Zara bahkan tidak dalam mood yang bagus untuk melanjutkan makan malamnya. Jadinya dia meletakan kembali alat makannya dimeja
“Aku-“ sebelum dia bisa berkata apa pun, Dave menatapnya dengan tatapan tajam yang membuatnya merinding.
"Kau tahu, Zara, aku bisa sangat murka jika kau terus saja menantangku" kata Dave dengan suara yang dingin
Zara menelan ludahnya dengan susah payah, mencoba menahan ketakutannya.
“Aku hanya ingin pulang" ucap Zara dengan suara lemah, berharap agar Dave bisa mengizinkannya pergi tanpa meluapkan kemarahannya.
Dave hanya tersenyum dengan dingin. "Tidak begitu cepat, Zara. Kau baru saja tiba" katanya sambil mencibir.
Tanpa memberi kesempatan pada Dave untuk menanggapi, Zara berdiri dari kursinya dengan cepat dan berjalan menuju pintu depan. Melihat pintu yang terkunci dengan smartlock membuat Zara berdecak, pasti perlu sidik jari Dave untuk membukanya
"Kau pikir kau bisa pergi begitu saja?" tany
Harry menghembuskan asap rokoknya. Sejak kenal dengan dunia malam, Harry memang menjadi seorang perokok aktif namun hal itu hanya dia lakukan diluar, tanpa sepengetahuan Zara tentunya“Tumben kak Harry tidur disini malam ini?” Tanya Gina mendatangi Harry yang duduk di kursi teras sambil membawa segelas kopi yang diletakan pada meja bundar“Kangen sama Nico” jawab HarryGina tersenyum tipis “Nico sih kayaknya udah tidur” Ucap Gina, dia melangkah mendekati Harry kemudian duduk di pangkuan Harry.Jemari lentik Gina menarik rokok yang berada dimulut Harry “Aku juga pengen rokok” ucap Gina lalu membuang sebatang rokok milik Harry yang tersisa setengah“Tapi rokok daging punya kak Harry” Bisiknya seduktif yang membuat Harry menegang“Dasar pelacur”“Ya kak, aku pelacur kak Harry” Balas Gina dengan nada merendah yang sensualDengan mata yang menggelap penuh gairah, Harry mencumbu Gina. Dia menggendong Gina lalu membawanya Masuk.
“Apa mungkin Mas menjualku lagi untuk mendapat mobil?" desak Zara dengan tatapan tajamnyanya.Seketika, suasana di ruangan itu menjadi tegang."Zara, Mas tidak mungkin melakukan itu. Tuan Dave memberikan mobil itu dengan percuma" Harry mencoba membela diri, namun suaranya terdengar semakin tertekan. Zara merasa tidak puas dengan penjelasan Harry yang terdengar canggung.“Jika Mas tidak menjualku. Apa mungkin selama ini Mas sengaja membiarkanku bersama dengan Dave karena Mas mendapatkan semua yang Mas inginkan?” Zara sudah tidak sabar lagi, dia mendesak dengan keras“Zara, Tuan Dave memberikan kita segalanya, Mas punya kerjaan dan kamu juga, kehidupan kita menjadi baik” Ucap Harry membuat Zara tercengang. Wajah Zara memerah oleh kekecewaan dan amarah yang memuncak.Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja didengarnya. Sudah cukup banyak rahasia yang terkuak dalam satu hari, dan semuanya terasa begitu menyakitkan.
Zara berdiri di depan rumah dengan pagar putih di depannya, menggigit bibir bawahnya dengan gelisah. Dia merasa takut namun juga bertekad untuk mengetahui kebenarannyaKemarin Zara menanyakan alamat rumah dimana Layla melihat Harry dan yang membuat Zara seperti dihantam batu besar adalah jika alamat itu sama dengan alamat yang Dave kirimkan padanyaDengan langkah gugup, Zara melangkah mendekati pintu rumah itu. Dia mengetuk pintu dengan perasaan yang campur aduk. Beberapa saat kemudian, pintu terbuka, dan di hadapannya berdiri seorang wanita cantik"Kamu.. Gina?" Tanya Zara dengan sedikit gemetar.Gina tampak terkejut melihat Zara di depan pintu rumahnya. "Kak Zara, apa yang kamu lakukan di sini?"“Kamu mengenalku?” tanya ZaraGina mengangguk pelan, dia melirik sekitar “Masuk kak” Ucap Gina. Dia mengundang Zara masuk ke dalam rumahnya.Begitu mereka berdua duduk di ruang tamu, Zara menelan ludah, mencoba menemu
