Stela menoleh mendengar pertanyaan Ana. "Apa yang ada apa?" tanyanya."Kamu kenapa diam? Dari tadi aku bercerita kamu diam? Apa kamu sedih mengingat bagaimana Sean melamar kamu dulu?" Ana menebak-nebak apa yang membuat temannya itu terdiam."Bukan," jawab Stela."Lalu?" Ana begitu penasaran apa yang membuat temannya itu terdiam."Finn mengetahui jika aku akan bercerai."Ana pun tak kalah terkejut. Dia ingat jika Stela buka orang yang suka bercerita masalah pribadi. "Dari mana dia tahu, bukannya hanya aku saja yang tahu?""Ternyata waktu di kantor dia melihat map dari pengadilan yang terbuka." Stela menjelaskan pada Ana, bagaimana Finn bisa mengetahuinya."Apa dia membuka tasmu?" Rasanya Ana kesal, karena dengan lancangnya Finn melihat map dalam tas Stela."Tidak, dia melihat karena tasku terbuka." Stela kembali menjelaskan pada Ana."Oh … aku pikir dia lancang membuka tasmu." Ana merasa lega karena pikirannya ternyata salah. "Lalu apa masalahnya?" Ana merasa Stela memikirkan hal lain
"Barang-barang," jawab Sean polos.Stela benar-benar geram dengan jawaban Sean. Dia mengepalkan telapak tangannya menahan kekesalannya."Aku tahu itu barang, Sean Alexander, tapi kenapa ada di kamarku?""Oh … itu karena lemari di kamar kecil, jadi baju-bajuku tidak muat. Jadi aku menitipkan di tempatmu sementara. Nanti jika aku sudah memiliki lemari, aku akan mengambilnya."Mulut Stela tertutup rapat dia tidak bisa berkata-kata dengan apa ulah Sean. Dengan menutup kembali pintu kamarnya dan menguncinya, dia berlalu meninggalkan Sean begitu saja. Langkah kakinya dihentakkan dengan kencang sebagai bentuk kekesalannya. Dia pun memilih menuju ke kamar Ana yang berada di sebelahnya.Ana yang melihat aksi sepasang suami-istri itu hanya bisa menggeleng. Dia pun juga sama, tidak bisa berkata apa pun."Ana, cepat buka pintunya!" Stela berteriak memanggil Ana.Ana yang masih linglung pun masih merasa bingung. Matanya menatap arah Stela dan beralih ke arah Stela."Ana … " panggil Stela kembali.
Stela hanya memutar bola mata malas. Dia menutup pintu dan mengayunkan langkah ke lemarinya. Membuka lemari miliknya, dia menujukan pada Ana.Ana pun langsung tergelak. Dia tidak menyangka ternyata rapinya barang-barang yang di lantai itu ada di lemari Stela."Mau kamu apakan barang-barang itu?""Sebenarnya aku ingin sekali membuangnya, tetapi aku tidak tega."Ana pun langsung tersenyum pada Stela. Dia tahu temannya itu memang tidak tega dengan orang lain. Apalagi dengan Sean. "Sepertinya kamu akan lebih sulit melupakannya.""Entahlah." Stela benar-benar merasa bingung karena dia tidak tahu harus berbuat apa. Dia mengingat jika, dia sendiri yang mengizinkan Sean melakukan apa pun.Stela naik ke tempat tidur untuk merebahkan tubuhnya. "Sudah lupakan, aku ingin melupakannya dulu."Ana pun akhirnya ikut merebahkan tubuhnya dan mulai menonton film bersama dengan Stela. Kali ini dia menonton film hollywood."Ach ... kenapa adegannya seperti itu," gerutu Ana saat melihat adegan film sedang
Stela dan Ana hanya tercengang melihat aksi Sean."Kamu mau apa?" Stela kesal karena Sean main tiduran saja di tempat tidur."Ikut kalian, menonton film," jawab Sean santai.Stela dan Ana seolah tak bisa berkata apa-apa."Wah … kalian menonton film seperti ini." Sean meledek saat melihat film yang dilihat Stela dan Ana sedikit vulgar."Memangnya kenapa menonton film seperti ini?" tanya Stela menutupi rasa malunya."Tidak apa-apa.""Kalau kamu ingin menonton sebaiknya kamu diam!" ucap Stela menoleh karena Sean berada di sampingnya.Sean pun menutup mulutnya rapat-rapat agar tidak diusir oleh Stela. Dia pun ikut menonton film bersama dengan Stela dan Ana. Sebenarnya hal seperti ini sering mereka lakukan bertiga saat Sean masih menjadi kekasih Stela. Jadi saat terulang kembali, mereka merasa biasa saja.Selama menonton tidak ada suara sama sekali di kamar. Semua fokus pada film hingga film selesai."Dia tidur." Ana melihat Stela justru tertidur.Mendengar ucapan Ana, Sean ikut mengintip
