Share

5. Diintip tukang kepo

Author: Yeny Yuliana
last update Last Updated: 2022-09-19 09:57:13

"Gimana kelanjutan kamu dengan Fahri, Vin?" Mira bertanya padaku tanpa menoleh. Tangan dan matanya tetap fokus dengan kain yang tengah dia obras, sebelum ahirnya diletakan di mejaku untuk proses berikutnya.

"Nggak ada kelanjutan. Aku hanya menganggapnya sebagai teman, Mir." jawabku datar.

Aku tahu, Mira akan kesal dengan jawaban yang keluar dari mulutku. Lagipula, aku males andai punya pacar tukang pamer seperti si Fahri itu.

"Ck, kamu itu perempuan beruntung, Vin. Berkali-kali aku nyariin Fahri kenalan, tapi cuma kamu yang bisa bikin dia sreg. Dia masih hubungi kamu, kan?"

"Ya masih. Paling ya sebatas 'udah makan?', 'udah tidur', 'udah mandi?'. Aku bosen ngladenin basa-basi nggak penting. Toh setiap hari Emakku dirumah juga menanyakan hal semacam itu."

"Itu perhatian namanya ..."

"Emang suamimu dulu waktu PDKT juga begitu, Mir?"

"Kayanya, enggak deh," Mira terlihat berpikir saat menjawab pertanyaanku. "Eh, kayanya iya. Entah, aku sudah lupa, Vin,"

Aku memaklumi jika Mira lupa. Dia memacari 3 pria sekaligus, sebelum ahirnya menikah dengan suaminya. Sungguh wanita buaya.

"Oh-"

Mira mencebik setelah mendengar jawabanku yang sangat singkat.

***

Aku menghela nafas panjang setelah target produksi hari ini melampaui jumlah terget yang ditentukan. Tidak ada kewajiban lembur hari ini. Aku bisa pulang lebih awal. Ah, senang rasanya. Setelah seminggu penuh aku selalu pulang petang, kini aku merasakan kembali keluar pabrik disaat matahari belum terbenam.

Senja terpampang menjingga dengan megahnya menghiasi cakrawala. Sekejap aku menikmati mahakarya indah dari tangan Sang Pencipta itu. Aku ingin menemukan pria yang mencintaiku seperti senja. Senja selalu menerima langit apa adanya. Aku harap Tuhan sisakan satu laki-laki seperti senja yang diciptakan khusus untukku.

***

Satu sepeda motor matic bewarna hitam terparkir di teras rumahku. Membuatku berhenti sejenak untuk berpikir. Kiranya, milik siapa motor ini? Sepeda motor dengan plat kendaraan kota Semarang, aku belum pernah melihat motor ini sebelumnya. Tamu kah? Atau jangan-jangan laki-laki aneh yang sengaja Emak undang ke rumah untuk dijodohkan denganku. Seperti waktu lalu.

Dari pada hanya menerka-nerka dan aku jadi parno gak jelas, lebih baik langsung saja aku pastikan.

"Assalamualaikum," netraku menyapu seisi ruang tamu. Rupanya Fahri sedang duduk sembari berbincang dengan orang tuaku.

"Wa'alaikumsalam" jawab mereka serentak.

"Sudah pulang, Vin?" tanya Fahri sembari tersenyum.

"Ya, bisa kamu lihat sendiri kan," jawabku datar.

"Vin, ditanya baik, ya harusnya kamu jawabnya baik. Kasian lo, Nak Fahri jauh-jauh dari Ungaran datang ke sini. Mbok ya dihargai,"

Aku hanya memutar bola mata menanggapi ocehan Emak.

Sebenarnya aku malas ketemu dia lagi. Tapi ini lebih baik. Setidaknya Emak berpikir aku punya pacar, dan Emak nggak akan jodoh-jodohin aku seenak ekornya sendiri. Seketika aku teringat dengan perkataan batinku, Emak kan nggak punya ekor.

Aku mendaratkan berat tubuhku di atas kursi. Masih memakai atribut lengkapku sebagai pengendara motor, jaket dan sarung tangan yang masih membungkus punggung tangan dan jemariku.

