Bugh!
“Bangsa- Tuan Dave?“
Dave tersenyum miring, dia menatap Dave dengan cemoohan sedangkan Zara sudah ditempatkan dibelakang tubuh kekarnya
“Berani sekali kau mengasarinya” Decak Dave dengan tatapan tajamnya. Tangannya gatal ingin memberikan bogeman pada wajah Harry jika saja Zara tidak memeluknya dari belakang
“J-jangan..” ucap Zara
“Zara, apa maksudmu dengan ini semua? Apakah kau benar-benar ingin meninggalkanku?” desak Harry, suaranya penuh dengan keputusasaan. Dia jelas tidak berani didepan Tuan Dave
Zara menarik napas dalam-dalam ”Kamu yang duluan mengkhinatiku Mas!” ucapnya dengan senyum tipis “Aku melepaskanmu untuk wanita itu.”
“Bohong! Kamu berbohong Zara! Jelas-jelas kamu terlena oleh tuan Dave. Kamu ingin selamanya menjadi pelacur pria itu, kan? Kamu suka membagi tubuhmu dengan pria lain kan Zara?"
Air mata mengalir di pipi Zara, ucapan H
Setelah memastikan jika Harry pergi. Layla meraih ponselnya dan menelpon Zara“Dia sudah pergi, kemarilah” Ucap Layla lalu tak lama dari rumah sebelah keluarlah Zara dengan jaket tebal milik Dave ditubuhnya“Nah, sekarang bisa jelaskan pada kami apa yang kamu sembunyikan selama ini” Tuntut Layla.Gina mengangguk lalu mereka masuk kedalam rumah. Setelah menidurkan Nico dikamarnya, Gina meletakan dua gelas kopi dimeja ruang tamu untuk Layla dan Zara“Terima kasih” Ucap ZaraGina mengangguk lalu duduk “Dari mana yah aku mulai ceritanya” Gumam Gina pada dirinya sendiri sambil terkekeh pelan“Hubunganmu dengan mas Harry” Jawab Zara dengan suara tercekatGina tersenyum tipis lalu mulai menceritakannya “Seperti yang sudah kubilang, aku dulunya wanita malam di klub. Singkatnya aku adalah wanita panggilan dan Harry salah satu pelangganku”Zara merasakan dadanya sesak begitu mendengar penuturan Gina. Air matanya kembali menetes. Layla ya
Warning 21+Zara baru keluar dari pengadilan saat tangannya ditarik secara paksa oleh Harry menuju mobil.“Lepas Mas!” pekik Zara namun Harry tak mendengarkan. Dia menyeret Zara masuk ke dalam mobil.“Mas!” Zara kembali memekik, cukup untuk menarik perhatian orang sekitar namun mereka tidak peduli.Jika saja Zara tahu akan seperti ini, harusnya Zara mengiyakan saat Layla bilang ingin menemainya mengurus perceraian ke pengadilan“Cabut surat permohonanmu Zara!” Ucap Harry tajam“Tidak Mas, keputusanku sudah bulat. Aku tetap ingin bercerai” balas Zara yang membuat Harry emosi. “Permohonan cerai sudah kudafatarkan, tinggal menunggu jadwal sidangnya." Sambung Zara"Aku tidak akan menceraikanmu!" kata Harry dengan marah, sementara dia menyalakan mobil dan mengemudikan mobil dengan cepat.Hampir 20 menit kemudian mereka sampai di rumah peninggalan orang tua ZaraBegitu mobil berhenti, Zara mencoba lagi untuk melarikan diri, tapi usahanya sia-sia. Harry, dengan tatapan marah di matanya, menye
“Makan”Zara melihat malas ke arah Harry, memilih untuk diam dan kembali melamun sambil menatap langi-langi kamarnya. Dengan cepat, Harry meraih lengan Zara dan meremasnya dengan sangat kuat.“Makan Zara”"Kau menyakitiku, Mas.""Aku pikir kamu sudah tidak bisa bicara" geram Harry dengan marah."Hanya saja aku tidak ingin berdebat denganmu.”Harry meraih kasar rahang Zara dengan satu tangan, mendekatkannya ke wajahnya, berbisik ditelinga "Kamu harus mencerna perkataanku baik-baik. Tidak akan ada yang menyelamatkanmu Zara, Dave itu bukanlah pria yang baik, jadi jangan mengharapkan lebih terhadapnya, kamu hanya di anggap seorang pelacurya. Tidak lebih. Lihat. Dia bahkan tidak datang untuk menolongmu seperti sebelumnya""Biarpun dia seorang penjahat, setidaknya Dave bukan pengkhianat sepertimu" sahut Zara.PLAKZara tertawa miris. "Puas kau menamparku? Kalau perlu bunuh saja aku Harry."
