Bumi terus berputar. Detik demi detik terlewati. Dua manusia di dalam ruangan itu benar-benar terhanyut dalam kehangatan pelukan. Sejak tadi, Sandrina dan Hurraim tak beranjak dari sofa. Bakso dan minuman hangat sudah habis dilahap keduanya. Sekarang, Hurraim tidak ingin ke mana-mana. Namun, alarm di ponsel Sandrina membuat mereka harus mengurai pelukan. "Sudah waktunya meeting, Pak CEO. Klien kita akan datang lima belas menit lagi," ucap Sandrina sembari menatap serius. Hurraim membuang napasnya kasar. Mengacak rambut jengkel. Inilah hal yang membuatnya malas menjadi CEO. "Ajaib sekali. Tubuhku jadi hangat dan kembali fit setelah berpelukan lama denganmu," ucap Hurraim membahas hal lain. Sandrina memutar bola matanya dan menatap setengah kesal. "Skip. Jangan bahas itu. Mari siap-siap untuk meeting.""Aku rasa, hidupku akan semakin baik jika setiap hari memelukmu," celetuk Hurraim. Membuat Sandrina semakin bertambah kesal. "Pak CEO, bersikaplah profesional. Jangan bercanda, pleas
"Kau tahu siapa klien kita hari ini?" tanya Hurraim pada Sandrina. Mereka kini sedang berjalan menuju ruangan rapat. "Klien kita bernama...." Sandrina mengintip berkas di tangannya. Begitu kedua mata menangkap nama kliennya, sontak saja dia terperanjat kaget. "Ada apa? Siapa namanya?" tanya Hurraim dengan nada penasaran. Dia kini masuk ke dalam ruangan."Dia adalah...." Ssrrrttt!Mobil milik Michael berhenti di loby. Dia pun turun. Staf membawanya ke atas. Kedua matanya berkeliling, mengagumi perusahaan baru yang megah dan besar itu. "CEO sudah menunggu di dalam. Anda sangat beruntung bisa bergabung dengan kami," ucap staf pada Michael. Michael yang ditemani oleh sekretaris nya, tampak tersenyum bangga. Dia pun kini masuk ke ruangan. Pada saat itu, matanya tertuju pada dua manusia yang sangat membuatnya terkejut. "Selamat siang," sapa Hurraim dengan ekspresi ramahnya. Sandrina yang berdiri di samping Hurraim pun turut melempar senyuman. "Selamat siang."Michael benar-benar tida
Hurraim menatap gemas Sandrina yang sedang makan di hadapannya. Sekarang, mereka sedang berada di restoran Jepang. Awalnya, Hurraim mengajak Sandrina makan di San Kitchen. Namun, Sandrina menolak dengan alasan bosan. Tentu saja itu karena San Kitchen adalah miliknya. "Kenapa menatapku seperti itu?" tanya Sandrina sembari menghentikan kunyahannya. Agak risih juga diperhatikan seperti itu oleh Hurraim. "Kamu mulai ketagihan berpelukan denganku. Apakah kamu mulai jatuh cinta padaku?" tanya Hurraim sembari menatap genit. Sontak saja Sandrina mendelikan mata dan menatap setengah tidak percaya. "Siapa yang ketagihan!? Pertanyaan macam apa ini. Skip-skip! Lebih baik makan yang banyak.""Jawab dulu! Tadi 'kan kamu tiba-tiba peluk aku. Hmm, apakah itu karena kamu ingin membuat Michael cemburu?" tanya Hurraim lagi. Padahal dia sendiri sudah tahu jawabannya. Hanya karena sanang melihat Sandrina kesal dan mengomel padanya, Hurraim terus-terusan menggoda sekretarisnya itu. "Hmmmm," jawab Sandr
"Ada apa?" tanya Hurraim sembari menatap lekat wajah Sandrina. "Tidak ada," jawab Sandrina singkat. Hurraim tersenyum tipis. "Aku menabrak seorang wanita berdada besar tanpa sengaja. Dia minta aku membangunkannya, tapi aku menolak. Dan aku minta nomor rekeningnya untuk bertanggung jawab. Ini, dia berikan. Cepat sebutkan. Tenang aja, aku nggak doyan sama wanita kayak gitu."Sandrina mengangguk kecil dan membuang napasnya lega. Kemudian dia pun menyebutkan nomor rekening itu. Sandrina tidak tahu kalau ternyata Hurraim bertemu dengan Clara. "Minggu depan kita adakan camping bersama staf," ucap Hurraim yang berhasil membuat Sandrina terperanjat kaget. "Camping?" Sandrina menatap setengah tidak percaya. "Ya. Camping. Apakah kamu setuju?" tanya Hurraim. "Apakah itu kondusif?" Sandrina balik bertanya. "Tentu saja. Kita adakan game di sana. Siapa yang menang, akan mendapatkan hadiah yang menakjubkan," jawab Hurraim dengan jelas. "Begitu. Kayaknya ide bagus sih. Aku juga udah lama ngga
Para staf dan karyawan sedang mendirikan tempat untuk masak dan makan. Sebagian orang mendirikan tenda untuk tidur. Hurraim sendiri lebih memilih menyewa villa untuknya tidur selama 2 malam di sana."Bos, wahana air ada di sebelah sana. Pemancingan ada di belakang. Hutan buatan ada di sebelah utara pemancingan," ucap Bastian memberi info pada Bos mudanya. Hurraim mengangguk singkat. Dia akan mengadakan lomba mancing, menikmati wahana air seperti arung jeram, dan mengadakan game di hutan buatan. Hurraim sendiri tentunya akan mengikuti perlombaan itu. "Umumkan pada semuanya kalau hari ini kita akan bermain arung jeram," perintah Hurraim sembari mendudukkan bokongnya di sofa. "Siap, Bos!" jawab Bastian sigap. Sementara itu di luar, Sandrina tampak sedang memasang tenda bersama team San Kitchen. Tentu saja dia akan tidur satu tenda dengan Zakiah. Sekarang, Sandrina tersenyum puas melihat tenda warna pink nya sugan berdiri tegak dan siap digunakan. "Sip, tendanya sudah siap, Kiah. Sek
Sandrina mendelikan matanya dan membuang napas kasar. Siapa yang tersenyum pada ikan? Jelas-jelas dia hanya sedang melamun dan mengingat kenangan bersama Michael. Walaupun begitu, Sandrina cukup merasa tengsin katen ketahuan senyum-senyum sendiri. Sudah dapat dipastikan, Hurraim akan bertanya padanya."Apakah ada sesuatu yang penting?" tanya Sandrina. "Bisa santai nggak, sih?" sosor Hurraim, "Kita camping ke sini untuk bersantai dan menikmati liburan," imbuhnya. Sandrina mengangguk singkat. "Arung jeram, apakah Anda sudah siap melakukannya?" "Jangan mengalihkan pembicaraan. Aku mau tahu, apa yang membuatmu tersenyum?" tanya Hurraim sedikit memaksa. Tentu saja dia harus tahu jawabannya. "Apaan, sih. Senyum karena senang melihat ikan, memangnya aneh, ya?" cicit Sandrina sebal. "Aneh lah. Harusnya kamu senyum karena aku, bukan karena ikan," ujar Hurraim yang tampak menekan setiap ucapannya. "Kenapa senyum? Anda nggak lucu soalnya," ucap Sandrina. "Mau lihat aku lucu?" tanya Hurrai
“Apa yang kamu lakukan di sana?” tanya Hurraim sembari berjalan mendekat ke arah Sandrina. Sandrina menelan salivanya kasar. Memangnya dia sedang apa? Tentu saja gugup dan kaget saat melihat punggung kekar Hurraim yang putih bersih itu. Sandrina sudah lama tidak melihat tubuh polos seorang pria. Dulu, dia sering melihat Michael. Namun sekarang, tentu saja dia tidak pernah melihatnya lagi. Wajar saja jika Sandrina begitu gugup. “Kenapa tidak pakai baju?” tanya Sandrina tanpa menoleh. “Aku kebingungan memilih baju. Tolong carikan yang terbaik untukku,” perintah Hurraim yang kini sudah berada sejengkal di belakang Sandrina. Sandrina membuang napasnya kasar. “Dasar manja!” Ia mendengus kesal. Saat tubuhnya berbalik, tiba-tiba saja Hurraim maju selangkah. Tentu saja hal itu membuat Sandrina menumbur tubuh Hurraim. Hal itu benar-benar membuat Sandrina kesal dan kaget. Selain itu, keningnya pun cukup terasa sakit. “Awh! Ish, kenapa berdiri di situ, sih!?” omel Sandrina sebal. Hurraim m
Sandrina sudah berada di dekat Hurraim. Semua keamanan telah terpasang. Media untuk melakukan arung jeram pun sudah tersedia. “Apakah kamu siap?” tanya Hurraim pada Sandrina. Tangannya bersedekap sembari menatap sungai yang mengalir di hadapannya. Sandrina mengangguk mantap. “Siap!” Ia menjawab sembari menarik ke bawah sikutnya. “Kenapa bersemangat sekali?” tanya Hurraim sembari menatap penuh selidik. Sandrina membuang napasnya kasar. “Tentu saja karena aku suka. Dan sudah lama tidak melakukannya. Kenapa memangnya?”“Hmmmm. Kupikir karena satu regu denganku,” tukas Hurraim yang berhasil membuat Sandrina mendelikan matanya. “Astaganaga, kenapa geer sekali.” Sandrina berdecak sebal. Petugas keselamatan sudah membantu para peserta arung jeram untuk naik ke atas media masing-masing. Sandrina sudah duduk di samping Hurraim. Wanita cantik itu benar-benar tegang sekarang. “Pegang tanganku dan jangan sungkan untuk memelukku jika tiba-tiba kano nya oleng,” ucap Hurraim pada Sandrina. S
Kabar kehamilan Sandrina sudah sampai ke telinga kedua orang tuanya. Mendengar kabar itu, mereka berdua sangat bahagia dan bersyukur. Sejak putri mereka menikah dengan Michael, sejujurnya keduanya sangat menantikan sosok seorang cucu, tapi mereka tidak berani mendesak atau memaksa putri mereka untuk segera memberikan cucu pada mereka. Sekarang, tanpa diminta pun Sandrina sudah dipercayai oleh Tuhan untuk mengandung anaknya. "Alhamdulillah, anak kita benar-benar sehat dan subur, Yah. Berarti memang rezeki dia bersama Hurraim. Tuhan memang tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya," ucap Marlinda penuh syukur. Sang suami mengangguk pelan diiringi senyuman kemenangan. Mereka juga sudah tahu kalau nanti malam di kediaman Pristilla akan mengadakan acara syukuran atas kehamilan Sandrina. Jadi, keduanya akan hadir untuk ikut mendoakan, serta memberikan ucapan selamat dan support terhadap Sandrina juga Hurraim. "Semoga Tuhan selalu menjaga mereka. Menjaga Sandrina dari hal buruk. Menjaga calon
Hurraim berlari ke loteng. Mendengar hal yang mengkhawatirkan tentang istrinya, dia langsung menemui Sandrina di sana. Jantungnya berdetak kencang. Hurraim takut Sandrina kenapa-kenapa. Saat ini, Sandrina tengah duduk sembari memegangi perutnya. Ekspresinya membuat Hurraim semakin panik. Tentu saja Sandrina mulai berakting. Perempuan cantik itu seolah sedang merasakan sakit di bagian perutnya. "Arrgggh!!" pekik Sandrina."Sayang, apa yang terjadi padamu?" tanya Hurraim dengan kekhawatiran yang semakin mendalam. Ditangkapnya tubuh sang istri. Kemudian dia mengelus perut rata Sandrina yang tanpa disadari tengah mengandung sang buah hati. Sandrina meringis seperti kesakitan. Pristilla dan Fery hanya menonton saja. Begitu juga dengan Eleanor. Mereka diam-diam sedang menunggu waktu untuk memberikan surprise pada Hurraim."Perutku, sayang...." Sandrina mengeluh. "Ayo kita ke rumah sakit! Ini tidak bisa dibiarkan," ucap Hurraim tampak panik. Hampir saja dia menggendong tubuh Sandrina, ta
