Setelah perbincangan sebelumnya, Andin jadi terngiang-ngiang akan pertanyaan yang diajukan oleh Lukman. "Apakah kamu tahu tentang keluarga kakek dan nenekmu?" tanya Lukman dengan hati-hati. "Dan apakah kamu juga tahu bahwa kedua orang tuamu dulu diusir dari rumah karena sebuah permasalahan sehingga terlihat seperti orang miskin?"Andin terbaring di tempat tidur rumah sakit dengan tatapan kosong yang menatap langit-langit kamar. Dia merasa lelah, fisik dan emosionalnya terasa terkikis oleh peristiwa-peristiwa yang telah terjadi. Dengan menarik napas dalam-dalam, dia mencoba mengumpulkan kekuatan dalam dirinya sebelum menjawab.Menghela napas lagi, Andin merasakan perasaan berat yang menekan dadanya. Dia merasakan setiap detik yang berlalu seperti memperpanjang kekosongan yang ada di dalam dirinya. Dengan mata yang terpejam, Andin mencoba memanggil kembali ingatan-ingatan yang terpendam di sudut-sudut pikirannya. Dia merenung tentang masa lalu yang kelam, tentang rahasia yang tersembu
Pernyataan detektif barusan menjadikan detak jantung Lukman bak seseorang yang tengah berlari dikejar hewan buas. Perutnya yang telah kenyang seketika terasa seperti diaduk-aduk, akan tetapi mualnya tertahan di sebelah dada hingga menimbulkan rasa sesak yang memenuhi dadanya.Sudah dia duga, semua ini belum usai. Belum juga tersingkap teka-teki di kehidupan masa lalu Andin bersama keluarganya, masalah baru—yang sudah lama sebenarnya hanya saja belum kunjung usai kembali hadir mengoyak ketenangan antara Andin dan Lukman.Ini tidak bisa dibiarkan, Lukman mesti melakukan gerak cepat sebelum apa yang dikatakan detektif terbukti. Dia tidak boleh lengah dan mesti meningkatkan kewaspadaan supaya Andin tidak kembali menjadi korban. Andin tidak boleh mati konyol oleh orang-orang jahat dan serakah dan membuat asuransi jiwa milik wanita itu jatuh ke tangan yang salah.Seketika, bayangan wajah Andin memenuhi pikirannya, merasa iba dan getir atas nasib yang dialami calon istrinya. Lukman yakin kal
Kematian adalah hal yang sukar dihadapi oleh Andin apalagi wanita itu bisa dibilang sedang merajut bahagia dengan Lukman, suaminya yang baik hati dan penyayang.Namun, kalau memang kematian mengantarkannya bertemu dengan kedua orang tua Andin yang telah tiada, maka wanita itu akan menerimanya dengan lapang dada. Andin akan sangat bahagia karena itu berarti dia juga akan lepas dari segala derita dunia."Bangunlah, Nak, kamu bersama kami sekarang. Di sini kamu akan aman."Suara itu sayup terdengar, mengalun merdu hampir seperti sebuah bisikan yang menyapu telinganya. Andin berusaha membuka mata walau sulit sekali rasanya, hingga pada akhirnya sosok yang amat dia rindukan sudah berada di hadapan.Semburat wajah bahagia terpancar dari wajah Andin. Bagaimana tidak, dalam keadaan yang membuatnya tak pernah luput dari masalah dia dipertemukan dengan obat dari segala obat yang tak pernah bisa dia temukan di dunia. Andin bertemu dengan ayah dan ibunya, dua sosok yang seketika membuat dunia ter
Nafas Lukman terengah-engah tatkala menatap dokter gadungan yang kini dapat terlihat jelas wajahnya. Hampir saja Lukman kembali melayangkan pukulan terhadap sang dokter, akan tetapi suara teriakan Andin menghentikan tangannya yang sudah terayun."Stop! Stop, Lukman, stop!!" teriak Andin.Wanita itu sangat panik atas apa yang telah terjadi barusan padahal baru saja Andin bermimpi sesuatu hal yang indah, yakni bermimpi bertemu orang tuanya. Namun, semua mimpi itu ternyata adalah sebuah peringatan seperti apa yang dikatakan ayah dan ibunya bahwa ada sesuatu hal yang lebih berat yang akan terjadi dalam hidup Andin.Andin tidak habis pikir, mengapa di rumah sakit sebesar ini bisa ada dokter gadungan yang hendak menghabisi nyawa pasien? Seketika, Andin teringat akan Dewi dan ibunya. Apa mungkin dokter gadungan ini juga merupakan suruhan mereka?!"Aku harus menghabisi dia, Andin, dia hampir saja melenyapkanmu!" ujar Lukman dengan lantang."Ya, tapi kamu tidak bisa main hakim sendiri, Lukman!
