Jam pulang kantor tiba dan Stela bersiap untuk pulang. Dengan mengendarai motornya, dia menuju ke kost. Saat sampai kost, dia melihat mobil Sean terparkir di parkiran.‘Karena teleponnya tidak aku angkat ternyata dia ke sini,’ ucap Stela dalam hatinya.Stela pun langsung memarkirkan motornya dan menuju ke kamarnya. Dia sudah bisa menebak jika Sean sudah berada di dalam kamarnya. Karena kamarnya berada di lantai atas, dia harus menaiki anak tangga untuk sampai di kamarnya.Membuka pintu, Stela mendapati Sean di dalam kamarnya. "Mau apa kamu di sini?" Dia bertanya seraya menutup pintu."Sayang," panggil Sean saat melihat Stela datang. Dia yang merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur langsung bangun."Sayang?" gumam Stela. Dia menatap tajam Sean merasa aneh saat pria yang masih menjadi suaminya itu ternyata memanggilnya seperti dulu lagi."Apa kamu tadi mengendarai motor?" tanya Sean berbasa-basi.Menaruh tasnya di atas meja, Stela mengabaikan Sean begitu saja. Dia pun mengambil minum d
Semalam …Semalam Stela yang menunggu Ana pulang mendapati temannya itu pulang cukup larut. "Kamu dari mana?" tanyanya."Bertemu Sean."Stela tersenyum. Sebenarnya dia sudah tahu, karena tadi sekilas dia melihat nama Sean di ponsel Ana. Namun, saat temannya itu tidak mengatakan apa-apa, dia memilih diam. Ternyata saat Ana pulang, temannya itu tidak berbohong. "Lalu?""Maaf aku mengatakan semuanya pada Sean." Ana tidak bisa menyembunyikan hal sepenting ini pada temannya. Apalagi ini adalah hal penting."Apa reaksi Sean?" Stela begitu ingin tahu reaksi apa yang di tujukan oleh Sean."Awalnya dia masih menunjukan rasa tidak percayanya, hingga dia menuduhmu selingkuh." Ragu-ragu Ana menjelaskan pada Stela.Stela hanya tersenyum mendengar penjelasan Ana. Dia sudah menebak jika reaksi Sean akan seperti itu."Tapi, saat aku memberikan hasil pemeriksaanmu yang masih aku simpan, dia tampak menyesal."Stela mengangguk. Senyum belum surut dari wajahnya saat mendengar cerita Ana."Apa kamu marah
Pagi ini Stela bangun dengan semangat baru. Keputusannya untuk mengakhiri rumah tangga, mungkin adalah keputusan besar dalam hidupnya, tetapi semua sudah dia pikirkan baik-baik. Ini bukan perkara cinta lagi, tetapi sebuah hubungan harus berlandaskan kepercayaan, apapun alasannya. Namun, saat dia mendapati Sean yang tidak percaya padanya. Dia lebih memilih mengakhiri, karena dia tidak mau kejadian itu terulang kembali, dan membuatnya terluka kembali.Sedih, terluka, itu dirasakan oleh Stela. Bagaimana pun juga Sean adalah bagian penting dalam hidupnya selama empat tahun. Jika dulu Stela menangis saat Sean yang mengatakan kata sakral yaitu perceraian. Kini air matanya terlalu berharga untuk dia teteskan lagi.Sebenarnya air matanya tidak keluar bukan karena dia tidak sedih, tetapi karena dia sudah terlalu lelah menangis untuk Sean.Suara ketukan pintu di kamar, membuat Stela yang sedang bersiap untuk olahraga pagi langsung membuka pintu. Rencananya di akan joging di salah satu stadion t
"Aku juga tidak tahu, aku pikir dia akan sendiri." Sama dengan Stela, Ana juga tidak tahu, karena Nathan tidak mengatakan padanya."Maaf terlambat," ucap Nathan saat dia menghampiri kekasihnya dan Stela."Kami sudah dapat dua putaran, kamu baru datang!" ucap Ana menyindir kekasihnya."Maaf tadi aku yang membuat Nathan terlambat." Finn yang merasa tidak enak menyela pembicaraan Nathan dengan Ana."Tadi aku mampir ke rumah Finn terlebih dahulu, karena dia tahu aku ingin oleh raga dia akhirnya ikut, dan aku menunggunya bersiap." Nathan menjelaskan pada Ana yang dari tadi menekuk wajahnya karena dia terlambat."Sudah-sudah, yang penting sekarang kalian sudah datang." Stela mengakhiri perdebatan Nathan dan Ana. "Sebaiknya kalian lari dulu, kami akan menunggu," ucap Stela menatap Finn dan Nathan bergantian.Nathan dan Finn pun akhirnya lari berkeliling stadion, sedangkan Stela dan Ana menikmati istirahat mereka, karena tadi mereka sudah cukup berlari. Nathan dan Finn berlari sekitar tiga pu
