"Di luar," jawab Sean.Mata Stela mengerjap saat menyadari jika Sean berada di luar. Dia berbalik dan membuka pintu kamarnya, untuk melihat Sean.Ternyata benar yang dikatakan oleh Sean, jika dia sedang ada di luar. Karena dari kamarnya, Stela melihat mobil Sean yang terparkir di luar.Dengan masih menempelkan ponsel di telinganya, Sean keluar dari mobilnya. Sorot matanya melihat Stela yang terlihat dari luar."Ada apa mencari aku?" tanyanya dingin."Aku hanya ingin tahu di mana kamu tadi." Stela melihat Sean dari kejauhan dan hilang saat dia sudah memasuki tangga kos."Bersembunyi seperti yang kamu harapkan bukan." Sean masih terus berbicara melalui sambungan teleponnya. Padahal dari kejauhan dia sudah melihat Stela.Mulut Stela tertutup rapat. Dia membenarkan jika itulah yang dia harapkan. Namun, saat Sean mengucapkannya, tiba-tiba perasaannya menjadi tidak menentu.Sean terus mengayunkan langkah dengan masih menempelkan ponselnya di telinganya. Sampai akhirnya dia di depan Stela. S
Stela terkesiap saat mendapati pertanyaan apa masalah utama yang di hadapi dirinya. Dia sendiri merasa aneh dengan perasaannya."Aku hanya merasa bersalah saja.""Merasa bersalah?" tanya Ana, "salah karena Sean pergi saat Finn datang?" Dia mencoba menebak pikiran temannya itu, dan anggukan Stela menjadi jawaban."Aku merasa bersalah, karena Sean sudah seperti menebak jika aku akan mengusirnya saat Finn datang.""Bukannya itu bagus, tanpa kamu usir dia pergi sendiri.""Tetapi …." Stela sendiri bingung dengan ucapan temannya. Mungkin benar kata Ana, harusnya aku senang Sean pergi sebelum aku yang menyuruhnya. Batin Stela terus memikirkan apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya."Intinya, sebenarnya kamu masih sangat mencintai Sean, hingga akhirnya rasa bersalah itu muncul karena kamu merasa melukai Sean," ucap Ana yang melihat wajah Stela."Aku memang tidak menampik perasaan cinta itu, tetapi—""Tetapi kamu masih terluka karena apa yang dilakukan Sean?" potong Ana bertanya."Iya," jawa
Sean tersenyum mendengar jawab Stela. "Aku tidak marah. Aku justru bersyukur karena bisa pergi sebelum diusir."Stela tahu jika kata-kata Sean penuh dengan sindiran, dan itu membuatnya merasa malu sendiri. Menundukkan wajahnya dia merasa bersalah karena setega itu pada Sean."Sudah lupakan, sekarang apa yang ingin kamu katakan lagi?""Lagi?" tanya Stela yang merasa aneh dengan kata-kata Sean."Iya, bukankah kamu sengaja berangkat denganku karena ada yang dibicarakan?""Bagaimana kamu tahu?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Stela.Sean langsung tertawa. "Aku mengenalmu sudah cukup lama, jadi aku tahu setiap gerak-gerikmu itu. Aku juga tahu jika kamu sedang mengedip-ngedipkan mata pada Ana.""Kamu tahu juga?" Stela merasa malu saat ternyata kodenya pada Ana diketahui oleh Sean."Apa kamu lupa jika di sudut kost ada kaca. Pantulanmu yang sedang mengedip-ngedipkan mata tertangkap di sana."Sejenak Stela terdiam. Dia mengingat-ingat di mana cermin terletak, dan benar saja jika dia berdiri d
Finn keluar dari ruangannya saat jam pulang kerja. Saat keluar dia melihat Stela yang sedang bersiap untuk pulang juga."Apa kamu mau naik bus lagi?" tanya Finn sesaat dia menghampiri Stela.Stela memikirkan bagaimana menjawab Finn, padahal dia sudah membuat janji dengan Sean. "Iya, aku akan naik bus, karena sudah lama aku tidak naik bus.""Baiklah, kalau begitu, ayo, kita ke lift bersama!"Mendapati ajakan Finn, Stela mengangguk dan mengikuti Finn untuk menuju ke lift. Saat lift terbuka Stela dan Finn masuk ke dalam. Tangan Stela menekan tombol lift di mana dia akan turun di lobi.Mata Finn yang menangkap tangan Stela yang terluka pun merasa terkejut. "Tanganmu kenapa?" tanyanya seraya menarik tangan Stela."I-ni … " jawab Stela yang terbata. Dia memikirkan alasannya yang tepat yang bisa diberikan pada Finn. "Semalam aku minum teh dan ternyata tehnya panas. Saat teh tumpah, langsung mengenai tanganku."Semalam? tanya Finn dalam hatinya. Dia mengingat jika sore kemarin saat dia mengan