“Dia sudah mati!” kata petugas keamanan saat memeriksa nadi dokter gadungan itu.Semua yang ada di sana membekap mulut mereka, tak habis pikir dengan apa yang dilakukan dokter gadungan ini sampai nekad menghabisi nyawanya sendiri hanya karena tidak mau membocorkan identitas orang yang telah menyuruhnya m*mbunuh Andin.Degup jantung Andin memacu dengan sangat cepat, kejadian ini benar-benar membuatnya syok dan menjadi tidak tenang. Apa yang telah dikorbankan orang-orang jahat itu sehingga dokter gadungan ini rela kehilangan nyawa dengan cara tragis hanya demi menjaga identitas rahasia mereka?Sungguh naas, Dewi dan ibunya sangat keterlaluan.“Saat di ruang rawat tadi, dia memang berkata bahwa lebih baik mati daripada harus membocorkan semuanya.” Lukman tersenyum sinis. “Ini benar-benar luar biasa, penjahat itu sangat licin dan licik, dan sebuah keuntungan besar bagi mereka karena ternyata rumah sakit yang didatangi mereka adalah rumah sakit yang minim pengamanan sehingga bisa-bisanya a
"Boneka? Ya ampun, lucu sekali."Andin mengambil boneka teddy bear berukuran kecil itu dengan raut wajah bahagia. Rasanya sudah lama sekali dia tidak merasakan perasaan seperti ini di mana hatinya seperti dilambungkan setinggi mungkin padahal dia hanya diberi sebuah boneka berukuran kecil.Namun, ini bukan tentang boneka dan juga ukuran. Ini semua tentang sebuah perasaan dan penghargaan terhadap pasangan. Meskipun pada awalnya Andin menikah dengan Lukman hanya sebatas paksaan, tapi justru pernikahan terpaksa inilah yang membuat Andin bisa menemukan kebahagiaan.Bagaimana Lukman berusaha menjaganya, mengorbankan banyak hal, dan juga memberikan arti cinta yang sesungguhnya. Ah, apa mungkin Andin sudah mulai jatuh cinta kepada lelaki di hadapannya ini?"Aku bingung mau beli oleh-oleh apa hingga saat melewati toko boneka aku pikir bagus juga kalau membeli bonek untukmu. Kamu suka?" Lukman bertanya dengan penuh perhatian.Andin mengangguk. "Suka. Ini sangat lucu. Imut." "Imut? Ini terlalu
Dalam kebingungan yang dirasakan Seno, Dewi, dan juga ibunya, Andin dan Lukman menikmati masa-masa hangat rumah tangga mereka di rumah megah milik Lukman. Sudah satu minggu semenjak kepulangan Andin, situasi terpantau aman tak ada gangguan.Andin mulai pulih, mulai mencoba keluar dari kamar demi mengusir rasa bosan yang melanda selama Lukman tidak ada di rumah. Dengan ditemani pembantu yang setiap hari menemaninya, Andin turun ke dapur demi memasak makanan kesukaan Lukman untuk menyambut suaminya itu pulang.Sepanjang melakukan aktifitas, Andin duduk di kursi dan hanya membantu memotong-motong bawang serta bahan. Namun, meskipun begitu Andin sangat antusias karena dia ingin melakukan sesuatu hal yang membuat Lukman senang sebagai balasan karena selama ini lelaki itu selalu memperlakukannya dengan baik."Bu Andin, kalau sudah selesai potong-potongnya istirahat saja, ya, biar saya yang teruskan," kata pembantu."Tidak apa-apa, saya akan di sini menemani dan melihat Bibi memasak." Andin