“APA?!” Layla memekik keras begitu mendengar cerita lengkap dari Zara“Udah Lay, gak baik begitu” balas Zara menenangkan Layla. Meskipun dia merasa marah dan terluka, dia tidak ingin berbicara dengan penuh kebencian tentang Harry, terlebih di depan Layla.“Tapi dia kurang ajar Zara. Berhenti ngebela dia. Akukan udah dari awal gak setuju kamu nikah sama Harry. Mana saat itu kamu baru lulus S1. Harusnya kamu bisa kerja dulu” Decak layla“Aku hanya ingin mengetahui kebenaran” kata Zara dengan suara lembutLayla menghela napas, mencoba menenangkan dirinya sendiri. “Maaf, aku hanya tidak bisa percaya kalau Harry melakukan hal seperti itu.”Zara mengangguk, merasakan pahitnya kekecewaan. “Aku pun tidak bisa mempercayainya, tapi bukti itu begitu jelas. Gina sendiri yang menceritakan semuanya, bagaimana busuknya perilaku Mas Harry dibelakangku”“Jadi salah satu dari kalian
Setelah bertemu Layla, Zara tidak langsung pulang. Dia justru pergi ke kantor Dave. Sebelumnya dia sudah menghubungi Dave untuk bertemu dan pria itu memintanya untuk langsung ke kantorPintu terbuka ruang kerja Dave tebuka, Zara langsung melangkah masuk, dia melihat Dave yang duduk sofa tamu dalam ruang kerjanya sambil menatapnya, gelagatnya seperti sudah menanti kedatang Zara“Kau menemuinya?” Tanya Dave, berdiri dan mendekati Zara. Dave memeluk pinggang Zara, merapatkan tubuh mereka.Zara merasakan kekakuan dalam pelukan Dave, tapi dia tetap berusaha menjaga ketenangannya. "Sejak kapan anda tahu tentang ini?" tanya Zara dengan bahasa formal, mencoba menahan gelombang emosi yang menggelora di dalam dirinya.Dave mengeryitkan alisnya, menunjukkan ketidaksenangannya dengan nada formal Zara. "Sejak awal pria keparat itu masuk ke klub ku" jawab Dave, suaranya tenang tapi ada kegamangan yang terbaca di matanya.Mendengar pengakuan itu, Zara
Harry baru saja membuka pintu rumah ketika mendengar suara gaduh dari arah kamar, ia berjalan ke kamar, tangannya perlahan membuka pintunya dan melihat Zara sedang sibuk membereskan baju menaruhnya ke dalam koper, Harry mengeryitkan keningnya bingung, lalu menghampiri istrinya."Ada apa ini Zara?" tanya Harry menatap heran pada Zara.Zara meletakan baju terakhimya ke dalam koper dan menutupnya, pandangannya beralih menatap Harry."Aku akan pindah dari rumah ini, Mas. Maafkan aku, aku tidak bisa lagi serumah denganmu. Lagi pula, perceraian kita akan diputuskan sebentar lagi" jawab Zara pelan.Harry membulatkan mata terkejut, berjalan ke arah Zara ia mengambil koper dan melemparkannya ke lantai."Apa yang kau lakukan Mas?"“Perceraian? Apa maksudmu Zara? Kita tidak pernah membicarakan ini sebelumnya!!”Zara menepis tangan Harry yang mencoba menyentuhnya "Aku lelah Mas" ucap Zara."Tidak! Aku tidak akan menceraikanmu,
Bugh!“Bangsa- Tuan Dave?“Dave tersenyum miring, dia menatap Dave dengan cemoohan sedangkan Zara sudah ditempatkan dibelakang tubuh kekarnya“Berani sekali kau mengasarinya” Decak Dave dengan tatapan tajamnya. Tangannya gatal ingin memberikan bogeman pada wajah Harry jika saja Zara tidak memeluknya dari belakang“J-jangan..” ucap Zara“Zara, apa maksudmu dengan ini semua? Apakah kau benar-benar ingin meninggalkanku?” desak Harry, suaranya penuh dengan keputusasaan. Dia jelas tidak berani didepan Tuan DaveZara menarik napas dalam-dalam ”Kamu yang duluan mengkhinatiku Mas!” ucapnya dengan senyum tipis “Aku melepaskanmu untuk wanita itu.”“Bohong! Kamu berbohong Zara! Jelas-jelas kamu terlena oleh tuan Dave. Kamu ingin selamanya menjadi pelacur pria itu, kan? Kamu suka membagi tubuhmu dengan pria lain kan Zara?"Air mata mengalir di pipi Zara, ucapan H
Setelah memastikan jika Harry pergi. Layla meraih ponselnya dan menelpon Zara“Dia sudah pergi, kemarilah” Ucap Layla lalu tak lama dari rumah sebelah keluarlah Zara dengan jaket tebal milik Dave ditubuhnya“Nah, sekarang bisa jelaskan pada kami apa yang kamu sembunyikan selama ini” Tuntut Layla.Gina mengangguk lalu mereka masuk kedalam rumah. Setelah menidurkan Nico dikamarnya, Gina meletakan dua gelas kopi dimeja ruang tamu untuk Layla dan Zara“Terima kasih” Ucap ZaraGina mengangguk lalu duduk “Dari mana yah aku mulai ceritanya” Gumam Gina pada dirinya sendiri sambil terkekeh pelan“Hubunganmu dengan mas Harry” Jawab Zara dengan suara tercekatGina tersenyum tipis lalu mulai menceritakannya “Seperti yang sudah kubilang, aku dulunya wanita malam di klub. Singkatnya aku adalah wanita panggilan dan Harry salah satu pelangganku”Zara merasakan dadanya sesak begitu mendengar penuturan Gina. Air matanya kembali menetes. Layla ya
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha