ah, ini kurang tidur aja, Bu. Dea rewel katanya kepalanya pusing," elak Mbak Anggi lemah."Kasihan banget, mana pelakunya bebas lagi!" rutuk Bu Andin melirik ke arahku."Siapa yang ibu maksut pelakunya? Jadi kalian belum tau siapa pelaku sebenarnya yang sudah membuat Dea celaka?" tanyaku, membuat mulut mereka bungkam."Emang siapa, Jeng? Kamu bilang mbak Endang yang sudah mencelakai Dea gara-gara berusaha mencuri kalung anak kamu," selidik Bu Halimah ingin tahu.Mbak Anggi gelagapan, "Ah, ternyata bukan mbak Endang. Entahlah, pela
Di tengah perjalanan menuju pabrik, berkali-kali aku melirik jam di pergelangan tangan. Duh, ini gara-gara sibuk meladeni Bu Hajjah Aminah dan kawan-kawannya, jadi telat kan!Padahal rencananya pagi ini ada meeting untuk membahas dana "missed" setahun belakangan."Maaf, Bu. Ada perlu dengan siapa? Tolong tunggu di sini, selain karyawan dilarang masuk ke dalam kantor," cegah satpam dengan name tag Jazuli, kepadaku."Ah, saya Endang. Pemilik--""Siapa dia, Li?" tanya seorang pria di belakangku. Sontak aku menoleh ke arahnya."Selamat pagi, Pak Adi. Saya juga tidak tahu ibu ini siapa, Pak. Tiba-tiba datang dan main nyelonong ke dalam kantor," jelas lelaki bernama Jazuli pada Pak Adi.Suami Mbak Anggi itu tersenyum sinis ke arahku, dengan menelisik pakaianku dari atas hingga bawah."Siapa yang meminta kamu interview di sini? Atas rekomendasi siapa kamu beran
Semua mata di ruangan meeting melihat ke arahku. Tanpa aba-aba, Pak Adi berdiri seolah kaget dengan kedatanganku yang disebut Krisna sebagai pemilik asli pabrik Endan Group."Apa ada yang salah, Bapak Adi?" tanya Krisna, sengaja menekan kata "Bapak Adi".Pak Adi melihat sekelilingnya, para staf dan manager yang hadir menatap heran ke arahnya. Aku mengangkat satu telunjuk dan mengarahkannya tepat dimana Pak Adi tengah berdiri. Kuayunkan jemariku dari atas ke bawah, seketika Pak Adi terduduk melihat perintah jariku.Kutarik sudut bibir hingga membentuk seringaian membunuh."Kita sambut kedatangan pemilik Endan Group, Bu Endang Sarasvati, saya minta kesediaan kalian semua untuk berdiri, dan bertepuk tangan atas kerendahan hatinya sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan di tempat yang sedikit terpencil ini." Kata K
"Tidak bisa begitu, Bu. Ini namanya jebakan! Mana boleh ibu mengunci file kami setahun belakangan, barangkali kami menemukan kesalahan di laporan tahun lalu, kami tentu tidak bisa mengubahnya," ucapnya panik.Aku tersenyum sinis, "Saya mempunyai wewenang atas itu! Anda harus tau diri, Bapak Ferdinan yang terhormat, saya Endang Sarasvati, pemilik Endan Group tempat anda bekerja, jadi untuk melakukan hal seperti mengunci file atau sebagainya, saya memiliki kuasa penuh atas itu!" ucapku hampir tersulut emosi."Lagipula, kenapa bapak terlihat panik sekali?" cecarku, membuat Pak Ferdinan gelagapan."Tentu saja saya panik! Itu namanya ib
Setelah membaca pesan dari Bu Hajjah Aminah, gegas aku membersihkan diri dan berganti pakaian mahal yang kupunya. Jika mereka mengenal fashion, tentu akan menyadari berapa harga baju yang sedang kupakai kini.Tak lupa kupakai kalung dan satu cincin berlian hadiah dari ibu mertua di hari ulang tahunku tahun lalu, sempurna!Kusambar tas kecil dengan brand "Louis Vuitton" berwarna putih di lemari penyimpanan tas milikku.Kurasa sudah cukup mewah penampilanku kali ini, bahkan sudah seperti mau pergi kondangan saja. Baju berwarna peach dengan panjang selutut dengan perhiasan mewah yang membuat fashionku semakin berkelas."Dek, mau kemana?" tanya mas Danu dengan memicingkan matanya, menelisik penampilan