Andin sudah tahu kalau Lukman akan pulang terlambat sebab suaminya itu memang sudah berkata sejak pagi tadi. Namun, ini sudah jam tujuh malam, tidak biasanya Lukman pulang semalam ini membuat Andin merasa cemas. Rumah megah itu terasa sangat sepi, hanya ada suara detik jam yang menemani Andin dalam resahnya penantian.“Ya Tuhan … sebenarnya pekerjaan apa yang Lukman lakukan sehingga mesti pulang semalam ini?” monolognya.Di saat Andin menunggu di teras rumah sembari mengusap-usap lengannya yang terasa dingin karena angin malam, suara mesin mobil yang Andin rindu dan nanti-nantikan akhirnya terdengar datang hingga lampu depannya membuat mata Andin silau.“Lukman, aku kira kamu tidak akan pulang selambat ini,” ujar Andin dengan wajah yang ditekuk saat Lukman keluar dari mobil.“Maaf, tadi aku ada urusan yang mesti diselesaikan. Bahkan sekarang aku harus pergi lagi,” jawab Lukman.“Pergi lagi? Apa kamu sedang ada masalah sehingga kamu harus sesibuk ini?” Andin kembali bertanya dengan pen
Andin yang malu atas sikap suaminya hanya bisa merona sembari memalingkan wajahnya. Bahkan, pertanyaan Lukman barusan tidak dia jawab karena rasanya malu sekali menjawabnya. Lukman yang sudah tak tahan langsung mencium bibir sang istri, akan tetapi Andin malah kembali memalingkan wajahnya membuat Lukman semakin penasaran dibuatnya."Kamu sengaja menggodaku ya, Andin?" tanya Lukman mencium leher sang istri yang seketika melenguh, menikmati sensasi yang sudah beberapa hari ini tidak dia rasakan karena banyaknya kesibukan."Kamu suka, 'kan?" bisik Lukman dengan suara lirih.Andin hanya mengangguk. "Maaf karena akhir-akhir ini aku belum sempat melayanimu, kamu tahu kalau si kembar ingin selalu tidur dengan kita, jadi sulit sekali mencuri waktu untuk kita bersama," ucap Andin."Ya ... itulah mengapa aku ingin meminta jatahku har ini selagi Daniel dan Dania menginap di rumah kakekmu, aku mau kita melewati malam bersama, sepuasnya," kata Lukman."Namun, sesungguhnya tak ada kata puas untuk b
Berbeda dengan dulu, kini Andin dan Lukman harus mempersiapkan segala keperluan bayi jika hendak jalan-jalan meskipun hanya jalan-jalan ke komplek dekat rumah. Selain membawa beberapa botol susu, Andin juga membawa dua stroller untuk membuat Daniel dan Dania.Kebetulan cuaca sore ini sangat bagus, tidak panas dan tidak mendung sehingga sangat cocok untuk membawa bayi keluar rumah. Sebab, bayi juga perlu keluar rumah untuk menstimulasi penglihatan dan pendengarannya, dan yang paling penting adalah untuk mengusir rasa bosan ibunya.Keduanya berjalan beriringan, masing-masing mendorong satu stroller dengan wajah yang tak luput memberi senyuman bahagia. Hingga sampai di taman, Lukman membawa istrinya duduk sementara si kembar dibiarkan melihat indahnya langit yang biru cerah nan memesona."Mereka kelihatan senang," ujar Lukman mengamati raut wajah Daniel dan Dania yang sumeringah."Iya, aku juga senang karena sudah lama ga keluar rumah. Rasanya nikmat bisa menghirup udara segar, apalagi c
Andin dan Lukman berada di Swiss selama lima hari. Mereka berjalan-jalan dan membeli berbagai benda-benda khas di negara tersebut untuk dibawa pulang sebagai oleh-oleh seperti keju, cokelat susu, lonceng, kotak musik, dan masih banyak lagi.Setelah puas berbelanja dan jalan-jalan, mereka akhirnya pulang karena masa cuti Lukman juga sudah habis hingga esok. Kalau ditambah, dia merasa kasihan kepada sekretaris dan asistennya yang menghandle semua pekerjaan Lukman sebagain pimpinan perusahaan.Keesokan