Harry memasukkan semua pakaiannya ke dalam koper dengan gerakan canggung, sementara Zara diam memperhatikannya dari sudut kamar.Udara terasa tegang, penuh dengan rasa sakit dan kekecewaan yang tak terungkapkan. Setelah menutup koper itu dengan mantap, Harry akhirnya menoleh ke arah Zara."Terima kasih dan maaf untuk segalanya" ucapnya dengan suara yang terdengar rapuh.Zara menatap Harry tanpa ekspresi yang jelas, namun dalam matanya terpancar kekecewaan yang dalam. Dia berusaha menjaga emosinya agar tidak pecah di hadapan suaminya yang telah mengkhianatinya.Setelah Harry pergi dari kamar, Zara duduk di ujung ranjang, membiarkan dirinya merenung dalam kesendirian. Hatinya terasa hancur, tapi di tengah kehancuran itu, ada kekuatan yang membangkitkan dirinya untuk menghadapi kenyataan yang kejam.Di ruang tamu, Harry berpapasan dengan Layla dan Dion. Wajah mereka menyiratkan ekspresi yang berbeda. Layla menatap Harry dengan tatapan tajam, sedangkan
Cklek..Layla menoleh pada pintu kamar yang terbuka. Zara melangkah keluar dari dalam dengan daster rumahan miliknya, matanya nampak sebam karena menangis dalam waktu lama.Melihat itu, Layla beranjak dan memeluk Zara“Jangan memendam semuanya sendiri” Bisiknya sambil mengusap punggung Zara.Tak lama pelukan itu terlepas. Layla memandang Zara dengan penuh perhatian, matanya menyelusuri wajah temannya itu, mencoba memahami segala yang terjadi. Terdapat luka-luka yang tersembunyi di balik senyum Zara, dan Layla merasa bertanggung jawab untuk itu“Gimana menurutmu Dion sekarang Lay?” Goda Zara, sekilas ada tatapan jahil dimatanyaLayla berdecak, dia tahu jika Zara hanya mengalihkan pembicaraan. Akhirnya mau tak mau Layla ikut campur saja“Dia keren. Jauh lebih baik dari yang dulu” Ucap Layla tanpa tahu jika ucapannya membuat Dion nampak salah tingkahZara yang menyadari itu terkekeh. “Ngom
“Habis” Zara bergumam pelan saat menuangkan tetesan terakhir dari botolnya“Udah Ra, kamu mabuk” Ucap Layla melihat kondisi Zara yang sesekali tertawa sendiri sembari cegukanZara menggeleng “Minum ini enak Lay, badanku jadi hangat dan kesedihanku menghilang” Ucapnya sambil tersenyum lebar“Kan sudah kubilang kamu sih gak percaya, lain kali aku ajak minum lagi” Sahut LaylaDion menggeleng pelan lalu melirik jam tangannya, sudah mau jam 12 malam. Dion mengambil handphone disaku celananya dan mengabari TuannyaSetelah mendapat balasan dia menatap kedua wanita didepannya “Layla” Panggil DionLayla menoleh, alisnya terangkat dengan tatapan bertanya “Kenapa?” Tanya Layla“Pulang. Aku antar kamu” Ucap DionLayla menggeleng “Aku temani Zara malam ini, kamu pulang saja” Tolak LaylaDion berdecak, dia mendekati Layla lalu berbisik dite
Warning 21+Zara membuka matanya yang terasa berat. Penglihatannya yang semula buram kini sudah jernih. Matanya menatap dada bidang Dave yang tak tertutup apapun. Tangan pria itu memeluknya erat, membuat Zara sedikit sesak.“Bahkan saat tidurpun kekuatannya masih besar” Zara bergumam pelanGerakan pelan Dave yang seperti akan membuka mata membuat Zara menutup matanya, berpura-pura tidur. Sedangkan Dave tersenyum tipis, dia tahu jika Zara hanya berpura-pura.Cup..Saat itu, Zara merasakan sesuatu yang lembut menyentuh wajahnya. Sentuhan hangat yang membuat debaran kuat dijantungnya. Ketika dia membuka mata lagi, dia menemukan Dave yang tersenyum padanya dengan lembut.“Selamat pagi, Zara” sapanya dengan suara yang lembut.Zara tersenyum balas. “Selamat pagi, Dave.”Tanpa sepatah kata pun, Dave mendekatkan bibirnya dan menciumi wajah Zara dengan lembut. Meskipun masih ada keraguan dan kebingungan di dalam dirinya, dia merasa aman dan dilindungi di samping Dave.Ngomong-ngomong, Zara masi
