Aku berjalan menyusuri hutan Pinus, di pinggir desa menuju kediamanku, rumahku berada di sebuah desa yang masih asri desa yang belum terjamah asap kenalpot dan masih sunyi tanpa ada deru mesin kendaraan.
Sambil berdendang riang ku ayunkan langkah satu demi satu, ya ... Hari ini aku sangat bahagia, sebab pengumuman kelulusan ujian nasional sudah ku kantongi, dan aku? masuk dalam tiga besar nilai tertinggi di kota kecamatan.
Sepanjang jalan ku rangkai mimpi, melanjutkan sekolah agar mendapat gelar sarjana, ingin membahagiakan ayah ibu juga adik tercinta, bisa keliling luar negri, bisa membelikan bapak sepeda motor, merenovasi rumah dengan bangunan kokoh dan permanen duhhhhh sungguh sangat banyak keinginanku.
Saking bahagianya tanpa sadar aku bernyanyi sambil menari, memutar kaki merentangkan tangan dan menengadahkan kepala, seperti tarian-tarian filem India dalam layar kaca yang sering ku tonton begitulah tarianku saat ini.
Aku bahagia ... Lepas ... Tanpa beban, setelah puas menari dan bernyanyi ku ayunkan langkah kecilku sambil berlari-lari kecil menuju rumah.
Sedang asik berlari tiba-tiba aku menabrak seseorang argh ... Hampir saja aku terjatuh kalau saja orang yang ku tabrak tadi tidak bergerak cepat memeluk pinggangku.
Ooh ... Tuhan ... Apakah aku sedang bermimpi? Sebab detik ini aku sedang berada dalam dekapan seorang lelaki yang ahhhh ... Sungguh ketampanannya sangatlah paripurna.
"Hai ... Kamu tidak apa-apa kan?"
Dia bertanya padaku, duhhhhh ... Bibir itu sangat seksi, mata itu bagai mata elang, dan hidung itu ... Aduhhh kalau ada lalat nempel pasti langsung jatuh terpeleset saking runcingnya hidung dan licinnya kulit muka lelaki di depanku.
Ohhh tuhan ... Sungguh indah mahluk ciptaanMu ini.
"Hai ... Kamu gak papa kan?"
Kembali dia menyapaku, dan aku tersadar dengan cepat melepaskan pelukannya, ups bukan pelukannya tapi melepaskan tanganku yang bergelayut di lehernya.
Dengan gugup aku menjawab.
"Eh ... Em ... I-iya aku gak kenapa-napa, maaf sebab aku lari-lari jadi tanpa sengaja aku menabrak mu"
"Okey ... Nggak papa"
"T-terimakasih dan permisi"
Setelah mengucapkan kata itu aku berlari sambil menutup muka dengan kedua tapak tangan sebab aku sangat malu mengingat kejadian tadi.
"Hay tunggu? Siapa namamu?"
"Dwi setyani ??!." Jawabku sambil berlari tanpa berani menoleh lagi.
Kenalkan namaku Dwi setyani, aku gadis desa rumahku di pinggir bukit Pinus, umur 17 tahun dan baru saja menamatkan pendidikan tingkat atas, aku gadis periang, suka bercanda namun sangat pemalu di umurku yang ke 17 ini aku belum mempunyai pacar, sebab aku tau pacaran hanya akan menghambat pendidikan dan cita-citaku.
Dengan menahan debaran jantung aku terus berlari, hingga sampailah aku di depan rumah.
"Assalamualaikum ... Bu ... Aku pulang ... Assalamualaikum"
Dari pintu depan aku langsung menerobos ke ruang tengah mencari keberadaan ibunda tercinta namun yang di cari-cari nggak ada.
"Bu ... Bu ... Teguh ... Tri ... Bapak ...."
Aku memanggil satu persatu anggota keluarga namun nihil.
Kuputuskan masuk ke kamar mengambil handuk dan pergi ke kamar mandi, saat mandi aku mendengar adzan Maghrib berkumandang.
"Loh kok sudah Maghrib ... Pantesan rumah kosong lah udah Maghrib berarti bapak ibu dan kedua adikku sedang di masjid depan rumah"
Aku bergumam lirih, selesai mandi aku mengambil air wudhu dan bergegas pergi ke masjid.