"Itu helmnya nggak mau dilepas, Vin?" Bapak menunjuk benda yang menutupi kepalaku. Helm bergambar karakter Jarjit Singh, tokoh kesukaanku di sinema animasi Upin dan Ipin.

"Oh, lupa, Pak,"

Fahri terlihat menutup mulut dengan telapak tangan. Aku tau saat ini dia tengah menertawakanku.

Aku memperhatiakn pemandangan di atas meja. Mencari sesuatu untuk aku kunyah. Terdapat secangkir kopi yang masih tersisa setengah. Dan toples-toples berisi camilan. Namun, betapa terkejutnya aku, saat melihat setoples permen jelly kesukaanku hanya tersisa 3 butir.

"Lah, Mak, jelly gulungnya habis?"

Seketika Fahri yang tengah menyesap kopi terbatuk. Aku melihat Emak mengedipkan mata, seolah memberi kode yang langsung aku ketahui apa maknanya. Fahri yang sudah menghabiskan permen jallyku. Aku mencebik kesal ke arah Emak.

Sebenarnya tak masalah, toh aku bisa membelinya lagi. Aku kesal karena yang menghabiskan jellyku si Fahri, laki-laki ngeselin, tukang pamer. Baru juga sekali bertamu ke rumah, sudah menghabis-habiskan.

"Sudah, ayo, Pak. Kita jangan ganggu mereka. Biarkan mereka ngobrol berdua" Emak berjalan masuk menarik tangan Bapak.

"Kalau kamu mau, aku bisa belikan sekarang," Fahri menawari.

"Nggak, kok. Nggak perlu. Jadi apa maksud kedatanganmu kemari?" aku bertanya tanpa basa-basi.

"Pengen silaturahmi aja, sekalian pengen ketemu orang tuamu. Kamu keberatan aku datang kesini?"

'Ya memang aku keberatan, Fahri, dengan kedatanganmu di rumah. Sudah pasti Emak berharap lebih, kalau kau itu pacarku. Tapi tak mengapa, kau bisa menjadi tamengku untuk saat ini. Hahaha.' batinku.

"Oh, enggak, sama sekali enggak." aku memaksa diri untuk tersenyum. Fahri pun tersenyum sembari mengangguk. Sok iye sekali laki-laki ini.

Aku baru menyadari, ternyata di luar rumah, ada seorang perempuan paruh baya bertubuh gemuk. Sedang mengintaiku di balik pohon kelengkeng yang berjarak 7 meter dari teras rumah. Mungkin dia tidak menyadari, besar tubuhnya masih terlihat olehku sekalipun dia berusaha sembunyi disana. Dasar Bu Ginah! Sebenarnya, apa yang sedang dia lakukan?

***

"Bu, Pak, Fahri pamit, ya?" pamit Fahri sambil menempelkan kening di punggung tangan orang tuaku secara bergantian.

"Nggeh, Nak Fahri, sering-sering datang kesini, Le. Ibu seneng kamu main kesini, lain kali kalo datang kesini, mau minta dibuatin apa?" Emak begitu sumpringah saat berbicara dengan Fahri.

"Nggak usah, repot-repot, Bu. Diijinkan datang saja, saya sudah senang. Saya pamit ya, Pak, Bu."

Kami sekeluarga mengantar Fahri sampai ke teras. Menunggu Fahri melajukan kendaraan, baru kami akan kembali masuk ke dalam rumah.

Tak berselang lama setelah Fahri melajukan kendaraan. Perempuan berkaos orange yang tadi mengintip di balik pohon kelengkeng datang menghampiri kami. Tapi dia tidak sendiri, kali ini dia bersama 2 anggota lainnya.

"Jadi, itu calon suami Mbak Vina, Yu Lastri?" ucap Bu Ginah sembari menunjuk ke arah si Fahri pergi.

"InshaAllah, inggih Bu Ginah," Emak tersenyum puas. Sembari mengelus Tiwul yang ada dalam gendongan Emak.

