"Silahkan duduk!" Finn mempersilakan Sean untuk duduk.
Sean segera menarik kursi untuk duduk. Namun, baru saja menarik kursi, dia mendapati seorang wanita yang dia kenal.
'Stela.'
Finn yang melihat Sean menatap Stela, mengartikan kalau Sean terpesona akan kecantikan Stela. "Perkenalkan ini sekretaris saya, namanya Auri." Finn mengenalkan Stela pada Sean. "Auri, ini investor baru perusahaan kita." Finn juga mengenalkan Sean pada Stela.
"Selamat siang Pak Sean, saya Auri." Stela mengulurkan tangan dengan tenang.
"Sean." Sean menerima lembut tangan Stela. Tangan yang sudah lama dia tidak sentuh.
Stela dan Sean berpikir pertemuan bisnis Finn mempertemukan kembali mereka yang sudah sebulan tidak bertemu.
Finn dan Sean melanjutkan perencanaan investasi yang akan dilakukan oleh Sean di perusahaan Finn. Finn menjelaskan semua pada Sean, detail kerja sama mereka dan Stela membantu mencatat beberapa poin yang diminta oleh Sean.
Mata Sean sibuk memerhatikan Stela yang begitu tenang saat bekerja. Tak nampak Stela merasa risih atau terbeban duduk bersamanya.
‘Kamu bisa setenang itu melihatku, ternyata penipu sepertimu lihai menutupi keaslianmu’, batin Sean.
"Bagaimana, Pak Sean, apa yang saya jelaskan sudah dimengerti?" Setelah menjelaskan, Finn bertanya pada Sean.
Sean masih sibuk memerhatikan Stela saat Finn bertanya padanya tentang penjelasan yang diberikan.
Finn melihat jika Sean sedang memerhatikan Stela. "Pak Sean?" tanya Finn memanggil Sean kembali.
Mendengar namanya dipanggil, Sean terkesiap. "Saya setuju untuk berinvestasi di perusahaan Anda, Pak Finn." Sean mengulurkan tangan.
"Terimakasih, Pak." Finn menerima uluran tangan Sean.
Kerja sama mereka pun telah disepakati. Sean yang akan membangun hotel di daerah puncak dan menyerahkan pembangunan pada perusahaan Finn.
"Apa sekretaris Anda ini baru Pak Finn?" tanya Sean pada Finn.
"Iya Pak Sean, apa sangat terlihat sekali dia baru?" Finn menduga kecangungan Stela tertangkap oleh Sean.
"Saya sudah lama bekerja, jadi saya tahu mana yang baru bekerja atau yang sudah lama." Sean berkata seraya melirik Stela. "Tapi, saya sarankan untuk mencari karyawan yang benar-benar baik, terkadang penampilan baik di luar, belum tentu baik di dalamnya," ucap Sean dengan nada sinis dan penuh sindiran.
Stela cukup mengerti maksud dari ucapan Sean. Dia hanya menampilkan senyum tipis di wajahnya saat Sean menyindirnya.
"Saya rasa, saya cukup handal untuk memilih karyawan, Pak Sean. Jadi Anda tidak perlu khawatir." Finn sedikit tidak suka akan ucapan Sean yang seolah penuh sindiran.
Finn merasa ucapan Sean bermakna lain. Dia menerka-nerka, untuk siapa ucapannya itu. Apa dia kenal Auri? Dia nampak menujukan ucapannya untuk Auri, batin Finn.
"Baiklah saya permisi dulu, Pak Finn." Sean berdiri dan menjabat tangan Finn.
"Baik, Pak." Finn menerima uluran tangan Sean.
Sean beralih pada Stela, menatap tajam pada wanita yang telah mengecewakan dirinya itu. Namun, dia berusaha tenang di hadapan Finn. Dia mengulurkan tangannya pada Stela. "Senang bertemu Anda, A .... "
"Auri," jawab Stela menerima uluran tangan Sean.
"Iya, Auri." Sean menyebut nama depan Stela.
Setelah bersalaman dengan Stela, Sean pun berlalu meninggalkan Stela dan Finn.
Stela merasa lega saat Sean sudah pergi. Ada rasa sakit bercampur berdebar saat bertemu kembali dengan Sean. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang di depan Finn. Dia tidak mau sampai Finn menaruh curiga jika Sean adalah suaminya.
