Berdua duduk di taman belakang, tanpa ada yang memulai pembicaraan, beberapa kali menatap Fransiska yang hanya diam. Leo tahu jika yang dilakukan dan katakan tadi sangat kekanakan, tapi rasa sesak didalam dada ketika mengingat isi berita membuat dirinya tidak bisa mengontrol semuanya.
“Jadi?” tanya Leo membuka suara terlebih dahulu.Hembusan nafas terdengar dari Fransiska, memandang Leo dengan tatapan lelah “Kami dekat dan nggak ada hubungan lebih, hampir sama kaya kamu dengan Kak Anggi atau Kak Zee dengan Kak Endi. Dunia hiburan membuatku sulit mendapatkan teman lawan jenis, jadi saat kami dekat semuanya terasa menyenangkan,” jelas Fransiska menatap dalam kedua mata Leo.“Murni berteman?” tanya Leo membuat Fransiska terdiam “Kalian pernah berhubungan lebih dari teman?”“Dulu,” jawab Fransiska menundukkan kepalanya.“Berapa lama dan kenapa berpisah?” tanya Leo lagi mencoba tidak peduli dengan reaksi Fransiska.“Nggak“Tunggu-tunggu!” seru Leo menatap kedua wanita bergantian terutama Fransiska penuh selidik “Kamu bicara tentang pernikahan sama orang tua? Lalu aku nggak?”“Lo kan tadi ngambek, gimana dia mau ngomong,” ucap Anggi yang membuat Leo menatapnya tajam, “Udah gue masuk dulu bawa anak gue, daripada jadi sasaran Leo.”Memberikan tatapan tajam pada Anggi saat mengambil anaknya dari gendongan Fransiska, wanita itu menatap Anggi sampai benar-benar tidak terlihat. Leo yang melihat itu semakin gatal ingin bertanya lebih jauh dengan perkataan atau keputusan Fransiska dengan kedua orang tua mereka.“Mau tanya apa?” tanya Fransiska dengan tangannya berada di pinggang menatap Leo malas.“Tentang yang kamu katakan tadi.” Leo menjawab singkat.Hembusan nafas dikeluarkan Fransiska, “Bisa kita bahas nanti malam?” menatap penuh memohon “Aku ada ujian.”“Aku antar dan aku tunggu sampai selesai,” ajak Leo yang dijawab gelengan kepala Fransi
Leo menatap Tania saat mengucapkan kata-kata itu, hanya hembusan nafas yang terdengar. Tidak memberikan jawaban pasti mengenai perkataan Leo, meninggalkan mereka dengan Rifat yang entah membahas apa, Leo sendiri memilih ke hotel dibandingkan kantor pusat. Tidak terlalu banyak yang bisa dilakukannya di pusat, lebih baik berada di hotel bersama dengan Agus dan Irwan serta Naila.“Kalau lo kesini yang Agus jadi balik kaya asisten lo bukan pimpinan,” ucap Endi memasuki ruangannya.“Ngapain lo ke hotel?” tanya Leo menatap penuh selidik.Endi memutar bola matanya malas “Ponsel lo mati dan kita ada pembicaraan tentang acara-acara yang akan hotel adakan.”Leo membuka ponselnya dan menggarukkan kepalanya saat melihat ponselnya mati, menatap Endi penuh dengan penyesalan dan Endi hanya menggelengkan kepalanya. Memilih kembali pada laptop yang ada dihadapannya, membahas bersama dengan Endi tentang acara-acara hotel.“Agus sudah tungguin kit
Menatap Risa yang ada dihadapannya, tubuhnya membeku tidak bisa merespon apa yang Risa katakan. Tatapannya beralih pada Putik, wanita itu hanya diam dan tidak melakukan gerakan apapun seakan menunggu jawaban Leo. Menghembuskan nafas panjang, sebelum akhirnya menundukkan wajahnya agar bisa sejajar dengan Risa.“Maaf, Om nggak bisa karena ada kerjaan yang harus dilakukan,” tolak Leo dengan halus.Risa mengerucutkan bibirnya dan menatap Leo dengan tatapan sedih “Aku hanya ingin merasakan keluarga utuh, apa tidak bisa? Om nggak kasihan sama aku dan mama?”Leo secara otomatis menatap Putik, dari tatapan dan penilaiannya badan Putik lebih kurus dibandingkan sebelumnya atau lebih tepat pertemuan terakhir mereka. Sentuhan tangan Risa membuat Leo mengalihkan pandangan kearahnya dan mencoba fokus, tatapan permohonan yang diberikannya membuat Leo terdiam, berbagai macam pikiran terutama Fransiska didalam sana.“Maafkan, aku nggak bisa.” Leo mengatak
Semua menatap Rifat dengan tatapan tanda tanya, tidak mau membuat masalah lebih lanjut Leo berdiri mendatangi Rifat. Mereka memasuki ruang kerja yang biasa digunakan untuk membicarakan masalah pekerjaan atau hal-hal yang berhubungan dengan masalah keluarga. Tidak lama pintu terbuka dimana Wijaya masuk dan langsung mengambil tempat duduk miliknya, menatap Rifat dengan tatapan ingin tahu.“Ceritakan apa yang terjadi tadi di kantor?” buka Rifat tanpa basa-basi.Leo menatap pengawalnya yang duduk di tempat tidak jauh dari mereka semua, hembusan nafas panjang dikeluarkannya. Leo menceritakan semuanya dimulai dari kedatangan mereka yang tiba-tiba, keinginan Risa untuk makan bersama sampai dengan pembicaraan mereka yang di dengar secara tidak sengaja.Rifat memutar rekaman membuat mereka semua mendengarkannya dalam diam, Leo sangat tahu isi pembicaraan mereka. Tidak lama Rifat memutar rekaman yang lain membuat Leo langsung menatap pengawalnya, rekaman yang