Saat aku akan memasuki pelataran masjid ku melihat pria tadi sudah berdiri di pintu masuk untuk laki-laki, dia tersenyum sambil menatapku dan akupun membalasnya.
Selesai sudah sholat jamaah Maghrib kami lakukan, berlanjut dzikir dan do'a setelah selesai merapalkan do'a aku mencari ibu dan Tri Wahyuni adikku.
Aku dan Tri memutuskan untuk pulang diwaktu mengambil sendal aku merasa ada yang memperhatikan, benar saja disana dibawah pohon kenanga yang tumbuh di samping pintu gerbang utama masjid aku melihat pria itu, menatap sambil tersenyum kepadaku, dia melambaikan tangan dan akupun juga.
"Mba ... Senyum-senyum sama siapa sih, sambil lambai-lambai tangan pula"
Adikku mengejutkanku.
"Ah dasar anak kecil yuk ... Pulang"
"Tapi mbaaaaaaaa ... Tadi mba tersenyum dan da,dah sama siapa?"
"Enggak ada siapa-siapa dek udah yuk cepat kita pulang mba udah lapar ini"
Tri nggak menjawab dan kamipun langsung pulang.
Tuhan ... Hanya memandang wajahnya saja jantungku bertalu-talu seperti ini? Siapakah gerangan lelaki itu? Apakah dia pendatang baru sebab baru kali ini aku melihatnya, aku berjalan sambil membatin.
Aku dan Tri akhirnya pulang, sampai di rumah kami sudah ditunggu ayah ibu dan adik tampanku untuk makan malam. Sebelum ke meja makan aku dan Tri masuk ke tempat sholat untuk menyimpan sajadah dan mukena yang tadi kami pakai. Ibu menyuruh kami segera duduk lalu mengambilkan kami nasi lauk dan sayur, seperti kebiasaan di keluarga, kami selalu sarapan pagi dan makan malam bersama, makan siang kami tidak bisa berkumpul sebab ayah pergi berdagang di pasar dan kadang ibu membantu tetangga bekerja sebagai buruh di pabrik tempe, ibu membantu membungkus tempe daun, kerja dari jam 9 pagi sampai jam 1 siang, tiap hari ibu mendapat upah lumayan bisa buat penghasilan tambahan. Di saat jam makan malam inilah biasanya kami saling berdiskusi, tentunya sehabis makan, sebab bapak paling nggak suka kalau melihat kami makan sambil berbicara. Bapak laki-laki pekerja keras, sayang kepada keluarga dan selalu menyempatkan waktu untuk mendengarkan semua keluh k
"Mba Dwi mimpi apa sih ..?" Suara Tri serak pertanda dia baru bangun dari tidur."Aku mimpi Lee min ho?""Apa mba? Le min ho? Ya ampun so sweet banget ... Aku mau dong mba mimpi ketemu Lee min ho juga""Apa sih kamu ah ....""Serius mba barusan mimpi Lee min ho?" Tri duduk di depanku sambil bersila dan bertopang dagu."Serius lah masa bohong""Beneran ganteng kaya yang di Drakor Drakor itu ya mba?""Ganteng bangeeeeet" jawabku sengaja bikin dia penasaran""Ya Ampun mbaaaa ... Keren banget mimpinya, eh btw mba berdoa apa sih kok dapet rejeki bertemu Lee min ho?""Baca puisi cinta wabil khusus Lee min ho" jawabku sambil menoyor kepala adekku yang lagi jatuh cinta berat sama aktor Drakor itu.Setelah mengucapkan kata itu aku langsung menyuruh Tri kembali tidur, dia menurut meski dengan keadaan muka di tekuk dan bibir di majukan lima senti, dia bilang masih penasaran dengan mimpiku.*****D