Dengan perlahan tapi pasti, Zara mulai membasahi seluruh bagian tubuhnya, dia menggosokan shower puff yang penuh dengan busa ke beberapa area tubuhnya.Bekas yang ditinggalkan Dave tidak bisa hilang walau sudah dibilas berkali-kali. Zara kini memutuskan untuk membiarkan dirinya dibawah aliran shower.Tok…tok.. tok…“Zara?” Suara Dave tak membuat Zara bergeming. Dia tetap diam, membiarkan guyuran air mengalir di tubuhnya, seakan mencoba menghapus kenangan pahit yang tertinggal.Ketukan di pintu semakin keras dan suara Dave terdengar lebih mendesak, “Zara, buka pintunya, kau sudah terlalu lama di dalam.”Zara memejamkan matanya, menarik napas dalam-dalam. Setelah beberapa detik, dia mematikan shower, meraih handuk, dan membungkus tubuhnya dengan rapi.Dengan langkah pelan, Zara membuka pintu kamar mandi. Dave berdiri di ambang pintu, wajahnya yang semula nampak panik kini berubah tegang‘Shit,
“Darling” Suara itu sontak mengagetkan Zara. Tubuhnya membatu dan sontak beberbalik. Dave sedang bersandar di pintu sambil bersedekap dada menatapnya dengan tatapan tajam mengintimidasi“D..Dave.. kamu sudah kembali?” Tanya Zara tersendat-sendatDave tidak menjawab. Sekarang, ia melangkah mendekati Zara. Zara merasa seperti penjahat yang tertangkap basahDan di sana, di ambang pintu, berdiri Dave. Wajahnya tampak tenang, tetapi matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa Zara baca dengan jelas—apakah itu penyesalan, rasa bersalah, atau bahkan sesuatu yang lebih gelap?"Mencari sesuatu?" tanya Dave dengan nada yang sulit ditebak, matanya tertuju pada tumpukan foto di tangan Zara.Zara menelan ludah, merasa seluruh tubuhnya menegang. "Dave... apa maksud semua ini? Mengapa ada foto-foto ini? Siapa yang memotretku?" tanyanya dengan suara yang bergetar, menuntut jawaban.Dave melangkah lebih dekat, tetapi Zara mundur selangkah, menjaga jarak di antara mereka. Dia tidak ingin mempercayai b
‘Kau bisa mencaritahunya sendiri dirumah itu’ Pesan terakhir yang Sylvia tinggalkan membuat Zara gelisah dan penasaranZara mempercayai Dave namun dia ingin tahu apa yang Dave sembunyikan darinya. Zara berjalan perlahan-lahan menyusuri lorong rumah besar itu menuju ruang kerja DaveZara nampak ragu sejenak sebelum dia masuk dan menatap isi ruangan itu. Zara mengigit bibir bawahnya lalu mengeluarkan sebuah kunci yang Sylvia berikan.Dalam ruang kerja Dave, terdapat sebuah pintu yang selalu terkunci rapat dan kini kunci itu ada ditangannyaCtak..Saat dia mendorong pintu itu perlahan, ruang rahasia terbuka di depannya. Ruangan itu dipenuhi oleh berkas-berkas, dokumen, dan peta besar yang tergantung di dinding. Mata Zara tertuju pada satu dokumen yang tergeletak di atas meja besar, seperti sesuatu yang sengaja dibiarkan terbuka. Tangan Zara gemetar saat dia meraih dokumen itu.Mata Zara mulai membaca, dan semakin dia membaca, semakin cepat jantungnya berdetak.Tubuh Zara membeku di tempa