Aku memasukkan kembali Diamond selector ke dalam tasku. Semua wanita di ruangan ini berdiri karena suami Bu Hajjah Aminah yang terhormat itu sudah pulang. Aku menoleh ke arah lelaki yang sudah berdiri di antara kami semua, ketika mata kita beradu, kakinya mundur selangkah seolah terkejut melihatku berada di sini."Bu ... Bu Endang?" tanyanya memastikan.Aku mengibas satu tangan di udara, dan berjalan santai mendekati Bu Hajjah Aminah yang sudah berdiri di samping suaminya."Lain kali, jangan menilai orang lain dari seberapa banyak perhiasannya, jika suatu saat kamu tau kalau semua kekayaan yang didapat suamimu dari cara yang salah, kamu tentu akan bingung meletakkan mukamu di mana!" bisikku dengan membetulkan ujung jilbab milik Bu Hajjah Aminah.
"Kamu bercandanya nggak lucu deh, Sayang!" celetuk Reina disela-sela tawanya.Aku mengerutkan dahi, benar-benar wanita bebal!"Siapa bilang aku bercanda? Dia memang kakak perempuanku, Mbak Endang!" jawab Krisna ketus.Bibir Reina seketika mengatup, ditatapnya netra Krisna dengan air muka tegang."Ja-jadi ... Dia?""Perkenalkan, nama saya Endang Sarasvati, pemilik resmi Endan Group," ucapku dengan mengulurkan satu tangan ke arah Reina.Ibu-ibu di rumah Bu Hajjah Aminah menatap ragu ke arahku.
PoV Endang *** Tidak terasa, waktu cepat sekali berlalu. Hari ini, hari dimana Krisna akan melepas masa lajangnya bersama Hana. Kentara sekali raut bahagia Krisna, begitupun Ibu dan Ayah. Pihak keluarga Hana pun demikian. Aku menyesal sekali karena tidak mencegah kepergian Bu Andin waktu itu. Siapa yang menyangka jika Kenan, lelaki yang ambisius dengan Hana malah membunuh Bu Andin dengan menjatuhkannya ke dalam jurang. Sehari setelah proses pertunangan Krisna dan Hana, kami sekeluarga kelelahan dan menonton acara berita bersama. Bagai dihantam godam yang besar, saat aku mendengarkan sebuah siaran tentang seorang wanita yang dibuang di kawasan puncak. Penyiar televisi mengatakan nama Bu Andin karena kebetulan dompet korban memang masih berada di saku celana. Mataku membeliak lebar kala itu, benar saja, setelah tayangan pengangkutan jenazah, tidak lama, orang tua korban turut diwawancarai, tidak salah lagi. Itu orang tua Bu Andin. Aku berteriak memanggil Mas Danu yang kebetulan seda
PoV Author***Acara pertunangan Krisna dan Hana berjalan dengan lancar. Banyak sekali pose foto yang berhasil dibidik untuk mendokumentasikan hari bahagia mereka. Sengaja, beberapa tetangga dari kampung Endang, mereka undang, termasuk Hanin, Fifi, dan Bu Hajjah Halimah, juga Pak RT beserta istrinya. Dan masih banyak lagi.Memang, acara pertunangan ini dimeriahkan, mengingat Krisna adalah putra bungsu keluarga Bastian. Mereka sudah lama tidak mengadakan acara semewah ini setelah pernikahan Endang beberapa tahun yang lalu.Beruntung rumah Tini memiliki halaman yang luas. Sehingga nuansa alam menjadi pilihan utama mereka dalam menyelenggarakan acara penting ini. Tak lupa pula, Hartini datang anak-anaknya, Endang yang mengundang mereka."Masya Allah, ini baru acara lamaran udah meriah kayak gini ya," celetuk Hanin, menatap takjub pada dekorasi pertunangan Krisna dan Hana."Horang kaya mah bebas, Mbak Han!" sahut Fifi cekikikan. Endang menonjok pelan lengan Fifi, membuat wanita itu mering
