Makasih sudah mampir & ngasih supportnya buat novel ini. Moga rezeki kalian melimpah. Amin. Salam kenal pembaca baru.
Para pengunjung cafe tengah menikmati kopi dan camilan saat menjelang sore. Mereka sibuk bercengkrama asik sekedar membunuh waktu dari kepenatan dan kesibukan dunia. Ada sepasang kekasih, sahabat satu circle hingga rekan kerja berkumpul di sana.Di antara mereka ke empat pemuda tampan juga sedang asik bercengkrama hingga sosok Embun ikut bergabung bersama mereka. Manggala langsung membuka obrolan. Ia sàdar Embun tampak bingung saat diundang ke sana olehnya. Melihat wajah Embun yang kebingungan, Manggala berusaha membuka topik pembicaraan yang serius.“Embun, ada hal yang ingin saya bicarakan denganmu,” imbuh Manggala setelah berusaha menormalkan perasaannya. Mendadak ia dilanda gelisah berhadapan dengan Embun saat ini. Ia juga tidak tahu alasannya kenapa ia menjadi gugup saat bertemu dengannya.Embun hanya manggut-manggut menatap Manggala. Sementara itu Beryl, Alby dan Pasha terdiam, ikut menyimak perkataan Manggala. “Bisakah kami bertemu dengan ke dua orang tuamu? Akan lebih baik j
Seorang gadis tengah mengamati Embun secara diam-diam dari kejauhan mirip seorang mata-mata. Gadis muda itu tampak cantik dan seksi. Ia mengenakan atasan croptop yang memperlihatkan perutnya yang rata nan putih dan celana jeans slim fit yang memperlihatkan bagian bokongnya yang sintal. Saat itu Embun tengah bernyanyi live music di sebuah cafe bersama Manggala, Beryl, Alby dan Pasha. Namun tentu saja, Embun tidak menyadari kehadirannya karena saking fokus menikmati melodi musik yang mendayu-dayu. Gara-gara duet itu suasana hati Embun membaik. Pun, hubungan Embun dan Manggala mulai kembali normal. Kendati Embun kecewa pada Manggala namun ia menghargai usahanya untuk meminta maaf.Gadis itu sangat murka melihat bagaimana bisa Embun bergabung dengan circle anak sultan secara ia adalah gadis miskin yang sudah tidak dianggap oleh keluarganya. Pertanyaan lainnya ialah sejak kapan Embun bisa bermain piano dan bernyanyi?Ia mengira jika Embun kini sudah menjadi sugar baby atau ani-ani. Ia ta
Embun menjalani hari-harinya sebagai seorang housekeeper seperti biasa sembari menunggu pengumuman audisi itu dengan sabar. Meskipun seminggu berlalu, belum ada posting tentang hasil audisi dari akun media sosial resmi D’Silva Music School & College. Hal itu tentu membuatnya merasa frustrasi.“Kenapa kelihatan bete? Perasaan palang merah udah pergi,” ucap Ningrum yang melihat Embun terlihat lesu dengan wajah yang masam. Ia juga bekerja dengan kurang semangat.Embun menoleh dengan meringis pelan. “Bu, sepertinya, audisi ke dua, aku tidak lolos. Aku tidak menemukan pengumuman hasil audisi di akun media sosialnya. Aku juga tidak mendapat telepon dari guru musik sekolah itu.”Ningrum menatap dalam Embun. Ia merasa sangsi saja, mana mungkin Embun tidak lolos. Kemampuannya dalam memainkan piano seperti seorang masterpiece. Semua orang mengakuinya. “Belum kali, Bun. Tunggu aja,” nasehat Ningrum yang terdengar masuk akal. Ia pun menepuk pundak Embun dengan lembut lalu berbisik pada telinga E
Embun terlihat bingung saat bertemu dengan keluarga besar Basalamah. Ia hanya mematung dengan perasaan yang gugup.Hingga Ana berdiri lalu menyambut kehadirannya. Ia berjalan mendekati wanita bermanik almond itu dengan senyum sumringah. Mati-matian Ana berusaha mengendalikan dirinya—untuk menahan tangis karena perasaan haru. Semua tingkah Ana tak luput dari semua orang yang berada di sana. Embun pun ikut berjalan mengikuti Ana hingga mereka duduk di sofa di mana dr Zain berada di sana pula. Pria dewasa itu menatap Embun penuh keterkejutan. Bagaimana bisa wanita yang beberapa kali ia lihat ternyata putrinya yang hilang.dr Zain pernah melihat Embun di antara para anak jalanan. Ia seringkali memberikan santunan pada mereka.“Duduklah, Nak!” imbuh Ana dengan suara yang lembut. Semua anggota keluarga Sulaiman Basalamah–ayah Ana berkumpul dan menajamkan indera pendengaran mereka. “Bu, maaf, saya bingung. Apakah saya lulus audisi?” tanya Embun dengan pelan. Ia merasa tak nyaman saja mendap
Ana memperkenalkan Embun pada semua anggota inti keluarga Sulaiman Basalamah.“Sayang, beliau Nena dan Jidu,” seru Ana menatap ke arah ibunya- Hanum dan ayahnya-Sulaiman. Embun mengikuti tatapan ibunya. Ia tersenyum dan mengamati fitur wajah mereka. Embun tersenyum manis pada mereka. Pantas saja Ana cantik karena ke dua orang tuanya masih berdarah Arab.Embun berdiri lalu menghampiri mereka. Hanum langsung merentangkan tangannya dan memeluknya. “Selamat datang, Sayang! Kau mirip sekali Papamu,”Wanita berusia senja itu menitikan air mata haru. Ia bersyukur sekali melihat cucunya bisa ditemukan. Mengurai pelukan dengannya, Embun lalu memeluk pria di sebelah Hanum yang tak lain kakeknya-Sulaiman Basalamah. Tatapan Embun beredar, ia melirik pada wajah pria seumuran ibunya yang tersenyum padanya. Dalam hati, ia bertanya-tanya, siapakah dia? Tapi wajahnya mirip Alby dan Beryl.“Sayang, dia om kamu,” imbuh Ana menatap putrinya dengan penuh cinta.Embun terkekeh pelan mendengar perkataan ib
“Tenang, putriku! Mami berjanji akan membawa Sagara padamu!”Ana berkata dengan serius. Embun pun mengangguk dengan perasaan lebih lega. Ana mengatupkan rahangnya mendengar cerita yang menimpa putrinya. Hanya baru sebagian kisah pilu yang Embun ceritakan. Namun hatinya terasa berdenyut pilu dengan kobaran api yang menjalari dadanya. Perasaannya hancur dan marah yang teramat sangat.Betapa tidak, hati Ana hancur berkeping-keping mendengar takdir getir yang menimpa putrinya.Putrinya sengaja dibuat bodoh oleh ke dua orang tua angkatnya. Ia dibuat menjadi anak yang penurut hingga mudah dikendalikan. Ia juga terbiasa dihinakan, dianiaya dan diperlakukan semena-mena oleh mereka. Putrinya dijual pada seorang konglomerat—yang menginginkan anak pewaris. Tak hanya itu, putrinya diperlakukan semena-mena oleh keluarga itu saat ia berjuang hanya ingin berada dekat dengan anaknya. Ia juga di bully, dianiaya dan difitnah. Lengkap sudah penderitaan Embun saat itu.Mungkin yang paling menyedihkan a