Finn yang masih memiliki janji dengan tunangannya, akhirnya duduk kembali. "Apa kamu mengenal Pak Sean sebelumnya?" tanya Finn pada Stela membuka pembicaraan saat mereka seraya menunggu tunangannya.
"Apa Anda terpengaruh dengan ucapannya tentang karyawan yang baik?" Stela justru balik bertanya.
"Untuk terpengaruh, saya rasa tidak."
"Apa Anda merasa saya tidak baik?"
Finn melirik Stela yang nampak tenang saat bertanya. "Saya rasa kamu baik."
"Kalau Anda mengatakan saya baik, saya masih punya alasan untuk bertahan di perusahaan Anda."
Melihat Stela, Finn benar-benar di buat penasaran. Ketenangan Stela tak bisa dia artikan sedikitpun. Dia mengingat bagaimana tenangnya Stela saat tadi pagi sedang membacakan jadwalnya. Bagi sebagian wanita yang melihat dirinya, pasti akan bersikap berlebihan memuja ketampanannya.
Namun, berbeda dengan Stela, dia seolah tidak memandang Finn seperti itu.
Beberapa saat kemudian seorang wanita datang, menghampiri Finn.
"Sayang, apa kamu sudah lama?" tanya tunangan saat sampai di meja Finn.
"Sudah."
"Iya maaf," ucap tunangan Finn seraya menautkan pipinya pada pipi Finn.
"Oh ya, Vania, kenalkan ini sekretaris baruku." Finn memperkenalkan Stela pada tunangannya.
Wanita itu memerhatikan Stela dengan seksama. Dipandangnya lekat wajah Stela yang begitu cantik dengan kulit putih dan mata coklat bak kacang kenari.
"Hai aku Vania, tunangan Finn." Vania memperkenalkan diri dan menekankan bahwa dia adalah tunangan dari Finn.
"Saya Auristela, Nona, sekretaris baru dari Pak Finn," ucap Stela dengan sopan.
Vania hanya mengangguk mengiyakan perkenalan dengan Stela. Dia menahan gemuruh di hatinya saat tahu sekretaris Finn adalah seorang wanita cantik.
"Auri, kamu buka meja lagi, saya akan makan dengan tunangan saya," perintah Finn pada Stela.
"Baik, Pak."
Finn menikmati mengobrol dengan tunangannya. Membahas rencana pernikahan mereka. Saat sedang mengobrol dengan Finn, ponsel Vania tiba-tiba berdering. Vania segera mengangkat sambungan teleponnya agar tidak menganggu orang-orang.
"Halo. Oke, aku ke sana." Vania segera mematikan sambungan teleponnya. "Sayang sepertinya aku tidak jadi makan siang denganmu, managerku memajukan jadwal pemotretanku. Maafkan aku tidak bisa menemanimu makan siang," jelas Vania.
Finn menghela nafas kasarnya. Hal seperti ini sudah sering terjadi. Kesibukan Vania membuat waktu untuk mereka berkurang.
"Baiklah pergilah."
"Baiklah aku pergi dulu, kamu lanjutkan makannya ya," ucap Vania seraya menautkan pipinya pada pipi Finn.
Finn hanya menahan dirinya untuk tidak marah karena memang mereka sepakat memahami satu dengan yang lain.
Namun, sejenak kemudian dia melihat makanan di depannya. Siapa yang akan makan ini semua? Finn memilih untuk memanggil Stela dengan isyarat tangan. Dia berniat mengajak Stela menghabiskan makanan yang sudah dipesan.
Stela yang menyadari Finn memanggilnya, berdiri dan melangkah mendekat. "Ada apa, Pak?" tanya Stela setelah menghampiri Finn.
"Temani saya makan, tadi Vania sudah memesan makanan tapi dia ada perkerjaan."
Stela yang mendapat perintah untuk makan bersama Finn, hanya mengiyakan dan duduk di depan Finn dengan tenang.
"Makanlah!" Finn mempersilahkan Stela untuk makan.
"Baik."
Stela makan dengan tenang, tak tampak dia salah tingkah saat berada di depan pria tampan di depannya.