"Apa-apaan sih, Mak," aku mencebik sembari mencubit tangan Emak.

"Walah ... Walah ... Tak kira itu ganteng to, kok ternyata jiteng, kurus, kaya cacing," ucap Bu Ginah menghina, diikuti gelak tawa 2 personil Biang Gosip yang lain. Membuat kesal saja.

"Tapi, dia itu anak orang kaya ..." Emak berbicara tenang, namun penuh penekanan. "La wong kemarin saja, ngantar Vina pulang naik mobil,"

"Halah, paling juga mobil minjem. Dari tampilanya saja nggak terlihat kalau dia orang kaya kok. Awas, Mbak Vina, hati-hati, nanti kalau kamu nikah, ternyata suamimu itu pengangguran, gimana?" kali ini perempuan bertubuh gendut itu menyilangkan tangan di depan dada. Seperti merasa sudah paling benar dengan ucapanya.

Aku hanya diam. Enggan untuk meladeni mereka, meski aku bisa balik menyerang dengan berkata,"Seperti halnya Eko, anak Bu Ginah, kan. Jiteng, kurus, rambut keribo, sudah seperti genderuwo saja," tapi aku hanya membatin. Nggak ada bedanya aku dengan dia, andai kata aku balas ocehanya itu. Lagipula, aku tidak mau menghina fisik. Bukankah sama saja aku menghina Penciptanya?

"Tapi kan-" sahut Emak kemudian yang langsung terhenti begitu aku menarik tanganya. Aku mengajak Emak masuk supaya kami tidak berlama-lama berhadapan dengan mereka.

"Biarlah, Mak. Anjing menggonggong, Kafilah berlalu!" teriakku santer sembari menggandeng Emak masuk ke rumah.

"Loh, loh, malah ngatain anj*ng, dasar bocah kurang ajar!" ucap Bu Ginah yang sama sekali tidak aku hiraukan.

Brakk!!

Aku membanting pintu untuk meluapkan kekesalanku. Bagaimana bisa, aku hidup berdampingan dengan tetangga aneh seperti mereka? Suka sekali ikut campur urusan orang lain.

"Nggak usah dipikir, Mak. Biarin aja, kalau bisa, Emak menghindar setiap ketemu mereka." aku menggerutu sembari melepas asal jilbap yang ku pakai.

Aku melihat Emak menyeka kasar air mata yang tumpah membasahi pipi. Ini sangat konyol, Emak menangis seperti anak-anak yang sedang merajuk hanya karena hal seperti itu? Ck ck. Aku hanya bisa bisa terus beristighfar di dalam hati.

***

Related chapters

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   6. Maaf, aku menolakmu!

    Sebulan berlalu semenjak aku dan Fahri saling mengenal, nampaknya aku mulai menemukan kenyamanan. Berbalas pesan whatsapp seolah menjadi rutinitas setiap hari. Bukan, lebih tepatnya, kebutuhan bagiku. Aku selalu merasa kurang, bahkan hilang semangat jika sehari saja Fahri tidak menghubungiku duluan. Apa ini yang dinamakan jatuh cinta? Atau mungkin hanya merasa kesepian saja, lantaran hanya Fahri yang setiap hari berkomunikasi denganku dalam jumlah chat terbanyak? Aku masih bingung untuk memastikan.Aku tengah bersiap dan mengemasi barang-barang bawaanku. Ahir pekan ini Fahri berencana mengajakku berlibur ke pantai. Suara deburan ombak, belaian lembut dari angin yang berhembus, bermain pasir atau menceburkan diri ke dalam air. Aku tersenyum. Baru membayangkannya saja aku sudah senang. Setidakknya kali ini aku melewati ahir pekanku di tempat yang indah, setelah seminggu penuh aku terus-terusan berkutat dengan mesin jahit. "Jogja, aku datanggg!" seruku mengejutkan si pendiam yang sehari

    Last Updated : 2022-09-23
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   7. Foto perempuan cantik di story w******p Fahri

    "Mir, maaf, sepertinya aku tidak bisa lebih lama untuk dekat dengan adik sepupumu," ucapku memulai pembicaraan dengan Mira sewaktu kami berjalan menuju parkiran. "Si Fahri?" jawab Mira sembari menaikkan alis."Iyalah, siapa lagi?!""Kenapa nggak dilanjutin aja, Vin, pendekatannya. Siapa tau kan, kalian jodoh. Kita bisa jadi saudara kalau begitu," "Hanya dengan mengetahui cara bergaulnya saja, aku benar-benar ilfil." aku mendengus malas."Kenapa?""Ya kali, baru juga mau nembak, udah mau ngajak tidur." jawabku tanpa menoleh ke arah Mira. Mira terbahak mendengar apa yang barusan aku ucapkan, yang menurutku sama sekali tidak lucu. Aku menatapnya penuh tanya. "Malah ketawa lagi,""Ah, habis kamu lucu, Vin." Mira menjawab dengan sisa kekehan yang menurutku, aneh."Apanya yang lucu?" "Jaman sekarang mah, udah biasa orang pacaran begituan ..." Mira menjawab sangat enteng, seolah tidur bersama pacar sebelum menikah adalah hal yang sangat umum di jaman sekarang ini. Seketika pikiran buruk

    Last Updated : 2022-10-11
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   8. Maaf Bu, saya tolak putra kesayangan Anda

    Udara dingin malam ini cukup menusuk di tulang. Masih terasa sekalipun aku menggunakan celana panjang dan juga jaket tebal. Malam ini aku dan Nuril tengah duduk di bangku teras. Segelas susu hangat dan biskuit kelapa menjadi teman kami disela-sela obrolan.Aku menatap adikku yang sedari tadi sibuk menggambar anime dengan gadgetnya. Dalam hati aku berdoa, semoga kelak jika adikku dewasa, Tuhan mempertemukan dia dengan pria yang tepat, dan sesuai dengan ciri pria idamannya. Meski aku belum tau, pria seperti apa yang menjadi dambaan adikku. Selama 17 tahun aku hidup bersama adikku, tak pernah aku mendengar cerita tentang laki-laki keluar dari mulutnya.Adikku mulai menutup pekerjaannya. Diletakkan gadget di atas pahanya."Udah selesai gambarnya?" tanyaku kemudian menyesap gelas susu milikku yang sudah mendingin."Udah, Mbak." jawabnya sembari mengambil sekeping biskuit, mencelupkannya ke dalam susu, lalu melahapnya. Nampak lezat melihat adikku makan dengan cara itu. Lantas aku pun ikut-i

    Last Updated : 2022-10-13
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   9. Adu mulut

    Setelah kejadian malam itu, aku tidak lagi bertegur sapa saat berpapasan dengan Bu Ginah. Bahkan tak jarang dia membuang muka saat bertemu denganku, dan kembali berbincang dengan para personil Trio Ubur-ubur.Aku merasa, di saat seperti itu, akulah yang menjadi bahan ghibahan mereka. Sudah jelas memang begitu, mereka melihatku dengan bibir mencep, dan saling berbisik satu sama lain setelah aku berlalu.Malam itu, aku dan adikku hendak menghadiri undangan Kumba Karnan, salah satu remaja di kampungku akan menikah. Dan aku menjadi salah satu remaja yang dimintai untuk menjamu para tamu di hari resepsi itu."Kamu nggak apa-apa, Mbak?" tanya Nuril sembari menatapku nanar saat kami memantas diri di depan cermin almari."Opo sih, Ril. Ya nggak papa, tenang wae," jawabku kemudian menusukan jarum pentul untuk mengaitkan bagian bawah jilbap.Sejujurnya sedikit berat hati aku menghadiri undangan itu. Mas Galih, pria yang aku sukai sedari duduk di bangku kelas 6 SD, akan menikah lusa. Dan aku dimi

    Last Updated : 2022-10-15
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   10. Kabur