Malam ini Ana dan dr Zain terlihat bingung ketika mendengar permintàan Embun. Saat malam menjelang, ketika mereka mulai mengantuk, tiba-tiba saja Embun mengutarakan keinginannya. Mungkin keinginan ‘inner child’ yang dideritanya—di mana ia tidak bisa merasakan hidup sebagai anak normal sejak kecil. Embun memang tumbuh dan dibesarkan oleh Bagas dan Indira. Namun mereka hanya sebatas memberinya makan, pangan dan pendidikan. Mereka tidak menyentuh Embun dengan kasih sayang. Embun merasa asing dan seakan tinggal sendiri di rumah mereka. Sementara itu Yasmin begitu diratukan dan diperlakukan dengan sangat baik oleh mereka. Perbedaan itu kentara sekali namun Embun yang lugu menganggapnya sebuah hal normal. Padahal tidak!“Mami dan Papi, apakah aku bisa tidur dengan kalian malam ini?” imbuh Embun dengan penuh harap. Mungkin usianya sudah tidak pantas tidur bersama ke dua orang tuanya.Ana memang berniat ingin tidur bersamanya, memeluknya, mengobati rasa rindu yang menghujam dadanya. Namun ma
“Jadi kita tak bisa melaporkan begitu saja soal kontrak pernikahan paksa?” sela Ana bernada khawatir. "Argh, bagaimana mengambil Sagara dan menjebloskan pria itu ke penjara?"Ana berkata dengan nada geram.“Di mata hukum, pernikahan kontrak itu jelas tidak sah, apalagi di pengadilan agama. Sagara akan dianggap anak hasil dari hubungan di luar nikah. Masalahnya surat perjanjian pernikahan kontrak sudah ditandatangani ke duanya. Mungkin langkah awal, kita bisa ambil Sagara dengan cara kekeluargaan. Kita hanya perlu mengembalikan uang 1 M pada si pria kurang ajar itu. Atau mungkin negosiasi agar bisa mendapatkan Sagara.”Ana mengangguk mendengar penjelasan Sulis yang memang benar adanya.Sulis melanjutkan kalimatnya. “Mungkin lain cerita jika mereka menikah siri tanpa ada surat perjanjian kontrak setahun itu. Danar bisa dilaporkan langsung karena dianggap mengambil anak dari si ibu. Apalagi Sagara masih bayi.Jika ayah si anak dan keluarganya benar-benar menahan atau merebut anak Anda, m
Manggala dan ibunya duduk dan bicara empat mata. Pemuda tampan itu tidak ingin ibunya berspekulasi yang tidak-tidak tentang dirinya. Ia pun menceritakan apa yang terjadi saat mereka berada di cafe, saat pertama kali ia menemukan Serina hingga membawanya pulang ke apartemen.“Mama, dengarkan Gala! Malam, Gala menginap di hotel. Gala juga gak enak kalau tinggal berdua dengan gadis itu.”Manggala berusaha memberikan pengertian pada ibunya. Ia tidak ingin ibunya kecewa padanya.Malati menarik nafas dalam kemudian mengembuskannya perlahan. “Gala, apa kau tidak menaruh curiga pada gadis itu? Bisa-bisanya kau meninggalkan gadis itu di apartemen sendirian? Kau hanya baru mengenalnya beberapa jam?”Manggala mengerti arah pembicaraan ibunya. Jika ibunya orang biasa mungkin cara berpikirnya sederhana. Namun masalahnya ibunya seorang mantan agen detektif di mana ia selalu bersikap hati-hati dan waspada terhadap kemungkinan apapun yang terjadi.Manggala tidak berpikir panjang meninggalkan gadis it
Malam itu langit tampak gulita tanpa gemintang yang menghiasnya. Ditambah gemerosok angin menyapu dahan-dahan pohon hingga membuatnya bergoyang dan seperti sosok monster yang menakutkan. Namun pemandangan yang sedikit anker itu sama sekali tidak mengurungkan niat seorang gadis cantik untuk berjalan di jalan setapak. Gadis cantik dengan tas ransel yang tercangklong di punggungnya tampak berjalan cepat untuk mencari kendaraan yang akan membawanya keluar kota. Ia merasa sudah tidak aman jika ia kembali ke ibukota atau berada tinggal bersama ke dua orang tuanya di Bandung. Untuk sementara waktu ia akan pergi keluar kota.Peluh sudah membanjiri tubuhnya. Sungguh, ia merasa letih. Namun ia harus segera pergi demi keselamatannya. Gadis itu duduk di halte bus yang sepi. Hanya ada empat orang yang tengah duduk di sana, menunggu bus datang.Drt, drt, drt, Suara ponsel yang gemetar menginterupsi lamunannya. Gadis itu segera mengangkatnya namun sebelumnya ia mencari tempat sepi. Ia tidak mau per