"Kamu saja yang tidak tahu jika aku sangat suka tempat romantis," elak Stela.Alunan musik yang terdengar merdu, membuat suasana semakin romantis. Namun, Ana sedikit heran kenapa restoran itu terlihat sepi, karena hanya diisi oleh dirinya dan Stela saja. "Apa kamu tidak merasa aneh?" tanya Ana"Kenapa?" Stela yang mendengar pertanyaan Ana pun bertanya."Tempat ini sepi sekali, hanya kita saja yang di sini."Stela langsung tertawa. "Hanya perasaanmu saja, mungkin belum ada yang berkunjung.""Tetapi ini weekend, Stel. Harusnya pasangan-pasangan menikmati makan malam." Ana masih terus merasakan keanehan saat makan malam bersama dengan Stela.Sesaat kemudian tiba-tiba lampu mata dan membuat Ana panik. "Stel, apa restoran mewah bisa mati lampu?" Pertanyaan konyol yang keluar dari mulut Ana.Seketika kata-kata Ana membuat Stela tertawa. "Diamlah! Nanti juga akan menyala."Ana masih belum mendengar penjelasan Stela. Dia masih merasa heran dengan restoran yang dibilang mewah tapi lampunya ma
"Apa kamu tidak lihat bagaimana Nathan mengatakan 'maukah kamu menikah denganku?' Dia begitu romantis, padahal aku mengenalnya sangat dingin." Akhirnya kalimat itulah yang bisa Finn jelaskan pada Stela.Satu helaan napas terdengar dari Stela. Dia pikir tadi Finn benar-benar menyatakan cinta padanya, ternyata dia hanya menceritakan bagaimana Nathan mengatakan cinta. "Iya, dia benar-benar romantis, apalagi dia menyiapkan semuanya dengan baik dan menambah kesan romantis." Stela sebenarnya sangat malu karena hampir saja dia menyangka Finn menyatakan cinta padanya."Jadi tidak sia-sia jika Ana menerimanya." Finn pun tersenyum untuk menghilangkan kecanggungannya. Dia tidak mau Stela berpikir jika tadi dia melamarnya.‘Aku pun mau lamaran romantis seperti itu, tapi mulutku benar-benar tidak bisa direm,’ gerutu Finn dalam hatinya. Mereka pun akhirnya memesan makanan sambil menunggu Nathan dan Ana yang sedang menikmati makan malam romantis."Apa kamu dulu juga dilamar dengan romantis seperti
Stela menoleh mendengar pertanyaan Ana. "Apa yang ada apa?" tanyanya."Kamu kenapa diam? Dari tadi aku bercerita kamu diam? Apa kamu sedih mengingat bagaimana Sean melamar kamu dulu?" Ana menebak-nebak apa yang membuat temannya itu terdiam."Bukan," jawab Stela."Lalu?" Ana begitu penasaran apa yang membuat temannya itu terdiam."Finn mengetahui jika aku akan bercerai."Ana pun tak kalah terkejut. Dia ingat jika Stela buka orang yang suka bercerita masalah pribadi. "Dari mana dia tahu, bukannya hanya aku saja yang tahu?""Ternyata waktu di kantor dia melihat map dari pengadilan yang terbuka." Stela menjelaskan pada Ana, bagaimana Finn bisa mengetahuinya."Apa dia membuka tasmu?" Rasanya Ana kesal, karena dengan lancangnya Finn melihat map dalam tas Stela."Tidak, dia melihat karena tasku terbuka." Stela kembali menjelaskan pada Ana."Oh … aku pikir dia lancang membuka tasmu." Ana merasa lega karena pikirannya ternyata salah. "Lalu apa masalahnya?" Ana merasa Stela memikirkan hal lain
"Barang-barang," jawab Sean polos.Stela benar-benar geram dengan jawaban Sean. Dia mengepalkan telapak tangannya menahan kekesalannya."Aku tahu itu barang, Sean Alexander, tapi kenapa ada di kamarku?""Oh … itu karena lemari di kamar kecil, jadi baju-bajuku tidak muat. Jadi aku menitipkan di tempatmu sementara. Nanti jika aku sudah memiliki lemari, aku akan mengambilnya."Mulut Stela tertutup rapat dia tidak bisa berkata-kata dengan apa ulah Sean. Dengan menutup kembali pintu kamarnya dan menguncinya, dia berlalu meninggalkan Sean begitu saja. Langkah kakinya dihentakkan dengan kencang sebagai bentuk kekesalannya. Dia pun memilih menuju ke kamar Ana yang berada di sebelahnya.Ana yang melihat aksi sepasang suami-istri itu hanya bisa menggeleng. Dia pun juga sama, tidak bisa berkata apa pun."Ana, cepat buka pintunya!" Stela berteriak memanggil Ana.Ana yang masih linglung pun masih merasa bingung. Matanya menatap arah Stela dan beralih ke arah Stela."Ana … " panggil Stela kembali.
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."