"Awas, hati-hati. Jangan sampai jatuh," ucap Pristilla dengan sangat antusias. Begitu tahu bahwa menantunya sedang mengandung, Pristilla sangat menjaga ketat Sandrina. Tentu saja dia takut Sandrina dan juga calon bayi dalam perutnya kenapa-kenapa. Sandrina digandeng oleh dua asisten rumah tangga. Ini terlalu berlebihan, tapi Sandrina tidak bisa menolak. Sebenarnya dia juga bisa berjalan sendiri sampai kamarnya. Namun, kekhawatiran sang mertua telah membuatnya seperti seorang ratu. "Kita akan mempunyai cucu!" seru Pristilla pada Fery. Sontak hal itu membuat Fery melebarkan kedua mata dan menatap setengah tidak percaya. "Hah, yang benar? Maksudnya Sandrina hamil?" Fery bertanya dengan raut wajah kaget serta penasaran. Pristilla mengangguk cepat. "Iya! Kita harus merayakan ini. Secepatnya kita atur acara perayaan kehamilan Sandrina.""Bun, itu terlalu berlebihan," protes Sandrina sedikit tidak setuju. "Apanya yang berlebihan? Kita akan mengadakan syukuran atas kehamilan kamu, Sandri
Hari demi hari terus berlalu. Sandrina dan Hurraim sudah menjalani rumah tangga selama satu bulan. Hari demi hari mereka lalui dengan penuh kebahagiaan. Tidak ada satu pun orang yang berani mengganggu kebahagiaan mereka. Dalam satu bulan ini, Sandrina masih tinggal bersama mertuanya. Hal itu dikarenakan keinginan Pristilla yang merasa masih belum siap berpisah jauh dengan Hurraim. Hurraim sendiri sudah ingin pindah rumah. Bahkan sebelum menikah pun, Hurraim sudah membeli rumah untuk dihuni dengan istrinya. Namun, saat ini dia belum bisa meninggalkan rumah orang tuanya itu. Padahal Hurraim sudah membujuk Pristilla berulang kali. Namun, Pristilla tetap kekeuh belum siap dan tidak mengizinkan Hurraim untuk pindah rumah. Pagi ini, Sandrina terbangun dalam keadaan lemas. Dia yang sudah tidak menjadi sekretaris Hurraim, hanya melakukan tugasnya sebagai seorang istri sekaligus owner San Kitchen. Selain itu, Sandrina juga mulai menekuni bisnis perhiasan media online. Hal ini sengaja dia lak
Hurraim mengelus lembut perut rata Sandrina. Perasaannya senang tak menentu. Telah terpikirkan olehnya bagaimana jika di dalam perut rata itu ada janin sang buah hati mereka. Tentu saja Hurraim sangat tidak sabar. Dia menikah, tujuan menikah memang tidak melulu tentang anak. Akan tetapi, memiliki anak setelah menikah adalah suatu kebahagiaan. Hurraim sendiri tidak pernah berniat untuk menunda-nunda punya anak. Jika Tuhan berkehendak, maka dia berharap Sandrina segera diberi momongan. "Semoga secepatnya kamu mengandung anak kita, sayang," ucap Hurraim dengan suara lembut. Sandrina tersenyum tipis. Waktu itu dia dengan Michael pun mengharapkan hal yang sama. Setiap saat menanti kehadiran sang buah hati mereka. Namun, takdir tidak sampai membuat mereka memiliki anak. Bahkan Sandrina sempat dituding wanita mandul oleh mertuanya sendiri. Semoga saja kali ini tidak. Sandrina sebenarnya sedikit trauma jika seandainya Tuhan sedikit lama memberikan anak padanya. Khawatir mertuanya mengira di
Selesai pesta pernikahan, Hurraim membawa kabur Sandrina ke sebuah hotel mewah yang sudah dipesannya. Segenap keluarga melepas dengan penuh kebahagiaan. Senyuman mengembang di sudut bibir kedua mempelai pengantin pria dan wanita. Taburan bunga mengiringi kepergian mereka. Sorak sorai keceriaan menambah kesan bahagia di sana. "Kamu milikku sayang!" ucap Hurraim. Pria tampan itu membopong tubuh ramping Sandrina dari luar hingga ke dalam hotel. Nuansa honeymoon terasa kental di sana. Taburan bunga dan gemerlapan lampu menyambut mereka. Belum lagi aroma harum dari berbagai sudut pun tercium menyengat indera penciuman mereka. "Malam ini aku tidak akan menahan diri lagi," ucap Hurraim lagi. Pria tampan itu nampak perkasa. Dia bahkan tergesa-gesa dan tidak sabaran. Maklum, Hurraim adalah sosok pria dewasa yang tidak pernah melakukan hubungan intim dengan wanita mana pun. Maka saat dia telah menikahi wanita pujaan hatinya, jangan heran jika Hurraim begitu semangat dan tidak sabar. Sekaran
