Rumah sakit? Audrey masih ingin menanyakan sesuatu, tetapi orang itu sepertinya sangat sibuk. Dia hanya memberitahu Audrey alamat rumah sakit dan lantai tempat ruang gawat daruratnya berada, lalu menutup teleponnya.Pikiran Audrey langsung menjadi kosong sejenak. Bukankah Dash harusnya berada di TK saat ini? Kenapa dia bisa pergi ke rumah sakit, apalagi masuk ruang gawat darurat? Apa yang terjadi padanya? Sekujur tubuh Audrey gemetaran. Jika lukanya tidak serius, Dash seharusnya tidak pergi ke ruang gawat darurat.Beberapa saat kemudian, Audrey berusaha memaksa dirinya untuk tenang. Dia memerintahkan orang untuk membereskan kantornya yang kacau, lalu mengambil kunci mobil di meja dan bergegas berlari keluar. Di sepanjang jalan, Audrey mengendarai mobilnya dengan sangat cepat menuju rumah sakit. Tak lama kemudian, mobil telah tiba di parkiran rumah sakit. Begitu memarkir mobilnya, dia membuka pintunya dan langsung berlari masuk. Setelah menekan tombol lift dan pintu lift terbuka, dia ma
Audrey menunggu di luar. Entah berapa lama kemudian, pintu ruang gawat darurat akhirnya dibuka. Melihat ini, Audrey buru-buru menghampiri. Dia meraih tangan dokter dan bertanya, "Dokter, gimana kondisinya?""Sudah aman, airbag menghalangi sebagian besar daya hantaman, tapi lengannya patah. Dahinya juga terkena luka gores, jadi mungkin ada sedikit gegar otak. Intinya, nggak ada yang berbahaya. Dia cukup istirahat beberapa hari," jawab dokter itu.Audrey menghela napas mendengarnya. Dash yang berdiri di samping akhirnya tidak mengernyit lagi. Untung saja, pria ini tidak kenapa-kenapa. Kalau tidak, dia akan merasa bersalah untuk seumur hidup."Dia sudah di bangsal. Kamu boleh menjenguknya, sekalian bersihkan luka dan ganti pakaiannya," ujar dokter saat melihat Audrey begitu khawatir pada Zayden. Dia pun mengira Audrey adalah kerabatnya sehingga berpesan beberapa hal kepadanya, lalu pergi.Audrey ragu-ragu sejenak. Menurut logika, dia seharusnya menjaga jarak dengan Zayden. Namun, pria ini
Dash bisa merasakan kehangatan dari tangan Zayden. Dia merasa kurang nyaman sehingga berniat untuk menghindar. Namun, begitu mengangkat kakinya, matanya tertuju pada tangan kiri Zayden yang digips. Dia pun merasa tidak tega pada pria ini. Hanya saja, wajah mungil Dash tanpa disadari menjadi tersipu.Audrey tak kuasa menghela napas dalam hati saat melihat ekspresi Dash. Apakah ini yang dinamakan ikatan batin? Bagaimanapun, Dash memiliki gengsi tinggi dan sikapnya sangat dewasa. Anak ini selalu berperilaku layaknya orang dewasa, tidak pernah malu-malu begini."Dash, kamu keluar dulu. Ada yang ingin kubicarakan dengannya," ucap Audrey. Mendengar ini, Dash melirik Audrey dengan agak ragu. Ketika melihat tatapan serius ibunya, dia pun berjalan ke luar tanpa mengatakan apa pun.Sesudah Dash keluar dan pintu ditutup, Audrey baru bertanya dengan tulus, "Gimana kondisimu? Apa lukamu masih sakit?""Kamu peduli padaku, ya?" timpal Zayden sembari tersenyuman dan menatap Audrey dengan tenang. Bagai
Zayden menggenggam tangan Audrey. Terdapat sedikit kapalan di tangannya yang lembut dan kecil. Ini adalah bukti kerja keras Audrey selama bertahun-tahun di luar negeri.Zayden mengelusnya dengan pelan, merasa benar-benar puas dengan momen ini. Meskipun efek obat bius mulai hilang dan rasa sakit mulai menyebar, setidaknya ada Audrey yang bersedia menemaninya.Tangan Zayden agak berkeringat karena mengerahkan tenaga. Meskipun demikian, pria ini tetap tidak berniat melepaskan tangannya. Hanya saja, hatinya seketika tergerak melihat Audrey yang sama sekali tidak berwaspada. Selama wanita di sisinya adalah Audrey, dia tidak akan pernah merasa cukup.Audrey menemani Zayden untuk sesaat. Ketika merasa sudah cukup, apalagi Dash masih menunggu di luar, dia pun berkata, "Zayden, sudah saatnya kamu melepaskan tanganmu ...."Begitu ucapan ini dilontarkan, Zayden sontak menarik dengan makin kuat, sampai-sampai Audrey jatuh ke pelukannya.Audrey tidak menduga pria ini akan melakukan hal seperti itu.