“Perjuangan kita belum selesai,” ucap Leo membuat Fransiska terdiam menatap kearahnya “Boleh aku jujur?” “Aku harap bukan hal buruk,” ucap Fransiska langsung.“Mungkin bisa dikatakan akan menjadi masalah hubungan kita atau nggak,” ucap Leo tidak yakin, “Aku sendiri nggak yakin membicarakan masalah ini.”“Wanita bernama Putik?” tembak Fransiska langsung membuat Leo terkejut dan menganggukkan kepala “Dia berbicara denganku beberapa hari setelah pertemuan kita sama dia, dia juga memberikan video hubungan intim kalian di atap.”“APA!” Leo menatap tidak percaya dan penuh emosi “Lalu kamu?”“Dia bilang kalau itu benar anak kamu dan video itu buktinya, kalau kita tetap menikah dia akan menyebarkan video itu.” Fransiska melanjutkan ceritanya tanpa peduli dengan reaksi Leo.“Lalu kamu??” tanya Leo kembali dengan cemas.“Aku jawab langsung datang ke kamu, buat apa datangin aku karena bukan urusanku. Dia terkejut, ak
Jawaban yang Fransiska berikan membuat perasaan Leo tidak tenang, tapi melihat bagaimana dewasanya Fransiska menghadapi permasalahan dirinya membuat Leo harus melakukan yang sama. Setidaknya satu hal dalam hubungan bukan hanya tentang cinta tapi juga komunikasi dan saling percaya, sejauh ini Fransiska sangat percaya dengan dirinya dan itu artinya Leo juga melakukan hal yang sama.“Menikahnya mau pakai konsep apa, Leo?” suara Tania membuyarkan lamunan Leo.“Hah...” Leo memandang sekitar membuat semuanya menggelengkan kepala, mengalihkan pandangan kearah Fransiska yang memberikan kode dengan menggerakkan bibirnya “Terserah.”“Kaya cewek aja jawabnya terserah,” sindir Wijaya membuat mencibir perkataannya.“Lagian yang punya impian pernikahan kaya gimana tu cewek, cowok mah...terserah yang cewek.” Leo mengangkat bahunya santai, menatap Fransiska dalam yang menahan senyum. “Memang kamu mau konsep kaya gimana, Sayang?”Fransiska menat
Keputusan mereka menikah di Bali, membuat Fransiska beberapa kali kesana bersama dengan mamanya dan pasti mami yang ditemani Emma. Leo sudah memberikan semua pada Fransiska yang mengurus masalah Bali, sebenarnya Leo bisa saja melakukannya tapi mami melarang dengan meminta Fransiska yang mengurus ke Bali, ini dibuat alasan agar mami bisa pergi bersama dengan Fransiska dan Emma.“Lo benar nikah sama dia?” tanya Irwan yang hanya diangguki Leo, “Bagus dengan gitu anak gue nggak akan kesepian.” Leo memutar bola matanya malas mendengar nada suara Irwan yang seakan menggoda dirinya.“Kamu sama Naila nanti yang urus masalah makanan disana,” ucap Leo yang diangguki Irwan. “Naila boleh ikut? Benar?” menatap tidak percaya dengan reaksi Irwan.“Kalau Naila nggak ikut ke Bali bisa-bisa tidur luar aku.” Irwan mengatakan dengan malas “Dia sudah mengancam kalau sampai dilarang nggak ada jatah setahun.”Leo tertawa mendengar ancaman Naila ke Irwan “Memang
Pria masa lalu Fransiska memang ramah, baik dan banyak hal yang positif dalam dirinya, tapi tidak membuat Leo mundur dari semuanya dan Fransiska sendiri sudah memilih dirinya. Setidaknya Leo menang dalam hal ini, menjadi pria pertama yang menyentuh Fransiska dan pastinya akan ada anak-anak dalam hubungan mereka berdua ke depan. “Tampang lo nyerrmin,” bisik Endi membuat Leo mengalihkan pandangan dan menatapnya tajam “Lo menang dari dia, kalau gue lihat sekarang lebih ke teman nggak lebih.” “Jelas gue menang, setelah ini Fransiska akan menjadi milik gue sepenuhnya.” Leo mengatakan dengan bangga yang membuat Endi memutar bola matanya malas “Lo sendiri sama Tere gimana?” “Gue akan nikahin dia setelah lulus sekolah.” Leo membelalakkan matanya mendengar kata-kata Endi “Mas Tian kasih ijin?” Endi mengangguk “Bagaimana bisa?” “Rahasia.” Leo langsung mencibir kata-kata Endi, “Lo, nggak lupa kan kalau gue abangnya.” “Lo tu omnya bukan abangnya.” Endi me