Sang pengantin pria telah selesai berjabat tangan dengan Ayah Sandrina. Ijab dan kabul baru saja selesai diucapkan. Segenap saksi, mengatakan 'sah'. Saat itu juga sorak sorai dan ucapan syukur terdengar riuh di telinga. Detik ini juga, Sandrina telah resmi menjadi istri bagi Hurraim. Mereka telah disatukan dalam ikatan yang suci. Murni karena cinta dan jodoh dari ilahi. "Alhamdulillah, sah!" ucap Pristilla sembari menatap haru pada putranya yang tampan nan gagah. Senyuman kebahagiaan mengembang di bibir Hurraim. Tak sabar rasanya ingin melihat sang wanita pujaan. Selesai dengan ritual ijab kabul, penuntun acara memanggil sang mempelai pengantin wanita agar segera keluar. Para tamu nampak antusias. Di antara mereka ada yang sudah pernah hadir di acara pernikahan Sandrina dengan Michael. Namun, tetap saja mereka sangat penasaran pada Sandrina kali ini. Dari segi pesta, dekorasi dan gaya pernikahan Sandrina kali ini jauh berbeda dengan pernikahannya waktu lalu. Tentu ini sengaja Sandri
“Bunda walaupun belum pernah jadi mertua, tapi bunda pastikan bakal jadi mertua yang baik. Kamu jangan asal kalau bicara, Hurraim! Jangan bikin Sandrina takut dan berasumsi buruk tentang Bunda!” Pristilla mengomeli dengan kekesalan yang mendalam. Bagaimana tidak kesal, putranya sendiri membicarakan hal buruk tentangnya di hadapan calon menantu. Hurraim tersenyum simpul. Sebenarnya dia hanya bercanda. Hurraim juga tentu berharap Bundanya akan menjadi mertua yang baik untuk Sandrina. Akan tetapi seperti biasa sang Bunda menanggapi dengan serius. “Yang benar saja? Aku hanya ngomong sesuai fakta. Tapi, tetaplah aku percaya kalau Bunda bisa jadi mertua yang baik untuk istri aku nanti,” ucap Hurraim sembari memeluk Sandrina. Pristilla memencengkan bibirnya. “Ada juga kamu! Jangan sampai jari suami zalim terhadap istri. Dan jangan jadi anak durhaka terhadap Bunda! Awas aja kalau sampai itu terjadi,” ancam Pristilla. Sedikit memberikan nasihat pada putranya. “Tenang aja, Bun. Nanti bakala
Clara tersenyum miring. Kini dia bersedekap dan menatap remeh. Gundukan kesal seakan terlihat di atas kepalanya saat ini. Mengingat Michael sempat drop, dia seperti tidak percaya jika Michael bisa menjebloskan Clara ke dalam penjara. “Kamu tidak punya kuasa atau kekuatan sedikit pun, Michael sayang. Sekarang aku ingin bertanya, dari mana kamu dapatkan modal untuk membuka usaha seperti ini? Kamu pasti meminjam bank, ya? Haha. Jangan sombong dulu! Kalau bisnis kamu berkembang dan sukses, kamu mungkin akan mendapatkan kekuatan dan kekuasaan lagi seperti dulu. Tapi kalau bisnismu mangkrak dan bangkrut, maka apa yang akan kamu dapat? Pastinya sebuah kerugian dan keterpurukan seperti beberapa waktu lalu. Haha!” Clara tertawa terbahak-bahak. Suaranya nyaring dan dia benar-benar menghina Michael. Michael mengepalkan tangan. Mustahil dia tidak marah. Semenjak kejadian itu, kebencian mulai merambat dalam pekarangan hati Michael. Kendati demikian, Michael tidak ingin menjadi arogan lagi. Dia h