Audrey seketika merasa pandangannya menggelap. Saat berikutnya, bibirnya merasakan sentuhan hangat.Audrey pun memelotot. Begitu mendapati wajah tampan Zayden begitu dekat dengannya, dia sontak terperangah.Setelah Audrey bereaksi dan hendak melawan, Zayden telah melepaskan bibirnya dan menghentikan ciuman ini.Ciuman ini tidak berhasrat, melainkan sangat lembut, seolah-olah ada kepingan salju yang mendarat di bibirnya. Hati Audrey pun tak kuasa bergetar.Tatapan Zayden tampak agak suram saat melihat penampilan Audrey ini. Dia melepaskan tangan yang menahan Audrey, lalu mengelus kepala dan pipinya sambil berkata, "Kalau bisa mendapatkan pelukan dan ciumanmu setiap kali terluka, aku tidak keberatan."Ketika melihat antusiasme pada sorot mata Zayden, jantung Audrey pun berdetak makin kencang. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu bangkit dari ranjang dan membalas, "Jangan bicara omong kosong. Aku pulang dulu."Selesai berbicara, Audrey langsung melarikan diri. Zayden pun menatap punggungny
Dilihat dari penampilan anak ini, dia seharusnya berusia 5 tahun. Dia pasti anak dalam kandungan Audrey waktu itu. Wajah anak ini cukup mirip dengan Christian. Ternyata, wanita ini memang sengaja menikah dengan Zayden yang masih koma untuk bisa merebut posisi pewaris di masa depan!Lantas, apakah Zayden mengalami kecelakaan juga karena ibu dan anak ini? Ekspresi Felya berangsur menjadi suram. Seketika, dia merasa Audrey lebih sulit dihadapi daripada yang ada di bayangannya.Selama beberapa tahun ini, Audrey hidup dengan baik di luar negeri. Mengapa tiba-tiba kembali lagi? Hal ini membuat Felya mulai memikirkan berbagai kemungkinan buruk. Jangan-jangan, Audrey masih belum melupakan niat awalnya? Dia ingin menyalahkan Zayden atas kehadiran anak ini?Ketika melihat keraguan Felya ini, Shania akhirnya berkata, "Tante, ada yang ingin kuberitahukan, tapi nggak tahu pantas atau nggak.""Apa?" tanya Felya langsung."Zayden sepertinya mengalami kecelakaan karena anak itu. Videonya sudah beredar
Audrey mengemudikan mobil untuk membawa Dash pulang. Dia teringat bahwa kulkas di rumahnya sudah kosong sehingga keduanya pergi ke supermarket dulu.Karena Dash terluka, Audrey ingin memasak beberapa makanan kesukaannya supaya anak ini merasa senang. Ketika sedang memilih bahan, ponsel Audrey tiba-tiba berdering.Begitu melihatnya, Audrey mendapati bahwa Zayden yang meneleponnya. Dia sontak mengernyit. Dia baru pergi sebentar, tetapi pria ini sudah meneleponnya?Namun, karena berutang budi pada Zayden, Audrey tidak menolak panggilan seperti sebelumnya. Dia pun menjawab panggilan tersebut.Begitu telepon tersambung, terdengar suara Zayden yang agak sedih. "Hais, sedih sekali, aku sendirian di rumah sakit. Nggak ada makanan, aku dingin dan lapar."Audrey merinding mendengar perkataan pria ini. Dia sudah terbiasa dengan sikap dingin Zayden, jadi tidak terbiasa dengan tingkahnya yang berpura-pura sedih ini. Jika bawahan Zayden melihatnya seperti ini, mungkin mereka akan mengira tubuhnya te
Setelah berdiri diam di tempatnya sejenak, Audrey tiba-tiba menyadari dirinya sedang memikirkan hubungannya dengan Zayden. Dia pun mengernyit, lalu mengetuk kepalanya sembari bergumam, "Pria itu nggak ada urusannya denganku, jangan dipikirkan lagi."....Di dalam bangsal, ekspresi Zayden menjadi sangat dingin karena panggilannya diakhiri oleh Audrey. Di sisi lain, terlihat Shania menghampiri dengan senyuman menyanjung. Dia ingin meletakkan barang di tangannya, tetapi Zayden tiba-tiba bertanya dengan sinis, "Siapa yang menyuruhmu kemari?"Langkah kaki Shania sontak terhenti. Dia membalas, "Aku ... aku tahu kamu nggak ingin melihatku. Tapi, mana mungkin aku nggak datang setelah tahu kamu terluka? Zayden, nggak apa-apa kalau kamu benci padaku, tapi kamu tetap harus makan. Kalau nggak, Paman dan Bibi akan khawatir padamu."Shania melontarkan perkataannya ini dengan sedih. Sayang sekali, Zayden tidak bisa merasakan emosi yang sama. Kalau bukan karena ibunya, Shania pasti sudah dikirim olehn