Finn yang menyadari Stela yang tenang bisa menikmati makan dengan nyaman, menarik senyum di ujung bibirnya. "Apa sudah lama kamu menikah?" tanya Finn memecah keheningan makan mereka.
Hati Stela sedikit teriris saat seseorang menanyakan pernikahannya, apa lagi dirinya baru saja bertemu dengan pria yang menjadi suaminya itu. "Baru satu bulan, Pak." "Masih pengantin baru ya," goda Finn."Iya," jawab Stela singkat. Wanita yang menarik.Finn melihat Stela tenang saja saat dia mengoda dan tak tampak merona. Mereka berdua sibuk makan, dan Finn berhenti bertanya karena dia tak mau membuat Stela tidak nyaman saat makan. ** "Bagaimana hari pertama berkerja?" tanya Ana yang baru masuk ke kamar kos Stela. "Lumayan, bosnya tidak menakutkan." Ana langsung tertawa mendengar ucapan Stela. "Finn memang tidak menakutkan, aku sudah bilang bukan." "Aku bertemu Sean tadi." Stela yang teringat pertemuannya dengan Sean, menceritakan pada Ana. "Hah!" pekik Ana kaget, "di mana?" tanya Ana yang masih begitu ingin tahu dimana temannya itu bertemu suaminya "Ternyata dia investor baru di tempat Finn." "Bagaimana reaksinya melihatmu?" Ana begitu penasaran. Dia tahu seperti apa hubu
"Nathan, Ana kenalkan ini Pak Sean, rekan bisnisku." Finn mengenalkan Sean pada Ana dan Nathan."Hai, Nathan," ucap Nathan mengulurkan tangan pada Sean."Sean." Sean menerima uluran tangan Nathan."Hai Sean, apa kabar?" tanya Ana."Kamu kenal Pak Sean, Ana?" Finn begitu kaget saat Ana ternyata mengenal Sean."Dulu kami satu kampus," ucap Ana pada Finn. "Bukan begitu, Se?" Ana menatap tajam pada Sean. Sebagai teman Stela dia begitu membenci Sean yang sudah menyakiti temannya."Iya, kami dulu satu kampus.""Berarti Auri juga kenal Pak Sean?" tanya Finn menatap Stela.Stela bingung menjawab apa saat Finn bertanya. Dia tidak mau mengakui Sean-suaminya, karena tidak mau mencampuri kehidupan pribadi dengan pekerjaan.Ana yang menyadarinya pun langsung berucap. "Stela tidak kenal dengan Sean."Sean yang mendengar Ana menjawab, hanya bisa tersenyum tipis."Aku pikir kalau kamu kenal Pak Sean, Auri juga kenal." Finn mengangguk-anggukkan kepalanya. Dia kemudian beralih pada Stela dan memerhatik
Sesampainya di kamar kos, air mata yang Stela tahan sejak tadi pun akhirnya lolos juga dari mata indahnya. Dia meluapkan kesedihannya, Meluapkan rasa sakitnya"Kenapa kamu tega, Se?" Rasa sesak di dadanya begitu menyakitkan. Dia tidak menyangka bahwa Sean benar-benar melakukan ini semua. Mengakhiri kisah cinta yang sudah dirajutnya selama empat tahun.Saat Stela sedang menangisi semuanya, terdengar pintu kamarnya diketuk. Dia berdiri, dan membuka pintu. Saat membuka pintu, dia mendapati Ana di depan pintu.Ana yang menunggu Stela dari tadi, begitu khawatir. Namun, saat melihat Stela kembali diantar oleh Sean, dia langsung menyusul Stela."Stela," panggil Ana yang melihat Stela terlihat menangis."Ana." Stela langsung berhambur kepelukan Ana. Perasaannya yang begitu sedih, membuatnya membutuhkan sandaran."Stel, apa yang terjadi?""Dia sudah mengajukan surat permohonan cerai, Na." Stela menjelaskan dengan isakan apa yang dikatakan oleh Sean."Stel, apa kamu tidak jelaskan semuanya?" ta
Saat sedang asik mengerjakan pekerjaannya, ada seseorang yang berjalan dari arah lift menuju ruangan Finn. Stela memperhatikan dengan detail dari kejauhan. Dia tahu siapa yang datang. Dia adalah Arisha Sanjaya istri dari Adrian Sanjaya dan ibu dari Finn. Stela bisa tahu kalau itu adalah Arisha, karena kemarin Stela sempat melihatnya, walau tidak berbincang langsung."Selamat siang, Nyonya," sapa Stela dengan sedikit membungkukkan tubuhnya."Selamat siang juga. Apa kamu sekretaris pengganti Ina?""Iya, Nyonya.""Cantik," gumam Arisha tapi masih bisa terdengar oleh Stela. "Apa Finn ada di dalam?" tanyanya kemudian."Pak Finn ada di dalam Nyonya, mari saya antar.""Tidak perlu, lanjutkan pekerjaanmu." Arisha menolak dengan lembut."Baik."Arisha melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan Finn. Tanpa mengetuk pintu, Arisha langsung masuk ke dalam ruangan Finn."Mama," ucap Finn kaget, melihat mamanya datang ke kantor. "Ada apa Mama ke sini?" tanyanya."Apa mama tidak boleh kemari?""Buka
"Iya putra Jeng Risha tampan, layak dapat yang cantik seperti ini.""Iya," jawab Risha dengan senyum kemenangan."Saya pamit duluan ya, Jeng Risha.""Iya," jawab Arisha dengan senyum.Setelah selesai urusan memesan gaun pengantin, Arisha meminta Stela untuk makan siang terlebih dahulu sebelum kembali ke kantor."Kita makan siang dulu, Auri. Kita sudah melewatkan jam makan siang." Arisha sedikit tidak enak pada Stela mengajak, tapi justru membuat kelaparan."Baik, Tante."Stela hanya mengiyakan saja, karena yang diucapkan Arisha benar, kalau mereka melewatkan makan siang karena sibuk memesan gaun pernikahan Vania.Arisha meminta sopir, melajukan mobilnya menuju mall terdekat untuk makan siang mereka yang sudah terlewat. Setelah sampai di mall, Arisha memilih restoran Jepang untuk makan siang mereka."Maafkan saya, karena tadi mengakui kamu sebagai menantu saya.” Akhirnya Arisha menyampaikan permintaan maaf sesaat sampai di restoran."Tidak apa-apa, Tante," bohong Stela. Sebenarnya Stel
Saat mendapatkan pertanyaan tentang pernikahan, ada rasa sesak menghimpit dada Stela. Pernikahan? Stela hanya membatin satu kata yang ditanyakan oleh Finn."Saya tidak punya pengalaman banyak, Pak, jadi tidak ada yang saya bisa bagikan." Stela menjawab dengan menahan sesak di dadanya."Kamu benar, kamu juga baru menjalani rumah tangga jadi mungkin belum banyak cerita, atau mungkin kamu bisa ceritakan bagaimana kamu bisa berkenalan dengan suamimu?" Finn masih berusaha menggali semua informasi tentang kehidupan Stela. Entah kenapa, Finn begitu tertarik dengan kehidupan wanita, yang sekarang di dalam mobil bersamanya.Stela sebenarnya malas untuk menjawab, tapi saat atasannya yang mengajukan pertanyaan, rasanya berat untuk menolak semua pertanyaannya. "Kami teman kuliah, dan kami sudah berpacaran empat tahun." Akhirnya itulah yang diceritakan Stela."Wah ... kalian bisa bertahan selama itu. Empat tahun waktu yang lama untuk semua hubungan.""Waktu yang lama sebuah hubungan tidak menjamin