“Aku baru tahu jika sepupuku ini bodoh” Ucap Sylvia yang ditujukan pada DaveDave mengernyit, menatap Sylvia kesal “Apa maksudmu, Sylvia?” tanyanya, suaranya masih diliputi amarahSylvia mendesah, menyilangkan tangan di depan dada sambil menatap Dave dengan tatapan penuh penilaian. “Kau selalu memikirkan segalanya dengan begitu terencana, begitu strategis. Tapi ketika menyangkut Zara, kau benar-benar buta, Dave” katanya dengan nada tajam.“Kau menjadi lemah karena perasaan tak bergunamu itu” SambungnyaDave menahan diri untuk tidak memaki atau bahkan memukul Sylvia.Marcus, yang sedari tadi hanya menonton, tertawa kecil. “Lihatlah kau, Dave. Bahkan adik perempuanku bisa melihat betapa bodohnya kau dalam hal ini. Kau mungkin seorang pemimpin yang hebat, tapi dalam urusan hati, kau hanya seorang amatir.”Dave menoleh tajam ke arah Marcus, tetapi dia tahu bahwa Sylvia dan Marcus, meski
Dave tiba di markas dengan langkah cepat, pandangannya menyapu ruangan yang penuh dengan kesibukan. Anak buahnya bergerak cepat, mencoba mengendalikan situasi yang jelas sedang berada di luar kendali. Beberapa dari mereka tampak terluka, dan suasana tegang terasa di udara."Apa yang terjadi di sini?" tanya Dave dengan nada tajam, suaranya memotong kebisingan di ruangan itu. Semua orang berhenti sejenak dan menoleh ke arahnya, merasakan otoritas yang dibawa Dave ke dalam ruangan.Seorang pria dengan luka di bahu mendekati Dave, wajahnya penuh kecemasan. "Tuan Carpenter, ada penyerangan mendadak. Kami tidak tahu dari mana mereka datang, tapi serangan itu terorganisir dengan sangat baik.""Siapa yang menyerang kita?" Dave mendesak, matanya penuh dengan kemarahan yang tertahan. Dia merasa marah dan frustasi, tidak percaya bahwa markas mereka bisa diserang dengan begitu mudah.Pria itu menelan ludah, tampak ragu sejenak sebelum menjawab, "Kami masih mencari ta
"Selamat, Tuan Carpenter. Istri Anda mengandung anak kembar" ucap Dokter kepada Dave yang menemani Zara saat memeriksakan kesehatan kehamilannya."Benarkah?" sahut Dave sambil menatap Zara yang duduk di sampingnya. Tatapan bahagia jelas terlihat di wajahnya"Iya, bayinya dalam kondisi sehat, tolong jaga kesehatan dan jangan mudah lelah.""Itu pasti, Dok. Aku akan menjaga istriku selalu."Zara tersipu malu saat Dave mencium pipinya di hadapan dokter itu. "Ini resep vitamin, jangan lupa diminum secara teratur" kata Dokter sambil memberikan selembar kertas pada Dave."Terima kasih, Dok." Ucap Zara. Setelahnya dia berdiri dan Dave menggandeng tangan Zara keluar ruangan itu."Setelah ini kita mau kemana, Dave?" Tanyanya"Makan malam. Kau mau makan di restoran mana?""Emm aku tidak mau di restoran mana pun."Dave mengernyit bingung. "Lalu kau mau makan dimana?"“Aku ingin kau yang masak” kata Zara sambil ter