Saat keluar ternyata dia tidak mendapati Sean di kamarnya. Pikirnya mungkin suaminya itu sudah keluar setelah mengambil pakaiannya.Tak ingin terlambat bekerja, dia pun cepat-cepat merias wajahnya.Saat merasa penampilannya sudah rapi, segera dia berdiri dan mengambil tasnya. Keluar dari kamar, tempat yang dituju adalah tempat parkir moto.Sambil menunggu memanaskan mesin motornya, Stela memakai helm miliknya dan melihat tampilannya di pantulan cermin spion motornya. Dia memastikan wajahnya sudah tertutup masker secara sempurna, karena dia tidak mau wajahnya terkena debu.Saat sedang asyik merapikan maskernya, Sean datang menghampirinya. Ekor matanya memicing melihat apa yang dibawa oleh Sean. Pria itu membawa helm di tangannya seolah akan mengambil motornya.Mengedarkan pandangnya Stela mencari motor Sean, tetapi dia tidak mendapati motor Sean berjajar di parkiran motor.‘Untuk apa dia bawa helm tapi motornya tidak ada,’ batin Stela menertawakan Sean."Ayo!" ajaknya seraya memakai he
Stela merapikan meja kerjanya saat jam pulang kerja usai. Dari tadi dia menunggu kabar dari Sean. Dia berharap jika Sean mengabari jika dia sedang meluncur ke kantor untuk menjemputnya, tetapi sampai jam kerja selesai, tidak ada kabar sama sekali dari suaminya itu."Kamu sudah mau pulang, Auri?" Finn yang baru saja keluar dari ruangannya, melihat Stela sedang merapikan tasnya."Iya," jawab Stela seraya mengambil tasnya.Stela mengayunkan langkah menuju lift bersama dengan Finn. Menunggu lift terbuka Stela melihat ponsel yang dari tadi di genggamnya. Begitu cemas dengan Sean yang tak kunjung memberikan kabar."Sepertinya kamu sedang menunggu seseorang menghubungimu?" Finn melihat Stela tampak gelisah saat melihat ponselnya."Iya.""Siapa?" Entah kenapa Finn ingin tahu siapa yang di tunggu oleh Stela.Stela memutar otaknya, memikirkan alasan yang tepat. Dia tidak mau sampai Finn mengetahui jika dia menunggu suaminya dan membuat Finn penasaran lalu menunggu untuk tahu siapa suaminya."Ak
"Aku mau membuatmu mengubah keputusanmu." Sean tersenyum.Sudah Stela duga jika itu adalah tujuan Sean. "Aku sudah bilang, keputusanku tidak akan berubah!" Dia menegaskan kembali ucapannya."Masih ada tiga bulan sampai sidang dimulai, jadi berikan kesempatan aku mengubah keputusanmu. Jika kamu tetap pada keputusanmu ingin berpisah saat perceraian kita, aku akan menerimanya."Sebenarnya Stela teramat malas. Dia sudah siap untuk melupakan Sean, tetapi dengan datangnya Sean, pasti akan membuatnya sulit melupakan Sean."Aku tidak akan memaksa jika memang keputusan akhirnya kamu tetap ingin bercerai, tiga bulan saja, berikan aku kesempatan!" Sean menatap Stela penuh pengharapan. Hanya dengan cara ini dia bisa mengubah keputusan Stela.Stela menimbang-nimbang apa yang diucapkan Sean. Sebelum keputusannya bercerai masih ada beberapa bulan, dan tidak ada salahnya membiarkan Sean melakukan apa yang dia inginkan. Lagi pula keputusannya tidak akan berubah."Baiklah." Setelah menimbang Stela memu
"Benar kamu tidak mau berangkat dengan aku?" tanya Sean memastikan kembali."Tidak." Stela menjawab seraya melihat ke arah ponselnya karena sedang memesan ojek online.Sean yang melihat Stela hanya bisa mendengus kesal. Dia tidak bisa membayangkan usahanya sia-sia. Namun, dia menunggu keajaiban datang. Membawa Stela yang akan datang dan memintanya mengantarkan ke kantor. Seraya menunggu dia memainkan ponselnya dan duduk di atas motornya.Stela harus menerima kenyataan jika ini adalah jam sibuk, dan susah sekali mendapatkan ojek online. Dia pun beralih pada Sean yang masih setia di motornya. Tahu jika Sean masih menunggunya sampai mendapatkan ojek."Ayo!" ucap Stela yang menghampiri Sean.Mata Sean yang fokus pada ponselnya, beralih pada Stela yang tiba-tiba datang. "Kamu mau berangkat denganku?" tanyanya."Iya, sepertinya ojek online banyak yang memesan, jadi mereka tidak ada yang menerima orderan aku." Stela pun menjelaskan kenapa dirinya berangkat dengan Sean.Seperti mendapatkan du
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."