Stela yang mendapat sapa dari Abi seketika membulatkan matanya, dia benar-benar tidak menyangka Abi akan menyapa.Finn melihat keanehan di depannya. Dia tampak terkejut ketika sekretaris Sean mengenal Stela. "Apa Anda kenal dengan Auri?" tanyanya pada Abi.Abi yang tidak tahu keadaan apa ini, dibuat bingung dengan pertanyaan Finn. Sejenak dia menatap Sean meminta jawaban atas pertanyaan Finn."Kami teman lama." Stela yang melihat kebingungan Abi atas pertanyaan Finn, segera menjawab."Iya kami teman lama." Abi mencoba mengiyakan pernyataan Stela.Ekor mata Sean melirik ke arah Stela. Entah magnet apa yang membuat Sean begitu ingin melihat wanita yang selama ini ada di hatinya.Stela yang merasa diperhatikan oleh Sean merasakan debaran di jantungnya. Cinta di dalam hatinya memang belum pudar sedikit pun, tapi kenyataan yang ada tak bisa dielakan lagi.Tatapan Sean tidak bisa Stela artikan sama sekali, dengan status mereka sekarang, entah apa yang ada di hati Sean?"Oh … teman lama." Fi
"Apa kita perlu ke rumah sakit?" tanya Stela yang panik. "Tidak perlu." "Kenapa kalian tidak menjelaskan isi dari menu dari restoran kalian!" Stela melayangkan protes pada pelayan restoran. "Maafkan kami Nona, kami benar-benar tidak tahu kalau Tuan ada alergi." Sean yang melihat kepanikan Stela, merasa senang. Stela belum berubah, dia masih tetap sama paniknya saat dirinya alergi. "Sudahlah Stel, ini sudah lebih baik," jawab Sean dengan masih menahan sesak di dadanya. Sejenak Stela tersadar akan kepanikannya yang terlihat jelas di mata Abi dan Finn. ‘Apa yang aku lakukan? Kenapa aku panik seperti ini di depan mereka?’ batin Stela. Finn menatap Stela. Dia merasa aneh saat Stela begitu panik saat Sean terserang alergi. Pikirannya menerka hubungan di antara Stela dan Sean. Namun, dia tidak bisa menebak hubungan apa. Masih jelas di ingatannya, jika Stela mengatakan jika dia tidak mengenal Sean. "Sebaiknya Pak Sean bisa pulang saja, saya rasa Pak Sean butuh istirahat." Finn merasa t
"Sabar ya, rasa sakitnya nanti akan hilang jika anak kita sudah lahir." Sean mencoba menenangkan Stela. Namun, rasanya ucapannya tidak berarti apa-apa, karena Stela semakin mencengkeram erat tangannya.Sean hanya bisa pasrah saat kuku-kuku Stela menancap sempurna di tangannya. Dia merelakan itu asal bisa mengurangi rasa sakit yang dirasakan istrinya.Setelah semua peralatan siap. Dokter mulai memberi instruksi pada Stela untuk mengejan. "Kita mulai persalinannya, Bu, tarik napas dan buang seperti yang sudah diajarkan di kelas ibu hamil," ucap Dokter pada Stela.Stela hanya bisa mengangguk. Dia berusaha kuat dan melakukan instruksi yang diberikan oleh Dokter. Dia menarik napas dan membuangnya sambil mengejan.Mungkin ini adalah yang membuat surga di telapak kaki ibu. Sakitnya saat melahirkan benar-benar tak bisa dideskripsikan dengan kata-kata. Tulangnya serasa remuk saat berusaha untuk mengejan. Otot-ototnya tertarik semua saat tubuh berusaha keras untuk mendorong bayi untuk keluar."