PoV Author *** Para tetangga yang masih termasuk sanak saudara Fatma, membopong tubuh Halimah untuk dibaringkan di kamar. Kasak-kusuk tetangga mulai terdengar, mereka mengasihani nasib Halimah yang tragis. Menurut para tetangga, Halimah adalah sosok wanita pekerja keras. Siapa sangka, justru Halimah adalah perusak rumah tangga orang lain. Jika mereka tahu, mungkin mereka akan mengimani bahwa apa yang sudah Halimah terima kini adalah karma dari perbuatannya sendiri. Halimah merusak rumah tangga Hartini demi mendapatkan uang. Bukan kehidupan yang terjamin untuk Ibu dan anaknya, justru kematian putranya yang dia dapatkan. Suaminya bermain api dengan wanita lain. Sama persis dengan apa yang sudah Halimah perbuat. Rumah Fatma bahkan belum sempat di renovasi karena semua uang kiriman dari Halimah harus dikelola lagi oleh Rusdi-- suami sah Halimah. Rusdi sengaja membangun rumah di kampung sebelah, di atas tanah peninggalan orang tua Cantika, selingkuhannya. Mereka sengaja mengeruk uang ki
PoV Author***Halimah berjalan gontai menuju ke jalan raya. Dia merutuki kebodohannya yang belum sempat mengamankan semua aset Suryono selama ini. Memang, kebutuhan Halimah dan keluarganya di kampung terpenuhi dengan baik, tapi tetap saja, dia merasa rugi karena pergi meninggalkan rumah Suryono tanpa membawa satu pun harta. Hanya perhiasan yang masih melekat di tubuhnya."Sialan! An-jing! Bisa-bisanya Hartini dan Endang mempermalukan diriku seperti ini!" dengkus Halimah kesal. Meskipun secara sadar dia tahu jika Endang tidak ada hubungannya dengan pengusiran warga terhadap dirinya, tetap saja, nama Endang selalu terlihat buruk di mata Halimah."Lihat saja, aku akan kembali untuk menuntut harta gono-gini!" gumam Halimah dengan menggerakkan giginya.Beruntung dompetnya berada
***PoV HalimahDua hari lagi acara lamaran Krisna dan Hana akan dilangsungkan. Aku bersyukur, Hana mau menerima Krisna sebagai pendamping hidupnya, mengingat keluarga kami yang sudah menyebabkan Mang Kosim meninggal.Hana gadis yang baik, aku percaya dia bisa menjadi istri yang baik pula untuk Krisna. Apalagi adik manjaku itu selalu melalaikan kewajibannya sebagai seorang muslim. Semoga Hana bisa membawa Krisna ke jalan yang Allah ridhoi.Kasus Pak Ferdinan berjalan dengan lancar. Dia dan para anak buahnya kini mendekam di penjara. Begitu juga dengan Reina, entah bagaimana nasibnya nanti ketika akan melahirkan. Membayangkan saja sudah bikin perutku mulas.Bu Hajjah Aminah sudah berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Setidaknya itulah yang aku tangkap dari perilakunya kepada keluargaku se
PoV Author***"Katakan, Ma. Apa kamu selama ini tidak mengirimkan uang pendidikan untuk anak-anakku?!" bentak Suryono sengit. Halimah meneguk ludahnya kasar, belum pernah Suryono berkata dengan nada tinggi sebelumnya.Halimah melirik ke arah para tetangganya yang sudah berkerumun di depan rumahnya. Sudah kepalang malu, sekalian saja dia tunjukkan dirinya yang sebenarnya."Memang kenapa? Anak kamu udah ada ibunya, jangan manjain mereka dengan mengirimkan