    Hari resepsi di rumah Pak Subhan akhirnya tiba. Sama seperti para remaja yang ditugaskan menjamu para hadirin, aku menggunakan pakaian bernuansa hitam putih. Diam-diam aku memperhatikan Galih dari kejauhan. Dia nampak tampan dengan pakaian pengantin berwarna emas yang membalut raganya. Rasa nyeri menghantam hatiku, tak terasa air mataku tumpah, memaksaku untuk menundukan kepala. Jangan sampai ada yang melihat aku seperti ini.Di depan mata, aku menyaksikan dua insan yang bersatu, membuka gerbang keduanya untuk mengarungi kehidupan baru sebagai suami istri.Pria yang selama ini aku kagumi sudah berstatus menjadi suami orang. Tapi biarlah, mungkin ini sudah takdir Yang Maha Kuasa. Setidaknya aku pernah memelihara dengan baik rasa cinta di dalam hatiku, meski tak ku ungkapkan. "Uwis mbak, ini," ucap Nuril pelan, lebih tepatnya berbisik sembari menyerahkan selembar tisu kepadaku.Aku menggigit bibir bawahku untuk menghalau rasa sakit yang menyentuh bagian dalam dadaku. Namun tetap saja b

    Last Updated : 2022-10-19
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   11. Pingsan di halte

    Suara azan subuh mengalun merdu memasuki indra pendengaranku. Aku mengerjapkan mata berkali-hali, sampai akhirnya mataku bisa menatap bening semua objek di kamar yang bernuansa khas Jawa kuno ini. Aku meraih benda pipih yang berada di samping kanan kepalaku. Sejak semalam, aku memutuskan untuk tidak menjamah benda itu. Aku membirakannya diam di tempat beralaskan seprei batik yang membalut kasur. 12 panggilan tak terjawab dan 7 pesan masuk di aplikasi bewarna hijau. Aku meletakkan kembali benda itu saat ku lihat nama 'Emak' di daftar panggilan tak terjawab paling atas. Aku masih enggan berkomunikasi dengan orang tua egois itu. Aku bangkit hendak mengambil wudhu di kamar mandi. Melintasi dapur, aku lihat Wening sedang meracik bumbu, sementara Budhe memotong sayuran yang hendak diolah. "Sudah bangun, Vin?" tanya Wening tanpa menghentikan gerak mata pisau. Aku melihat parasnya begitu elok tanpa polesan make up sedikitpun. "Iya, Wen. Mau ambil wudhu. Permisi ya, Budhe," ucapku sembari

    Last Updated : 2022-10-23
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   12. Pemuda tak dikenal

    Aku mengerjapkan netra berulang kali saat aku tersadar dari pingsan. Pandanganku menyapu seluruh ruangan yang didominasi dengan warna putih ini. Tak seorangpun berada disini. Kiranya, siapa yang mengantarku ke tempat ini?Tak berselang lama, seorang perempuan paruh baya berseragam layaknya tenaga kesehatan muncul dari balik pintu. "Syukurlah kalau Anda sudah sadar." ucapnya sembari mengeluarkan sebuah suntikan dari sebuah kotak stainless steel, lalu menyuntikanya ke lenganku. Cekit, semakin berkurang cairan di dalam tabung suntik, semakin nyeri pula rasanya."Saya berikan suntikan emergency, kita lihat perkembangannya satu jam kebdepan. Kalau terjadi perbaikan, boleh pulang untuk rawat jalan." sambung perempuan itu, sebuah kapas kecil ditempel pada bekas suntikan, menyisakan rasa dingin, lalu ditutupnya menggunakan sebuah plester. "Saya permisi dulu," ucapnya lagi sebelum akhirnya berlalu meninggalkan ruangan.Sesosok pemuda bertubuh padat berisi memasuki ruangan, di mana sebelumnya

    Last Updated : 2022-10-26
  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   13. Permohonan Maaf