harinya, mereka sudah sampai di Indonesia dan pulang ke rumah Bambang untuk membuka semua yang telah mereka beli. Andin memberikan semuanya kepada sang nenek dan juga paman-pamannya yang menyambut Andin dengan suka cita dan penuh kerinduan setelah satu minggu mereka tidak berjumpa"Kamu senang liburan di sana?" tanya sang nenek kepada Andin."Senang sekali, kalau ada kesempatan liburan lagi aku ingin ke sana lagi, di sana suasananya tenang dan sejuk, aku suka sekali. Lain kali kita pergi k
Hubungan Andin dan kakeknya, Bambang serta keluarganya semakin membaik. Mereka sudah tidak sungkan lagi dan menganggap Andin adalah anak kecil yang sangat dimanja. Semua keinginan Andin dipenuhi, bahkan paman-pamannya datang setiap hari untuk memberikan hadiah apa saja kepadanya.Tak jarang, Andin diajak keluar untuk makan siang bahkan bermain di timezone karena Bambang pernah mengatakan kalau Andin masih suka bermain di wahana permainan seperti itu meskipun usianya sudah dewasa. Andin sangat bahagia, dia tidak bisa memiliki anak, dan kini dialah yang menjadi seorang anak bagi kakek dan paman-pamannya.Hubungan yang membaik itu juga berimbas pada perusahaan Lukman, Bambang menggelontorkan banyak dana untuk memperbesar perusahaan itu sebagai wujud rasa terima kasih atas karena Lukman telah tulus menerima Andin dengan segala masa lalu dan juga kekurangannya.Lukman menerimanya dengan senang hati, sebab dengan kemajuan perusahaan, itu berarti dia juga bisa membahagiakan Andin lebih dari
"Mau sarapan apa?" Suara Andin membuat Lukman terperangah ketika lelaki itu duduk di meja makan untuk sarapan sebelum berangkat ke kantor.Suasana rumah Andin mulai mengalami sedikit perubahan karena Andin sudah kembali berbicara kepada suaminya setelah beberapa hari mogok bicara. Lukman merasa lega, dia bisa berangkat ke kantor dengan tenang. Namun meski begitu, masalah yang sebenarnya belumlah selesai dan Lukman tidak tahu harus bagaimana menyelesaikannya."Apa saja asalkan dimasak oleh istriku," jawab Lukman.Andin dengan cekatan memanggang roti tawar di dalam pemanggang lalu menggoreng telur setengah matang. Sambil menunggu telur yang berada di dalam penggorengan, wanita itu mengiris bawang bombai yang dia masak sebentar di samping telur, lalu mengiris beberapa sayuran mentah untuk dibuat sandwich.Andin sendiri tidak membicarakan masalah yang tengah dia hadapi, bahkan setelah melihat konferensi pers kemarin, Andin sama sekali tidak membicarakan kakeknya seolah konferensi pers itu
Bambang Sukseno adalah pengusaha paling sukses hingga dinobatkan menjadi salah satu orang terkaya di Indonesia. Dia memiliki banyak relasi dan jangkauan yang luas naik di dalam maupun luar negeri, sehingga namanya sangat tersohor dan dikenal semua lapisan masyarakat di Indonesia.Bahkan, Bambang seringkali masuk pemberitaan acara atau akun gossip yang suka sekali meliput kegiatan keluarganya, baik di rumah maupun saat liburan bersama, sebab keluarga Bambang adalah keluarga yang harmonis, keluarga cemara yang sempurna. Lelaki itu bahkan dijuluki family man karena dianggap sangat romantis tanpa adanya pemberitaan miring yang menimpa keluarganya.Namun, konferensi pers yang dilakukannya di hadapan awak media hari ini seakan mematahkan semua persepsi tersebut. Bambang mengakui semua dosa-dosanya, dia mengumumkannya kepada dunia bahwa dia bukanlah manusia yang sempurna. Bambang tidak sebaik yang oranng-orang kira.“Saya melakukan konferesni pers ini untuk mengatakan bahwa saya memiliki ist