Setelah menyaksikan pertunjukan Tari yang di persembahkan oleh Dwi setyani Satrio langsung pergi meninggalkan gedung sekolah itu, dengan hati dan perasaan yang hancur menuju lembah di dasar hutan Pinus, dia berdiri merentangkan tangan, rambutnya yang agak sedikit gondrong melembai tertiup angin, wajahnya menengadah ke langit sambil berteriak."Dwi setyani !!!"Teriakannya yang menggelegar membuat seisi hutan kaget, burung-burung yang sedang bernyanyi di ranting-ranting pohon semua terbang ketakutan, begitu juga semua satwa liar seisi hutan mereka lari tunggang langgang, mendengar teriakan Satrio anak dari pemimpin hutan Pinus itu." Dwi Setyani !!."Berkali kali Satrio memanggil nama Dwi setyani sampai merasa lelah lalu terpuruk ke tanah dan tergugu, kedua tangannya mencengkram tanah.setelah puas meluapkan segala kegundahan hatinya Satrio kembali terbang menuju istana, sesampai di istana Satrio duduk di taman sambil memikirkan nasib
Aku merasa ini tak adil bagiku, 200 tahun aku terkurung di dalam perjanjian manusia, aku dipenjara didalam lembah kotor, 100 tahun aku memulihkan kekuatanku dan kenapa setelah aku mengalami segala kesulitan itu justru sekarang aku dipertemukan kembali dengan seorang gadis yang persis seperti Sulastri kekasihku yang dulu.Tidak ... Aku tidak mau Dwi setyani bernasib seperti Sulastri, aku harus membuang rasa ini, aku akan menyayanginya sebatas sahabat, dan aku berjanji apapun kesulitan Dwi aku akan membantunya."Seperti biasa dikala hati Satrio gundah dia memainkan irama musik klasik yang tidak ada di alam manusia, namun bisa di dengar oleh manusia yang memiliki Indra keenam.Keesokan harinya di rumah Dwi setyani."Bu ... Boleh nggak Dwi bantu ibu kerja bungkus tempe?""Nggak usah nduk? Katanya kamu mau kerumah Ani mau meminta brosur tentang sekolah pramugari.""Eemmm ... Bu? Sebenarnya Dwi sudah mempunyai brosurnya? Tapi Dwi ngg
Setelah menyerahkan uang itu mas Satrio langsung pergi, ada sedikit penyesalan di hati sebab dengan gampang aku mengiyakan tawaran mas Satrio, bagaimana nanti aku membayarnya? Aku masih mematung di teras rumah dan tiba-tiba ibu mengejutkan aku."Kamu bicara sama siapa tadi Wi?""Em itu ... anu bu, tadi Dwi bicara sama Ani?" Aku menjawab dengan gugup."Apa itu?" Selidik ibu sambil menunjuk amplop coklat yang aku pegang."I-ini berkas lamaran untuk melamar kerja Bu? Maaf Dwi kedalam dulu mau mempersiapkan lamaran kerja buat besok" kenapa aku berbohong aku merutuki diri sambil memukul-mukul mulut sendiri.Buru-buru aku masuk ke kamar, menutup pintu setelah memastikan semuanya aman ku buka amplop itu, mataku membulat dengan sempurna saat menatap satu gepok uang seratus ribuan, masih baru dan terdapat segel resmi Bank Indonesia sebesar lima puluh juta!.Apa? ... Lima puluh juta? Aku bertanya pada diri sendiri, ya ampun kenapa sebany
Dwi memejamkan mata sebab yang dirasa dia bagaikan terbang melayang di udara, ternyata disamping mas Satrio pemuda yang tampan, penyayang juga romantis mas Satrio juga seperti Falentino Rosi, bagaikan sedang berlaga di gelanggang circuit motor Satrio meliuk-liuk kesana kemari, Dwi benar-benar nggak berani membuka matanya, justru semakin mempererat pelukannya takut terjatuh."Wi ... Sampai kapan kamu mau memeluk mas? Emang nggak takut ya dilihatin banyak orang"Dwi membuka mata sambil melihat ke sekeling, ternyata motor sudah berhenti di bawah pohon pelataran gedung lembaga pendidikan penerbangan."Loh ... Sudah sampai ya mas?""Udah ...."Lalu Dwi turun dari motor, mas Satrio melepaskan helem yang dipakai Dwi."Kamu kok pucat banget wi?" Ucap Satrio sambil memegang kening Dwi, kamu nggak pernah naik motor ya?."Bukan mas ... Tadi mas Satrio ngebut kaya terbang, sekarang perut Dwi jadi mual nich""Ya am