"Aku tidak tahu," jawab Sean. Dia memarkirkan motornya tepat di samping motor Stela.Stela yang berada di atas motor merasa heran kenapa orang mengelilingi motornya. Dia turun dari motornya seraya melepas helm yang dipakainya. Menerobos celah orang-orang yang sedang berkerumun, dia melihat apa yang sebenarnya terjadi.Alangkah terkejutnya saat melihat motornya ringsek. Body motornya hancur, spionnya patah, lampu depan dan belakang hancur. Namun, tidak hanya itu saja, sayatan di jok motornya membuat motornya sudah tak berbentuk lagi.Sean yang pun buru-buru turun dari motornya. Melepas helm dan meletakkannya di spion motornya.Orang-orang yang melihat Sean datang, langsung memberi jalan agar Sean bisa melihat kejadian apa yang sedang mereka lihat.Sean melebarkan matanya melihat pemandangan di hadapannya itu. Dia melihat keadaan motor Stela yang benar-benar hancur seolah baru saja di hancurkan seseorang."Se … " panggil Stela. Air matanya mengalir saat melihat motor satu-satunya hancur
"Dia salah satu karyawan kita. Sepertinya dia terobsesi denganmu," ucap Abi seraya menyelipkan tawa di sela-sela penjelasannya.Stela langsung menatap tajam pada Sean, dan itu seketika membuat Sean ketakutan. Dia menggeleng sebagai jawaban jika dia benar-benar tidak tahu.Sean pun langsung kembali pada Abi, karena tidak mau jadi penyebab kehancuran motor Stela. "Jelaskan padaku dengan benar?" hardik Sean."Jadi salah satu karyawan wanita di kantor kita melihat Stela kemarin denganmu. Dari beberapa informasi karyawan lain yang aku dapat, dia sangat terobsesi denganmu. Hingga akhirnya dia merusak motor Stela sebagai tempat pelampiasan kekesalannya." Abi menjelaskan pada Sean penyebab terjadinya hancurnya motor Stela.Sean menelan salivanya mendengar ucapan Abi. Dia tidak bisa mengelak lagi karena ternyata dirinya adalah penyebab semua yang terjadi pada motor Stela.Sorot tajam dari Stela terus saja dilayangkan pada Sean setelah mendengar penjelasan dari Abi.Mendapati sorot tajam dari S
"Kenapa takut? Aku sudah biasa," jawab Stela."Aku pikir kamu takut.""Memangnya kenapa kalau aku takut?" tanya Stela."Jika kamu takut, aku bersedia menemani." Sean tersenyum memamerkan deretan giginya."Mimpi saja kamu!" Sean membalas tawa sindiran Stela. Niatnya untuk menakuti Stela memang tidak akan mempan, karena wanita itu sangatlah pemberani.Menyelesaikan makannya, Stela langsung mengusir Sean dari kamarnya. Dia tahu akal bulus Sean akan dilancarkan jika tidak buru-buru dia usir."Benar kamu tidak mau aku temani?" tanya Sean kembali sebelum dia benar-benar kembali ke kamarnya."Tidak!" jawab Stela tegas."Benar?" Sean masih terus mencari celah untuk membujuk Stela."Oh … boleh," jawab Stela dan seketika membuat wajah Sean berbinar. "Asalkan besok kamu hanya mengantarkan aku saja. Nanti aku akan pulang dengan Ana atau dengan ….""Cukup-cukup," potong Sean. Dia sudah tahu nama siapa yang akan Stela sebut."Bagus kalau begitu." Stela langsung menutup pintu kamarnya setelah sele
"Aku hanya tidak mau mengganggu hubungan kerja antara kamu dan Finn.""Hubungan kerja sama sudah berjalan. Sudah ada kontrak yang ditandatangani, jadi aku rasa itu hanya alasan klasik saja."Mulut Stela tertutup rapat. Dia sendiri tidak tahu alasan apa yang menyebabkan dia harus menghindar dari Finn. Kerja sama memang sudah berjalan, dan dirinya tidak akan mengganggu kerja sama itu, karena semua sudah secara hukum tertulis."Terkecuali memang kamu menaruh hati padanya." Tanpa menoleh Sean mengucapkannya. Dia sudah amat geram dengan sikap Stela yang harus selalu kucing-kucingan dengan Finn.Kedua bola mata Stela membulat sempurna. Dia terkejut mendengar ucapan Sean. "Apa kamu pikir aku bisa secepat jatuh cinta dan semudah itu jatuh cinta?" Mata Stela menatap tajam pada Sean, merasa Sean benar-benar menyudutkan dirinya.Mendengar kata-kata Stela, Sean justru tersenyum. Dia mengartikan ucapan Stela yang menyiratkan jika dia masih mencintainya. "Apa itu berarti kamu masih mencintai aku?"
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."