"Mungkin aku kekenyangan." Stela tidak ingin membuat panik Sean. "Kita pulang saja," ajak Stela.Usai makan mereka akhirnya memilih pulang. Di mobil Stela merasakan kembali perutnya mulas."Kamu benar tidak apa-apa?" tanya Sean khawatir."Sepertinya aku sudah mulai ada tanda-tanda melahirkan."Mendengar ucapan Stela, Sean panik. Dia bingung harus berbuat apa. Padahal di kelas ibu hamil berkali-kali dijelaskan jika dia tidak boleh panik."Kita ke rumah sakit," ucapnya pada Stela."Tapi, masih berjarak sangat jauh rasa mulasnya, jadi aku rasa kita tunggu saja di rumah."Sebenarnya Sean merasa tidak tenang. Namun, dia menuruti keinginan istrinya, kembali ke rumah sambil menyiapkan semuanya.Di rumah Sean meminta Stela untuk duduk manis. Dia juga sudah memberitahu sang mama jika Stela sudah menunjukan tanda-tanda melahirkan. Adel yang sedang ada pertemuan dengan teman-temannya langsung meninggalkan tempat acara dan menuju ke rumah anaknya.Sean merapikan beberapa barang untuk keperluan a
Di depan cermin Stela menatap dirinya. Jika kemarin acara pesta pernikahannya bertema universal, kini acara tujuh bulanan diadakan dengan adat jawa sesuai dengan permintaan mertuanya.Rambut panjang Stela disanggul seperti tradisi jawa. Stela tersenyum melihat tampilan di pantulan cermin. Terakhir kali dia semacam ini adalah saat SD di hari kartini. Semenjak remaja hingga kuliah, dia lebih memilih memakai kebaya dengan rambut yang digerai.Penata rias, terus memoles wajah Stela dengan make up tipis sesuai permintaan Stela."Apa sudah siap?" tanya Sean seraya menyembulkan kepalanya dari balik pintu."Sudah, Pak," jawab penata rias. Penata rias keluar dan bergantian dengan Sean yang masuk ke dalam kamar. Sean mengambil baju dengan motif yang sama dengan Stela yang di letakan di atas tempat tidur.Sean langsung mengganti bajunya untuk acara yang sebentar lagi akan dimulai. Sepanjang memakai bajunya, Sean menggerutu karena harus memakai jarik dan itu membuat dirinya kesulitan. Namun, dem
Tentu saja Stela mau. Dia mengangguk mendapati tawaran dari mama mertuanya. Dia ingin membayangkan kelak akan seperti apa anaknya.Adel langsung mengambil foto yang ditemukannya kemarin. Kemudian dia menunjukan pada Stela. Lembar demi lembar Adel tunjukan pada Stela dan membuat Stela benar-benar senang.Sean kecil begitu mengemaskan. Dengan pipi gembulnya Sean begitu lucu. Stela memerhatikan dengan baik semua foto. "Ini umur berapa, Ma?" Saat melihat-lihat Stela justru menemukan selipan foto Sean yang besar."Itu umur sepuluh tahun."Mendengar jawaban mertuanya, Stela mengingat jika wajah Sean yang dilihatnya pertama kali di kampus tidak berubah. Entah kenapa, Stela merasakan jika Sean masih awet muda saja."Anak kalian nanti pasti anak lebih tampan dan cantik." Adel sudah membayangkan bagaimana cucunya nanti. Perpaduan antara Stela yang cantik dan Sean yang tampan."Yang penting sehat, Ma. Mau dia mirip Stela atau Sean sama saja." Stela tidak berharap banyak. Dia hanya ingin semua s
Sean meletakan keranjang ke lantai dan menegakkan tubuhnya. Dia memijat pinggangnya yang begitu terasa sakit. "Aku membelinya karena penjualnya adalah seorang nenek tua." Dia menjelaskan pada Sean alasan membeli semua buah manggis.Stela merasa terharu mendengar jawaban Sean. Dia langsung memeluk tubuh Sean karena merasakan senang melihat suaminya membantu nenek-nenek dengan membeli banyak buah. Padahal mungkin yang akan dimakannya tidak akan banyak.Mendapati dekapan Stela, Sean merasa heran. Dia hanya tahu jika istrinya begitu melow, gampang menangis dan gampang terharu. "Ayo makan buahnya, aku tidak mau nanti anak kita mengeluarkan air liur karena tidak buru-buru diberikan."Stela melepas dekapan Sean dan tersenyum. Sean mengambil beberapa buah dan mengajak Stela untuk duduk menikmati buah yang dibuka oleh Sean.Rasa manis dari buah manggis membuat Stela begitu senang. Dia merasa lidahnya dimanjakan dengan rasa yang sudah dia bayangkan sedari tadi.Sean merasa sangat senang karena i
