"Dia salah satu karyawan kita. Sepertinya dia terobsesi denganmu," ucap Abi seraya menyelipkan tawa di sela-sela penjelasannya.Stela langsung menatap tajam pada Sean, dan itu seketika membuat Sean ketakutan. Dia menggeleng sebagai jawaban jika dia benar-benar tidak tahu.Sean pun langsung kembali pada Abi, karena tidak mau jadi penyebab kehancuran motor Stela. "Jelaskan padaku dengan benar?" hardik Sean."Jadi salah satu karyawan wanita di kantor kita melihat Stela kemarin denganmu. Dari beberapa informasi karyawan lain yang aku dapat, dia sangat terobsesi denganmu. Hingga akhirnya dia merusak motor Stela sebagai tempat pelampiasan kekesalannya." Abi menjelaskan pada Sean penyebab terjadinya hancurnya motor Stela.Sean menelan salivanya mendengar ucapan Abi. Dia tidak bisa mengelak lagi karena ternyata dirinya adalah penyebab semua yang terjadi pada motor Stela.Sorot tajam dari Stela terus saja dilayangkan pada Sean setelah mendengar penjelasan dari Abi.Mendapati sorot tajam dari S
"Kenapa takut? Aku sudah biasa," jawab Stela."Aku pikir kamu takut.""Memangnya kenapa kalau aku takut?" tanya Stela."Jika kamu takut, aku bersedia menemani." Sean tersenyum memamerkan deretan giginya."Mimpi saja kamu!" Sean membalas tawa sindiran Stela. Niatnya untuk menakuti Stela memang tidak akan mempan, karena wanita itu sangatlah pemberani.Menyelesaikan makannya, Stela langsung mengusir Sean dari kamarnya. Dia tahu akal bulus Sean akan dilancarkan jika tidak buru-buru dia usir."Benar kamu tidak mau aku temani?" tanya Sean kembali sebelum dia benar-benar kembali ke kamarnya."Tidak!" jawab Stela tegas."Benar?" Sean masih terus mencari celah untuk membujuk Stela."Oh … boleh," jawab Stela dan seketika membuat wajah Sean berbinar. "Asalkan besok kamu hanya mengantarkan aku saja. Nanti aku akan pulang dengan Ana atau dengan ….""Cukup-cukup," potong Sean. Dia sudah tahu nama siapa yang akan Stela sebut."Bagus kalau begitu." Stela langsung menutup pintu kamarnya setelah sele
"Aku hanya tidak mau mengganggu hubungan kerja antara kamu dan Finn.""Hubungan kerja sama sudah berjalan. Sudah ada kontrak yang ditandatangani, jadi aku rasa itu hanya alasan klasik saja."Mulut Stela tertutup rapat. Dia sendiri tidak tahu alasan apa yang menyebabkan dia harus menghindar dari Finn. Kerja sama memang sudah berjalan, dan dirinya tidak akan mengganggu kerja sama itu, karena semua sudah secara hukum tertulis."Terkecuali memang kamu menaruh hati padanya." Tanpa menoleh Sean mengucapkannya. Dia sudah amat geram dengan sikap Stela yang harus selalu kucing-kucingan dengan Finn.Kedua bola mata Stela membulat sempurna. Dia terkejut mendengar ucapan Sean. "Apa kamu pikir aku bisa secepat jatuh cinta dan semudah itu jatuh cinta?" Mata Stela menatap tajam pada Sean, merasa Sean benar-benar menyudutkan dirinya.Mendengar kata-kata Stela, Sean justru tersenyum. Dia mengartikan ucapan Stela yang menyiratkan jika dia masih mencintainya. "Apa itu berarti kamu masih mencintai aku?"