Akhirnya, the Great Duke bisa menyelamatkan gadis bermata biru dan membawanya ke penthouse milik Manggala. Dengan sebuah asumsi dan pertimbangan jika penthouse itu adalah tempat yang paling aman untuk gadis itu tinggal sementara. Manggala sempat skeptis tak bisa melarikan diri dari rumah mafia itu. Namun ia berhasil selamat setelah baku hantam dengannya. Mafia itu tidak sekuat dan sesangar penampilannya. Dari gerakannya, ia terlihat sedang sakit.Namun, saat mereka pulang ke penthouse, ibunya Manggala ternyata tidak berada di sana. Manggala baru saja membaca pesan dari ibunya jika ibunya baru saja dijemput oleh sepupunya—Nadira. Padahal ia akan meminta ijin dan bantuan pada ibunya untuk melindungi gadis itu.Kini ke empat pemuda itu berkumpul di ruang tamu dan mulai menginterogasi gadis bermata biru itu. Gadis lugu itu pun menceritakan secara singkat mengapa ia bisa tertangkap oleh pria berwajah sangar tadi.“Jadi kau dijebak oleh siapa tadi? Teman barumu?”Beryl langsung berkomentar
“Maaf, ada kepentingan apa?” Seorang security bertubuh tinggi besar menghadang jalan Pasha yang tiba-tiba saja datang menghampirinya. Pasha melakukan penyamaran sebagai seorang tukang service AC. Ini semua ide Manggala. Mudah baginya untuk mengetahui siapa saja tamu yang datang ke sana. Sebetulnya security itu sudah tahu siapa saja tamu yang datang. Hanya saja, ia selalu waspada, mengkonfirmasi terlebih dahulu siapa saja tamu yang datang ke sana. Apalagi bosnya seorang yang keji dan tak segan memecat pekerjanya yang tidak mematuhi semua aturannya.Pasha pun menjawab dengan lugas. “Saya tukang service AC langganan rumah ini, Pak. Lihatlah ini kartu nama saya.”Pasha pun memperlihatkan sebuah kartu nama si empunya tukang service.Pucuk dicinta ulam pun tiba, sebuah keberuntungan memihak mereka. Kebetulan, di jalan perumahan mewah itu, ada sebuah mobil khusus bertuliskan service AC. Perumahan mewah itu menyediakan berbagai jenis jasa pemeliharaan rumah termasuk fasilitas demi kenyamanan
“Cepat kau katakan! Di mana gadis itu? Aku sudah membayarnya mahal! Mengapa kamu yang datang?”Pria dengan luka sayat di wajahnya itu memojokan gadis bermata biru ke dinding. Ke dua tangan kekarnya kembali menekan leher gadis itu hingga gadis itu tampak syok. Ia takut jika pria itu akan benar-benar mengakhiri hidupnya hari itu.Gadis itu hanya bisa menggelengkan kepalanya dengan berderai air mata. Kesialan tengah menyambangi dirinya. “A-aku tidak tahu, Om. Aku tiba-tiba saja berada di kamar itu. Aku tidak ingat apapun lagi. Sungguh, bebaskan aku Om!” jawab gadis itu suara yang terbata-bata. Seingatnya, ia bekerja di sebuah hotel sebagai seorang housekeeper. Saat itu ia kehausan dan minum air berasal dari dalam tumbler miliknya. Namun setelahnya ia merasa pusing dan tingkahnya mulai aneh. Ia menjadi lebih berani dan terkesan tidak tahu malu. Sekonyong-konyong ia sudah berada di dalam kamar mewah hotel.“No! Kau harus bawa gadis itu! Aku cuma pengen dia!” ucap pria itu bernada dingin.
Suasana cafe bergaya retro itu tampak mencekam semenjak kedatangan beberapa orang pria berpakaian serba hitam. Seorang pria yang diduga sebagai ketuanya terlihat paling menonjol di antara yang lain. Wajahnya bukan wajah orang Melayu. Akan tetapi wajahnya mirip blasteran Amerika tengah. Fitur wajahnya tampan namun ada luka sayat melintang di pipinya hingga sekilas tampak menyeramkan bagi siapapun yang melihatnya. Apalagi ditambah bentuk matanya bagaikan mata elang yang tajam.Pria berwajah hispanik itu langsung mendelik ke arah sumber suara—yang tak lain suara Manggala. Ia tidak suka siapapun menginterupsi apa yang dilakukannya.“Siapa kau? Lancang sekali kau ikut campur urusanku!”Sekali hentakan pria itu mendorong gadis muda itu hingga terjatuh ke lantai. Gadis muda itu terlihat kehabisan pasokan oksigen yang membuatnya beberapa kali terbatuk-batuk. Wajahnya yang bersih tampak merah dengan mata yang sayu. Hanya dalam sekali tatapan, Manggala sudah bisa menarik kesimpulan jika gadis i
Di sebuah kafe kopi, tempat nongkrong anak muda, empat pemuda tampan tengah duduk melingkari meja berbentuk bundar. Mereka menghabiskan waktu sore mereka dengan ngopi di kafe di mana ada live music yang disuguhkan di sana.Manggala menyesap kopi Long Black Americano dengan begitu nikmat. Harum aroma kopi dengan rasa yang pahit dan agak sedikit asam memberikan sensasi tersendiri baginya sebagai penikmat kopi. Satu teguk tidaklah cukup. Ia pun mengulanginya hingga tiga kali.Barulah pemuda tampan itu menaruh cangkir kopi itu ke atas meja. Ia pun mulai berkisah pada anggota the Great Duke. Pertama kalinya, secara resmi ia menceritakan isi kepalanya pada sahabatnya. Ia mengatakan pada mereka, jika ia serius menyukai Embun.Ke tiga sahabatnya tidak terlalu terkejut mendengar ungkapan perasaan hatinya pada Embun. Mereka sudah tahu hanya dari melihat bahasa tubuhnya. Beryl pun mulai berkomentar setelah mendengar ungkapan isi hati Manggala.“Kau harus segera menembaknya! Kalau bisa sebelum Emb
Danar menjadi merasa bersalah. Ia bingung harus menjelaskan soal cincin itu. Ia memang sudah lama membeli cincin berlian itu. Sebelumnya ia menaruh cincin berbatu safir itu di dalam ruang kerjanya di rumah. Namun karena merasa tidak aman, ia berniat akan menyimpan cincin itu di ruang kantornya. Sayang, ia malah lupa menaruhnya di dalam laci kamar mereka. Padahal ia menaruhnya di bagian terdalam laci tersebut. Bahkan ia memang melupakan cincin itu.Bagaimana lagi, sebaik atau serapi apapun orang menyembunyikan bau maka akan ketahuan juga. Cincin itu dibeli untuk Embun. Ia ingin memberikan hadiah untuknya.“Mita, saya bisa jelaskan,” imbuh Danar menatap Mita yang memunggunginya. Wanita itu menangis sesenggukan. Hatinya terasa pedih ketika melihat dengan kepala sendiri, suaminya masih mengharapkan mantan istri sirinya. Padahal, Mita sedang berjuang untuk mempertahankan rumah tangganya meskipun dengan hati yang berdarah-darah.“Cukup, Mas!” tukas Mita yang terdengar lirih dan menyerah. Wan
“Bagaimana tadi lesnya?”Ana bertanya pada putrinya yang terlihat ceria setelah belajar bahasa Inggris, meskipun Embun sempat kesal karena tutor bahasa Inggris yang dijanjikan oleh Pasha membatalkan pertemuannya.Embun duduk dan menaruh tas yang dijinjingnya di atas kursi di mana ia duduki. Kemudian ia pun merespon pertanyaan ibunya dengan seutas senyum tipis. Tatapan matanya berbinar terang saat mengingat beberapa menit yang lalu, ketika ia belajar bahasa Inggris bersama Manggala. Di luar dugaan, rupanya Manggala bisa menjelma menjadi sosok guru yang hebat. Ia mengajarinya dengan sangat baik. Yang terpenting, Embun bisa memahami penjelasannya. Baru satu jam tiga puluh menit, namun Embun sudah bisa menguasai conversation dasar. Manggala memforsir dirinya untuk terbiasa bicara dalam bahasa Inggris saat pertemuan. Embun pun mengikuti nasehatnya dan ternyata ia bisa berhasil bicara bahasa Inggris meskipun masih terbata-bata.Padahal niat hati, ia ingin menghindari sosok Manggala karena p