Stela mencebikkan bibirnya karena tidak menemukan perubahan itu, dan membuat Sean yang gemas mendaratkan kecupan di pipi Stela. "Tunggulah beberapa bulan lagi, pasti kamu akan melihat perut buncitmu, dan tidak hanya itu, kamu akan mendapati pipi kamu yang juga akan gembung." Sean menjelaskan seraya menggembungkan pipinya.Melihat Sean yang menggodanya, Stela terlihat kesal. "Apa jika aku gendut kamu tidak akan suka?" Dia langsung melepas dekapan tangan Sean dan meninggalkan Sean ke tempat tidur. Dia merebahkan tubuhnya di tempat tidur dan menarik selimut.Dahi Sean berkerut diiringi dengan matanya yang membulat. Niatnya tidaklah meledek istrinya. Akan tetapi istrinya itu justru merajuk. 'Tenyata bukan hanya wanita yang datang bulan yang sensitif, tetapi ibu hamil juga sensitif,' batin Sean.Melangkah menuju ke tempat tidur, dia merangkak naik dan kembali mendekap tubuh Stela. "Sayang, bukan maksud aku begitu," bujuknya."Kamu tadi bilang begitu." Stela masih saja dengan pendiriannya. D
Stela tersenyum tipis. "Mama tetap ingat anaknya, mana mungkin dia tidak menyisihkan makanannya." Stela menambahkan lauk di piring Sean."Iya, tetapi nanti tempat aku akan di isi dengan cucunya, jadi pasti aku akan di tendang." Seraya memasukan makanan ke dalam mulut, dia menggerutu. "Mana ada orang tua akan menendang anaknya," ucap Stela tersenyum.Sean hanya tersenyum saat kalimatnya dicela istrinya sendiri. Kemudian dia melanjutkan makannya.Menyelesaikan makannya, mereka menuju ke kamar. Mengistirahatkan tubuh yang sudah seharian bekerja keras.Di atas tempat tidur, Sean meletakan kepalanya di kaki Stela, membelai perut Stela yang belum tampak besar. "Apa kamu tahu, terkadang aku tidak menyangka kita bisa sampai di sini."Mendengar ucapan Sean, Stela hanya bisa tersenyum. Dia juga memikirkan hal itu."Dulu saat kita berpacaran, semua berjalan datar. Hanya Kebahagiaan yang ada. Hingga mimpi-mimpi indah terangkai. Namun, seketika semua berubah saat kita menikah. Egoku mengalahkan ra
"Aku juga kurang tahu." Stela menduga jika mungkin dokter ingin melihat jika dirinya hamil atau tidak. Namun, dia tidak mau terlalu berharap, mengingat terakhir kali dia mengecek hasilnya adalah negatif.Menunggu sejenak akhirnya petugas laboratorium memberikan hasil pada Sean dan Stela. Mereka membawa hasil laboratorium pada dokter yang menanganinya.Dokter mengecek hasil laboratorium dan tersenyum. Dia mengulurkan tangan dan mengucapkan selamat pada Sean."Selamat, Pak, istri Bapak sedang hamil."Sean dan Stela saling pandang. Mereka terkejut mendengar ucapan selamat dari dokter. Karena tidak mau dokter menunggu, Sean menerima uluran tangan dokter, walaupun dengan kebingungan."Tapi, waktu itu saya sudah cek hasilnya negatif, Dok." Stela masih belum percaya dengan ucapan dokter."Kalau boleh tahu kapan waktu mengecekknya?""Dua hari setelah terlambat datang bulan, Dok." Dia mengingat jelas bagaimana dulu dia mendapati satu garis."Kandungan HCG bisa saja belum terdeteksi, jadi saat
Melihat suaminya yang membuka pintu. Stela merasakan hal aneh. Dia bangun dari tidurnya dan langsung menghampiri Sean. Dia mendekap tubuh Sean dari belakang."Kamu kenapa tiba-tiba di belakang aku?" tanya Sean yang terkejut mendapati dekapan istrinya."Sejak kapan kamu seksi seperti ini," jawab Stela. Bibir Stela menyusuri bahu Sean yang polos. Menyusuri ke leher dan membuat Sean yang tadinya tenang menjadi gelisah."Sayang, aku masih bau keringat." Sean yang merasa tidak enak pada Stela mencoba menghindar."Tapi aku suka." Stela masih terus mendaratkan kecupan di bahu dan punggung Sean dan membuat Sean semakin tidak keruan.Sean yang tidak tahan langsung berbalik. "Jangan menggodaku, karena aku tidak tega melihatmu kelelahan lagi." Mata Sean menatap dalam mata Stela memberikan isyarat tanda bahaya pada istrinya."Kalau aku bilang aku tidak lelah untuk hal yang satu ini bagaimana?" Tangan Stela membelai lembut tubuh Sean, membuat suaminya itu semakin tidak menentu."Kamu yang memulai."