“Luna, aku ingin menamainya Luna”Dave terdiam sejenak. Wajahnya yang semula penuh kasih dan ketenangan berubah menjadi kaku, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan yang menyakitkan. Tangannya berhenti bergerak di atas perut Zara, dan dia menariknya perlahan, seolah-olah menyadari bahwa nama itu adalah sesuatu yang tidak pernah ingin dia dengar lagi dalam konteks ini.Nama itu, Luna, membawa banyak kenangan yang bercampur antara manis dan pahit. Luna, wanita yang pernah ia cintai, dan wanita yang harus ia relakan pergi, kini kembali menghantuinya dalam bentuk yang sama sekali tidak ia duga—sebagai nama untuk anak yang ia nantikan bersama Zara.Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk tidak memperlihatkan ketegangan yang tiba-tiba melanda dirinya. "Darling... Luna adalah nama yang sangat indah, tapi...," suaranya sedikit serak, dan dia berusaha mengumpulkan kata-kata yang tepat. "Apakah kau yakin itu nama yang kau inginkan untuk anak kita
Dave selesai mandi dan keluar dari kamar mandi dengan rambut masih sedikit basah. Dia mengenakan kaus sederhana dan celana panjang, terlihat lebih santai dari biasanya.Di meja makan, Zara sudah menyiapkan makan malam dengan tampilan yang rapi dan sempurna, seperti biasa. Namun, ada sesuatu yang berbeda malam itu, sesuatu yang Dave tidak langsung sadari.“Bagaimana kondisimu?” tanya Dave“Lebih baik, tadi aku emosional karena hormone kehamilan” Jawab ZaraMereka duduk berhadapan di meja makan, tetapi percakapan yang biasanya hangat dan penuh canda terasa hambar malam itu. Zara menjawab setiap pertanyaan Dave dengan singkat, dan sering kali dia hanya mengangguk tanpa benar-benar melihat Dave.Ekspresi wajahnya datar, tidak ada senyum yang biasanya menghiasi wajahnya saat mereka makan bersama. Dave merasakan dingin yang perlahan merayap di antara mereka, tetapi dia memilih untuk tidak menanyakannya saat itu, berpikir mungkin Z
Dave yang baru saja pulang dibuat kaget melihat Zara yang bersandar pada ranjang sambil menangis“Darling?” Dave memanggil lembut, suaranya penuh dengan kekhawatiran saat melihat Zara. Pikirannya langsung dipenuhi oleh seribu kekhawatiranapa yang terjadi saat dia pergi?“Apa Sylvia melakukan sesuatu padamu?” tanya DaveDave segera mendekati Zara, duduk di tepi ranjang dan meraih tangannya.“Darling, katakan, apa Sylvia yang membuatmu begini?”Zara menggeleng, kepalanya mendongak menatap Dave. Air mata bercucuran dari netra hazel itu“D..Dave..” Rintih Zara"Aku disini Darling. Katakan, apa yang terjadi padamu?” matanya berusaha mencari penjelasan di wajah istrinya.Zara mencoba menahan isakan yang masih tersisa. "Dave… kenapa kau harus pergi? Kenapa semuanya terasa begitu sulit?" suaranya terdengar putus asa.Dave merasakan hatinya tercabik-cabik meliha
"Aku tidak bisa kehilangan dia, Sylvia. Aku butuh dia... kita butuh dia" ujarnya, suaranya hampir bergetar“Kau bodoh” Ucap Sylvia, kali ini nada bicaranya terdengar sinis “Kau lemah Zara, apa kau paham itu?”Zara mengangguk pelan, dia sadar bahwa yang Sylvia ucapankan adalah kebenaran“Kau terlalu percaya padanya, terlalu mudah jatuh ke dalam perangkapnya. Seorang Carpenter bukanlah orang tulus, Zara.”“Aku menasehatimu sebagai seorang wanita” lanjut Sylvia, suaranya kini lebih lembut namun tetap tegas. Ia bersandar pada sofa, pandangannya menjelajahi sekeliling rumah. "Dave memberikanmu sangkar yang bagus" gumamnya, seakan berbicara lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Zara.Zara mengikuti pandangan Sylvia, memperhatikan setiap sudut rumah yang indah ini. Rumah yang dulu terasa seperti tempat berlindung yang aman, kini terasa seperti penjara mewah. Setiap sudutnya mengingatkannya pada kebaha