Saking asiknya mereka bermain, tanpa sadar hari sudah malam, Satrio mengajak Dwi pulang."Wi? Kita mau nginap disini atau pulang saja?""Kalau bisa pulang kita pulang saja mas?""Meskipun naik motornya ngebut nggak papa?""Iya mas nggak papa? Kalau nginap disini kita mau tidur dimana? Masa tidur diatas motor""Kalau mas Satrio sih bisa tidur dimana saja tapi kasian kamu nanti kedinginan, atau kita cari penginapan aja ya?"Dwi menatap wajah Satrio, mau pulang takut kemalaman, kalau nggak pulang mau tidur dimana, dia menilik jam tangan ternyata jam menunjukan angka sembilan."Kira-kira berapa jam kita sampai mas?""Kalau mau cepat setengah jam sampai, tapi kamu takut nggak naik motor lebih cepat dari berangkat tadi, dan kamu harus pegangan erat-erat ya?""Kalau gitu pulang saja mas, nanti Dwi pegangan erat-erat."Akhirnya mereka pulang, Satrio mengeluarkan tenaga ekstra agar mereka cepat sampai, kurang dari 30
Biasanya kamu ngoceh terus tumben selama makan kok diam saja, nggak seru kalau kamu nggak bawel atau jangan-jangan lagi kesambet setan pendiam ya?". Satrio memecah kekakuan sikap Dwi, dia berfikir apakah tadi salah bicara sehingga Dwi tiba-tiba berubah."Em ... Anu ... Enggak mas, Dwi sedang menikmati buah-buahan ini, rasanya enak banget beda sama buah yang selama ini Dwi makan.""Ini kan hutan wi? Jadi buah-buahan semua masih alami belum kena obat seperti yang kalian para manusia biasa pakai?""Maksud mas ...?""Oh ... Itu maksudnya para petani biasanya ngasih obat buat tanamannya kan?.""Oh iya ... Mereka memakai itu biar buah dan sayuran tidak dimakan hama,.""Padahal menurut saya hama itu bagus buat tanaman lho? Kalau hama makan daun yang kena obat mati bisa-bisa manusia juga mati""Ya beda lah mas ... Hama makan daun secara langsung kan? Sedang kita memakai proses cuci dan masak?.""Iya juga ya? Kamu pinter.""Ah ..
Saat Dwi Setyani dan Satrio sedang asik bercengkrama sambil menikmati semilir angin di pinggir hutan pinus, tiba-tiba seekor bangau putih datang mendekat, bangau itu duduk bertengger di samping Satrio, sesekali kepala bangau itu bersandar di lengan Satrio mesra, seolah bangau sedang mengungkapkan kerinduan yang sangat dalam kepada Satrio."Larasati kenapa kamu datang kemari." Bisik Satrio kepada sang Bangau."Oh... Ternyata kanda masih mengenaliku, meskipun aku memakai wujud seperti ini.""Heeemmm meskipun kamu berubah wujud menjadi apa saja aku akan tetap mengenalimu, pergilah jangan ganggu kami." Ucap Satrio lirih."" Kanda! Kenapa kami seperti nya sangat membenci aku?" Tanya Larasati memelas."Aku tidak pernah mbembencimu Larasati, namun, tingkah dan sikapmu dulu yang membuat aku harus bersikap tegas kepadamu, sebab sudah berulang kali kamu berusaha mencelakakan Dwi Setyani."