    Keheningan meruang diantara kami bertiga, hanya suara Tiwul yang terus menggema di dalam ruangan. 10 menit lamanya Tiwul mengeluskan kepalanya di kaki setiap kami yang berada di ruangan ini. Namun selama itu juga kami mengabaikan tangisannya. "Lapar mungkin, Nduk," ucap Bapak sembari mengangkat tubuh binatang berbulu itu."Bisa saja, Pak." aku menghela nafas kasar, sisa kekesalanku terhadap ubur-ubur merah yang selalu saja mengusik keluarga kami. Tiwul berlari mengikuti aku begitu kakiku melenggang ke arah dapur. Aku tuang makanan kering ke dalam mangkuk yang selalu menemani aktifitas makanya selama lima tahun ini.Dengan semangat anak bulu itu mengunyah makanan yang aku berikan dengan sedikit mengerang. 'Ini sangat enak,' begitulah aku memaknai erangannya. Seketika pikiranku melayang, seiring dengan suara keriyukan yang timbul akibat kunyahan makanan kering dari mulut Tiwul.Aku tak pernah menduga, mengapa selalu saja hal-hal menyebalkan muncul ke dalam hidupku. Aku bisa saja rela

    Last Updated : 2022-10-29

Latest chapter

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   39. Selingkuh itu penyakit

    "Vin, aku langsung pulang ya? Ada pesanan sayuran untuk acara hajatan." Ucap suamiku begitu mobil yang kami kendarai tiba di jalanan beraspal, tepat di depan pekarangan rumahku. "Iya." Jawabku singkat, tanpa mempertanyakan atau pun sekedar berbasa-basi meminta suamiku singgah sebentar di rumah orang tuaku. Aku langsung melenggang memasuki pekarangan rumah tanpa mempedulikan suamiku lagi. Aku hanya ingin segera menatap wajah keluarga yang sangat aku rindukan. Mungkin baru tiga bulan aku tidak menginjakkan kaki di rumah yang menjadi saksi bisu tumbuh dan berkembangku dalam asuhan orang tuaku, tetapi rasanya setara satu tahun. Langkahku terasa berat saat aku memasuki rumah orang tua yang selalu menjadi tempat perlindungan dan kehangatan di masa lalu. Namun, kali ini, aku datang dengan hati yang hancur dan beban yang tak tertahankan. Aku membutuhkan dukungan dan kekuatan dari keluargaku untuk menghadapi kenyataan pahit yang baru saja kudapati. "Assalamu'alaikum," aku mengucapkan

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   38. Pulang ke rumah orang tua

    Siang itu aku baru saja selesai menjemur cucian di halaman rumah, dan disaat bersamaan aku melihat ibu mertuaku turun dari motor tukang ojek. Beliau berlalu begitu saja seolah tidak ada orang di sana. Kebetulan suamiku belum pulang, aku berpikir untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang masalah berat yang sedang aku alami. "Sudah pulang, Mbok," sapaku saat berlalu melintasi ibu mertua yang sedang bersandar di kursi sembari memainkan ponsel. "Hem," ketus, singkat, dan padat. Memang seperti itulah kebiasaan ibu mertua jika aku menyapanya. Tak mengapa, mungkin setelah aku menceritakan borok suamiku, ibu mertua akan sedikit berbaik hati padaku. Aku memutuskan untuk memberi tahu ibu mertuaku tentang foto tak senonoh Akas dengan Witri. Meskipun aku takut dengan reaksi ibu mertuaku, aku merasa bahwa kejujuran adalah langkah pertama yang harus aku ambil. "Mbok, ada yang ingin saya kasih tau sama si Mbok." ucapku seraya berjalan mendekat dan duduk di kursi sebelah mertuaku. Sorot mata

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   37. Dia terus memejamkan mata

    Malam semakin larut, suasana di rumah terasa hening. Suara jangkrik bersahutan terdengar nyaring mengisi keheningan malam. Aku yang tadinya menatap bintang di langit dan menyampaikan perasaan rinduku akan kebersamaan dengan keluargaku akhirnya menutup jendela kamar saat angin dingin menggigit kulit. Saat aku berbalik badan dan berjalan menuju ranjang, ku dapati Akas sedang memainkan ponselnya. Apa yang sedang dia lakukan? Entahlah, aku tidak ingin terlalu memikirkan apa yang menarik dari ponselnya saat ini. Pikiranku terlalu penuh dengan tubuh sempurna Witri yang hanya menggunakan pakaian dalam di dalam galeri ponsel suamiku. Aku berbaring memunggungi Akas dan memaksa mataku untuk memejam. Bayangan akan kebersamaan di kampung asalku bersama orang tua dan adikku Nuril terlintas di hati yang membuatku semakin rindu. Huh, seandainya dulu aku tau akan jadi seperti ini, mungkin aku akan berbuat tega terhadap Akas dan menolakpinangannya apapun yang terjadi. Tetapi nasi sudah menjadi