"Andin, Sayang ... sudah, ya, maafkan aku. Ayo kita pulang!" ajak Lukman.Lukman merangkul Andin dengan penuh kesabaran, lalu memeluknya berharap wanita itu bisa lebih tenang. Dengan wajah cemas sekaligus panik, lelaki itu mengajak Andin pulang sebab kalau sudah begini, nasehat, saran, dan penjelasan apa pun takkan bisa masuk ke dalam perenungan.Lukman sendiri tidak menyangka kalau reaksi Andin akan seperti ini. Pikirannya hanya membayangkan kalau Andin akan bahagia karena ternyata masih memiliki kakek yang masih hidup dan memiliki ikatan darah yang kuat, sebab Bambang adalah ayah kandung dari Rendi Irawan.Namun, ternyata reaksi Andin sungguh tak terduga. Andin marah, tidak terima, bahkan menangis histeris menyalahkan Bambang."Pak Bambang, saya sangat terkejut dengan apa yang telah terjadi, mohon maaf atas kekacauan ini. Saya akan mencoba membicarakan ini kepada istri di rumah ketika dia sudah tenang. Kami pamit ya, Pak!" ucap Lukman masih sambil memeluk Andin yang kini menangis da
"Jadi, kamu adalah anak Rendi? Kamu adalah cucuku ...." ucap Bambang dengan suara lirih.Pertanyaan sekaligus ungkapan itu membuat Andin tercengang, antara percaya dan tidak percaya, semua itu sulit untuk dipercaya. Bambang sendiri terisak sementara Andin merasakan tubuhnya seperti membeku, tidak bisa bergerak sama sekali. Wanita itu syok atas apa yang telah didengarnya barusan."Pantas kamu mirip sekali dengan anakku, bahkan aku sampai mengira kalau kalian adalah orang yang sama meskipun tidak mungkin juga rasanya. Aku ... aku minta maaf, cucuku, aku sudah menelantarkanmu hingga kamu mengalami banyak hal yang berat semasa kamu ditinggalkan ayah dan ibumu," papar Bambang masih terisak.Dada Andin kini kembang kempis, tangannya mengepal kuat dengan tatapan mata yang tertuju pada sosok lelaki tua yang mengaku sebagai kakeknya. "Selama ini, saya hidup sebatang kara. Jadi, saya tidak bisa percaya begitu saja atas apa yang Bapak katakan," sahut Andin tegas dengan tatapan tajam.Sahutan it
Andin, Lukman, Bambang, dan juga sekretarisnya telah selesai dengan hidangan utama mereka dan mulai menikmati dessert berupa puding serta buah yang segar, lalu ditutup kembali dengan teh yang kembali diisi oleh pelayan karena Bambang mengatakan bahwa mereka akan di sana untuk beberapa lama lagi.Ya, Andin baru ingat kalau Bambang tadi berkata ingin mengobrol dengannya dan juga Lukman sehingga dia tidak bisa pergi cepat-cepat dari sana. Entah apa yang akan Bambang bicarakan, yang pasti Andin hanya berpikir kalau lelaki tua itu mungkin ingin membicarakan masalah kerja samanya bersama Lukman.Andin tidak banyak bicara apalagi membantah, dia manut dan duduk mendampingi suaminya. Ada secercah senang dalam hatinya, juga perasaan dihargai karena dilibatkan dalam pekerjaan sang suami.Dan benar saja, sekretaris Bambang mengeluarkan sebuah berkas yang harus Lukman tandatangani. Dia menyimpannya di atas meja yang sudah dibereskan dan dibersihkan oleh pelayan beberapa saat yang lalu, setelah itu