"Tadi papamu melihatnya, dan Sean memperkenalkan diri sebagai suamiku, hingga akhirnya dia memintanya juga ikut turun." Stela menjelaskan dengan berbisik pada Ana.Ana hanya bisa tertawa dalam hatinya ternyata rencana temannya itu gagal. Niatnya untuk meminta Sean mengantarkannya saja, harus kandas.Di ruang keluarga mereka saling bercerita. Mama dan papa Ana adalah seorang dokter. Mereka menceritakan beberapa pengalaman mereka menjadi dokter. Kedua orang tua Ana juga menanyakan tentang pekerjaan Sean, dan akhirnya membuat papa Ana begitu semangat saat berbincang dengan Finn membahas soal bisnis."Nanti kalian menginap saja di sini," ucap mama Ana di sela-sela berbincang.Stela langsung menatap Ana. Dia terkejut mendengar tawaran dari mama Ana. Dia merasa bingung sekarang, karena jika Sean berada di rumah Ana malam ini, berarti nanti malam dia akan ada di acara keluarga Ana, dan itu artinya Finn akan melihatnya.Melihat wajah Stela yang tampak bingung, Sean menyadari jika Stela tidak
"Em …." Stela sedikit bingung menjelaskan bagaimana dia mengatakan pada Sean. "Kamu di mana, di dalam hotel bukan?" Satu hal itulah yang terlintas di pikiran Stela."Aku sedang di luar. Baru saja aku sampai di hotel. Kenapa?" tanya Sean."Finn ….""Finn di hotel yang aku tempati?" potong Sean."Kenapa kamu tahu?" Stela merasa heran karena Sean mengetahui sebelum dirinya mengatakannya."Karena sekarang dia di hadapanku." Suara Sean sedikit lirih, karena Finn sedang berjalan menghampiri dirinya."Sean, kamu di sini?" tanya Finn terkejut melihat rekan kerjanya berada di hotel yang sama dengannya. Dia yang tadinya ingin masuk ke lobi hotel melihat Sean dari kejauhan, dan langsung menghampirinya."Iya, aku di sini. Aku sedang ada acara menghadiri pesta pernikahan temanku di sini." Alasan itu yang dipakai oleh Sean. Dia berharap Finn percaya. "Kamu sendiri sedang apa ke sini?""Aku menghadiri acara pertemuan keluarga Nathan dan Ana.""Wah … bisa kebetulan yang tidak di sangka-sangka ya, kit
Kedua bola mata Finn membulat sempurna saat mendengar ucapan Sean. Dia benar-benar baru tahu jika Sean sudah menikah. Selama ini memang dia tidak pernah tahu akan hal itu."Wah … aku sudah mengenalmu cukup lama, tetapi kini aku tahu jika kamu sudah menikah." Finn tertawa menertawakan dirinya sendiri yang baru tahu kenyataan status rekan bisnisnya itu. "Lalu apa istrimu tidak ikut denganmu?" Finn yang melihat Sean di hotel sendiri tidak melihat istrinya."Dia ikut, tetapi dia memilih untuk menginap di rumah temannya.""Sayang sekali, kita tidak bisa berkenalan dengan istrimu," ucap Finn seraya melirik Nathan, seolah ucapannya itu juga ditujukan untuk temannya itu."Kalau istri Sean di sini, aku rasa justru kita tidak akan ada di cafe ini." Akhirnya Nathan ikut menimpali ucapan Finn. Dia melirik Sean agar pria itu mengakhiri pertanyaan Finn yang akan semakin berlanjut."Yang dibilang Nathan benar. Jika istriku ada aku tidak akan pergi bersama kalian." Sean membenarkan ucapan Nathan."Iy
Sampai di rumah Ana, Stela dan Sean berpamitan dengan kedua orang tua Ana. "Kamu harus janji, nanti saat acara lamaran Ana, harus hadir," ucap papa Ana seraya menepuk bahu Sean."Baik, Om.""Terima kasih, Se, sudah mengizinkan Stela ke sini." Ana berbasa-basi saat ada kedua orang tuanya."Iya, sama-sama." Sean tersenyum pada Ana, walaupun sebenarnya dia tahu jika Ana hanya berbasa-basi saja.Stela dan Sean pun masuk ke dalam mobil. Stela melambaikan tangan saat Sean melajukan mobilnya dan meninggalkan rumah Ana. Saat mobil sudah menjauh dari rumah Ana, Sean menaikkan kaca mobil."Kenapa tadi Finn yang mengangkat telepon dari aku? Kenapa Finn ada bersamamu?" Stela yang sudah menyimpan pertanyaannya dari tadi, akhirnya langsung bertanya.Mata Sean yang tertutup dengan kacamata yang bertengger di hidungnya itu, melirik ke arah Stela. Senyum tertarik di sudut wajahnya saat melihat kepanikan Stela. "Tanyalah satu-satu," sindir Sean. Dia berbicara tanpa menoleh pada Stela."Jawab saja pert
Kalimat Sean benar-benar menampar dalam wajah Stela. Dia menyadari jika ternyata dia sudah sangat keterlaluan. "Maaf," ucapnya lirih.Sean melepas tangan Stela. Dia menghela napasnya. Menyandarkan tubuhnya di kursi kemudi, dia memejamkan matanya. "Aku tidak masalah kamu mau menyembunyikan dari orang, tetapi jika orang yang kamu ingin tidak tahu itu adalah orang yang menyukaimu, aku rasa kamu seperti memberikan peluang untuknya."Mulut Stela tertutup rapat. Dia semakin merasa bersalah. Niatnya untuk tidak memperkeruh hubungan Sean dan Finn justru membuat Sean begitu terluka."Sudahlah, lupakan saja. Kamu punya hak untuk memberitahu siapa orang yang perlu tahu hubungan kita." Sean melepas seatbelt yang melingkar di tubuhnya dan membuka pintu mobil. Keluar dari dalam mobilnya, dia meninggalkan Stela yang masih berdiam diri di dalam mobil."Apa kamu akan berdiam diri di situ?" tanya Sean.Stela terperanjat saat mendengar suara Sean. Dia langsung membuka seatbelt dan keluar dari mobil. Seb
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."