Hari ini, Dwi Setyani dan Satrio berkunjung ke dusun randu alas, dimana keluarga Dwi Setyani tinggal, rumah Dwi Setyani nampak sepi, seperti biasa ayah Dwi bekerja dan adik-adiknya sekolah, Dwi Setyani dan Satrio datang dengan mobil mewahnya."Tok, tok, tok ... Assalamu'alaikum bu, cklek" Setelah mengucap salam Dwi membuka pintu rumah yang tidak di kunci, rumah mereka masih seperti dulu, rumah kayu sederhana beralas ubin, padahal sudah beberapa kali Dwi Setyani menyuruh kedua orang tua mereka untuk merenovasi rumah, uang renovasi juga sudah Dwi kasih, namun sepertinya kedua orang tua Dwi belum berkeingjnan untuk memugar rumah itu, dengan alasan rumah masih layak di huni, dan lain sebagainya.Setelah Dwi masuk dia berjalan mengitari ruang tamu, ruang tamu juga tidak ada perubahan sama sekali, di sudut ruang tamu sebelah kursi kayu, ada tanamaan Sri Rejeki, konon kabarnya apabila tanaman Sri rejeki daunnya banyak bercak warna
Satu bulan sudah Satrio dan Dwi Setyani menjadi murid Akademi Kerajaan, suka dan duka dalam mempelajari materi kerajaan mereka lalui bersama, sekarang Dwi Setyani sudah mulai sedikit bisa memahami tulisan bangsa Jin, hubungan Dwi Setyani dengan putri Kencana masih juga belum bisa klop, meskipun Dwi Setyani banyak mengalah untuk putri Kencana, namun di mata putri Kencana Dwi Setyani selalu salah."Putri Kencana, Dwi ingin bicara sama putri." Suatu sore saat mereka sedang duduk di gasebo asrama, kebetulan mereka berdua memiliki tugas yang harus di kerjakan bersama-sama, tugas menyulam dan menenun kain agak sedikit aneh memang, kenapa calon permaisuri raja kok di beri tugas menyulam dan menenun kain."Bicara saja!" Jawab putri Kencana dengan tatapan mata tetap tertuju pada kain tenunnya.""Sudah satu bulan kita bersama, tapi kenapa putri Kencana seolah tidak bisa menerima kehadiran saya, kalau saya l
Pagi hari menurut alam jin, semua murid Akademi sedang mengikuti pembelajaran, hari ini materi membahas tentang kepemimpinan dan strategi perang, Dwi Setyani merasa kesusahan menyimak materi itu, sebab dia belum begitu paham dengan tulisan dan huruf-huruf alam jin, abjad mereka berbeda dengan abjad manusia, sebentar-sebentar Dwi Setyani menoleh ke arah Satrio, meminta bantuan kepada Satrio agar dia bisa mengartikan tulisan di papan tulis dengan bahasa dan abjad manusia, beruntung Satrio sudah lama mempelajari abjad dan tulisan manusia, tepatnya saat Dwi Setyani kuliah di Akademi pramugari, dan Satrio waktu itu pura-pura ikut kuliah di Akademi Penerbangan, jadi dengan mudah Satrio mengajari Dwi agar Dwi bisa memahami materi yang sedang di berikan.Kelas Akademi Kerajaan sangat luas, berisi 30 murid, tidak setiap juga murid laki-laki dan perempuan bisa berkumpul dalam satu kelas, sebab ada beberapa materi yang hanya di berikan khusus untuk calon permai
Hari ini Satrio dan Dwi Setyani di kirim ke asrama untuk mempelajari ilmu kerajaan, kamar mereka terpisah Satrio bersama teman-teman laki-laki dan semua yang disana adalah para putra mahkota dari beberapa kerajaan, sedangkan Dwi Setyani bersama para putri kerajaan dan calon Permaisuri.Satu kamar di huni oleh 2 orang, Satrio bersama putra mahkota Gunung jati bernama Sadewa, sedangkan Dwi Setyani satu kamar dengan seorang putri dari kerajaan siluman ular putih bernama, Kencana, putri Kencana memiliki tabiat yang sangat bertolak belakang dengan Dwi Setyani dia memiliki sifat temperamentalMenganggap orang lain bagaikan musuh, apalagi sejak pertama melihat Dwi Setyani putri Kencana sudah merasa tersaingi, sebab menurut putri Kencana fisik Dwi Setyani sangat lah sempurna, tanpa cacat dan celanya, kulit Dwi Setyani sangat halus dan licin, dengan rambut bergelombang ikal mayang, tubuh tinggi semampai, memiliki dua bola mata yang indah, b