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   36. Foto panas suamiku bersama Witri

    Aku duduk di samping tempat tidur, mataku terpaku pada ponsel suamiku yang tergeletak di atas nakas. Suamiku sudah tertidur pulas di sebelahku. Seperti yang sudah ku rencanakan sebelumnya, aku akan mengecek isi ponselnya untuk mencari bukti terkait kecurigaanku. Aku segera meraih ponsel Akas yang sedari tadi menarik perhatianku. Aku segera membuka ponselnya yang ternyata masih menggunakan kata sandi yang sama. Aku berharap Akas tak menyadari bahwa aku sedang menelusuri pesan dan foto-foto yang tersembunyi di dalam ponselnya. Dalam diam, hatiku berdebar kencang ketika aku menemukan sesuatu yang membuatku terdiam. Ada banyak foto yang menarik perhatianku. Foto itu menampilkan Akas berpose mesra dengan seorang wanita setengah telanjang, hanya menggunakan setelan pakaian dalam berwarna merah muda. Wanita itu tak lain adalah Witri, wanita dari masalalu Akas. Tangan Akas dan kecupan bibirnya di atas buah dada wanita itu membuat perutku berdesir. Aku mengambil ponselku untuk memfoto satu

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   35. Uang nafkah pertama dari suami

    PoV Vina Malam itu mataku enggan terpejam. Pikiran bahwa suamiku sedang berbuat hal buruk di luar sana terus menghantui otakku. Sebenarnya aku tidak ingin berburuk sangka, tetapi kejadian beberapa bulan lalu sudah cukup membuatku sulit percaya sepenuhnya pada suamiku. Aku baru saja menyeduh teh celup di dapur untuk menemaniku malam ini. Dan setelah beberapa saat, mertua perempuanku keluar dari arah kamar mandi dan manatapku penuh tanya. "Jam segini, kenapa kamu belum tidur? Besok pagi kamu harus nyuci, Vin," ibu mertu mencebik. Sudah bukan hal baru bagiku. Setelah aku resign dari pekerjaanku, keluarga suamiku semakin memperlakukanku selayaknya pembantu. Pakaian kotor satu keluarga dibebankan padaku, memasak, dan membersihkan rumah, semua menjadi tanggung jawabku tanpa ada campur tangan mereka untuk membantuku sedikitpun. "Pengennya tidur sih, Mbok. Tapi kepikiran. Mas Akas ditelepon nggak diangkat." jawabku sembari meletakkan sendok teh yang semula ku pakai untuk mengaduk

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   34. Malam panas bersama Witri

    Kehidupan penuh romansa antara aku dan suamiku tampaknya hanya berlangsung selama sebulan. Akhir-akhir ini dia sering keluar malam bersama teman-temannya, seperti yang menjadi kebiasaannya dulu.Sebenarnya aku ingin sesekali diajaknya nongkrong bersama teman-temannya. Aku ingin tahu, apakah Akas malu atau tidak memperkenalkan aku pada teman-temannya. Aku penasaran seperti apa pergaulannya di luar rumah.Aku baru saja selesai menyapu halaman. Jam menunjukan pukul 6 pagi saat aku melihat jam dinding di ruang tamu. Aku duduk sejenak di teras sembari menikmati udara pagi yang masih sangat sejuk. Suara derap kaki menarik perhatianku untuk melihat ke arah sumber suara. Dan aku pun langsung mengernyitkan dahi begitu mendapati suamiku sudah berpakaian rapih sembari membenarkan topi yang dia pakai. "Loh, Mas, mau kemana?" "Maaf, Yank, aku terburu-buru. Aku dapat kerjaan untuk menyetir bus pariwisata ibu-ibu kampung sebelah." jawabnya sembari mengulurkan tangannya ke arahku, untuk kemudian ku