uang. Bukannya dibuat biaya pendidikan, malah dibuat foya-foya sama Emaknya!" sindir Halimah, membuat Hartini semakin meradang. Pasalnya, sejak Suryono meninggalkan dirinya dan juga anak-anaknya, Hartini banting tulang untuk menghidupi kebutuhan sehari-hari, karena memang biaya pendidikan ketiga anaknya sudah ditopang oleh Suryono selaku Ayah mereka."Gi-la nggak sih, udah merebut seorang Ayah dari anaknya, eh, uang untuk biaya pendidikan pun ikut diembat juga!" seloroh tetangga Halimah."Nggak nyangka banget deh, ternyata Bu Halimah
PoV Author***"Kamu dan Hana pergi saja, Kris. Cari seserahan sekalian cincin untuk pertunangan besok lusa." Endang melirik ke arah Krisna yang nampak malu-malu tapi mau. Sementara Hana hanya tersenyum dan mengangguk menanggapi usulan dari Endang."Betul itu! Jangan apa-apa kamu serahin ke Mbak-mu! Bisa cepet tua dia nanti!" seloroh Mas Danu, Endang mendelik ke arah suaminya yang malah cekikikan.Hana ikut tertawa melihat Danu yang menggoda Endang, begitupun Tini dan Bastian, mereka merasa bahagia sebentar lagi anak bungsunya akan bertunangan."Ibu sudah membicarakan semuanya dengan Ibu Hana, Kris. Jadi persiapan sudah kami siapkan dengan matang. Tinggal kamu dan Hana aja, buruan cari cincin nikah. Atau kalau mau cari seserahan yang Hana mau, belikan! Jangan pelit sama calon mantu ibu!" hardik Tini pada Krisna, pipi Hana bersemu merah mendapat kasih sayang yang tulus dari keluarga Krisna. Apalagi Hana adalah anak dari lelaki yang sudah mengorbankan nyawanya demi keluarga Bastian.Kri
PoV Author***Jdor!Jdor!Jdor!"Halimah, keluar kamu!" teriak seorang wanita dengan menggedor pintu rumah Halimah."Dasar pelakor, keluar kamu dari rumah ini. Ini rumah suamiku!" Mendengar keributan, para tetangga bergegas keluar dan mencoba menenangkan seseibu yang sedang marah-marah di depan rumah Halimah. Pak RT dan istrinya mendekati wanita tersebut dan meminta untuk tenang."Bagaimana saya bisa sabar, Halimah itu pelakor! Dia sudah merebut suami saya!" ujar wanita itu lantang.Halimah tidak kunjung keluar, dia bersembunyi di dalam kamar karena takut kedoknya selama ini terbongkar."Tapi Bu Halimah sudah memiliki suami, mana mungkin dia merebut suami ibu," sela tetangga baik Halimah.Wanita yang memperkenalkan dirinya dengan nama Hartini itu melotot ke arah tetangga baik Halimah."Suami yang mana maksut kamu, hah?!"Hartini berkacak pinggang di hadapan para tetangga Halimah. Pasalnya, semua tetangga memang tidak tahu, jika suami Halimah yang tak lain adalah Suryono adalah suam
PoV Author.***"Maaf, Bu. Saya menemukan kejanggalan pada gangguan yang Bu Andin alami," ujar seorang psikiater pada kedua orang tua Andin.Jamilah dan Husni saling berpandangan. Masih mencoba mencerna apa maksut dari ucapan dokter cantik di depannya."Maksut saya, Bu Andin tidak mengalami gangguan jiwa seperti yang Ibu dan bapak keluhkan.Saya bisa menilai dari cara dia menjawab semua pertanyaan saya dengan detail. Tatapan matanya bukan tatapan mata kosong seperti orang dengan gangguan jiwa pada umumnya. Juga, dia tidak sibuk dengan dunianya seperti pasien ODGJ lainnya. Saya rasa, Bu Andin hanya sedang menyembunyikan sesuatu dari kalian selaku orang tuanya.Saran saya, Bapak dan Ibu bicarakan ini baik-baik dengan Bu Andin. Karena ketika laporan saya nanti ma