Setelah melalui beberapa rintangan, kini Dwi Setyani bisa meneguk madu kebahagiaan bersama Satrio sang kekasih hatinya, hari-hari mereka di lalui dengan bahagia, di kerajaan hutan pinus, Dwi Setyani di juluki dengan Putri Salju, kenapa di beri julukan Putri Salju, sebab tutur kata Dwi Setyani sangat lembut, Dwi Setyani juga terkenal dengan kebaikan budi pekertinya.Seluruh rakyat kerajaan hutan pinus juga sangat menghormati Dwi Setyani, sebagai manusia yang di takdirkan memiliki akal dan hati, Dwi Setyani dengan akal nya berusaha membuat dirinya bisa di terima dengan baik oleh seluruh rakyat kerajaan hutan pinus.Apa lagi wajah Dwi Setyani sangat cantik jelita, membuat seluruh penghuni kerajaan hutan pinus mengagumi kecantikannya, bahkan banyak pemuda kerajaan ingin mengikuti jejak Satrio yaitu mempersunting manusia untuk di jadi kan pendamping hidupnya, namun apabila mereka mendengar kisah cinta dan perjuangan Satrio dalam mendapatkan r
Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, disebabkan perbedaan waktu yang cukup panjang antara alam manusia dan alam jin membuat bapak Suprapto dan kiyai Soleh merasa lelah.Merekapun istirahat sambil menyantap hidangan yang sudah di sediakan oleh para santri, sambil menyantap hidangan sambil mengobrol tentang Dwi dan Satrio."Kang Prapto! sudah jangan disesali semua yang sudah terjadi, mungkin ini sudah kehendak takdir, sebagai orang tua sampean sudah berusaha menasehati anakmu, dia sudah dewasa sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk untuk masadepan dunia dan akhiratnya"Bapak Suprapto diam tak saggup menjawab apapun, sebab hatinya masih diliputi kesedihan, anak perempuan yang dia besarkan penuh kasih sayang menikah dengan pasangan yang tak lazim, memang anaknya menikah dengan seorang pangeran namun pangeran itu dari alam lain, benar dirinya kini bergelimang harta namun batinya tidak bahagia, seakan harta itu adalah bayaran atas dibelinya
Keesokan harinya pak Suprapto pergi ke pesantren kiyai Soleh, karena sudah beberapa kali kesana jadi beliau langsung disuruh masuk ke ndalem utama, setelah duduk beberapa saat kiyai Soleh datang menemui. "Ada apa lagi kang Prapto?." "Begini Romo? tadi malam Dwi dan Satrio datang kerumah saya?" "Loh ... bagus itu! terus bagaimana apakah Dwi mau pulang ke alam manusia?" Pak Suprapto menghela nafas panjang, wajahnya sayu dan sedih, matanya diselimuti mendung yang akan segera berubah menjadi hujan, pak Suprapto menggeleng lemah. "Tidak Romo! Dwi anak saya tidak kembali, dia cuma sebentar dan langsung pergi meninggalkan kami!" Jawab pak Prapto setengah terisak. Benteng pertahanan pak Suprapto jebol akhirnya airmatapun berderai membasahi kedua pipinya yang mulai keriput, terbayang jelas dimatanya bahwa Dwi kini sudah benar-benar bahagia dengan suami nya. "Kenapa kang Prapto tidak mencegah kepergian Dwi?" Romo kiyai bertanya pen
Ke esokan harinya, keluarga Dwi berpamitan untuk pulang, pesan kiyai Soleh agar keluarga Dwi tidak usah larut dalam kesedihan sebab cepat atau lambat Dwi Setyani akan kembali ke rumah mereka.Menjelang Dzuhur keluarga Dwi sampai ke rumahnya."Udah bu ... jangan nangis terus, ingat nasehat kiyai Soleh tadi agar kita jangan bersedih terus.""Bagaimana ibu nggak sedih pak? untuk kedua kalinya ibu kehilangan anak, dulu Eka sekarang Dwi"Mata bu Darmi menerawang jauh teringat anak pertamanya yang meninggal karena sakit di usianya yang masih bayi yaitu umur 8 bulan,.Kenangan masa lalu tentang Eka membuat bu Darmi menangis pilu, dia takut Dwi nggak akan pernah kembali lagi seperti Eka.Di kerajaan Genduruwo Satrio dan Dwi Setyani sedang berjalan-jalan di taman buah, mereka berjalan saling bergandengan tangan, rambut Dwi yang ikal dibiarkan terurai dan terkadang nyanyian lembut sang bayu membuat ujung rambut Dwi menari.Dwi sangat cant