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   33. Menetap di rumah mertua demi suami

    Satu minggu berlalu semenjak operasi pengangkatan kista dan satu ovariumku. Hari ini, aku berniat untuk memulai hariku seperti sebelumnya. Beberapa hari hanya berbaring di kasur membuatku merasa bosan. Aku bangkit dari tempat tidur dan memulai aktifitas membersihkan tubuh. Setibanya di kamar mandi dan melepas pakaianku, mataku tertuju pada bekas jahitan yang ada di perut. Entah mimpi apa yang pernah ku alami, sampai aku menemui kejadian yang sangat tidak ingin aku alami. Aku menyentuh bagian bekas jahitan di perutku sembari menatap langit-langit kamar mandi dengan tatapan menerawang. Satu ovariumku telah diangkat. Bukankah itu artinya, peluangku untuk mendapatkan anak juga akan berkurang? Bagaimana jika suamiku memilih untuk meninggalkanku karena tak kunjung mendapat momongan?Suara ketukan pintu dari luar membuyarkan lamunanku. Aku langsung mendesah kesal mendengar nada bicara menyebalkan yang aku tahu persis suara siapa itu. "Mbak Vina, cepet ya? Keburu telat aku berangkat ke seko

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   32. Peluang Yang Berkurang

    Aku benar-benar merasa bosan berada terlalu lama di ruangan ini. Sudah satu jam aku keluar untuk menghisap beberapa rokok sebelum akhirnya kembali ke ruangan ini, tetapi istriku belum juga menunjukkan tanda-tanda pergerakan. Aku mendaratkan pantat di sebuah kursi yang ada di samping ranjang. Aku meraih ponsel dari dalam saku celana untuk membunuh rasa bosan. Setidaknya mencari hiburan agar tidak mati gara-gara bosan menunggu terlalu lama di sini. Banyak pesan masuk yang belum sempat aku balas karena sungkan dengan keluarga istriku. Aku baca deretan pesan masuk, dari saudara yang menanyakan kondisi istriku saat ini. Tapi ada satu nama yang membuatku seakan berhenti bernafas, karena saking senangnya. Tanpa menunggu lama, aku segera membalas pesan dari gadis tetapi bukan perawan pujaanku, Witri. Entah mengapa bayangan wajah cantiknya tetap menyelinap di pikiranku, meski aku sedang dilanda kekacauan karena perbuatanku yang menyebapkan istriku terbaring seperti sekarang ini.[Yank, krim

  • Dicampakan setelah Tidak Berpenghasilan   31. Ipar Judes

    PoV AkasAku berjalan mondar-mandir di depan ruangan operasi. Sepasang mata masih menatapku tajam, sudah seperti harimau yang membidik mangsa saja gadis itu. Setiap kali pandangan kami berserobok, aku tersenyum dan berpura-pura tidak merasa sedang diperhatikan olehnya. Cantik, sih. Tapi sepertinya Nuril itu tipe gadis yang ganas. Kalau saja sejak awal yang aku temukan pingsan di halte gadis itu bukan Vina, mungkin dengan membuatnya berhutang budi padaku, dia akan mudah menerimaku seperti kakaknya yang bodoh. Hanya perlu sedikit gombalan saja.Aku terus merutuki diri karena berlaku implusif yang menyebapkan Vina jatuh pingsan. Semoga kista yang dia alami jinak. Tolong lancarkan oprasi istriku Tuhan. Rasa cinta memang belum tumbuh di hatiku, tapi mengingatnya merintih kesakitan, membuat aku iba dan menyesal karena telah berbuat kasar padanya. Mungkin lebih tepatnya, aku takut jika kesalahan yang ku perbuat berakibat fatal. Bagaimana jika kistanya pecah? “Duduk Nak Akas. Kamu yang tena

DMCA.com Protection Status